Laporan Pendahuluan Bronkopneumonia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA Disusun dalam rangka memenuhi tugas stase Keperawatan Anak



OLEH : SITI HADIJAH SYAM 14420212165



CI LAHAN



CI INSTITUSI



(………………………….………)



(………………………….………)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2022



A. Konsep Medis 1. Definisi Brokopneumonia Bronchopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya. Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di brokioli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernapasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. (Nurarif & Kusuma, 2016) 2. Etiologi Secara umum bronchopneumonia diakibatkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen. Orang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernapasan yang terdiri atas: reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain: a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. influenza, Klebsiella b. Virus : Legionella Pneumoniae c. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans d. Apirasi Makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paruparu e. Terjadi karena kongesti paru yang lama. (Nurarif & Kusuma, 2016) 3. Patofisiologi Perjalanan penyakit Bronchopneumonia dimulai oleh terhisapnya bakteri, virus, jamur, dan benda asing kedalam paru perifer melalui saluran nafas bagian atas yang menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang



mempermudah penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonukelar), fibrin, eritrosit, cairan edema, an kuman di alveoli terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah bebrapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan mikrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paruparu tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan berganula. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN (polimorfonuklear) di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin serta mengilangnya kuman dan debris. (Smeltzer, 2018)



4. Pathway



5. Manifestasi Klinik Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritic, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernapas menggunakan otot bantu aksesorius, dan bisa timbul sianosis. Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat. (Padila, 2018) 6. Komplikasi a. Efusi Pleura Infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi makrofag alveolar yang akan mengeluarkan sitokin inflamasi yang merangsang peningkatan premeabilitas Vaskular. Permeabilitas Vaskular yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar dari vaskular menuju interstitial sehingga dapat menyebabkan effusi pleura eksudat b. Empiema Empiema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik dirongga pleura. Empiema dapat terjadi apabila infeksi menyebar hingga ke rongga pleura. Apabila infeksi berlanjut, empiema menjadi terorganisir dengan pembentukan lapisan pleura yang tebal dan non elastis serta septa fibrin yang padat yang dapat menghambat pergerakan paru c. Sepsis Sepsis dapat terjadi apabila kuman menyebar melalui pembuluh darah dan menyebabkan reaksi inflamasi sistemik. d. Gagal nafas Gagal nafas adalah ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi fundamental pernafasan yaitu untuk membawa oksigen ke darah dan untuk mengeliminasi



karbondioksida.



Penumpukan



eksudat



di



alveoli



menyebabkan



perfusi



oksigen



di alveolar



terganggu



dan dapat



menyebabkan gagal nafas (Padila, 2018). 7. Pemeriksaan Penunjang Untuk menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara : a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan darah Pada



kasus



bronchopneumonia



oleh



bakteri



akan



terjadi



leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). 2) Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius 3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. 4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremiSampel darah, sputum, dan urin. Pada urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan karena peningkatan suhu tubuh. b. Pemeriksaan Radiologi 1) Rontgenogram Thoraks Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus 2) Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat 8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain: a. Menjaga Kelancaran Pernapasan b. Kebutuhan Istirahat Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong ditempat tidur c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi



selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan caieran glukosa 5% dan NaCl 0,9% d. Mengontrol Suhu Tubuh e. Pengobatan Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberika Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotic yang mempunyai spektrumluas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri (Ni Made Mentaniasih., 2019). 9. Prognosis Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-macam penyebab sehingga perlu mencermati gejala, tanda, dan temuan laboratorium untuk mengetahui



derajat



keparahan



penyakit.Terapi



utama



untuk



bronkopneumonia adalah terapi suportif. B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan adalah adalah mengumpulkan data pasien secara objektif dan subjektif yang dilakukan penilaian secara keseluruhan (fisik, psikosisosial, spiritual dan kultural) serta mengumpulkan informasi peluang promosi kesehatan, risiko dan potensi masalah keperawatan lainnya. (Herdman & Kamitsuru, 2015) a. Identitas Bronchopneumonia lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP,



penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak berhasil. Anak laki-laki adalah faktor resiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia. Hal ini disebabkan diameter saluran pernapasan anak lakilaki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh anak laki-laki dan perempuan b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Pasien sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, batuk-batuk disertai bunyi ronchi saat auskultasi, pernapasan cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare, anoreksia dan muntah. 2) Riwayat penyakit sekarang Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. 3) Riwayat penyakit dahulu Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun. 4) Riwayat kesehatan keluarga Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya. 5) Riwayat kesehatan lingkungan Pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. 6) Imunisasi Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah



karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder. 7) Nutrisi Riwayat gizi buruk Kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas kekebalan untuk merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungsi granulosit, penurunan fungsi komplemen, dan juga menyebabkan kekurangan mikronutrein. 8) Usia Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh yang masih rendah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk kedalam kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza dan pneumonia, anak-anak berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak berusia diatas 2 tahun. Hal ini disebabkan imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang relatif sempit 9) Faktor Lingkungan Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok. Lingkungan rumah seperti kondisi jendela, luas ventilasi kamar balita, jenis lantai rumah, jarang membuka jendela setiap pagi, dan penggunaan obat nyamuk dapat beresiko anak terserang Bronchopneumonia. 10) Menentukan kebutuhan cairan menurut berat badan Kebutuhan cairan pada anak dapat dihitung berdasarkan berat badan yaitu : a) Berat badan < 10kg = 100mL/kgBB b) Berat badan 10-20kg = 1000 + 50mL/kg BB untuk setiap kilogram berat badan diatas 10kg



c) Berat badan > 20kg = 1500 + 20mL/kg BB untuk setiap kilogram berat badan diatas 20kg c. Pemeriksaan head to toe 1) Keadaan



umum



:



Keadaan



umum



pada



pasien



dengan



bronchopneumonia adalah pasien terlihat lemah, pucat dan sesak nafas 2) Tanda-tanda vital : didapatkan suhu meningkat (39-400C), nadi cepat dan kuat, pernafasan cepat dan dangkal 3) Kulit : Tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek 4) Kepala : pada pemeriksaan kepala dapat dilakukan inspkesi pada bentuk kepala, lingkar kepala, warna dan tekstur rambut, keadaan ubun-ubun (anterior dan posterior) 5) Mata : didapatkan hasil inspeksi konjungtiva anemis, sklera putih 6) Hidung : pada pasien bronchopneumonia didapatkan adanya secret, ada pernafasan cuping hidung, dan sianosis 7) Mulut : pucat, sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering, dan pucat 8) Telinga : inspeksi adanya peradangan atau tidak. Peradangan menandakan sudah terjadi komplikasi 9) Leher : inspeksi dan palpasi adanya pembesaran limfe atau tidak 10) Dada : ada tarikan dinding dada, pernafasan cepat dan dangkal 11) Jantung : jika terjadi komplikasi ke endokarditis, terjadi bunyi tambahan 12) Paru-paru : suara nafas ronchi, whezing ) 13) Abdomen : Bising usus (+), lembek/kembung/tegang, distensi abdomen 14) Ekstremitas : pada pasien dengan bronchopneumonia didapatkan pasien tampak lemah, penurunan aktifitas, sianosis pada ujung jari dan kaki, akral hangat



2. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis pada respons seseorang terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan yang dialami baik individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas.(Herdman & Kamitsuru, 2015) Diagnosis keperawatan terdiri atas dua jenis diagnosis yaitu, Diagnosis negatif yang menunjukkan keadaan klien/pasien dalam keadaan sakit ataupun berisiko. Diagnosis ini terdiri dari Diagnosis aktual, Diagnosis risiko. Sedangkan jenis diagnosis yang kedua yaitu Diagnosis positif yang menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat, diagnosis ini disebut Diagnosis promosi kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosis



keperawatan



yang



muncul



untuk



penyakit



bronkopneumonia adalah : a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakebronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen. c. Pola nafas tidak efektif d. Hipertermi e. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas. f. Risiko ketidakseimbangan cairan



