Laprak Modul D - SMAW [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



Sebuah produk manufaktur ataupun konstruksi memiliki ukuran yang bermacam-macam baik besar maupun kecil. Produk manufaktur atupun konstruksi dengan ukuran besar biasanya terdiri dari komponen-komponen yang lebih kecil untuk menghemat waktu dan biaya dibandingkan jika menggunakan material ukuran besar utuh yang diproduksi secara langsung. Komponen-komponen kecil tersebut disusun menjadi sebuah produk yang besar melalui proses penyambungan yang merupakan proses penting dalam manufaktur ataupun konstruksi. Terdapat beberapa metode penyambungan material, khususnya logam, antara lain adalah brazing, soldering, dan welding. Ketiga proses penyambungan tersebut melibatkan pembekuan material yang telah dilelehkan. Pengelasan (welding) adalah proses penyambungan dua logam atau lebih menggunakan panas dan dengan atau tanpa tekanan. Secara umum pengelasan menghasilkan logam yang memiliki kekuatan lebih tinggi dari brazing ataupun soldering. Meskipun begitu, pengelasan pasti akan menimbulkan kecacatan sehingga penting untuk mengetahui jenis-jenis cacat las dan pencegahan ataupun treatment setelahnya. Oleh karena itu kita perlu mengetahui proses pengelasan yang baik agar hasil pengelasan menjadi maksimal. Salah satu metode dari metode pengelasan adalah Shielded Metal Arc Welding (SMAW) yang akan dibahas pada modul D ini.



1.2 Tujuan 1. Menentukan nilai heat input pada proses pengelasan 2. Menentukan nilai tegangan ultimate hasil pengujian tarik logam lasan



1



BAB II DASAR TEORI



Pengelasan (welding) adalah proses penyambungan dua logam atau lebih menggunakan panas dan dengan atau tanpa tekanan. Adapun syarat-syarat untuk pengelasan adalah : 1. Kadar karbon logam induk rendah 2. Sifat filler metal menyerupai base metal 3. Filler metal harus lebih kuat daripada base metal Weldability atau mampu las logam adalah kemampuan suatu logam atau kombinasi logam yang dilas menjadi suatu konstruksi tertentu yang mempunyai karakteristik dan sifat tertentu dan sanggup memenuhi persyaratan tertentu yang diinginkan ( Sonawan, Hery. Rochim Suratman: 2006) Dalam pengelasan yang menggunakan elektroda, biasanya terdapat fluks. Fluks merupakan bahan kimia yang menyelubungi elektrodan dan ikut mencair atau menjadi gas selama pengelasan. Fluks memiliki fungsi penting dalam proses pengelasan yaitu: 1. Memfasilitasi penyalaan busur serta meningkatkan intensitas dan stabilitas busur. 2. Menimbulkan gas untuk melindungi busur. Fluks terurai dan menimbulkan gas CO2, CO, H, dan sebagainya yang mengelilingi busur. Hal ini menjaga logam las agar tidak mengalami oksidasi dan nitrasi akibat kontak dengan atmosfer. 3. Terak melindungi logam las dan membantu pembentukan rigi. Selama pengelasan fluks mencair menjadi terak dan melindungi daerah lasan. Viskositas terak yang beragam memungkinkan untuk mengelas dengan posisi yang beragam dan memperbaiki bentuk rigi las. 4. Menghaluskan kembali logam las dengan deoksidasi. Elemen deoksidasi seperti Mn dan Si telah ditambahkan pada fluks untuk menghindari terbentuknya lubang cacing pada daerah las dan meningkatkan kekuatan serta ketangguhan logam las. 5. Fungsi isolasi listrik. Jika pengelasan kurang hati-hati dan elektroda menyentuh permukaan las, fluks mencegah geretan busur listrik dan mencegah kerusakan las serta terjadinya kecelakaan. 6. Serbuk besi dalam fluks meningkatkan laju pengendapan dan efisiensi pengoperasian. 7. Mengurangi cipratan logam cair. 2



