Laporan Pendahuluan Kolik Abdomen KMB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Kolik Abdomen



Disusun Oleh:



Iman Farida



Program Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin Jakarta 2019



A. Defenisi Kolik abdomen merupakan salah satu keadaan darurat non trauma, dimana seorang penderita oleh karena keadaan kesehatannya memerlukan pertolongan secepatnya untuk dapat mencegah memburuknya keadaan penderita. Kolik abdomen adalah suatu keadaan yang sangat membutuhkan pertolongan secepatnya tetapi tidak begitu berbahaya, karena kondisi penderita yang sangat lemah jadi penderita sangat memerlukan pertolongan dengan segera . Kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal, obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltik normal (Reeves, 2011)



B. Etiologi Adapun yang menjadi penyebab dari kolik abdomen yaitu : 1. Secara mekanis : a. Adhesi (pertumbuhan bersatu bagian-bagian tubuh yang berdekatan karena radang) b. Karsinoma c. Volvulus (penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus di dalam usus) d. Obstipasi (konstipasi yang tidak terobati) e. Polip (perubahan pada mukosa hidung) f. Striktur (penyumbatan yang abnormal pada duktus atau saluran) 2.



Fungsional (non mekanik) a. Ileus paralitik (Keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus tidak dapat bergerak) b. Lesi medula spinalis (Suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas) c. Enteritis regional d. Ketidak seimbangan elektrolit e. Uremia (Kondisi yang terkait dengan penumpukan urea dalam darah karena ginjal tidak bekerja secara efektif) (Reeves, 2011).



C. Manifestasi Klinis 1. Mekanika sederhana – usus halus atas



2. Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal. 3. Mekanika sederhana – usus halus bawah 4. Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal. 5. Mekanika sederhana – kolon 6. Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal. 7. Obstruksi mekanik parsial 8. Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram, nyeri abdomen, distensi ringan dan diare. 9. Strangulasi gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar (Reeves, 2011).



D. Patofisiologi kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal usus seoanjang traktus intestinal. Rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen. Hal yang mendasari adalah infeksi dalam organ perut (diare, radang kandung empedu, radang kandung kemih). Sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal). Akut abdomen yaitu suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang daari 24 jam. Kolik abdomen terkait pada nyeri perut serta gejala seperti muntah, konstipasi, diare, dan gejala gastrointestinal yang spesifik. Pada kolik abdomen nyeri dapat berasal dari organ dalam abdomen, termasuk nyeri viseral. Dari otot lapisan dinding perut. Lokasi nyeri perut abdomen biasanya mengarah pada lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri tersebut. Walupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan perjalanan dari tempat lain. Oleh karena itu, nyeri yang dirasakan bisa merupakan lokasi dari nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.



E. Pathway



F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan fisik : Tanda - tanda vital 2. Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri 3. Pemeriksaan rectal 4.



Laboratorium : leokosit, HB



5. Sinar X abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus. 6. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.



7. Penurunan kadar serium natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pannkreas oleh lipatan khusus. 8. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik (Reeves, 2011).



G. Kompikasi 1. Kolik ureter ( tersumbatnya aliran-aliran dari ginjal ke usus ) 2. Kolik biliaris 3. Kolik intestinal ( obstruksi usus, lewatnya isi usus yang terhalang ) (Reeves, 2011).



H. Penatalaksaan Penatalaksanaan kolik abdomen secara Non farmakologi yaitu : 1. Koreksi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit 2. Implementasikan pengobatannya untuk syok dan peritonitis 3. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defesiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi 4. Reseksi dengan anastomosis dari ujung ke ujung 5. Ostomi barrel ganda jika anastomisis dari ujung ke ujung terlalu beresiko 6. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus yang di lakukan sebagai prosedur kedua.