3. Intervensi Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif a. Tanda Mayor Subjektif (tidak ada) Objektif 1) Batuk tidak efektif 2) Tidak mampu batuk 3) Sputum berlebihan 4) Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering 5) Mekonium di jalan nafas (neonatus) b. Tanda minor Sujektif 1) Dispnea 2) Sulit bicara 3) Ortopnea Objektif 1) Gelisah 2) Sianosis 3) Bunyi nafas menurun 4) Frekuensi napas berubah



Luaran keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka, bersihan jalan nafas meningkat dengan criteria hasil : 1. Baruk efektif meningkat 2. Produksi sputum menurun 3. Mengi menurunwheezing menurun Mekonium menurun



Intervensi keperawatan Manejemen jalan nafas Observasi 1. Monitor pola nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Monitor sputum Terapeutik 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas 5. Posisikan semi fowler 6. Berikan minum hangat 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 8. Lakukan penghispan lender kurang dari 15 detik 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghispan endo trakeal 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill 11. Berikan oksigen jika perlu Edukasi 12. Anjurkan asupan cairan 2000 ml per hari, jika tidak kontraindikasi



Pola napas berubah



Gangguan pertukaran gas a. Tanda mayor Subjektif 1) Dispnea Objektif 1) PCO2 meningkat/menurun 2) PO2 menurun 3) Takikardia 4) pH arteri meningkat/menurun 5) Bunyi napas tambahan b. Tanda minor Subjektif 1) Pusing 2) Penglihatan kabur Objektif 1) Sianosis 2) Diaphoresis 3) Gelisah 4) Napas cuping hidung 5) Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler,



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka, pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Dispnea menurun 2. Bunyi nafas tambahan menurun 3. PCO2 membaik 4. PO2 membaik 5. Takikardia membaik 6. pH arteri



13. Ajarkan tehnik batuk efektif Kolaborasi Kolaborasi pemberian bronkodilator, enspektoran, mukolitik, jika perlu Pemantauan respirasi Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas 2. Monitor pola nafas 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Auskultasi bunyi nafas 8. Monitor saluran oksigen 9. Monitor nilai AGD 10. Monitor X-ray toraks Terapeutik 11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 12. Dokumentasi hasil pemantauan Edukasi 13. Jelaskan tujuan prosedur



dalam/dangkal) 6) Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan) 7) Kesadaran menurun Pola Nafas tida efektif a. Tanda mayor Objektif 1) Penggunaan otot bantu 2) Fase ekspirasi memanjang 3) Pola nafas abnormal (misal: takipnea, bradypnea) Subjektif 1) Dispnea b. Tanda minor Objektif 1) Pernapasan pursed- lip 2) Pernapasan cuping hidung 3) Diameter thoraks anteriorposterior meningkat 4) Ventilasi semenit menurun 5) Kapasitas vital menurun 6) Tekanan ekspirasi menurun 7) Tekanan inspirasi menurun 8) Ekskursi dada menurun



pemantauan 14. Informasikan hasil pemantauan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka, pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Pola napas membaik 2. Berat badan meningkat 3. Keseimbangan asam-basa baik 4. Konservasi energi meningkat 5. Status neurologis baik 6. Tingkat ansietas menurun 7. Tingkat keletihan menurun 8. Tingkat nyeri menurun



Edukasi Teknik napas Observasi 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik 2. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan 3. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan 4. Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi 5. Jelaskan tujuan dan manfaat Teknik napas 6. Jelaskan prosedur Teknik naps 7. Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin (mis. Duduk, baring) 8. Anjurkan menutup mata dan berkonsentrasi penuh 9. Ajarkan melakukan ekspirasi dengan menghembuskan udara



Hipertermia a. Tanda mayor Subjektif (tidak tersedia) Objektif 1) Suhu tubuh diatas normal b. Tanda minor Subkeltif (tidak ada) Objektif 1) Kulit merah 2) Kejang 3) Takikardi 4) Takipnea 5) Kulit terasa hangat



