Laporan Praktikum Perlindungan Dan Kesehatan Hutan Acara Vii Penggembalaan Dalam Hutan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN ACARA VII PENGGEMBALAAN DALAM HUTAN



Disusun oleh : Nama



:



Wahyu Dwi Arifiyani



NIM



:



20/462068/KT/09451



Co-Ass



:



Geraldy Kianta



Shift



:



Jumat 15.00 WIB



LABORATORIUM PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN DEPARTEMEN SILVIKUKTUR FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2021



ACARA VII PENGGEMBALAAN DALAM HUTAN I.



TUJUAN Tujuan dari paktikum ini adalah 1. Mengenal bentuk penggembalaan di dalam hutan. 2. Mengenal kerusakan pada : a. Tanaman Hutan b. Tanah 3. Mengenal bentuk-bentuk



kerusakan lahan/tanaman



oleh



gulma,



pencurian,



penggarapan lahan secara liar. II.



ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini diuraikan sebagai berikut a. Alat 1. Alat tulis 2. Kertas b. Bahan 1. Video tentang penggembalaan di dalam hutan



III. CARA KERJA Cara kerja pada praktikum ini dijelaskan sebagai berikut



Ditonton video tentang penggembalaan di dalam hutan.



Diamati dan dikenali berbagai tipe-tipe penggembalaan di dalam hutan.



Diidentifikasi bentukbentuk kerusakan yang terjadi akibat penggembalaan pada tanaman hutan dan tanah.



Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum tentang Penggembalaan dalam hutan ini adalah dalam kelompok harus dicari video tentang penggembalaan dalam hutan yang terdiri dari penggembalaan tingkat semai, penggembalaan tingkat tiang/pancang, dan penggembalaan tingkat pohon. Setelah itu, setiap praktikan harus menonton video tersebut dan mengamati berbagai tipe-tipe penggembalaan yang terjadi di dalam hutan. Selanjutnya, setiap praktikan dapat mengidentifikasi berbagai bentuk kerusakan pada



tanaman hutan dan tanah yang diakibatkan dari penggembalaan ternak di dalam hutan, baik dari penggembalaan pada tingkat semai, penggembalaan tingkat tiang/pancang maupun penggembalaan tingkat pohon. IV.



PEMBAHASAN Pada praktikum ini dilakukan pengamatan dan identifikasi berbagai tipe penggembalaan yang terjadi di dalam hutan dan berbagai bentuk kerusakan pada tanaman hutan serta tanah yang diakibatkan dari penggembalaan ternak di dalam hutan. Bentuk pengamatan dan identifikasi ini dilakukan melalui video tentang penggembalaan yang terjadi di dalam hutan pada berbagai tingkatan hidup pohon dari semai, tiang/pancang, hingga pohon yang telah dicari sebelumnya. Setelah dilakukan pengamatan melalui video ini, diharapkan praktikan dapat mengenali berbagai bentuk dan tipe penggembalaan yang terjadi di dalam hutan dan mengenali kerusakan yang terjadi pada tanaman hutan serta tanah sebagai akibat dari penggembalaan tersebut. Selain itu, setiap praktikan juga diharapkan dapat memahami mengenai manajemen penggembalaan yang dapat dilakukan. Salah satu faktor penyebab kerusakan pada kawasan hutan adalah adanya penggembalaan ternak yang dilakukan di dalam hutan. Biasanya, ternak ini digembalakan pada suatu kawasan yang luas yang disebut sebagai padang penggembalaan. Padang penggembalaan merupakan suatu daerah padangan dimana ditumbuhi tanaman sebagai makanan ternak yang tersedua bagi ternak yang dapat memanfaatkannya untuk sumber pangan (Ora, 2019). Sebagian besar populasi ternak hingga saat ini masih digembalakan secara liar pada padang penggembalaan, lahan kawasan hutan, lapangan terbuka, dan sawah setelah panen untuk memenuhi kebutuhan pakannya (Jarmani dan Budi, 2015). Penggembalaan yang dilakukan dalam hutan ini, dapat menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan hutan selain adanya serangan hama dan penyakit pada hutan. Penggembalaan yang



