Laporan Pendahuluan Gadar Vulnus Punctum Abdomen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN



I.



Tinjauan Umum Tentang Luka A. Pengertian Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan (Mansjoer, 2001) B. Etiologi 1. Mekanik a. Benda tajam Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk b. Benda tumpul Ledakan atau tembakan, Misalnya luka karena tembakan senjata api 2. Non Mekanik a. Bahan kimia Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat b. Trauma fisika 1) Luka akibat suhu tinggi 2) Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps. 3) Luka akibat suhu rendah 4) Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya hyperemia, edema dan vesikel, 5) Luka akibat trauma listrik 6) Luka akibat petir 7) Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001 dalam Ratna, 2008 ) c. Radiasi



1



2



C. Klasifikasi 1.



Berdasarkan derajat kontaminasi a. Luka bersih Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%. b. Luka bersih terkontaminasi Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%. c. Luka terkontaminasi Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%. d. Luka kotor Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.



2. Berdasarkan penyebab a. Luka akibat kekerasan benda tumpul 1) Vulnus kontusio/ hematom Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul



3



2) Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi) adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh. Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis: 



Luka lecet gores Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit







Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion) Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/ miring terhadap kulit







Luka lecet tekan (impression, impact abrasion) Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.



3) Vulnus laseratum (luka robek) luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.



4



b. Luka akibat kekerasan setengah tajam 1) Vulnus Morsum Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut



c. Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam 1) Vulnus scisum (luka sayat atau iris) Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas seharihari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur



2) Vulnus punctum (luka tusuk) Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek



tusukan



yang dalam dengan



permukaan luka tidak begitu lebar.



3) Vulnus scloperotum (luka tembak) Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api



5



d. Luka akibat trauma fisika dan kimia 1) Vulnus combutio Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa D. Manifestasi Klinik Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut: 1.



Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.



2.



Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur



3.



Echumosis dari Perdarahan Subculaneous



4.



Spasme otot spasme involunters dekat fraktur



5.



Tenderness/keempukan



6.



Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.



D.



7.



Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)



8.



Pergerakan abnormal



9.



Krepitasi



Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan volume 2. Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia 3. Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump



6



4. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan kehilanga protein 5. Faal hati dan ginjal 6. CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak 7. Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate 8. Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia 9. Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya terdapat emboli paru/edema paru 10. ECG : untuk mengetahui adanya aritmia E. Komplikasi 1. Kerusakan arteri: 2. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 3. Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah 4. Infeksi 5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi 6. Kontraktur 7. Hipertropi jaringan parut



II.



Tinjauan Umum Tentang Vulnus Punctum A. Definisi Luka tusuk (vulnus punctum) adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau, paku dan benda tajam lainnya. Biasanya pada luka tusuk, darah tidak keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen.



7



Luka tusuk merupakan jejas pada tubuh yang diakibatkan oleh penusukan benda yang memiliki ujung tajam tajam pada tubuh. Benda tajam yang dimaksud seperti pisau, pedang, gunting, alat pahat, bayonet dan benda yang memiliki ujung tajam lainnya. Bahkan benda lebih tumpul seperti obeng juga dapat menyebabkan luka tusuk. Luka tusuk dapat dibedakan dengan luka iris berdasarkan panjang dan kedalaman luka. Jika dilakukan pengukuran, luka akibat tusukan memiliki kedalaman luka lebih panjang dibanding panjangnya, sebaliknya pada luka iris.



Gambar 1. LukaTusuk, panah biru gelap menunjukkan sisi dengan sudut lancip, sedangkan disisi yang berlawanan dengan sudut tumpul. B. Karakteristik Luka 1.



Panjang dan kedalaman luka Pada luka tusuk, panjang luka pada kulit dapat sama, lebih kecil ataupun lebih besar dibandingkan dengan lebar pisau. Kebanyakan luka tusuk akan menganga bukan karena sifat benda yang masuk tetapi sebagai akibat elastisitas dari kulit. Pada bagian tertentu pada tubuh, dimana terdapat dasar berupa tulang atau serat otot, luka itu mungkin nampak berbentuk seperti kurva. Panjang luka penting diukur dengan cara merapatkan kedua tepi luka sebab itu akan mewakili lebar alat. Panjang luka di permukaan kulit tampak lebih kecil dari lebar alat, apalagi bila luka melintang terhadap otot. Bila luka masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar luka sama dengan lebar alat. Tetapi sering yang terjadi lebar luka melebihi lebar alat kerena tarikan ke samping waktu menusuk dan waktu menarik. Demikian juga bila alat/pisau yang masuk kejaringan dengan posisi yang miring. Pemakaian istilah “luka penetrasi” ditunjukkan untuk menjelaskan dimana dalaman luka yang diakibatkan oleh benda itu melebihi lebar luka yang tampak pada permukaan kulit. Dalamnya luka sulit ditentukan pada daerah tanpa tulang seperti di daerah abdomen oleh karena elastisitas dinding perut



tersebut.



