Laporan Pendahuluan Abortus Inkomplit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY. A ABORTUS INKOMPLIT DI RUANG MAWAR RSUD KARDINAH TEGAL LP MINGGU KE-2 (DUA)



Oleh : SUN MUAFIROH 200104089



PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MATERNITAS UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2021



A. Konsep Abortus Inkomplit a. Pengertian Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Norma dan Dwi,2013). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Maryunani A Puspita 2013). Abortus inkomplit adalah sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis, masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2012). Abortus inkomplit adalah pengeluara hasil konsepsi yang tidak lengkap atau ekspulsi parsial dari hasil konsepsi. Fetus biasanya sudah keluar namun terjadi retensi plasenta, sebagian atau seluruhnya didalam uterus (Nugroho, 2012). b. Etiologi Beberapa faktor yang menyebabkan abortus antara lain: 1) Faktor Janin Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada 50% - 60% kasus keguguran, fakta kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. 2) Faktor Ibu a) Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid b) Faktor kekebalan (imunologi) misalnya pada penyakit lupus



c) Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman, toksoplasma, herpes, kiamida d) Kelemahan otot leher rahim e) Kelainan bentuk rahim 3) Faktor Bapak Kelainan



kromosom



dan



infeksi sperma diduga dapat



menyebabkan abortus. 4) Faktor Genetik Sekitar 5% abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang



paling



sering



menimbulkan



abortus



spontan



adalah



abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitasgenetik. 5) Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15% wanita dengan abortus spontan yang rekuren. c. Manifestasi Klinik Menurut Pudiastuti (2012), tanda dan gejala abortus inkomplit antara lain: 1. Perdarahan



sedang



hingga



banyak,



kadang-kadang



keluar



gumpalan darah 2. Uterus sesuai masa kehamilan 3. Kram atau nyeri perut dan terasa mules-mules 4. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus 5. Servik tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap



corpus



allienum,



maka



uterus



akan



berusaha



mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama, servik akan menutup kembali. Gejala Klinik



Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta biasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah umur kehamilan tersebut sudah lewat, maka plasenta dan janin keluar secara terpisah. Apabila seluruh atau sebagian plasenta tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkomplit (Prawirohardjo, 2012). Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian plasenta site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan (Prawirohardjo, 2012). Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamika yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan. d. Pathofisiologi Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti nerloisi jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat keluar seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khoriasli sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat



dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada plasenta. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka dia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amion menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis. Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin bewarna kemerah-merahan (Ai Yeyeh, 2012). e. Pathway



f. Penatalaksanaan Menurut Marmi (2011), penanganan abortus inkomplit antara lain : 1. Jika perdarahan tidak terlalu banyak, dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg peroral (dapat dilakukan oleh bidan dengan kolaborasi dengan dokter ahli kandungan). 2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan aspirasi vakum manual (AVM) merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg IM (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mg peroral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu) yang ini hanya dilakukan oleh dokter obgyn, bidan disini bertugas menjadi asisten. 3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi, Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi eksplusi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg), evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus (dapat dilakukan oleh bidan di rumah sakit dengan instruksi dokter). 4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.



Menurut



Saifuddin



(2012),



pada



kasus



abortus



inkomplit



penatalaksanaan post curettage adalah : a) Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan instruksi apabila terjadi komplikasi/kelainan b) Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang tersedia dalam status pasien. Bila keadaan umum pasien cukup baik, setelah cairan habis lepas infus c) Buat instruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien d) Beritahu kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan e) Bersama petugas yang akan merawat pasien, jelaskan jenis perawatan yang masih diperlukan, lama perawatan dan laporkan kepada petugas tersebut bila ada keluhan/gangguan pasca tindakan f) Tegaskan pada petugas yang merawat untuk menjalankan instruksi perawatan dan pengobatan serta laporkan segera bila pada pemantauan lanjutan ditemukan perubahan-perubahan seperti yang ditulis dalam catatan pasca tindakan. g. Pemeriksaan Penunjang Data penunjang yang diperlukan pada kasus abortus inkomplit adalah pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila ragu dengan diagnosis secara klinis (Prawirohardjo, 2012). B. Konsep kuretase a. Pengertian Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misanya perforasi (Sofian, 2011). Pendekatan transerviks pada abortus bedah mensyaratkan bahwa serviks mula mula harus dibuka (dilatasi) dan kemudian kehamilan di evakuasi dengan mengerok keluar secara mekanis isi (kuretase tajam),