terjadi di dalam hutan



dibedakan



menjadi dua,



yaitu



penggembalaan terikat dan penggembalaan tidak terikat. Pola penggembalaan secara terikat dilakukan dengan tidak melepaskan ternak secara bebas pada lahan hutan melainkan dengan memasukkan ternak ke dalam kandang atau membatasi luasan lahan penggembalaan dengan pagar. Kandang tersebut dibangun secara berderet di sekitar lahan untuk penggembalaan. Fungsi lahan hutan untuk penggembalaan secara terikat disini lebih banyak digunakan untuk memudahkan perkawinan ternak, lahan untuk pembuatan kandang, dan menyediakan sebagian dari kebutuhan pakan ternak (Suhartina dan I.Susanti, 2017). Sedangkan penggembalaan ternak secara terikat adalah pola



penggembalaan yang dilakukan dengan melepaskan ternak secara bebas di lahan hutan. Ciri dari pola ini adalah hewan ternak akan dilepaskan secara bebas di lahan hutan sehingga ternak bebas merumput (grazing). Kebiasaan ternak yang melakukan grazing di sekitar lahan hutan ini dapat menyebabkan beberapa kawasan dari lahan hutan mengalami over grazing atau under grazing yang mengakibatkan kerusakan pada kondisi lahan hutan (Subagiyo dan Kusmartono, 2017). Adanya penggembalaan ternak di dalam hutan dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Menurut Sawadogo et al., (2005) dalam (Kayat, dkk, 2017), Penggembalaan ternak di dalam hutan memiliki potensi untuk memengaruhi kondisi hutan sebagai habitat satwa liar melalui mekanisme kerusakan tanah yang diakibatkan dari injakan kaki ternak sehingga dapat menurunkan kemampuan infiltrasi tanah dan merusak tumbuhan dari tingkatan semai, tiang/pancang, dan pohon, dll. Tekanan penggembalaan ini juga memiliki kecenderungan untuk mengurangi total biomassa di atas tanah dan dapat mengancam keanekaragaman hayati di dalam hutan. Dampak positifnya adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah pada lahan hutan dengan penambahan bahan nutrisi yang lebih tinggi. Penambahan bahan nutrisi ini berasal dari kotoran hewan ternak yang dapat menjadi pupuk organik sebagai penambah nutrisi pada lahan hutan. Pola penggembalaan tipe tidak terikat, banyak dilakukan di daerah luar Pulau Jawa. Masyarakat sekitar hutan umumnya menggembalakan ternak di hutan karena adanya keterbatasan modal dan tenaga kerja untuk merawat ternak mereka. Penggembalaan ternak di dalam hutan secara bebas dinilai lebih menguntungkan daripada pemeliharaan ternak yang dilakukan di dalam kandang karena terkait dengan kebutuhan biaya dan tenaga tersebut. Selain itu, faktor lain yang mendorong dilakukannya pernggembalaan ternak di dalam hutan adalah adanya budaya dan kebiasaan setempat serta ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Pola penggembalaan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari penggembalaan yang dilakukan secara terikat adalah hewan ternak tidak dapat merusak hutan dan tanaman hutan, tidak menyebabkan pemadatan tanah hutan, dan terhindar dari adanya pencurian hewan ternak. Sedangkan kekurangan dari penggembalaan yang dilakukan secara terikat adalah membutuhkan biaya yang lebih, membutuhkan lahan/ruang dan biaya yang tidak murah untuk pembuatan kandang atau pagar, membutuhkan tenaga yang banyak, dan hewan ternak dapat stress karena tidak dibebaskan akibatnya produktivitas menurun. Kelebihan dari penggembalaan yang dilakukan secara tidak terikat adalah kehadirannya dapat memakan gulma yang mengganggu tanaman pokok, kotoran yang diasilkan dapat menjadi pupuk