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka, termoregulasi membaik dengan criteria hasil: 1. Kekuatan nadi meningkat 2. Meringis menurun 3. Gelisah menurun 4. Frekuensi nadi membaik



mulut mencucu secara perlahan 10. Demonstrasikan menarik napas selama 4 detik, menahan napas selama 2 detik dan menghembuskan nafas selama 8 detik. Manegemen nyeri Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 8. Monitor keberhasilan terapi



komplementer yang sudah diberikan 9. Monitor efeksampign penggunaan analgetik Terapeutik 10. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri 12. Fasilitasi istrahat dan tidur 13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi melegakan nyeri Edukasi 14. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 15. Jelaskan strategi meredakan nyeri 16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 17. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 18. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



Kolaborasi



Resiko defisit nutrisi a. Faktor resiko 1) Ketidakmampuan menelan makanan 2) Ketidakmampuan mencerna makanan 3) Ketidakmampuan mengabsobsi nutrient 4) Peningkatan kemampuan metabolism 5) Faktor ekonomi 6) Faktor psikologi b. Kondisi klinis terkait 1) Sroke 2) Parkinson 3) Mabius sindrom 4) Cerebral palsi 5) Cleft lip 6) Infeksi 7) Aids 8) Fibrosis kristik



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka, status nutrisi membaik dengan criteria hasil: 1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat 2. Berat badan membaik 3. IMT mebaik



19. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu Manejemen nutrisi Observasi 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan 3. Identifikasi makanan yang disukai 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient 5. Identifikasi perlunya pengguanaan selang nasogastric 6. Monitor asupan makanan 7. Monitor berat badan 8. Monitor hasi pemeriksaan laboratorium Terapeutik 9. Lakukan oral hygine sebelum makan jika perlu 10. Fasilitasi menentukan pedoman diet



11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai 12. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 14. Berikan suolemen makanan, jika perlu 15. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi 16. Anjurkan posisi jika mampu 17. Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi



Resiko ketidakseimbangan cairan a. Faktor resiko



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka,



18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan 19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu Manejemen cairan



1) Proses pembedahan mayor 2) Trauma/perdarahan 3) Luka bakar 4) Aferesis 5) Asites 6) Obstruksi intestinal 7) Peradangan pankreas 8) Penyakit ginjal dan kelenjar 9) Disfungsi intestinal b. Kondisi klinis terkait 1) Proses pembedahan mayor 2) Penyakit ginjal dan kelenjar 3) Perdarahan 4) Luka bakar



keseimbangan cairan meningkat dengan criteria hasil: 1. Asupan cairan meningkat 2. Haluaran urin meningkat 3. Kelembaban membrane mukosa meningkat 4. Edema menurun 5. Dehidrasi menurun 6. Tekanan darah membaik 7. Denyut nadi membaik



Observasi 1. Monitor status fibrasi 2. Monitor berat badan harian 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 5. Monitor status hemodinamik Terapeutik 6. Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam 7. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan 8. Berikan cairan intra vena jika perlu Kolaborasi 9. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu



4. Implementasi Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan seluruh intervensi keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat kepada pasien. Dalam melakukan pengimplementasian dilaksanakan sesuai dengan “validasi, penugasan, keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal”. Implementasi dalam pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur yaitu dilakukan sesuai dengan intervensi dan kebutuhan pasien.(Herdman & Kamitsuru, 2015) 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan merupakan bentuk tindakan keperawatan yang terakhir setelah melakukan pengkajian hingga implementasi keperawatan, dengan tujuan untuk mengevaluasi ataupun sebagai bentuk penilaian terhadap proses keperawatan yang telah dilakukan. (Herdman & Kamitsuru, 2015)



DAFTAR PUSTAKA Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). DIAGNOSIS KEPERAWATAN : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10; T. H. Herdman & S. Kamitsuru, eds.). Jakarta: EGC. Ni Made Mentaniasih., D. (2019). Buku Ajar Tuberkolosis Diagnostik Microbiologis. Surabaya: Percetakan Universitas Airlangga. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS BERDASARKAN PENERAPAN DIAGNOSA NANDA, NIC, NOC DALAM BERBAGAI KASUS (Jilid 1). Yogyakarta: Mediacion Publishing. Padila. (2018). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogjakarta: Nuha Medika. PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisidan Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. Smeltzer, B. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: ECG.