Laporan Praktikum 1 AINUN [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum 1. Kesehatan Ternak Pemeriksaan Invetasi Cacing Pada Feses Ternak Metode Natif, Sedimen Dan Apung



Oleh : NAMA NIM KELAS KELOMPOK AST.PEMBIMBING



: : : : :



AINUN LIAI 17 094 C III M. WASDAR ALAM



JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019



HALAMAN KONSULTASI



No .



Hari/Tanggal



Materi Konsultasi



Paraf



1



2



3



Kendari, 21 November 2019 Menyetujui Asisten Praktikum,



M. WASDAR ALAM NIM. L1A1 16 098



I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kuda (Equus caballus) merupakan salah satu mamalia dari genus equus yang telah lama dijadikan sebagai hewan ternak (Bennet dan Hoffman, 1999). Kuda Sumbawa merupakan salah satu rumpun kuda lokal Indonesia yang berbeda dengan rumpun kuda lain di Indonesia. Kuda lokal sumbawa mempunyai bentuk tubuh yang tidak begitu besar, tetapi daya tahan terhadap penyakit baik. Dalam bidang ekonomi kuda sumbawa banyak di perjual-belikan hingga keluar daerah. Kuda (Equus caballus) lokal di Indonesia berasal dari keturunan kuda Sandel Wood dan kuda Batak. Pada mulanya, kuda hanya dijadikan sebagai bahan makanan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia menggunakan kuda sebagai sarana transportasi, sarana perang, dan olah raga. Peranan kuda sebagai alat transportasi sampai saat ini masih cukup besar di beberapa daerah tertentu seperti di Sulawesi, Nusa Tenggara dan beberapa tempat di Jawa dan Sumatra, meskipun sudah terdesak oleh kendaraan bermotor. Selain sebagai tenaga penarik delman, kuda dapat sekaligus menjadi tenaga penarik gerobak dan kuda beban. Infeksi parasit menimbulkan gangguan kesehatan hewan utama di sebagian besar negara maju dan negara berkembang di seluruh dunia. Beberapa infeksi parasit bahkan menyebabkan kematian ketika tindakan pengendalian diabaikan (Hayat et al., 1987). Studi dan penelitian dalam dua dekade terakhir mengindikasikan parasit cacing merupakan bahaya besar yang dapat menurunkan performa kuda (Hinney et al., 2011) Cacing nematoda yang biasa ditemukan pada saluran gastrointestinal kuda



yaitu



Strongylus



vulgaris,



S.



equinus,



S.edentatus,



Parascaris



equorum,



Strongyloides westeri, Trichostrongylus axei, dan Oxyurisequi (Soulsby, 1982). Parasit cacing terutama tipe strongil, biasanya menginfeksi usus besar kuda dan dapat menyebabkan penyakit mulai dari yang ringan sampai kematian mendadak (Arslan and Umur, 1998). Kuda terinfeksi karena memakan rumput yang tercemar telur, larva infektif, atau penetrasi melalui kulit oleh larva infektif. Dampak dari infeksi cacing nematode gastro intestinal sangat besar yaitu produktivitas kerja yang menurun karena dapat menyebabkan kelemahan, kehilangan berat badan, kolik, nafsu makan hilang, diare bahkan kematian (Levine, 1994). Berdasarkan uraian latar belakang diatas. Karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai melakukan pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan metode natif, metode sedimen, dan metode apung. 1.2.



Tujuan Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan telur cacing pada feses ternak



dengan metode natif, metode sedimen, dan metode apung. 1.3.



Manfaat Mahasiswa memiliki keterampilan melakukan pemeriksaan telur cacing pada



feses ternak dengan metode metode natif, metode sedimen, dan metode apung.



II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kuda Kuda (Equus species) Secara systematic dapat disusun sbb.Kingdom: AnimalPhylum: ChordataClass: MamaliaOrdo: PerissodoctylaFamily: EquidaeGenus: EquusSpecies: Equus hipotigris (Zebra)Equus asinus (Keledai)Equus hemionus (setengah Keledai)Equus caballus (Kuda)Pada buku ini yang dibicarakan adalah kuda saja karena dianggap sudah dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Stegman Von Pritzwald Equus caballus dibagi menjadi 5 macam berdasarkan tempat perkembangbiakkannya, yaitu : 



Equus caballus germanicus (Kuda Jerman)







Equus caballus occidentalis (Kuda Eropa Tengah)







Equus caballus gmelini(Kuda Eropa Timur)







Equus caballus orientalis(Kuda Asia Muka)







Equus caballus mongolicus (Kuda mongol = Equus prewalsky).