kompos, tidak membutuhkan biaya dan tempat untuk pembuatan kandang atau pagar, membutuhkan tenaga yang lebih sedikit, jumlah ternak yang digembalakan lebih banyak, dan menghindari stress pada hewan ternak karena dibebaskan. Sedangkan kekurangannya adalah merusak tanaman hutan, terjadi pemadatan tanah, batang pohon terluka karena ternah biasa mengasah tanduknya, tidak dapat memberikan nutrisi yang terbaik bagi hewan ternak, dan hewan ternak mudah untuk dicuri. Ada berbagai bentuk atau tipe penggembalaan dalam hutan yang diamati pada video di praktikum kali ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1.



Penggembalaan Tingkat Semai Penggembalaan tingkat semai adalah penggembalaan hewan ternak yang dilakukan pada tingkatan hidup pohon, yaitu tumbuhan bawah dan semai dengan tinggi kurang dari 1,5 m (Qirom, dkk, 2015). Penggembalaan yang dilakukan pada tingkat semai ini mengakibatkan tanah terbuka karena semai tiak dapat tumbuh. Selain itu, kepadatan tanah menjadi meningkat dan porositas tanah berkurang karena lahan hutan diinjak hewan ternak.



2.



Penggembalaan Tingkat Pancang/Tiang Penggembalaan tingkat pancang/tiang adalah penggembalaan hewan ternak yang dilakukan pada tingkatan hidup pohon, yaitu pancang/tiang dengan tinggi lebih dari 1,5 m dan memiliki diameter kurang dari 10 cm untuk pancang dan diameter antara 10-20 cm untuk tiang (Qirom, dkk, 2015). Akbiat dari penggembalaan yang dilakukan pada tingkat pancang/tiang ini adalah batang tanaman menjadi luka dan terbuka karena goresan tanduk dari hewan ternak.



3.



Penggembalaan Tingkat Pohon Penggembalaan tingkat pohon adalah penggembalaan hewan ternak yang dilakukan pada tingkatan hidup pohon, yaitu pohon dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Akibat dari penggembalaan yang dilakukan pada tingkat pohon ini hampir sama seperti akibat dari penggembalaan pada tingkat pancang/tiang, yaitu batang tanaman mngalami kerusakan berupa luka terbuka sebagai akibat dari goresan karena tanduk hewan ternak pada batang pohon. Selain itu, benih yang tumbuh juga jarang karena regenerasinya terganggu. Dengan mengetahui dan menmahami mengenai bentuk atau tipe berbagai



penggembalaan di dalam hutan tersebut maka dapat ditentukan manajemen yang baik dan tepat dalam penggembalaan. Manajemen penggembalaan yang baik adalah dengan



menjamin pemanfaatan hijauan pakan yang diproduksi pada lahan hutan yang dijadikan lahan penggembalaan ternak secara efisien untuk produksi ternak namun tetap menjamin adanya keberlanjutan produksi hijauan dan keberagaman spesies yang diinginkan (N. Jelantik, dkk, 2019). Bentuk manajemen penggembalaan di dalam hutan yang dapat dilakukan, diantaranya adalah dengan memisahkan antara tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian untuk pakan ternak. Pemisahan ini dilakukan karena tanaman pertanian yang digunakan sebagai pakan ternak tidak begitu toleran terhadap naungan (Model komplangan). Manjamen penggembalaan lainnya adalah dengan silvopastur, yaitu agroforestry yang menggabungkan antara kehutanan dengan peternakan. Menurut (Magdalena, 2017 Praktek sistem silvopastura di lapangan adalah dengan menggunakan kawasan hutan yang ditanami rumput atau jenis hijauan lainnya sebagai pakan ternak tetapi tanpa merusak tegakan hutan. Sehingga, penduduk di sekitar wilayah hutan dapat beternak hewan yang pakan ternaknya diambil dari hutan tersebut tanpa merusak tegakan. Selain itu, dapat juga dilakukan rotasi tanaman, yaitu penanaman tanaman dengan berbagai jenis namun dilakukan secara bergilir. Fungsi dari rotasi tanaman ini adalah agar tanah tidak jenuh dan nutrisi yang terdapat di dalam tanah tetap tercukupi. Selain itu, agar tanaman juga terhindar dari hama dan penyakit, serta dapat dilakukan pengendalian gulma.



