Laporan Pendahuluan Limfoma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA KASUS LIMFOMA



1. Konsep Penyakit a. Pengertian Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan. Penyakit lymfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam kasus intern. Kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal sistem lymfoid dan struktur yang membentuknya terutama menyerang kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan kasus ini (Brunner & Suddart: 2002). Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH) (Mansjoer, A. 2001).



b. Etiologi 1) Abnormalitas genetic 2) Genetik 3) Faktor lingkungan 4) Infeksi Virus







Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).







Infeksi HTLV – 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1)



Faktor Predisposisi 1.



Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV



2.



Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.



(Mansjoer, A. 2001). c. Klasifikasi Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif. 1.



Limfoma Non-Hodgkin Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada LNH indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening), tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang. Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal, menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di perut. Stadium Limfoma Maligna Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut. a. Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening. b.



Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.



c. Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut. d. Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak. Stadium ini dapat di bagi A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusionalerupa penurunan berat badan, febris, dan keringat malam. 2. Limfoma Hodgkin Terbagi atas 4 jenis, yaitu: a) Nodular Sclerosing limfosit b) mixed cellularity c) rich lymphocyte d) limphocyte depletio



d. Patofisiologi Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Biasanya berawal sebagai : 



pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi sangat besar.







Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas, penekanan terhadap



esofagus



menyebabkan



sulit



menelan, pada syaraf



menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi pleura, pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif.







Akhirnya limpa menjadi teraba dan hati membesar. Terkadang penyakit bermula di nodus mediastinum atau peritonial dan tetep terbatas disana. Pada pasien lain pembesaran limpa merupakan satu-satunya lesi







Kemudian terjadi anemia progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi dengan jumlah polimorfomoklear ( PMN ) meningkat secra abnormal dan peningkatan eosinofil.







Sekitar separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu melebih 38,30C ( 1010F ).







Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F ) selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa minggu.







Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan



e. Pemeriksaan Penunjang Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu : 1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar. 2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan. 3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.



f. Penatalaksanaan & Therapy 1. Radioterapi



Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi. 2. Khemoterapi a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi, Paling baik selalu diberikan kemoterapi kombinasi MOPP: M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8. O = Oncovin = vincristine 1,0 – 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8. P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14. P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14. Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari. g. Komplikasi Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva. Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.



b. Pemeriksaan Penunjang 1. USG Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening. 2. Foto thorak



Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina. 3. CT- Scan Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma 4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal secara rutin). 5. Laparatomi Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya.



c. Diagnosa Keperawatan 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah) 2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi. 3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi 5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur 6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf



No 1.



Diagnosa Keperawatan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah)



Tujuan / Kriteria Intervensi Rasional Hasil Setelah dilakukan 1. Lakukan pendekatan pada 1. pasien dan tindakan keluarga lebih pasien dan keluarganya. keperawatan selama 2. Jelaskan pada pasien dan kooperatif. 3 x24 jam keluarga penyebabnya Kebutuhan nutrisi 2. pasien mendapat dari rasa sakit dan cara klien dapat terpenuhi informasi yang mengurangi rasa sakit. dengan tepat. 3. Jelaskan pada pasien Kriteria Hasil : tentang penyakitnya dan  BB meningakat  Nafsu makan akibatnya jika ia tidak 3. pasien mendapat pasien makan. informasi yang meningkat 4. Anjurkan pada kelurga tepat.  Gangguan untuk memberikan penelanan makanan tambahan yang berkurang ringan untuk dicerna 4. untuk  Rasa sakit pada memudahkan waktu menelan 5. Obervasi TTV pasien menelan. berkurang 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan ahli gizi 5. untuk mengetahui perkembangan pasien



2.



Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 Tidak terjadi infeksi, dengan Kriteria Hasil :  Suhu tubuh dalam batas normal  Tidak ada tanda inflamasi  Keringat berkurang



1. beri penjelasan tentang terjadinya infeksi 2. beritahu pasien tentang tanda-tanda inflamasi 3. beri kompres basah 4. Anjurkan pasien untuk memakai baju yang menyerap keringat. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat



6. untuk menetukan diet yang diperoleh oleh px 1. pasien mengetahui proses terjadinya infeksi 2. pasien mengetahui tanda-tanda inflamasi dan pencegahannya 3. menurunkan suhu tubuh pasien 4. agar keringat mudah diserap dan suhu tubuh tidak meningkat 5. diharapkan dapat mempercepat



proses kesembuahpasien 3



Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil :  Nafsu makan meningkat,  porsi habis,  BB tidak turun drastis



4



Hiperter berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh klien menurun dengan Kriteria Hasil :  TTV dalam batas normal