Kuda adalah perkataan Sanskrit, oleh karenanya diperkirakan orang-orang Hindu yang pada permulaan perhitungan tahun Masehi datang ke Indonesia dengan membawa kuda dari India. Dalam abad-abad pertama tahun Masehi orang-orang Tionghoa berulang-ulang membawa kuda ke Indonesia, demikian juga orang-orang Islam dari India datang ke Indonesia sesudah orang Hindu. Oleh karenanya perlu diperhitungkan bahwa kuda-kuda Indonesia bukan hanya berasal dari Kuda Timur Asli melainkan juga mengandung kuda Cina dan Mongol yang tergolong Tarpan (Equus gmelini).



Pemeliharaan kuda semula digunakan untuk tujuan tunggang bagi lascar atau kavillah sesudah penggunaan unta. Namun kuda sebagai ternak yang dipotong. Oleh karenanya pada Bahasan inikuda dimasukkan ke dalam 2.2. Cacing yang menginfeksi kuda Beberapa cacing yang menginfeksi saluran pencernaan kuda yaitu Triondontophorus spp, Strongyloides westeri, Oxyuris equi, Strongylus spp, Parascaris equorum yang tersebar dari lambung sampai usus besar. Setiawan et al. (2014) melaporkan prevalensi infeksi cacing nematoda pada kuda penarik cidomo di kecamatan Selong, Lombok Timur yaitu: Stongylus spp(76%), Cyathostomes spp (56%), Triodontophorusspp (32%), Strongyloides westeri (12%), Oxyuris equi (6%), Parascaris equorum (2%). Penelitian lain melaporkan dari 25 sample 207 (Umar et al., 2013). Umur dan jeni kelamin juga ikut mempengaruhi seberapa besar infeksi cacing pada kuda. Cacing parasit yang menginfeksi yaitu spesies strongylus dan parascaris. Sanitasi tempat pakan dan kandang yang belum berjalan dengan baik menjadi faktor terjadinya infeksi cacing, selain itu penggunaan alas kandang dan frekuensi penggantian alas kandang juga merupakan salah satu faktor terjadinya infeksi cacing pada ternak kuda. Parasit adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktifitas hewan yang ditumpanginya. Parasit dapat menyerang manusia dan hewan (Badan Pusat Statistik, 2010). Parasit juga dapat menjadi vektor parasit lain atau dapat mempermudah masuknya agen patogen lain dalam tubuh hewan.



Cacing adalah salah satu bentuk parasit. Kerugian akibat penyakit cacing, antara lain: penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit dan jerohan, penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada manusia (Rahayu, 2010). 2.3. Metode Beberapa metode pemeriksaan feses yang sudah dikenal, yaitu: 2.3.1. Metode Natif Metode Natif merupakan metode yang paling ekonomis, sederhana dan cepat. Metode Natif biasa dilakukan untuk diagnosis rutin di laboratorium klinik. Namun kelemahannya, metode Natif kurang sensitif mendeteksi keberadaan telur cacing sebab volume feses yang diperiksa lebih sedikit sehingga terhadap feses yang mengandung sedikit telur cacing bisa memberi hasil negatif (Omposunggu dan Budi, 1999). 2.3.2. Metode Sedimentasi Metode Sedimentasi lebih sensitif dibanding metode langsung sebab volume feses yang diperiksa lebih banyak. Dengan demikian, hasil negatif dengan metode Natif bisa menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan metode sedimentasi. Namun kelemahannya, metode Sedimentasi kurang efisien dibanding pengapungan sentrifugasi untuk konsentrasi kista protozoa dan banyak macam telur cacing. Metode Sedimentasi lebih sesuai untuk telur Schistosoma dan telur yang mempunyai operkulum (Omposunggu dan Budi, 1999). 2.3.3 Metode Pengapungan Sentrifugasi