Panjang



saluran



luka



atau



kedalaman



luka



dapat



mengindikasikan panjang minimum dari senjata yang digunakan, jika bagian



8



pangkal senjata masuk kedalam tubuh. Umumnya dalam luka lebih pendek dari panjang senjata, karena jarang ditusukan ampai ke pangkal senjata.



Gambar 2. Pisaubermata satu yangditusukan dengankedalaman yangberbeda.



2. Bentuk Luka Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi bentuk luka yaitu bentuk dan ukuran senjata yang digunakan, arah dorongan, gerakan senjata pada luka, gerakan korban yang ditusuk, dan keadaan elastisitas kulit. Bentuk luka merupakan gambaran yang penting dari luka tusuk karena karena hal itu akan sangat membantu dalam membedakan berbagai jenis senjata yang mungkin telah dikumpulkan oleh polisi dan dibawa untuk diperiksa. Daerah tepi luka dapat memberikan informasi ketajaman senjata yang digunakan. Senjata yang tumpul misalnya akan membuat tepi luka mengalami abrasi. Pinggir luka dapat menunjukan bagian yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul) dari pisau berpinggir tajam satu sisi. Pisau dengan kedua sisi tajam akan menghasilkan luka dengan dua pinggir tajam.



Gambar 3. Luka tusuk senjata bermata satu



Gambar 4. Luka tusuk senjata bermata dua



Bentuk luka juga tergantung seberapa banyak bagian pisau (senjata) yangmasuk ke dalam tubuh, oleh karena itu penting mengetahui berbagai kemungkinanbentuk senjata yang digunakan.



Gambar 5. Bagian-bagian dari sebuah pisau. Perlu diingat bahwa benda lain yang dapat menembus tubuh, seperti pahat,obeng atau gunting, akan menyebabkan perbedaan bentuk luka yang



9



kadang-kadang berbentuk segi empat atau, yang lebih jarang, berbentuk satelit



5



Selain kekhususan senjata yang digunakan, sifat keelastisan kulit dan arah tusukan terhadap serabut elastis juga mempengaruhi bentuk luka. Apabila arah tusukan membentuk sudut yang tegak lurus dengan distribusi serabut elastis tubuh yang sesuai dengan Langer‟s line. Hal ini akan menyebabkan tepi luka akan melebar dan cetakan luka tidak sesuai dengan senjata yang digunakan.



Gambar 8. Luka multipel dengan berbagai bentuk akibat efek langer’s line. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan : a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun pada organ. b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor. c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang



6



terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan. d. Tusukan



masuk



yang



kemudian



dikeluarkan



dengan



mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan. e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar.



Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.



C. Pemeriksaan Luka Pada pemeriksaan luka ada dua tipe luka oleh karena instrumen yang tajam yang perlu diperhatikan dengan baik dan memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban yaitu tanda percobaan dan luka perlawanan. Keduanya mempunyai bentuk, letak dan medikolegal. Tanda percobaan adalah insisi dangkal, luka tusuk dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan



7



tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilapor



Gambar 8.Luka multiple yang merupakan tanda percobaan bunuh diri Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrumentajam.



Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus berdasarkan penemuan dan tidak boleh dipengaruhi oleh keterangan pasien atau keluarga. Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan: a.



Jumlah luka



b.



Lokasi luka



c.



Arah luka



d.



Ukuran luka (panjang, lebar dan dalam)



e.



Memperkirakan luka sebagai penyebab kematian korban atau bukan



8



f.



Memperkirakan cara terjadinya luka apakah kasus pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan. Lokasi luka dijelaskan dengan menghubungkan daerah–daerah yang



berdekatan dengan garis anatomi tubuh dan posisi jaringan tertentu, misalnya garis tengah tubuh, ketiak, puting susu, pusat, persendian dan lain –lain. Bentuk luka sebaiknya dibuat dalam bentuk sketsa atau difoto untuk menggambarkan kerusakan permukaan kulit, jaringan dibawahnya, dan bila perlu organ dalam (viseral). Diukur secara tepat (dalam ukuran millimeter atau centimeter) tidak boleh dalam ukuran kira –kira saja. (Sjamsuhidayat, 2006)



D. Penyebab Kematian Penyebab kematian dapat terjadi segera atau langsung, tetapi perlukaan dapat juga menyebabkan kematian secara tidak langsung. Penyebab kematian langsung dapat berupa: 1.



