Laporan Pendahuluan k3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KESEHATAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI WILAYAH KERJA RW 05 KELURAHAN GUNUNG SAHARI SELATAN



Disusun Oleh :



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKRTA 2019



LAPORAN PENDAHULUAN KESEHATAN KESELAMATAN KERJA (K3)



A. Pengertian K3 Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik. Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.



B. Tujuan K3 Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-



pihak yang bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky TArgama (2006), tujuan dari dibuatnya program



keselamatan dan



kesehatan kerja adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah: 1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan perusahaan 2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan 3. Menghemat biaya premi asuransi 4. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada karyawannya



C. Ruang Lingkup K3 Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja. Proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk (Sumarlin, 2012): 1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya 2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan kondisi lingkungan kerjanya. 3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh factor-faktor yang membahayakan kesehatan 4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya



D. Syarat-Syarat K3



Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang perlindungan atas keselamatan karyawan dijamin pada pasal 108 yaitu 1. Keselamatan dan kesehatan kerja 2. Moral dan kesusilaan 3. Pelaksanaan yang sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia serta nilai-nilai agama



E. Usaha Mencapai Keselamatan Kerja Usaha – usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai keselamatan kerja dan menghindari kecelakaan kerja antara laiN 1. Analisis Bahaya Pekerjaan (Job Hazard Analysis Job Hazard Analysis adalah suatu proses untuk mempelajari dan menganalisa suatu jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tersebut ke dalam langkah langkah menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi. Dalam melakukan Job Hazard Analysis, ada beberapa lagkah yang perlu dilakukan a. Melibatkan Karyawan. Hal ini sangat penting untuk melibatkan karyawan dalam proses job hazard analysis. Mereka memiliki pemahaman yang unik atas pekerjaannya, dan hal tersebut merupakan informasi yang tak ternilai untuk menemukan suatu bahaya b. Mengulas Sejarah Kecelakaan Sebelumnya. Mengulas dengan karyawan mengenai sejarah kecelakaan dan cedera yang pernah terjadi, serta kerugian yang ditimbulkan, bersifat penting. Hal ini merupakan indikator utama dalam menganalisis bahaya yang mungkin akan terjadi di lingkungan kerja c. Melakukan Tinjauan Ulang Persiapan Pekerjaan Berdiskusi dengan karyawan mengenai bahaya yang ada dan mereka ketahui di lingkungan kerja. Lakukan brainstorm dengan pekerja untuk



menemukan ide atau gagasan yang bertujuan untuk mengeliminasi atau mengontrol bahaya yang ada. d. Membuat Daftar, Peringkat, dan Menetapkan Prioritas untuk Pekerjaan Berbahaya. Membuat daftar pekerjaan yang berbahaya dengan risiko yang tidak dapat diterima atau tinggi, berdasarkan yang paling mungkin terjadi dan yang paling tinggi tingkat risikonya. Hal ini merupakan prioritas utama dalam melakukan job hazard analysis e. Membuat Outline Langkah-langkah Suatu Pekerjaan. Tujuan dari hal ini adalah agar karyawan mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, sehingga kecelakaan kerja dapat diminimalisir.



2. Risk Managemen Risk



Management



dimaksudkan



untuk



mengantisipasi



kemungkinan



kerugian/kehilangan (waktu, produktivitas, dan lain-lain) yang berkaitan dengan program keselamatan dan penanganan hukum 3. Safety Engineer Memberikan pelatihan, memberdayakan supervisor/manager



agar mampu



mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang ‘aman’ dan menghilangkan 4. Ergonomika Ergonomika adalah suatu studi mengenai hubungan antara manusia dengan pekerjaannya, yang meliputi tugas-tugas yang harus dikerjakan, alat-alat dan perkakas yang digunakan, serta lingkungan kerjanya Selain ke-empat hal diatas, cara lain yang dapat dilakukan adalah: 1. Job Rotation 2. Personal protective equipment 3. Penggunaan poster/propaganda 4. Perilaku yang berhati-hati



F. Bahaya Ditempat Kerja a. Bahaya fisik dan mekanik Bahaya fisik adalah sumber utama dari kecelakaan di banyak industri. Bahaya tersebut mungkin tidak bisa dihindari dalam banyak industri seperti konstruksi dan pertambangan, namun seiring berjalannya waktu, manusia mengembangkan metode dan prosedur keamanan untuk mengatur risiko tersebut Permesinan adalah



komponen



seperti manufaktur, pertambangan,



utama



konstruksi,



di



berbagai



industri



dan pertanian, dan



bisa



membahayakan pekerja. G. Masalah psikologis dan sosial a. Stres akibat jam kerja terlalu tinggi atau tidak sesuai waktunya b. Kekerasan di dalam organisasi c. Bullying d. Pelecehan seksual e. Keberadaan bahan candu yang tidak menyenangkan dalam lingkungan kerja, seperti rokok dan alkohol



H. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja 1. Kapasitas Kerja Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam



melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja. 2. Beban Kerja Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres. 3. Lingkungan Kerja Lingkungan



kerja



bila



tidak



memenuhi



persyaratan



dapat



mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).



I. Penyebab Kecelakaan Kerja a.



Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari: a. Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain b. Lingkungan kerja c. Proses kerja d. Sifat pekerjaan e. Cara kerja



b.



Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:



a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect) c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.



d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik c.