Metode Pengapungan Sentrifugasi lebih baik daripada Sedimentasi pada pembuatan konsentrasi kista dan telur dan sediaan yang dihasilkan juga lebih bersih (Brown 1979; Omposunggu dan Budi, 1999). Metode Pengapungan Sentrifugasi juga lebih baik daripada metode Natif karena volume feses yang diperiksa juga lebih banyak, sehingga jika metode Natif memberikan hasil negatif maka dengan metode Pengapungan Sentrifugasi dapat menunjukkan hasil positif (Omposunggu dan Budi, 1999). Metode Pengapungan Sentrifugasi merupakan metode yang efisien dalam pemeriksaan telur atau larva cacing dan juga kista protozoa pada pemeriksaan sampel feses (Brown 1979; Dryden et al., 2005). Larutan yang digunakan adalah larutan NaCl jenuh yang merupakan larutan yang efektif, mudah untuk dibuat atau sudah tersedia secara komersial dan tidak mahal (Dryden et al., 2005). Prinsip kerja metode tersebut berdasarkan perbedaan berat jenis antara larutan kimia tertentu dan telur dan larva cacing serta kista protozoa, sehingga telur dan kista mengapung di permukaan larutan yang lebih berat, sedangkan feses tenggelam perlahan-lahan ke dasar (Brown, 1979).



III. METODEOLOGI PRAKTIKUM 3.1. Waktu dan Tempat Praktikum Pemeriksaan investasi cacing pada feses ternak Kuda dengan metode natif, sedimen dan apung, dilaksanakan pada Hari Senin, 18 November 2019 WITA sampai selesai, beertempat dilaboratorium Genetika Ternak dan Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari. 3.2. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan pada praktikum Pemeriksaan investasi cacing pada feses ternak kuda dengan metode natif, sedimen dan apung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan kegunaan No Nama Alat . 1. Mikroskop 2. Object glass 3. Cover glass 4. Cotton bud/lidi 5. Tabung sentrifud 6. Pipet pasteurisasa 7. Saringan the



Kegunaan Sebagai alat prngamatan Sebagai wadah sampel Sebagai penutup object glass Untuk mengaduk feses Sebagai tempat pengenceran feses Untuk mengambil fese dalam tabung sentrifus Untuk menyaring fese



2. Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum Pemeriksaan investasi cacing pada feses ternak kuda dengan metode natif, sedimen dan apung dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Bahan dan kegunaan No . 1. 2. 3.



Nama Alat Fese rusah Air Larutan garam jenuh



Kegunaan Objek pengamatan Sebagai pengencer fese Sebagaiobjek pengamatan



3.3. Prosedur Kerja  Metode natif 1. Ambil sejumlah kecil feses menggunakan cotton bud/lidi dan letakkan di object glass 2. Beri satu tetes air pada feses kemudian aduk menggunakan cotton bud/lidi 3. Tutup dengan cover glass 4. Segera periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100X  Metode sedimen 1. Ambil ±3 gram sampel feses kemudian tambahkan ±20 ml air dan aduk sampai homogen. 2. Saring feses kemudian masukkan filtrate ke tabung sentrifus 3. Tutup tabung sentrifus kemudian lakukan sentrifus dnegan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit 4. Buang supernatant dan sisakan sedimen dalam tabung 5. Aduk sedimen sampai homogen 6. Ambil sedimen dengan pipet Pasteur kemudian letakkan di object glass 7. Tutup dengan cover glass 8. Segera amati di bwah mikroskop dengan perbesaran 100X  metode apung 1. Aduk sedimen yang didapatkan dari metode sebelumnya 2.



Tambahkan air dan aduk smapai homogeny



3. Lakukan sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit



4. Buang supernatant dan sisakan sedimen 5. Ulangi metode di atas bila supernatant belum jernih 6. Bila supernatant sudah jernih, buang supernatant 7. Tambahkan larutan garam jenuh sampai hamper penuh, lalu aduk dengan cara membolak-balik tabung 8. Letakkan tabung sentrifus pada rak tabung 9. Tambakan larutan garam jenuh sampai permukaannya cembung 10. Tutup permukaan tabung dnegan cover glass, biarkan selama 5 menit 11. Ambil cover glass lalu letakkan di object glass 12. Periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 100X



IV. HASIL DAN PEMBAHASANA A. Hasil pengamatan Hasil pengamatan pada praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses ternak dengan metode natif, metode sedimen, dan metode apung, dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 3. Hasil pengamatan pada feses puyuh No . 1



Metode yang di gunakan



Hasil



Jenis cacing



Metode nantif



(-)



(-)



2



Metode sedimen



(-)



(-)



3



Metode apung



(+)



B. Pembahasan