Perdarahan luas (syok hipovolemik) dan banyak dapat terjadi di dalam rongga tubuh atau di luar rongga tubuh. Volume darah ada kira –kira 7 10 % atau 1/13 berat badan. Kehilangan 1/3 bagian dari volume darah tubuh secara tiba- tiba dapat menyebabkan kematian. Kehilangan darah yang



demikian



ini



mengakibatkan



syok



dan



meninggal



bila



tidak dilakukan penanganan yang tepat dan cepat, sedangkan kehilangan darah secara perlahan-lahan tidak begitu membahayakan oleh karena tubuh dapat mengkompensasinya. Perdarahan di dalam rongga tubuh dapat kita jumpai pada luka tusuk yang mengenai organ –organ dalam seperti jantung, paru–paru, hati dan limpa. kalau dijumpai lebih dari satu luka, maka harus ditentukan yang mana yang menyebabkan kematian korban. 2.



Luka pada organ vital. Bila yang terluka adalah organ vital, seperti jantung, paru, limpa, hati, ginjal, pembuluh darah besar akan



9



menyebabkan kematian lebih cepat. Perdarahan pada kantung pericardium sebanyak 300- 400 cc telah dapat menyebabkan kematian karena terjadi tamponade jantung. Demikian juga darah sejumlah 200– 300 cc yang menyumbat saluran pernafasan dapat menyebabkan kematian karena asfiksia. Kematian yang timbul dalam jangka waktu yang lama, yang bukan primer oleh karena lukanya, disebut penyebab kematian secara tidak langsung. Yang termasuk hal-hal ini adalah : 1.



Inflamasi



dari



organ–organ



dalam



tubuh,



seperti



meningitis,



encephalotos, pleuritis dan peritonitis. 2.



Infeksi sepsis dari luka yang dapat mengakibatkan septicemia dari lukalama yang tidak sembuh dan luka ini bisa primer ataupun sekunder.



3.



Gangren atau nekrosis sebagai akibat kerusakan jaringan–jaringan danpembuluh darah.



4.



Trombosis pada pembuluh darah vena dan emboli yang terjadi akibatimmobilisasi.



III. Tinjauan Umum Tentang Trauma Abdomen A. Anatomi Abdomen 1. Anatomi Luar dari Abdomen a. Abdomen Depan Definisi abdomen depan adalah bidang yang bagian superiornya dibatasi oleh garis intermammaria, di inferior dibatasi oleh kedua ligamentum inguinale dan simfisis pubis serta di lateral oleh kedua linea aksilaris anterior b. Pinggang Ini merupakan daerah yang berada diantara linea aksilaris anterior dan linea aksilaris posterior, dari sela iga ke-6 diatas, ke bawah sampai crista iliaca. Di lokasi ini adanya dinding otot abdomen yang



10



tebal, berlainan dengan dinding otot yang lebih tipis dibagian depan, menjadi pelindung terutama terhadap lukas tusuk. c. Punggung Daerah ini berada dibelakang dari linea aksilaris posterior, dari ujung bawah scapula sampai crista iliaca. Seperti halnya daerah flank, disini otot-otot punggung dan otot paraspinal menjadi pelindung terhadap trauma tajam 2. Anatomi Dalam dari Abdomen a. Rongga Peritoneal Rongga peritoneal terdiri dari dua bagian, yaitu atas dan bawah. Rongga peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thorax yang mencakup diafragma, hepar, lien, gaster dan colon transversum. Bagian ini juga disebut komponen thoracoabdominal dari abdomen. Pada saat diafragma naik sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga maupun luka tusuk tembus dibawah garis intermammaria bisa mencederai organ dalam abdomen. Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon ascendens dan colon descendens, colon sigmoid dan pada wanita, organ reproduksi internal. b. Rongga Intraperitoneal Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada dibelakang dinding peritoneum yang melapisi abdomen dan didalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar dari duodenum, pankreas, ginjal dan ureter serta sebagian posterior dari colon ascendens dan colon descendens, dan juga bagian rongga pelvis yang retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa dan juga cedera disini pada awalnya tidak akan memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis. Disamping itu,



11



rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa sampelnya pada diagnostic peritoneal lavage (DPL). c. Rongga Pelvis Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah dari rongga retroperitoneal. Terdapat didalamnya rectum, vesica urinaria, pembuluh-pembuluh iliaca dan pada wanita, organ



reproduksi



internal.



Sebagaimana



halnya



bagian



thoracoabdominal, pemeriksaan organ-organ pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang diatasnya. 3. Otot Penyusun Dinding Abdomen Otot penyusun dinding abdomen bagian depan/ventral (dari dalam ke luar) a.



