13 0 236 KB
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR RADIUS ULNA 1. DEFINISI FRAKTUR Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2010). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2010). Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2010) A. KLASIFIKASI Klasifikasi frktur secara umum : a. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst). b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur: -
Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).
-
Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah -
Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
-
Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
-
Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen -
Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
-
Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). -
Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak dan ancaman sindroma kompartement.
-
Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu : Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
f. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma -
Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
-
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
-
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
-
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
-
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang..
g. Berdasarkan kedudukan tulangnya : -
Tidak adanya dislokasi.
-
Adanya dislokasi
-
At axim : membentuk sudut.
-
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
-
At longitudinal : berjauhan memanjang.
-
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
h. Berdasarkan posisi frakur i.
Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
j.
Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
2. ETIOLOGI Penyebab yang paling sering adalah trauma misalnya jatuh, cidera, penganiayaan; terdapat riwayat fraktur sebelumnya atau memiliki riwayat fraktur saat yang tidak meyakinkan; atau diakibatkan oleh beberapa fraktur ringan karena kelemahan tulang, osteoporosis, individu yang mengalami tumor tulang bagian antebrachii, infeksi atau penyakit lainnya, hal ini dinamakan fraktur patologis; atau bisa juga diakibatkan oleh fraktur stress yaitu terjadi pada tulang yang normal akibat stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang misalnya pada atlet-atlet olahraga, karena kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu mampu melakukan aktifitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun mungkin tulang tidak mampu menunjang peningkatan tekanan (Corwin, 2009). Dari faktor penyebab diatas, berpengaruh ketika terjadi tekanan dari luar ke tulang. Tulang itu bersifat rapuh hanya memiliki sedikit kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Suatu keadaan ketika apabila ada tekanan eksternal yang datang lebih besar dari kemampuan tahanan tulang dan resistensi tulang untuk melawan tekanan berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut (Muscari, 2010). Disaat demikian itu, terjadilah trauma yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.Setelah fraktur terjadi, peritoneum, pembuluh darah, saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.Kemudian timbul pendarahan pada sekitar patahan dan dalam jaringan lunak yang ada di dalamnya sehingga terbentuk hematoma
pada rongga medulla tulang, edema, dan nekrokrik sehingga terjadi gangguan hantaran ke bagian distal tubuh (Suratun, 2012). Etiologi patah tulang menurut (Suratun, 2012) adalah : 1. Fraktur akibat peristiwa trauma Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain : a. Trauma langsung Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur b. Trauma tidak langsung Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula. c. Trauma ringan Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu fraktur juga disebabkan olehkarena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot yang kuat. d. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
3. ANATOMI NORMAL
4. PERUBAHAN BENTUK ANATOMI
5. PATHWAYS
6. PENATALAKSANAAN Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi.Fraktur radius dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga umumnya membutuhkan terapi operatif.Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstra artikular dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulnadapat diatasi secara efektif dengan primary care provider.Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta mudah sembuh pada kebanyakan kasus. A. Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.
Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.
7.
TEKNIK INTRUMRNTASI a. Persiapan Lingkungan : 1. Memberi alas linen dan perlak/upad pada meja operasi 2. Memeriksa mesin suction, lampu operasi dan foto rontgen, mesin diatermi dan listrik agar bisa digunakan 3. Mengatur suhu ruangan b. Persiapan Pasien : 1. Surat Persetujuan Operasi (Informed consent). 2. Pasien diposisikan supine dengan pembiusan General Anastesi 3. Memasanag kateter urine 4. Memasang plat diatermi dipaha kanan
c. Persiapan Alat-Alat dan Bahan Penunjang : 1. Peralatan di meja instrumen
Set linen, terdiri dari :
Duk besar (buntu)
: 4 buah
Duk panjang
: 4 buah
Duk kecil
: 4 buah
Gown / jas operasi / scort
: 5 buah
Handuk steril
: 5 buah
Sarung meja mayo
: 1 buah
2. Waskom
Selang suction
: 1 buah
Handpiece ESU
: 1 buah
Bengkok besar + kecil
: 2 / 1 buah
Round bowls (kom) besar / cucing
: 1 / 1 buah
3. Set Instrumen dasar (di meja mayo)
Desinfeksi klem/ Dressing forceps
: 1 buah
Towel forceps / duk klem
: 5 buah
Handle mess (Scaple handle) no.3 / no.4
: 1/1 buah
Pinset chirugis/ Delicate Tissue Forceps
: 2 buah
Pinset anatomis/ Delicate Disseding Forceps
: 2 buah
Gunting metzemboum/ Metzemboum sccisors
: 1 buah
Gunting mayo / gunting kasar/ Mayo sccisors
: 1 buah
Gunting benang / suture scissors
: 1 buah
Mosquito klem/ Baby hoemostatic forceps
: 1 buah
Arteri van pean straight/Pean hoemostatic forceps
: 2 buah
Pean cantik (sweet clamp / chrome clamp)
: 1 buah
Arteri van cocher lurus/Cocher hoemostatic forceps
: 2 buah
Nald voeder/ Needle horder
: 2 buah
Knable tang / bone rongeurs
: 1 buah
Elevator/ Elevatories
: 1 buah
Raspatorium / raspatories
: 1 buah
Bone curret / scrappellapple
: 1 buah
Cobra / hohmann / bone lever
: 2 buah
Hak kombinasi
: 2 buah
Langenbeck / retractor us army
: 2 buah
Bone tang / bone holding forcep
: 2 buah
Verburgge / bone holder
: 2 buah
Canule suction
: 1 buah
4. Set Tambahan (di meja instrument)
Bor baterai
: 1 buah
Jack cob / kepala bor
: 1 buah
Mata bor / drill 2.5 mm
: 2 buah
Chucky key / kunci bor / drilling chuck
: 1 buah
Sleave 2.5 mm
: 1 buah
Tapper 2,5 mm
: 1 buah
Bander
: 2 buah
Pengukur / dept gauge
: 1 buah
Kotak implan small set
: 1 set
Pinset implan
: 1 buah
Screw drivers
: 1 buah
5. Bahan Habis Pakai
Handscoen maxitek sesuai ukuran
: sesuai kebutuhan
NS 0.9 %
: 3000cc
Deppers steril
: 8 buah
Kasa kecil steril
: 4 bendel
Under pad on/ steril
: 2 / 2 buah
Paragon mess/Scalpel blade no. 22/10
: 1 / 1 buah
Spuit 10cc
: 2 buah
Folley catheter no.16
: 1 buah
Urobag
: 1 buah
Povidone iodine10%
: 200 cc
Tensocrep no. 10 cm
: 1 buah
Softband no. 10
: 1 buah
Cairan normal saline/NS 0,9% 1 liter
: 2 buah
O-psite
: 1 buah
Water for Injection
: 1 buah
Sufratul
: 1 buah
Alcohol 70%
: 50 cc
Sabun antiseptic
: 50 cc
Poli glicolik acid 3.0
: 2 buah
Poli propylene 4.0
: 1 buah
6. Peralatan On Steril
Bandage scissors / gunting verban
: 1 buah
Mesin suction
: 1 buah
Mesin Anastesi
: 1 buah
Lampu operasi
: 2 buah
Lampu foto rontgent
: 1 buah
Meja operasi
: 1 buah
Alas meja operasi
: 1 buah
Meja mayo
: 1 buah
Meja instrument
: 1 buah
Standar infus
: 1 buah
Tempat sampah medis
: 1 buah
Mesin diatermi (ESU) / plat diatermi
: 1 / 1 buah
Tourniquet
: 1 buah
Throlly waskom
: 2 buah
7. Melaksanakan teknik Instrumen : 1. Diruang Premedikasi/ Sebelum pasien dilakukan pembiusan di tanyakan ke pasien, Identitas pasien, rencana tindakan, persetujuan tindakan operasi, penandaan area operasi, riwayat alergi obat (Sign In). 2. Setelah pasien ditidurkan terlentang (supinasi) dengan tangan terlentang dan mendapat general anestesi (GA), Circulating nurse memasang folley catheter no.16 + urobag dan mencuci lapangan operasi dengan sabun antiseptik dan dikeringkan dengan doek kecil steril. Pasang ground pada ungkai kaki kanan pasien dan tourniquet pada lengan kiri. 3. Perawat instrumen melakukan surgical scrub, gowning dan gloving, kemudian membantu operator dan asisten mengenakan handuk steril + gown + handscone steril sesuai ukuran. 4. Perawat instrumen memberikan disinfeksi klem + povidone iodine + deepers dalam bengkok dan cucing kepada asisten 1 dan operator untuk dilakukan disinfeksi area operasi. 5. Berikan 2 underpad steril pada operator untuk alas pada tangan sebelah kiri dan bawah pinggul penderita yang akan dioperasi.
