Laporan Pendahuluan Demam Thypoid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM THYPOID



A. ANATOMI FISIOLOGI



Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan manusia Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. 1.



Mulut Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Mulut terdiri dari gigi yang fungsinya mengunyah makanan, lidah yang berfungsi untuk menggerakkan makanan, dan kelenjar saliva yang berfungsi mengubah makanan menjadi bolus.



2.



Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar



limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. 3.



Esofagus Esofagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm dimulai dari faring sampai pintu masuk kardiak lambung. Fungsinya hanya untuk melewatkan makanan.



4.



Lambung Lambung terdiri dari kardiak, fundus, body, antrum, dan spingter pilori. Fungsinya sebagai tempat penyimpanan makanan, mengaduk, memecah, dan mendorong makanan ke usus halus.



5.



Usus Halus Usus halus terdiri dari Duodenum, Jejenum, dan Ileum. Fungsi usus halus adalah sebagai tempat absorbsi elektrolit, mineral, kalium, kalsium, magnesium, besi, dan HCO3. Usus halus juga sebagai tempat mengabsorbsi nutrisi berupa karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin.



6.



Usus Besar (Kolon) Usus besar terdiri dari caecum, asendends, transversum, desendends, dan sigmoid. Fungsinya adalah menyerap air dan elektrolit 80-90% dari makanan dan mengubah dari cairan menjadi massa.



7.



Rektum dan Anus Anus adalah saluran cerna yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. Anus terdiri dari 3 spingter : - Spingter Ani Internus - Spingter Levator Ani - Spingter Ani Eksternus



Organ-organ yang terletak diluar saluran cerna : 1.



Hati Fungsinya : Sekresi empedu; mempertahankan hemostatik gula darah; menyimpan glikogen, lemak Vit. ADEK dan zat besi yang disimpan sebagai feritin; mengubah zat buangan dan bahan racun untuk disekresi dalam empedu dan urin.



2.



Empedu, Fungsinya sebagai persediaan getah empedu dan membuat getah empedu menjadi kental.



3.



Pankreas, Fungsi eksokrin ; membentuk getah pankreas. Fungsi endokrin; mensekresi insulin dan glukagon.



Fisiologi 1.



Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrient (zat yang sudah dicerna), air, dan garam yang berasal dari zat makanan untuk didistribusiken ke sel-sel melalui sistem sirkulasi. Zat makanan merupakan sumber energi bagi tubuh seperti ATP yang dibutuhkan sel-sel untuk melaksanankan tugasnya. Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, maka saluran pencernaan harus mempunyai persediaan air, elektrolit dan zat makanan yang terus-menerus. Untuk itu dibutuhkan : a) Pergerakan makanan melalui saluran pencernaan b) Sekresi getah pencernaan dan pencernaan c) Absorpsi hasil pencernaan, air dan elektrolit d) Sirkulasi darah melalui organ gastrointerstinal yang membawa zat yang diabsorpsi e) Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormone



2.



Pengaturan Saraf Sistem saraf intrinsik dalam bentuk dua pleksus mesenterikus dan fleksus submukosa terdiri dari neuron yang membentuk hubungan sinaps dengan neuron lain. Pleksus berakhir di otot polos dan kelenjar. Akson dari fleksus mesentrikus mengadakan sinaps dengan neuron submukosa dan sebaliknya. Hubungan saraf dalam fleksus memungkinkan refleks- refleks saraf tidak bergantung pada sistem saraf pusat. Ada dua jenis refleks system saraf pusat yang menghubungkan suatu rangsangan yaitu refleks jarak pendek dari reseptor melalui fleksus saraf ke susunan saraf pusat (SSP) kembali ke fleksus saraf dan sel efektor dengan perantaraan saraf otonom.



B. DEFINISI Demam Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bacteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus dan payer’spatch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015). Demam Tifoid atau sering disebut dengan tifus abdomenalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Arif Muttaqin & Kurmala Sari, 2011). Demam Tifoid (entric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya megenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai Saluran pencernaan (Sodikin, 2011). Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Titik Lestari, 2016). Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Titik Lestari, 2016). Berdasarkan berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa thypoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi ditandai dengan demam ± 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.



C. ETIOLOGI Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut, kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541°C (optimum 37 oC) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun



yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang



terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.



D. PATOFISIOLOGI Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jaritangan/kuku, Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan limpa serta berkembang biak sehingga organorgan tersebut membesar.



Patway



E. MANIFESTASI KLINIS Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri. Nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu: 1.



Demam Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.



2.



Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.



3.



Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan



reseol,



yaitu bintik-bintik



kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis. 4.



Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Berdasarkan klasifikasi yang ada maka thypoid dapat dibagi dalam beberapa



bagian berdasarkan masa penyebarannya dengan masa tunas thypoid 10-14 hari, yaitu: 1.



Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.



2.



Minggu II Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.



3.



Minggu III



Pada minggu III gejala sudah berkurang tetapi masih sering terjadi pusing, nyeri otot, sifat demam menigkat perlahan- lahan dan terutama sore hingga malam hari dan kekambuhan berulang dari demam thypoid ini.



F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.



Pemeriksaan darah perifer lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.



2.



Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah sembuh.Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.



3.



Pemeriksaan uji widal Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella Thypi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam thypoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella Thypi maka penderita membuat antibody (aglutinin).



4.



Kultur Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama. Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua. Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.



5.



Anti Salmonella Thypi IgM Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella Thypi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke 3 dan 4 terjadinya demam.