M. rectus abdominis (kiri-kanan linea mediana) -



Tersusun memanjang daricostae 5-7 ke symphisis pubis



-



Dibungkus vagina m. recti abdominis



-



Fungsi : Menarik dada saat ekspirasi, mengangkat pelvis, antefleksi columna vertebralis, membantu rotasi rongga dada



b.



M. transversus abdominis



c.



M. obliquus internus abdominis



d.



M. obliquus eksternus abdominis



Otot penyusun dinding abdomen bagian belakang/dorsal (dari dalam ke luar) 1. M. psoas major dan m psoas minor 2. M. quadratus lumborum 3. M. erector trunci 4. M. latissimus dorsi



12



Gambar 2.1. Otot Penyusun Dinding Abdomen



4. Fascia: (dari luar) a. superfisial abdominis (ventral) b. superfisial dorsi (dorsal) c. transversa abdominis (dalam) d. Dalam fascia transversa abdominis = peritoneum parietale



Gambar 2.2. Fascia



13



B. Trauma Abdomen Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka ataupun cedera. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk Trauma pada dinding abdomen terdiri dari : 1.



Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.



2.



Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002), yaitu: a. Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen c. Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.



14



C. Klasifikasi Trauma Tembus Abdomen Trauma pada abdomen) dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu: 1.



Trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) a. Luka Tusuk b. Luka Tembak



2. Trauma non-penetrasi (trauma tumpul) D. Patofisiologi Luka Tusuk Abdomen Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan akan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (American College of Surgeons, 2004) Trauma tajam atau tusukan benda tajam memberi jejas pada kutis dan subkutis, bila lebih dalam akan melibatkan otot abdomen, dan tusukan lebih dalam akan menembus peritoneum dan mampu mencederai organ intraperitoneal atau mungkin langsung mencederai organ retroperitoneal bila trauma berasal dari arah belakang. Sangat jarang ditemui trauma tajam yang menembus dari muka sampai belakang dinding abdomen atau sebaliknya (American College of Surgeons, 2004)



15



Trauma tajam dinding abdomen akan menimbulkan perdarahan in situ, bila trauma menembus peritoneum, mungkin terdapat polas omentum. Trauma tajam dapat dengan mudah mencederai hepar, mesenterium dan mesokolon, gaster, pancreas atau buli-buli, namun karena sifat mobilitasnya, jarang mencederai usus halus, kolon, limpa dan ginjal. Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau, atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat, berupa tanda-tanda peritonitis. Luka tusuk akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%) dan colon (15%) (American College of Surgeons, 2004)



E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis menurut (American College of Surgeons, 2004) 1.



Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik.



2.



Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.



3.



Respon stres simpatis.



4.



Perdarahan dan pembekuan darah.



5.



Kontaminasi bakteri dan kematian sel.



F. Penilaian Luka Tusuk Abdomen 1.



Anamnesis Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan, jarak dari pelaku, jumlah tikaman dan jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila mungkin, informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya



16



maupun lokasi dari setiap nyeri abdominalnya dan apakah ada nyeri alih. (American College of Surgeons, 2004) 2.



Pemeriksaan Fisik a.



Inspeksi Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Abdomen bagian depan dan belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti bagaimanakah laserasinya, liang tusukannya, adakah benda asing yang menancap, dan apakah ada omentum ataupun bagian usus yang keluar.



b.



Evaluasi Luka Tusuk Luka tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi 30% kasus mengalami cedera intraperitoneal. Bila ada kecurigaan bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnya superficial dan nampaknya tidak menembus lapisan otot dinding abdomen, biasanya ahli bedah yang berpengalaman akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk menentukan kedalamannya. Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk diabdomen depan tidak menembus peritoneum, laparotomi pada pasien seperti ini menjadi kurang produktif. Dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka diikuti sampai ditemukan ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien mengalami risiko lebih besar untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli bedah menganggap ini sudah indikasi untuk melaksanakan laparatomi. Setiap apsien yang sulit kita eksplorasi secara lokal karena gemuk, tidak kooperatif maupun karena perdarahan jaringan lunka yang mengaburkan penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang atauapun untuk laparatomi.



c.



Pemeriksaan X-Ray untuk Screening Trauma Tajam



17



Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidka memerlukan pemeriksaan screening x-ray. Pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang normal, rontgen foto thorak tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorak, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.



G.