dengan mengisap keluar isi (kuretase hisap), atau keduanya. Namun paling sering digunakan adalah kuret hisap tapi memerlukan kanula kaku yang dihubungkan ke sumber vakum bertenaga listrik (Cunningham, et al, 2014). b. Tujuan Kuretase Menurut Damayanti (2014) bahwa tujuan kuretase dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/fertilitas. 2) Kuret sebagai terapi Bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hail kehamilan yang telah gagal berkembang, menghentikanperdarahan akibat mioma dan polip dari dalam rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormone dengan cara mengeluarkan lapisan dalam mengeluarkan lapisan dalam rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proes persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim. c. Manfaat Kuretase Kuretase ini memiliki beberapa manfaat tidak hanya untuk calon ibu atau wanita yang mengalami keguguran, namun juga beberapa hal lainnya untuk memeriksa masalah atau kesehatan pada rahim, diantaranya adalah: 1) Membersihkan rahim sesudah keguguran. 2) Mendiagnosa keadaan tertentu yang ada pada rahim. 3) Pendarahan pervaginam yang tidak teratur. 4) Membersihkan jaringan plasenta yang tersisa sesudah proses persalinan di kemudian hari.



5) Menghilangkan blighted ovum atau tidak ada janin dalam kandung telur. 6) Hamil anggur 7) Menghindari rahim tidak bisa kontraksi karena pembuluh darah pada rahim tidak menutup sehingga terjadi pendarahan. 8) Membersihkan sisa jaringan pada dinding rahim yang bisa menjadi tempat kuman berkembang biak dan timbul infeksi. d. Indikasi Kuretase Menurut Supriyadi (2014), indikasi kuretase dibagi menjadi dua yaitu : 1) Diagnostik : Jaringan endometrium untuk diagnosis histologi 2) Terapeutik : Pengangkatan jaringan plasenta setelah abortus atau melahirkan, mengangkat polip atau endometrium hiperplastik. e. Prosedur Kuretase Persiapan pasien sebelum kuretase adalah: 1) Puasa Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal. 2) Persiapan psikologis Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang merasakan biasa saja, seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi karena rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya udah bekerja lebih dahulu.



3) Minta Penjelasan Dokter Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada dokter secara lengkap, mulai dari pengertian kuret, alasan kenapa harus dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau resiko yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib menjelaskan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan kuret. f. Teknik Kuretase 1) Menentukan Letak Rahim Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam dengan menggunakan alat-alat yang ummnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung. Karena itu alat-alat tersebut harus dimasukkan sesuai dengan letak rahim. Tujuannya supaya tidak terjadi salah arah (fase route) dan perforasi. 2) Penduga rahim (sondage) Yaitu dengan memasukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim. 3) Kuretase Pada teknik ini harus memakai sendok kuret yang cukup besar. Jangan memasukkan sendok kuret dengan kekuatan, dan pengerokan biasanya dimulai di bagian tengah. Memakai sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa). Dengan demikian, kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan (Sofian, 2011). 4) Kuretase dengan cara penyedotan (suction curretage) Dalam tahuntahun terakhir ini lebih banyak digunakan oleh karena perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil. Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus



ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui panjang dan jalanya kavum uteri. Anastesi umum dengan penthoal sodium, atau anastesia percervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung kencing dekat pada perbatasanya pada serviks. g. Komplikasi Kuretase 1) Perforasi Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke kandung kencing. Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, maka penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunya hemoglobin dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparotomi percobaan dengan segera. 2) Luka pada serviks uteri Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksaan maka dapat timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timnulnya incompetent cervik. 3) Perlekatan dalam kavum uteri Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan



pengalaman.



Sisa-sisa



hasil



konsepsi



harus



dikeluarkan, tetapi jaringan sampai terkerok, karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.