V.



KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Bentuk penggembalaan di dalam hutan yaitu, penggembalaan terikat dan penggembalaan tidak terikat. Penggembalaan terikat adalah penggembalaan dengan ternak dimasukkan ke dalam kandang atau diberi pagar pembatas sedangkan penggembalaan tidak terikat adalah penggembalaan ternak yang dilakukan secara bebas di lahan hutan. Bentuk penggembalaan ini dalam hutan ini dapat dilakukan baik pada tingkat semai, pancang/tiang, maupun pohon. 2. Kerusakan akibat penggembalaan dalam hutan pada tanaman hutan yaitu tanaman dapat terinjak-injak, semai tidak dapat tumbuh, pohon mengalami luka terbuka karena tergores tanduk ternak, dll. Sedangkan kerusakan pada tanah adalah terjadi kepadatan tanah meningkat, porositas berkurang, dan menyebabkan erosi permukaan. 3. Bentuk-bentuk kerusakan lahan/tanaman oleh gulma, pencurian, penggarapan lahan secara liar dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hutan dalam skala yang luas baik pada vegetasi penyusun utama hutan maupun pada lapisan tanah.



VI.



DAFTAR PUSTAKA Jarmani, Sri Nastiti dan Budi Haryanto. 2015. Memperbaiki Produktivitas Hijauan Pakan Ternak untuk Menunjang Kapasitas Padang Penggembalaan Kerbau di Kabupaten Kampar, Riau (Suatu saran pemikiran). Jurnal Pastura, Vol. 4, No.2,Hal.96). Kayat., Satyawan Pudyatmoko., Muchammad Maksum., dan Muhammad Ali Imron. 2017. Potensi Konflik Penggembalaan Kuda pada Habitat Rusa Timor (Rusa timorensis Blainville 1822) di Kawasan Tanjung Torong Padang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmu Kehutanan, No. 11, Hal. 5. Magdalena, Hilyah. 2017. Model Pengambilan Keputusan Untuk Mengembalikan Fungsi Hutan Pasca Reklamasi Lahan Bekas Timah dengan Analytical Hierarchy Process. Jurnal Informatika: Jurnal Pengembangan IT (JPIT), Vol. 02, No. 02, Hal. 29. N.Jelantik, I Gusti., Tara Tiba Nikolaus., dan Cardial Leo Penu. 2019. Memanfaatkan Padang Penggembalaan Alam untuk Meningkatkan Populasi dan Produktivitas Ternak Sapi di Daerah Lahan Kering. Jawa Timur : Myria Publisher. Ora, Fellyanus Haba. 2019. Padang Penggembalaan Daerah Tropis. Yogyakarta : Deepublish. Qirom, Muhammad Abdul., Dian Lazuardi., dan Abdul Kodir. 2015. Keragaman Jenis dan Potensi Simpanan Karbon Hutan Sekunder di KotaBaru Kalimantan Selatan. Jurnal Forest Rehabilitation, Vol. 3, No. 1. Subagiyo, Ifar dan Kusmartono. 2017. Kultur Padangan. Malang : UB Press. Suhartina dan I.Susanti S. 2017. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Kerbau yang Dipelihara Secara Tradisional Berdasarkan Peluang dan Tantangan. Jurnal MADURANCH, Vol.2, No.1, Hal. 41-42.



VII. LAMPIRAN



Gambar 1. Mind map penggembalaan dalam hutan