Pemeriksaan Diagnostik Pada Trauna Tajam 1. Cedera thorax bagian bawah Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorak foto berulang, thoracoskopi ataupun laparoskopi ataupun pemeriksaan CT scan. Dengan pemeriksaan diataspun kita masih bisa menemukan adanya hernia diafragma sebelah kiri karena luka tusuk thoracoabdominal, sehingga untuk luka seperti ini opsi lain diperlukan yaitu eksplorasi bedah 2. Eksplorasi lokal luka 55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi omentum maupun usus halus. Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk pasien selebihnya, sesudah konfirmasi adanya luka tusuk tembus peritoneum sesudah melakukan eksplorasi lokal luka, setengahnya juga akan mengalami laparotomi. Laparotomi ini merupakan salah satu opsi yang relevan untuk semua pasien ini. Untuk pasien yang relatif asimptomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan fisik diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik serial membutuhkan sumber daya manusia yang besar, tetapi dengan



18



ketajaman sebesar 94%. Dengan DPL bisa diperoleh diagnosa lebih dini pada pasien yang asimptomatik dan ketajaman mencapai 90% bila menggunakan hitung jenis



sel



seperti



pada trauma tumpul.



Laparoskopi diagnostik bisa mengkonfirmasi ataupun menyingkirkan tembusnya peritoneum, tetapi kurang bermakna untuk mengenali cedera tertentu. H.



Penatalaksanaan Sesuai Advanced Trauma Life Support, dalam (IKABI, 2004) penanganan yang penting untuk trauma tajam pada abdomen, yaitu : 1.



Mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan.



2.



Menentukan mekanisme trauma.



3.



Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala.



4.



Menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan dengan cepat.



5.



Tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun retroperitoneal yang tersembunyi.



6.



Segera menentukan bila diperlukan operasi.



Gambar 2.3. Manajemen Trauma Tembus



19



I.



Penanganan Pre Hospital dan Hospital a.



Pre Hospital 1) Airway 2) Dengan



kontrol



tulang



belakang.



Membuka



jalan



napas



menggunakan teknik „head tilt chin lift‟ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat



mengakibatkan



tertutupnya



jalan



napas.



Muntahan,



makanan, darah atau benda asing lainnya 3) Breathing 4) Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara „lihat-dengar-rasakan‟ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). 5) Circulation 6) Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). Penetrasi (trauma tajam) 1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. 2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian



20



organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril. 4) Imobilisasi pasien. 5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum. 6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka. 7) Kirim ke rumah sakit. b. Hospital 1) Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. 2) Skrinning pemeriksaan rontgen. Foto



rontgen



torak



tegak



berguna



untuk



menyingkirkan



kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. 3)



IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.



J.



Komplikasi Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau, atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat, berupa tanda-tanda peritonitis, Syok juga akan terjadi apabila pasien tidak dilakukan resusitasi secepat mungkin serta infeksi.



21



IV. Konsep Keperawatan A. Pengkajian Identifikasi Meliputi: 1.



Tgl masuk Rumah Sakit



2.



Jam masuk Rumah Sakit



3.



Nomor Register



4.



Jenis kasus (bedah/non bedah)



5.



Diagnosa Medis (Diagnosa medik saat klien masuk dan saat pengkajian



6.



Biodata a.



Identitas Pasien (nama lengkap, jenis kelamin, umur / tanggal lahir, kawin / belum kawin, agama, suku / bangsa, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, nomor askes, alamat)



b.



Identitas Keluarga/Pengantar (nama lengkap, jenis kelamin, umur / tanggal lahir, agama, suku / bangsa, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat)



7.



Riwayat Kesehatan a. Keluhan Masuk Keluhan masuk adalah keluhan yang mengirim klien untuk dirawat di RS. b. Riwayat Keluhan Masuk



8. Survey Primer Airway :  Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas  Apakah terdengar bunyi stridor  Apakah ada tanda-tanda keberadaan benda asing, darah, muntah dalam mulut  Apakah jalan napas paten



22



Breathing  Apakah ada hembusan udara dr hidung (feel)  Pengembangan dada (look)  Apakah terdengar suara napas (listen)  Frekuensi napas  Retraksi intercostal  Bunyi napas (ngorok, bersiul, megap, dll)  Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan  Suara napas tambahan (Ronchi, wheezing, Rales, dll) Circulation  Apakah ada perdarahan/tidak  Apakah ada pulsa karotis, nadi radial  Apakah nadi teraba/tidak  Kualitas nadi (lemah/kuat/kecil)  Akral (Hangat/dingin)  Pengisian kapiler (< 3 detik / > 3 detik)  Apakah ada tanda-tanda syok (nadi lemah dan cepat, nadi lebih dari 100x/menit pada dewasa)  Apakah kulit teraba dingin atau hangat  Apakah kulit tampak pucat atau kebiru-biruan  Apakah pasien tidak sadar atau nampak mengantuk Disability ; gunakan AVPU  A – Alert (jaga) – apakah klien mengerti apa yang anda sampaikan  V – Voice (suara) – apakah mereka bisa berbicara pada anda  P – Pain (nyeri) – apakah klien berespon terhadap nyeri