Dalam pengelasan, terdapat istilah preheating dan postheating. Preheating adalah pemanasan logam induk atau substrat sebelum pengelasan untuk mengontrol laju pendinginan daerah las agar tidak terjadi hot cracking dan cold cracking di daerah las. Sedangkan postheating adalah pemanasan pada sambungan logam (daerah las) setelah pengelasan dengan tujuan mengurangi tegangan sisa, mengurangi hidrogen yang terdifusi, memperbaiki mikrostruktur yang terdeformasi, mengeraskan daerah las, dan menstabilkan struktur mikro. Terdapat beberapa jenis postheating tergantung tujuannya, antara lain post weld heat treatment (PWHT), immediate post weld heating (IPWH), normalizing, quenching, dan tempering. Klasifikasi pengelasan dibagi menjadi tiga macam 1. Fusion welding Didefinisikan dengan penglelehan bersama atau penggabungan dari material dengan menggunakan panas yang diperoleh dair kimia maupun listrik.Pada proses ini, metal pengisi bersifat opsional. Pada sambungan las, akan mengalami perubahan dari segi metalurgi dan fisiknya. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat dan performa dari komponen yang dilas maupun strukturnya. 2. Solid state welding Proses pengelasan yang tidak bersifat meleburkan sehingga pada prosesnya tidak terdapat fasa lelehan di sambungan lasan. Contoh proses pengelasan solid state welding adalah diffusion bond ing and cold, ultrasonic, friction, resistance, dan explosion welding. 3. Brazing dan soldering Brazing adalah Proses pengabungan, dimana metal pengisi diletakkan diantara faying surfaces (permukaan yang berkontak langsung dengan sambungan) dan temperatur dinaikan hinggal metal pengisinya mencair,tetapi tidak untuk logam induk seperti pada proses pengelasan fusion welding, Setelah pendingan dan terjadi proses pembekuan pada metal pengisi, akan didapatkan sambungan yang kuat. Temperatur leleh metal pengisi biasanya di atas 450oC tetapi lebih rendah daripada temperatur leleh logam induknya. Proses Contoh proses brazing adalah torch brazing, furnace brazing, induction brazing, resistance brazing, dip brazing, infrared brazing, diffusion brazing, high-energy beam, braze welding



3



Soldering adalah proses pengabungan, dimana temperatur leleh dari metal pengisi relatif lebih rendah dibandingkan proses brazing. Karakteristik yang penting dari proses soldering adalah tengangan permukaan yang rendah dan kemampuannya untuk membasahi karena metal pengisi mengisi sambungan las dengan proses kapilaritas. Proses soldering biasanya menggunakan metal pengisi berupa tin-lead alloy Contoh proses soldering adalah torch soldering, furnance soldering, iron soldering, induction soldering, resistance soldering, dip soldering, dan infrared soldering.



Proses SMAW (Shielded Metal Arc Welding) Proses SMAW disebut juga dengan MMAW (Manual Metal Arc Welding) atau disebut juga dengan pengelasan busur listrik elektroda terbungkus, dalam pengelasan ini logam induk mengelami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang dipakai berupa kawat yang dibungkus oleh pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama-sama dengan logam induk yang menjadi bagian kampuh las. Dengan adanya pencairan tersebut maka kampuh las akan terisi oleh logam cair yang berasal dari elektroda dan logam induk. Selain mencairkan kawat las yang nantinya membeku menjadi logam las, busur listrik juga ikut mencairkan fluks. Karena massa jenisnya lebih kecil dari logam las maka fluks tersebut berada diatas logam las pada saat cair. Kemudian setelah membeku fluks cair tersebut menjadi terak yang menutupi logam las. Dengan demikian, fluks cair akan melindungi kubangan las selama mencair dan terak melindungi logam las selama pembekuan. Terak tersebut nantinya harus dihilangkan dari permukaan logam las dengan menggunakan palu atau digerinda



Gambar. Skema Proses SMAW



4



(Sumber : Sonawan, Hery & Suratman, Rochim. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam . 2003 . Bandung : Alfabeta)



Untuk melakukan proses pengelasan dengan metode SMAW, diperlukan beberapa peralatan seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Mesin las Kabel elektroda Pemegang elektroda Kabel logam induk dan penjepit logam induk Elektroda Topeng las (welding mask) Sarung tangan Jas pelindung