6. Drapping area operasi: pasang duk besar untuk bagian bawah pasien, pasang duk kecil dibawah tangan pasien sebelah kiri, berikan 1 duk kecil (Segitiga) dan 1 duk klem untuk bagian proksimal tangan penderita, pasang duk besar untuk menutupi bagian atas pasien, pasang duk panjang kanan dan kiri dan berikan 4 duk klem untuk fiksasi , setelah itu berikan op-site untuk menutup area operasi, ikat slang suctionl dan kabel couter lalu fiksasi dengan duk klem di duk, dekatkan meja mayo, meja instrument dan baskom. 7. Tim bedah melakukan “time out briefing” ( konfirmasi nama klien, umur, ruangan / bangsal, diagnosa, jenis tindakan, tim operasi, antibiotik, lama operasi dan antisipasi kejadian kritis / Time Out). 8. Berikan pada operator kassa basah (1) + kassa kering (1) untuk membersihkan bekas povidon iodin. 9. Berikan mess 1 (handle mess no.4 dan mess no.22) pada operator untuk membuka kulit. 10.Berikan pean cantik dan kassa serta cotter pada assisten untuk merawat perdarahan dan hak kombinasi untuk membuka area insisi. 11.Setelah fat terlihat berikan mess 2 (handle mess no.3 dan mess no.10) dan pinset cirurgis untuk membuka fasia dan otot, kemudian berikan gunting metzemboum untuk insisi lebih dalam, berikan langenback (2) pada asisten memperluas lapang pandang operasi. 12.Rawat perdarahan berikan operator pean manis dan coutter, berikan asisten suction. 13.Berikan raspatorium pada operator untuk membuka otot lapis demi lapis sampai nampak tulang. 14.Berikan cobra pada asisten atau operator untuk mengelevasikan tulang 15.Berikan bone tang/ reduction untuk memegang fragmen tulang 16.Berikan bone curretes dan semprot dengan NS 0,9% menggunakan spuit 10cc 17.Berikan knable apabila terdapat jaringan fibrokalus 18.Lakukan cara yang sama pada fragmen tulang yang satunya 19.Operator melakukan proses reduksi 20.Berikan plate sesuai kebutuhan (plate 1/3 tubuler 6 hole) 21.Berikan verburgee untuk memfiksasi tulang dan plate. 22.Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 2.5 mm pada operator dan berikan juga sleave untuk melindungi jaringan sekitarnya, saat pengeboran agar focus pada daerah yang dibor. Pada saat mengebor semprot dengan cairan NS menggunakan spuit 10 cc. 23.Setelah dibor berikan pengukur atau penduga untuk menentukan ukuran screw 24.Berikan tapper untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai ukuran kedalaman saat pengukuran (screw no. 12 dengan diameter 3,5 cm) dan berikan screw driver.
25.Lakukan langkah 22 - 24 sampai jumlah screw yang diminta terpasang semua, (screw no. 12 sebanyak 6 buah) 26.Plate terpasang, tutup luka dengan kassa 27.Ulangi langkah 9 – 25 untuk pemasangan plat area ulna (memakai plat 1/3 tubuler 5 hole dengan screw no. 12 diameter 3,5 cm sebanyak 5 buah) 28.Setelah selesai taruh bengkok dibawah tangan, cuci dengan NS 0,9% sebanyak 1 liter bagian radius dan 1 liter bagian ulna, assisten menyedot dengan suction dan operator membersihkan dengan kassa. 29.Lakukan Sign Out dengan mencocokan jenis tindakan dan instrumen serta bahan habis pakai yang telah digunakan. 30.Otot, fasia sampai dengan fat dijahit dengan memberikan neddle horder dan poly glycolic acid no 3.0 dan kulit dengan propiline 4-0. 31.Setelah proses penjahitan selesai bersihkan area operasi dengan kassa yang dibasahi dengan NS dan keringkan dengan kassa kering. 32.Tutup luka operasi dengan sufratule, kemudian kassa kering, dan hypafix. 33.Kemudian balut dengan softban 10 cm lalu elastic bandage 10 cm. 34.Operasi selesai bersihkan pasien, dan catat bahan habis pakai di lembar depo. 35.Rendam instrument ke dalam larutan alkacid selam 15 menit 36.Kemudian rendam di larutan alkazime selama 5 menit lalu disikat 37.Lalu cuci dengan air mengalir dan keringkan 38.Insrumen di packing seperti semula dan siap di sterilisasi 39.Rapikan kembali ruangan, catat pemakaian screw dan plate ke buku pemakaian alat. 40.Melengkapi pengisian buku register ruangan
DAFTAR PUSTAKA Brokker, 2011 Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes.2004 Brunner and Suddarth , 2010. Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta. Carwin, 2009. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, A. dkk . 2010 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculopius North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2011-2012. NANDA International. Philadelphia. Smeltze. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. EGC: Jakarta. Suratun. 2012. Anatomi Muskuloskeletal, Program Studi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD. dr. Soetomo