23



 U – Unresponsive (tidak berespon) – apakah pasien tidak sadar atau tidak berespon  Cek ukuran pupil, apakah ukuran sama/tidak, apakah bereaksi terhadap cahaya (mengecil).  GCS (Glasgow Coma Scale) 9. Survey Sekunder a. AMPLE 



Allergies (alergi)







Medication (obat-obatan)







Past history (riwayat singkat penyakit, kecelakaan, tindakan pembedahan, dan perawatan selama sakit







Last time ate or drank (waktu terakhir makan dan minum)







Event



(apa



yang



menyebabkan



terjadinya



kecelakaan?



Kecelakaan kendaraan, luka bakar, dll b. Pemeriksaan Fisik (Eksposure) 



Keadaan umum : Inspeksi saat kontak pertama dengan klien (Tampak keadaan umum tidak sakit, keadaan sakit ringan, sakit sedang, atau lemah)



 TTV (Tekanan darah, Nadi, Pernapasan, Suhu)  Berat Badan  Tinggi Badan  Kepala 1) Reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran 2) Apakah ada luka, Deformitas/cacat, memar, pembengkakan, tulang yang penyek ke dalam 3) Apakah ada cairan yang keluar dari telinga atau hidung 4) Periksa adanya nyeri tekan



24



5) Ukur Glasgow Coma Scal  Leher 1) Tanda-tanda injury spinal 2) Apakah ada luka, deformitas, memar, dan pembengkakan 3) Apakah ada distensi/penggembungan dari vena leher 4) Perhatikan posisi trakhea – apakah ditengah-tengah atau terdorong ke salah satu sisi 5) Rasakan apakah ada udara di bawah kulit (empisema subkutan)  Dada 1) Hasil pemeriksaan EKG 2) Kecepatan nafas, upaya nafas 3) Pengembangan dada (simetris/tidak) 4) Apakah ada luka, deformitas, memar, bengkak, atau depresi tulang (tulang masuk ke dalam) 5) Bunyi napas  Perut 1) Apakah ada luka, memar, bengkak pada kulit, atau pembesaran pada seluruh perut (distensi) 2) Apakah ada skar (bekas luka) yang lama, Bising usus, pristaltik usus 3) Nyeri pada kuadran abdomen, kekakuan, atau tampak sikap menjaga area perut yang mengindikasi perdarahan pada perut.  Pelvis, Rektum dan Genital 1) Apakah ada luka, deformitas, atau memar 2) Apakah ada perdarahan dari urethra 3) Apakah ada perdarahan sekitar skrotum, rektum, atau vagina



25



4) Apakah ada fraktur atau dislokasi  Lengan dan tungkai 1) Apakah ada luka, deformitas, memar, atau pembengkakan 2) Apakah ada nyeri tekan? Apakah pasien dapat merasakan sensasi sentuhan yang anda lakukan? Pergerakan sendi 3) Nadi perifer ada/tidak 4) Suhu anggota gerak, tangan, dan kaki? Panas atau dingin  Punggung 1) Apakah ada luka, deformitas, memar, pembengkakan, depresi tulang 2) Apakah ada perdarahan yang berasal dari anus 3) Apakah ada nyeri tekan 3. Pemeriksaan diagnostik  Pemeriksaan X-Ray untuk Screening Trauma Tajam  Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan volume  Pemeriksaan darah misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia  Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump  Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan kehilanga protein  Faal hati dan ginjal  CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak



26



 Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate  Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia  Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya terdapat emboli paru/edema paru  ECG : untuk mengetahui adanya aritmia B. Diagnosa keerawatan dan Rencana keperawatan (Aplikasi Nanda, NIC dan NOC) 1. Bersihan jalan nafas, Ketidakefektifan Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk memelihara jalan nafas yang bersih Batasan karakteristik Subyektif Dispnea Perubahan pada irama dan rata-rata pernafasan Sianosis Kesulitan untuk bersuara Keterbatasan suara pernafasan Tidak dapat beristirahat Faktor yang berhubungan Jalan nafas terobstruksi: spasme jalan nafas, pengumpulan sekresi, mukus berlebih, adanya jalan nafas buatan, terdapat benda asing pada jalan nafas, sekresi pada bronkhi, eksudat pada alveoli Hasil yang Disarankan NOC Status pernafasan: Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru Perilaku mengontrol gejala: tindakan personal untuk meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada fungsi fisik dan emosi