Takdir/nasib



J. Penyakit Akibat Kerja Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.) 1. Faktor Biologis :Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, bendabenda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi. Pencegahan : a. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi. b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.



c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar. d. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar f. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai. g. Kebersihan diri dari petugas. 2. Faktor Kimia :Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. Pencegahan : a. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium. b. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium. c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar. d. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa. e. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.



3. Faktor Ergonomi :Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggitingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the JobSebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain). 4. Faktor Fisik : Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi: a. Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian b. Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja. c. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja d. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi e. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani. Pencegahan : a. Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium. b. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.



c. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi d. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai. e. Pelindung mata untuk sinar laser f. Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah 5. Faktor Psikososial : Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress : a. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan b. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton. c. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.



K. Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya. Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup besar dalam upaya pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan dalam pelaksanaannya, perawat tidak dapat bekerja secara individual. Perawat perlu untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak lintas profesi maupun lintas sektor.



L. Peran Perawat dalam Meningkatkan K3 Fungsi seorang perawat hyperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan. Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaan, maka fungsinya adalah : 1. Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di perusahaan 2. Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi kesehatan kerja. 3. Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan. 4. Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan perusahaan. 5. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah disetujui. 6. Ikut



membantu



menentukan



kasus-kasus



penderita,



serta



berusaha



menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya. 7. Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan. 8. Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai kemampuan yang ada. 9. Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS. 10. Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah sebagai salah satu dari segi kegiatannya. 11. Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani. 12. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja. 13. Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi. 14. Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja. 15. Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan



16. Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan. 17. Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka pimpinan paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi M. Strategi Kesehatan Kerja 1.



Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan kerja



2. Meningkatkan SDM Kesehatan Kerja 3. Surveilans epidemiolog PAK dan PAHK 4. Intensifikasi Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) 5. Mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Kerja (SIM-KK) 6. Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah 7. Meningkatkan kemitraan dan promosi kesehatan kerja



N. Pengendalian Kecelakan Dengan Penerapan K3 1. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain : a. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan b. UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. c. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan d. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan. e. Peraturan



penggunaan



bahan-bahan



berbahayaPeraturan/persyaratan



pembuangan limbah dll. 2. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain : a. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi



batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.



b. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift



c. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing



instalasi



dan



melakukan



pengawasan



terhadap



pelaksanaannya d. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan e. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya. 3. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain : a. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja b. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung) c. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain d. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)



O. Promosi Kesehatan di Tempat Kerja 1.



Pengertian Merupakan



komponen



kegiatan



pelayanan



pemeliharaan/perlindungan



kesehatan pekerja dari suatu pelayanan kesehatan pekerja dari suatu pelayanan kesehatan kerja. 2. Tujuan Tujuan promosi kesehatan di tempat kerja adalah untuk mempengaruhi sikap masing-masing pekerja mengenai kesehatannya secara individu, sehingga dapat menentukan keputusan atas pilihan secara personal menuju gaya hidup yang sehat dan lebih positif. Tujuan khusus promosi kesehatan di tempat kerja adalah sebagai berikut: a. Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara gaya hidup yang sehat dan positif



b. Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara kebiasaan makan makanan dengan kandungan gizi yang optimal c. Memepengaruhi pekerja untuk berhenti merokok d. Mmepengaruhi pekerja untuk mengurangi/menurunkan/menghilangkan penyalahgunaan obat-obatan dan alkoho e. Mempengaruhi pekerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami dalam kehidupannya f. Mempengaruhi pekerja manajemen kemampuan P3K dan CPR g. Mempengaruhi pekerja mengenai penyakit umum dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya serta bagaimana mencegah serta meminimalisasi akibatnya h. Mengadakan penilaian menyeluruh secara medis 3. Manfaat a. Bagi pihak manajemen tempat kerja 1) Meningkatkan dukungan terhadap program K3 2) Citra positif (tempat kerja yang maju dan peduli kesehatan) 3) Meningkatnya moral staff 4) Menurunnya angka kemungkinan karena sakit 5) Meningkatnya produktivitas 6) Menurunnya biaya kesehatan b. Bagi pekerja 1) Meningkatnya percaya diri 2) Menurunnya stress 3) Meningkatnya semangat kerja 4) Meningkatnya kemampuan mengenai dan mencegah penyakit 5) Meningkatnya kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat sekitar



P. Penegakan Diagnosa Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan:



1. Anamnesis/ wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat penyakit, keluhan. 2. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis) a. Sejak pertama kali bekerja. b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran, kebiasaan lain (merokok, alkohol) c. Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan. 3. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja. a. Waktu bekerja gejala timbul/ lebih berat, waktu tidak bekerja/ istirahat gejala berkurang/ hilang. b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja. c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan. 4. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan :Gejala dan tanda mungkin tidak spesifik d. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik. Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik. 5. Pemeriksaan laboratorium khusus/ pemeriksaan biomedik a. Misal: pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosispembacaan standard ILO) b. Pemeriksaan audiometric c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/ urine. 6. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang memerlukan: a. kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan



b. kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada c. pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan. 7. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik, kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/ penelitian yang relatif lebih lama. b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan dengan kompensasi)



DAFTAR PUSTAKA



Murwani Anita, Skep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta. Fitramaya. Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes. Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo. http://www.docstoc.com/docs/85086181/konsep-askep-komunitas-lingkungan-kerja, diakses pada 14 November 2013. http://jokoateng-jokoateng.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-kelompokkhusus-oleh.html, diakses pada 14 November 2013.