Sedangkan penatalaksanaan secara farmakologi yaitu : 1. Terapi Na + K + komponen darah 2. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan 3. Dekstrose dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler 4. Dekompresi selang nasoenternal yamg panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan selang dapat dimasukkan sengan lenih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan 5. Antasid ( obat yang melawan keasaman ) 6. Antihistamine ( adalah obat yang berlawanan kerja terhadap efek histamine ) (Reeves, 2011)



I. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) : a. Airway maintenance dengan cervical spine protection b. Breathing dan oxygenation c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat e. Exposure dengan kontrol lingkungan 2. Pengkajian Airway Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas? b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain: 1) Adanya snoring atau gurgling 2) Stridor atau suara napas tidak normal 3) Agitasi (hipoksia) 4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements 5) Sianosis c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi : 1) Muntahan 2) Perdarahan 3) Gigi lepas atau hilang 4) Gigi palsu 5) Trauma wajah d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka. e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang. f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi : 1) Chin lift/jaw thrust



2) Lakukan suction (jika tersedia) 3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway Lakukan intubasi 3. Pengkajian Breathing (Pernafasan) Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien. 1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan. 2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks. 3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada. b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu. c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien. d. Penilaian kembali status mental pasien. e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi: 1) Pemberian terapi oksigen 2) Bag-Valve Masker 3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika diindikasikan 4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan. 4. Pengkajian Circulation Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan. b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan. c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara langsung. d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:



1) Menentukan ada atau tidaknya 2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah) 3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat) 4) Regularity e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill). f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi 5. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU : a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon) d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal. 6. Expose, Examine dan Evaluate Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. a.



Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien



b.



Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)



J. Pemeriksaan Fisik Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi (Nobie, 2009): 1. Distensi abdomen 2. Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi obstruksi. 3. Suara usus yang menurun terjadi belakangan 4. Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga femoralis, dan foramen obturatorius. 5. Temuan pada pemeriksaan rectal touge:



a) Darah yang tampak ataupun samar, yang menunjukkan strangulasi lanjutan atau keganasan b) Massa, yang menunjukkan hernia obturatorius 6. Periksa gejala umum diyakini akan lebih diagnostik untuk iskemia usus, yaitu: a) Demam (suhu> 100 ° F) b) Takikardia (> 100 detak / menit) c) Tanda-tanda peritoneal



K. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b/d mual muntah 2. Resiko Cidera b/d Gelisah gerak paksa 3. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d peningkatan renggang (organ kontraksi berlebih)



L. Intervensi Diagnosa Keperawatan



Tujuan & KH



Intervensi



Tujuan P · Fluid balance ketidakseimbangan · Hydration · Nutritional Status : Food· elektrolit b/d mual and Fluid muntah · Intake



1. Resiko



Kriteria Hasil : Mempertahankan urine · output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,· HT normal



·



· ·



Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan Monitor vital sign



Monitor masukan makanan / cairan dan Tekanan darah, nadi, suhu hitung intake kalori tubuh dalam batas normal harian Tidak ada tanda tanda · Kolaborasikan pemberian dehidrasi, cairan IV Elastisitas turgor kulit · Monitor status nutrisi baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa · Berikan cairan IV pada suhu ruangan haus yang berlebihan ·



Dorong masukan oral b/d Tujuan Risk Kontrol Gelisah gerak paksa



2. Resiko



Cidera



Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan



Kriteria Hasil : klien terbebas dari cedera



fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien



klien mampu menjelaskan c cara/metode untuk mmencegah injury/cedera Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury



Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) Memasang side rail tempat tidur



Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada I Identifikasi tingkat kecemasan



3. Gangguan rasa nyaman Tujuan



nyeri b/d peningkatan Kriteria Hasil : · · Mampu mengontrol Bantu pasien mengenal renggang (organ kecemasan situasi yang kontraksi berlebih) · menimbulkan kecemasan Status lingkungan yang · nyaman Dorong pasien untuk · mengungkapkan Mengontrol nyeri perasaan, ketakutan, · Kualitas tidur dan persepsi istirahat adekuat · Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi ·



Berikan obat untuk mengurangi kecemasan



DAFTAR PUSTAKA



Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine medical care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency Kumar, Abbas, Fausto. 2008. Robbin’s and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7 th edition. Saunders.



Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta: MediAction. Reeves, Charlene J., Roux, Gayle, Lockhart, Robin, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Salemba Medika (Edisi 1).