27



Perilaku perawatan: Penyakit atau cedera: tindakan personal untuk mengurangi atau menghilangkan patologi Prioritas Intervensi NIC Aktifitas Keperawatan Pengkajian: Pengelolaan jalan nafas (NIC): 1. Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini: Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain Keefektifan medikasi yang diresepkan Kecenderungan pada gas darah arteri 2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya suarasuara tambahan (NIC) Saksion jalan nafas: 3. Tentukan kebutuhan saksion oral dan/atau trakeal 4. Monitor status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP [mean areterial pressure] dan irama jantung) segera sebelum, selama dan setelah saction 5. Perhatikan tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan Pendidikan untuk pasien/Keluarga: 6. Jelaskan penggunaan peralatan pendukung dengan benar (misalnya oksigen, saksion, spirometer, inhaler, intnermittent positive pressure breathing [IPPB]Informasikan pada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruangan perawatan 7. Instruksikan pada pasien dan keluarga dalam rencana perawatan di rumah (misalnya medikasi, hidrasi, nebulization, peralatan, drainase postural, tanda dan gejala komplikasi, sumber-sumber di komunitas)



28



8. Instruksikan pada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memfasilitasi keluarnya sekresi 9. Ajarkan pada pasien/keluarga tentang pentingnya perubahan pada sputum, seperti warna, karakteristik, jumlah dan bau (NIC) Saksion jalan nafas : 10. Instruksikan pada pasien dan/atau keluarga tentang bagaimana mensaksion jalan nafas, sesuai kebutuhan Aktifitas kolaboratif: 11. Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, sesuai kebutuhan 12. Kunsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi dan/atau peralatan pendukung 13. Berikan humifier/oksigen sesuai dengan kebijakan institusi 14. Tampilkan/bantu dalam pemberian aerosol, ultrasonic nebulizer, dan perawatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi 15. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal



2. Infeksi, Resiko Definisi: Suatu kondisi individu mengalami peningkatan resiko untuk terserang organisme patogenik Faktor-faktor Resiko Pertahanan tubuh yang tidak memadai (kulit terluka, perubahan pH pada sekresi, peristalsis yang berubah) Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (hemoglobin turun, leukopenia) Kerusakan jaringan dan peningkatan pemaparan terhadap lingkungan Trauma Hasil-hasil yang Disarankan NOC



29



Pengetahuan: Pengendalian Infeksi: Pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi Pengendalian Resiko: Tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman kesehatan aktual maupun personal Prioritas Intervensi NIC Aktifitas-aktifitas Keperawatan Pengkajian: 1. Monitor tanda-tanda/gejala infeksi (suhu tubuh, denyut jantung, pembuangan, penampakan luka, sekresi, penampakan urin, suhu kulit, kelelahan, kejenuhan) 2. Amati faktor-faktor yang meningkatkan serangan infeksi (usia, kekebalan tubuh, malnutrisi) 3. Monitor hasil-hasil laborat (CBC, angka granulocyte absolut, hasilhasil diferensial, protein serum, dan albumin) 4. Amati kinerja kesehatan personal untuk perlindungan terhadap infeksi Pendidikan untuk Pasien/Keluarga: 1. Jelaskan mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko terhadap infeksi 2. Instruksikan untuk menjaga kesehatan personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi 3. Informasikan pada orang tua mengenai jadwal imunisasi untuk dyptheria, tetanus, pertussis, polio, campak dan rubella 4.



Jelaskan alasan/keuntungan dan efek samping imunisasi



5. Ajarkan



metode



aman



penanganan



makanan



penyimpanan (NIC) Pengendalian Infeksi 1. Ajarkan pasien teknik-teknik pencucian tangan



/penyiapan/



30



2. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien 3. Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda-tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke pusat kesehatan Aktifitas Kolaboratif: 1. Rujuk pasien/keluarga ke layanan sosial, kelompok-kelompok pendukung untuk pengelolaan rumah yang sehat 2. Ikuti protokol pelaporan terhadap infeksi 3. Rujuk ke lembaga-lembaga pelayanan sosial mengenai pembiayaan imunisasi (asuransi dan klinik-klinik departemen kesehatan) (NIC) Pengendalian Infeksi: 1. Berikan terapi antibiotik



3. Nyeri Definisi:



pengalaman



sensori



dan



emosional



yang



tidak



menyenangkan yang meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah seperti kerusakan (International Association for the Study of Pain); kejadian yang tibatiba atau perlahan dari intensitas dari ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan Batasan karakteristik Subyektif Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat Obyektif Antalgic gestures Posisi antalgik Perubahan otonomik dari tonus otot (dapat dalam rentang lisless sampai rigid)