4) Perdarahan Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina (Prawirohardjo, 2017). h. Asuhan keperawatan a. Pengkajian Dalam tahap ini data/ fakta yang dikumpulkan adalah data subjektif dan data objektif dari pasien. Bidan dapat mencatat hasil penemuan data dalam catatan harian sebelum didokumentasikan 1) Identitas a. Nama Untuk dapat mengenal atau memanggil nama ibu dan untuk mencegah kekeliruan bila ada nama yang sama (Romauli, 2011). b. Umur Untuk mengetahui apakah klien dalam kehamilan yang beresiko atau tidak, usia dibawah 16 tahun dan diatas 35 tahun (Astuti, 2012). c. Agama Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa (Ambarwati 2010 dan Wulandari, 2011). d. Suku bangsa Untuk mengetahui kondisi social budaya ibu yang mempengaruhi perilaku kesehatan. e. Pendidikan Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat pendidikan mempengaruhi (Romauli, 2011).



sikap



perilaku



kesehatan



seseorang



f. Pekerjaan Untuk mengetahui taraf hidup dan social ekonomi agar nasehat kita sesuai. g. Alamat Untuk



mengetahui



ibu



tinggal



dimana,



menjaga



kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama. 1. Keluhan Utama Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dan untuk mengetahui sejak kapan seorang klien merasakan keluhan tersebut (Romauli, 2011). Keluhan utama pada ibu hamil dengan abortus inkomplit adalah mengeluarkan darah sedang hingga banyak, kram atau nyeri perut bawah, dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi. 2. Riwayat Menstruasi Data yang kita peroleh akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya. Beberapa data yang harus kita peroleh dari riwayat menstruasi antara lain : menarche, siklus, volume dan keluhan. 3. Riwayat Perkawinan Untuk mengetahui usia nikah pertama kali, status pernikahan sah atau tidak, lama pernikahan, ini suami yang ke berapa 4. Riwayat Kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu Untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu 5. Riwayat Kehamilan Sekarang Dikaji untuk mengetahui keadaan kehamilan itu saat ini terutama mengenai keteraturan ibu dalam memeriksakan kehamilannya, karena dari pemeriksaan ANC yang



rutin



dapat diketahui



keluhan-keluhan yang dirasakan (Prawirohardjo, 2012). 6. Riwayat Keluarga Berencana



Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi



7. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan yang lalu Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : Jantung, DM, Asma, Hipertensi b. Riwayat kesehatan sekarang Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini c. Riwayat kesehatan keluarga Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien 8. Pola kebiasaan sehari-hari a. Nutrisi Menggambarkan



tentang



pola



makan



dan



minum,



frekuensi, banyaknya, jenis makanan dan makanan pantangan b. Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna dan jumlah c. Istirahat Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca,



mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang d. Aktivitas Untuk memberikan gambaran tentang seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan pasien di rumah. Jika kegiatan pasien terlalu berat sampai dikhawatirkan dapat menimbulkan penyulit masa hamil, maka kita dapat memberikan peringatan sedini mungkin kepada pasien untuk membatasi dahulu kegiatannya sampai pasien sehat dan pulih kembali e. Seksualitas Untuk mengetahui keluhan, frekuensi dan kapan terakhir melakukan hubungan seksual f. Personal Hygiene Untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia g. Psikososial Budaya Untuk mengetahui bagaimana prasaan tentang kehamilan ini, kehamilan ini direncanakan atau tidak, jenis kelahiran yang diharapkan, dukungan keluarga terhadap kehamilan ini, keluarga lain yang tinggal serumah, pantangan makanan dan kebiasaan dalam kehamilan. Pada kasus abortus



inkomplit,



ibu



mengatakan



cemas



karena



perdarahan banyak hingga sedang dan disertai nyeri perut bagian bawah (Saifuddin, 2012). 9. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Untuk mengetahui respon pasien terhadap lingkungan dan orang lain. Pada ibu dengan abortus inkomplit keadaan umumnya lemah. b. Kesadaran



Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien. Pada ibu dengan abortus inkomplit kesadarannya composmentis. c. Tanda Vital Untuk mengkaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu : 1. Tekanan Darah Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi dengan nilai satuannya mmHg. Tekanan darah normal, sistolik antara 110 sampai 140 mmHg dan diastolik antara 70 sampai 90 mmHg. Hipertensi jika tekanan sistolik sama dengan atau >140 mmHg dan hipotensi jika tekanan diastolik sama dengan atau