G. PENATALAKSANAAN MEDIS 1.



Non farmakologi a) Bed rest - Klien diistirahatkan 7 hari atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. - Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya transfusi bila ada komplikasi perdarahan. b) Diet - Makanan rendah serat. - Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. - Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. - Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. - Perbanyak minum air putih ± 2 liter/hari. - Hindari buah dan sayur mentah.



2.



Farmakologi -



Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau IV selama 14 hari.



-



Bila ada kontraindikasi Kloramfenikol diberikan ampicillin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoxcilin dengan dosisi 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian oral/intra vena selama 21 hari. Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian oral selama 14 hari.



-



Pada kasus berat, dapat diberikan Ceftriaxone dengan dosis 50 mg/kgBB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari sekali sehari intravena selama 5-7 hari, atau bisa juga gunakan cefixime oral 20 mg/Kg/BB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari.



-



Penggunaan levofloxacin, baik untuk kasus ringan maupun berat. Untuk kasus ringan diberikan levofloxacin 500 mg/hari selama 7 hari. Sedangkan untuk kasus berat diberikan levofloxacin 500 mg secara intravena selama 3-5 hari dan secara oral selama 7 hari.



-



Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah Meropenem, Azithromisin, dan Fluoroquinolon.



-



Pemberian obat penurun panas seperti paracetamol.



H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1.



Data biografi a) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status, suku bangsa, bahsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat. b) Identitas penanggung jawab Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien.



2.



Riwayat kesehatan a) Keluhan utama Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh demam, perut merasa mual dan kembung, muntah, nafsu makan menurun, pusing. b) Riwayat penyakit sekarang Hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul. Biasanya pada demam thypoid adalah peningkatan suhu tubuh/ demam dan mengigil lebih dari satu minggu. c) Riwayat penyakit dahulu Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama. d) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien atau sakit yang lainnya. e) Riwayat psikososial Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya. Intrapersonal



: Perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih).



Interpersonal



: Hubungan dengan orang lain.



Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bed rest serta terjadi kecemasan. 3.



Pola fungsi kesehatan a) Pola pemenuhan nutrisi Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah. b) Pola eliminasi Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. c) Pola aktivitas dan latihan Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya. d) Pola istirahat atau tidur Selama sakit kebiasaan tidur pasien akan terganggu dan pasien merasa tidak dapat istirahat karena suhu badan yang meningkat, merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare. Sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur. e) Pola mekanisme koping Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. f)



Pola nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.



4.



Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi atau dengan Head-To-Toe 1.



Keadaan Umum Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, anorexia.



2.



Kepala dan Leher Kepala tidak ada benjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemis, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengaran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.



3.



Dada dan Abdomen Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.



4.



Sistem Respirasi Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung..



5.



Sistem Kardiovaskuler Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachikardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.



6.



Sistem Integument Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, dan akral hangat.



7.



Sistem Eliminasi Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.



8.



Sistem Muskuloskeletal Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.



9.



Sistem Endokrin Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.



10. Sistem Persyarafan Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.



I.



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat.



2.



Defisit volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.



J.



3.



Nyeri akut b/d proses peradangan.



4.



Hipertermia b/d proses inflamasi, proses infeksi kuman salmonella thypii.



5.



Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi.



INTERVENSI KEPERAWATAN 1.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam kekurangan nutrisi tidak terjadi. Kriteria hasil: Nafsu makan meningkat, Tidak ada keluhan anoreksia, nausea, Porsi makan dihabiskan. Intervensi Keperawatan : a.



Kaji kemampuan makan klien. R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya.



b.



Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah.



c.



Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein. R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat.



d.



Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai. R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien.



e.



Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, pedas.



R/: dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi. f.



Kolaborasi. Berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi. R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah.



2.



Defisit volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, tidak terjadi defisit volume cairan. Kriteria hasil: Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi, keseimbangan intake dan output dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah. Intervensi Keperawatan : a.



Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit. R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan.



b.



Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah. R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok.



c.



Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan. R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan.



d.



Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat. R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.



e.



Kolaborasi pemberian cairan intravena R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang.



3.



Nyeri akut b/d proses peradangan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nyeri hilang/berkurang. Kriteria hasil: Tidak ada keluhan nyeri, Wajah tampak tampak rileks, Skala nyeri 0-1, TTV dalam batas normal. Intervensi Keperawatan : a.



Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri. R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.



b.



Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien. R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot.



c.



Ajarkan tehnik nafas dalam. R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri.



d.



Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat. R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.



e.



Kolaborasi obat-obatan analgetik. R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri.



4.



Hipertermia b/d proses inflamasi, proses infeksi kuman salmonella thypii. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, suhu tubuh normal. Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda peningkatan suhu tubuh,TTV dalam batas normal. Intervensi Keperawatan : a.



Observasi tanda-tanda vital. R/: Tanda-tanda vital berubah sesuai tingkat perkembangan penyakit dan menjadi indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya.



b.



Beri kompres pada daerah dahi.



R/: Pemberian kompres dapat menyebabkan peralihan panas secara konduksi dan membantu tubuh untuk menyesuaikan terhadap panas. c.



Anjurkan untuk banyak minum air putih. R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.



d.



Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik. R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri.



5.



Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi. Tujuan: Setelah diberikan penkes pengetahuan klien dan keluarga meningkat. Kriteria hasil: Klien dan keluarga mengerti dengan apa yang dialaminya. Intervensi Keperawatan : a.



Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya. R/: Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.



b.



Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien. R/: Supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.



c.



Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti. R/: Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.



DAFTAR PUSTAKA



Letari, Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika Marilynn E. dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi III. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal Dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika Suzanne, C. Smeltzer. 2010 . Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta: EGC