31



Respon-respon



otonomik



(misalnya



diaforesis;



tekanan



darah,



pernafasan, atau perubahan nadi; dilatasi pupil) Perubahan pada nafsu makan dan makan Perilaku distraksi (misalnya pacing, mencari orang lain dan/atau aktifitas lain, aktifitas berulang) Perilaku ekspresif (misalnya tidak dapat istirahat, merintih, menangis, vigilance, peka terhadap rangsang, singhing) Topeng wajah (nyeri) Perilaku menjaga atau melindungi Fokus menyempit (misalnya perubahan pada persepsi waktu, perubahan proses fikir, pengurangan interaksi dengan orang lain atau lingkungan)



Faktor yang berhubungan Agen-agen yang menyebabkan cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, psikologis) Hasil yang disarankan NOC Tingkat kenyamanan: perasaan mudah secara fisik dan psikologis Prioritas Intervensi NIC Aktifitas Keperawatan Pengkajian : 1. Gunakan laporan dari diri pasien sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian 2. Tanya pasien untuk rata-rata nyeri/ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri/ketidaknyamanan, 10=nyeri yang sangat) 3. Gunakan lembar monitor nyeri untuk memonitor pengurangan nyeri dari analgesik dan kemungkinan efek sampingnya



32



4. Kaji pengaruh agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien 5. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang konsisten dengan usia dan tingkat perkembangan pasien (NIC) pengelolaan nyeri 6. Tampilkan pengkajian komprehensif tentang nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik, kejadian/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor-faktor presipitasinya 7. Observasi isyarat nonverbal adanya ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu untuk mengkomunikasikannya secara efektif Pendidikan untuk pasien/keluarga 1. Masukkan pada instruksi pada saat pemulangan pasien tentang medikasi khusus yang harus dikonsumsi, frekuensi pemberian, potensial efek samping, potensial interaksi obat, perhatian khusus saat mengkonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktifitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila dijumpai nyeri yang tidak tertahankan 2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika pengurang nyeri tidak dapat dicapai 3. Informasikan



pada



pasien



tentang



prosedur



yang



dapat



meningkatkan nyeri dan tawarkan saran koping Aktifitas Kolaborasi 1. Kelola nyeri postoperasi awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misalnya tiap 4 jam atau 36 jam) atau PCA (NIC) pengelolaan nyeri: 2. beritahu dokter jika alat tidak berhasil atau jika nyeri dirasakan pasien berbeda secara bermakna dengan pengalaman nyeri pasien di masa lalu



33



4. Integritas Jaringan, Kerusakan Definsi: Suatu keadaan diman seorang individu mengalami kerusakan pada membran mukosa, suatu kondisi dimana seseorang mengalami perubahan sruktur tubuh Factor yang berhubungan Faktor-faktor mekanik (misal, tekanan, syatan, friksi) Kriteria hasil (NOC) Mendremonstrasikan integritas jaringan PrioritasIntervensi (NIC) NIC : Pressure Management 1. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 2. Monitor status nutrisi pasien 3. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan 4. Observasi



luka



:



lokasi,



dimensi,



kedalaman



luka,



karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tandatanda infeksi lokal, formasi traktus 5. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka 6. Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin 7. Cegah kontaminasi feses dan urin 8. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril 9. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka



34



DAFTAR PUSTAKA American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support For Doctors. 7th ed. IKABI. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta : FKUI. Sjamsuhidayat. 2006. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC Snell, R S. 2006 Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC. Dudley, H. A. F. 2004. Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta : UGM Press. Feldman, G. 2006 Blunt Abdominal Trauma : Evaluation. Diakses pada 26 Maret 2013 dari http://www.docstoc.com/docs/30321684/BluntAbdominal-Trauma-Evaluation. Srivathsan. 2009 Abdominal Trauma. Scribd. Scribd. Diakses pada 02 April 2013 dari http://www.scribd.com/doc/15565439/Abdominal-TraumaAgung, I. G. N. 2010 Anatomi Abdomen. Catatan Radiograf. Diakses pada 02 April 2013 dari http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/anatomiabdomen.html. Anonim. 2008 Kegawatdaruratan Sistem Pencernaan pada Trauma Abdomen. Diakses pada 8 Februari 2011 dari http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/kegawatdaruratan.pdf. Wilkinson, Nancy. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Nanda International. 2013. Diagnosa keperawatan Taksonomi dan Klasifikasi .Jakarta:EGC Ratna, 2008. Refrat Luka Tusuk. Available from http: //ml.scribd.com/doc /101252880/lukatusuk diakses tanggal 20 Juni 2014