1. Observasi nafsu makan 1. Porsi makan yang klien tidak habis menunjukkan nafsu makan 2. Beri makan klien sedikit belum membaik tapi sering 2. Meningkatkan 3. Beritahu klien pentingnya masukan secara nutrisi perlahan 3. Klien dapat 4. Pemberian diet TKTP memahami dan mau meningkatkan masukan nutrisi 4. Peningkatan energi dan protein pada tubuh sebagai pembangun 1. Observasi suhu tubuh 1. Dengan memantau pasien suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat 2. Anjurkan dan berikan mengambil banyak minum (sesuai tindakan yang kebutuhan cairan anak tepat. menurut umur) 2. Dengan banyak 3. Berikan kompres hangat minum diharapkan pada dahi, aksila, perut dapat membantu dan lipatan paha. menjaga 4. Anjurkan untuk keseimbangan memakaikan pasien cairan dalam tubuh pakaian tipis, longgar dan 3. Kompres dapat mudah menyerap membantu keringat. menurunkan suhu 5. Kolaborasi dalam tubuh pasien pemberian antipiretik. secara konduksi 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadi seimbang. 5. antipiretik akan menghambat



pelepasan panas oleh hipotalamus. 5



Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Aktivitas dapat terpenuhi selama perawatan dengan kriteria hasil :  Laporan secara verbal, kekuatan otot meningkat dan tidak ada perasaan kelelahan.  Tidak ada sesak  Denyut nadi dalam batas normal  Tidak muncul sianosis



1. Mengevaluasi



respon 1. Memberikan



pasien terhadap aktivitas,



kemampuan



mencatat dan melaporkan



kebutuhan



adanya



dan memfasilitasi



dispnea,



peningkatan serta



kelelahan,



perubahan



dalam



dalam



atau pasien



pemilihan



intervensi



tanda vital selama dan setelah aktivitas. 2. Memberikan yang



lingkungan dan 2. Mengurangi stress dan stimulasi yang pengunjung



nyaman



membatasi



selama fese akut



atas



berlebihan,



serta



indikasi.



Menganjurkan



meningkatkan



untuk



menggunakan



istirahat.



memejen



stress



dan



aktivitas yang beragam. 3. Menjelaskan



pentingnya



akan beristirahat pada rencana 3. Bedrest memelihara tubuh tindakan dan perlunya keseimbangan



antara



aktivitas dengan istirahat. 4. Membantu pasien untuk



selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan



berada pada posisi yang



metabolisme



dan



nyaman untuk beristirahat



memelihara energy



dan atau tidur.



untuk penyembuhan



5. Membantu pasien untuk 4. Pasien memenuhi self-care.



mungkin



kebutuhan



merasa



nyaman



Memberikan



dengan



kepala



aktivitas yang meningkat



dalam



selama



elevasi, tidur



fase



keadaan di



penyembuhan.



kursi atau istirahat pada meja dengan bantuan bantal 5. Meminimalkan kelelahan



dan



menolong menyeimbangkan suplai oksigen dan kebutuhan.



6



Nyeri berhubungan Setelah dilakukan dengan interupsi sel tindakan saraf keperawatan selama 2x24 jam diharapkan intensitas nyeri berkurang dengan kriteria hasil : 



Klien merasa nyaman







Skala menurun



nyeri







GCS E4V5M6







Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)



1. Tentukan karakteristik 1. menentukan tindak dan lokasi nyeri, lanjut intervensi. perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam 2. nyeri dapat 2. Pantau tekanan darah, menyebabkan nadi dan pernafasan tiap gelisah serta 6 jam tekanan darah 3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)



meningkat,



nadi,



pernafasan 4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan meningkat sarankan untuk mengulangi bila merasa 3. mengalihkan nyeri perhatian dari rasa 5. Beri dan biarkan pasien nyeri memilih posisi yang 4. relaksasi nyaman mengurangi 6. Kolaborasi dalam ketegangan pemberian analgetika. otot



otot-



sehingga



mengurangi penekanan



dan



nyeri. 5. mengurangi keteganagan nyeri.



area



6. analgetika



akan



mencapai



pusat



rasa



nyeri



menimbulkan penghilangan nyeri.



dan



DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2015. Medical Surgical Nursing Clinical Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Lewis, Sharon L. 2012. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby. Mansjoer, A. 2013. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2014. At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa: Erlangga Melia.



Penatalaksanaan Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgin. http://terapimelia.blogspot.com diakses 14 desember 2013 pukul 09.00 Management for Positive Outcome. 7th edition. St. Louis : Elsevier Saunders.



Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2015. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC. Sarwono. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga. Jakrta: EGC Siregar, R. S. 2010. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC. Tiener, Lawrence M, Steohen J, McPhee dan Maxine A. Papadakis. Alih bahasa : Abdul Gofir. 2013. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.



LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE LIMFOMA



NAMA



: FEBRIANI WILDA SAFITRI



NIM



: PO714201171014



JURUSAN



: D.IV Keperawatan



CI lahan



CI institusi



POLTEKKES KEMENKES MAKKASSAR