Parameter Pengelasan 1. Arus Pengelasan a. Arus pengelasan berpengaruh langsung pada penetrasi logam las, bentuk manik las, lebar HAZ dan dilusi.  Arus semakin besar dapat memperdalam penetrasi logam las dan juga memperlebar HAZ, demikian sebaliknya.  Pemakaian arus las semakin tinggi dapat pula memperlebar manik las.  Arus las juga mempengaruhi dilusi atau pencampuran. Semakin besar arus las semakin besar pula dilusinya (makin banyak bagian logam induk yang mencair) b. Besarnya arus las ditentukan oleh diameter elektroda, jenis logam induk dan ketebalannya.  Diameter elektroda mempengaruhi pengaturan besar kecilnya arus pengelasan, semakin besar elektroda yang digunakan maka semakin tinggi arus las yang diperlukan.



5



Gambar . Pengaruh Ukuran Elektroda terhadap Pengaturan Arus Las (Sumber : Sonawan, Hery & Suratman, Rochim. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam . 2003 . Bandung : Alfabeta)











Pengaturan arus las juga ditentukan oleh jenis logam induk., yang dimaksud dengan logam induk disini adalah logam induk dengan sifat konduktivitas panas yang berbeda – beda. Konduktivitas panas material memiliki arti besar kecilnya panas yang mengalir melalui material itu. Konduktivitas panas tinggi berarti panas yang mengalir besar (panas dengan cepat terbuang ke lingkungan sekitar) dan sebaliknya. Logam dengan konduktivitas panas tinggi memerlukan panas pengelasan yang tinggi untuk mencairkannya, panas pengelasan yang tinggi dapat diperoleh dengan cara mengatur arus pengelasan yang tinggi . Pelat logam dengan ketebalan tipis jika menerima panas akan terbuang dengan waktu yang lama. Berbeda dengan pelat logam yang tebal, panas akan mengalir lebih cepat sehingga pelat lebih cepat dingin. Dengan kondisi tersebut, pelat logam yang tebal memerlukan panas pengelasan atau masukan panas lebih tinggi dibanding pelat tipis



2. Tegangan Pengelasan Tegangan pengelasan berbanding lurus dengan tinggi busur. Tinggi busur yang dimaksud disini adalah jarak antara ujung elektroda dan permukaan logam induk yang dilas. Hubungan antara keduanya dapat dilihat dari kurva karakteristik busur listrik



Gambar. Kurva Karakteristik Mesin Las dan Busur Listrik (Sumber : Sonawan, Hery & Suratman, Rochim. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam . 2003 . Bandung : Alfabeta)



6



Dari kurva tersebut, tinggi busur normal ditunjukkan oleh garis kurva yang berada ditengah. Garis kurva diatasnya berarti tinggi busur lebih tinggi dari tinggi busur normal. Jika pada saat pengelasan terjadi kenaikan tinggi busur maka pada saat itu juga tegangan las merangkak naik dan arus las turun. Kenaikan tegangan akan terus berlanjut jika tinggi busur makin besar dan ada akhirnya mungkin saja busur listrik tidak lagi ada atau mati. Walaupun terdapat korelasi antara arus dan tegangan, tetapi tegangan las ini tidak berpengaruh secara langsung pada penetrasi logam las.



3. Kecepatan pegelasan  Semakin tinggi kecepatan pengelasan biasanya dipengaruhi oleh tingginya arus pengelasan. Untuk mencairkan ujung elektroda/ kawat las diperlukan energi panas yang cukup. Dengan kebutuhan energi yang cukup ini, pengelasan dapat berlangsung dengan normal. Apabila energi yang diberikan lebih dari cukup misalnya saja dengan memberikan arus las lebih tinggi, maka proses pencairan ujung elektroda (feeding rate) berlangsung lebih cepat. Kecepatan pencairan elektroda yang tidak diimbangi dengan kecepatan pengelasan dapat menyebabkan penumpukan cairan logam las di permukaan logam induk. Untuk menghasilkan manik las yang normal dalam arti “face reinforcement” tidak terlampau tinggi, maka tentu saja kecepatan pencairan ujung elektroda harus diimbangi dengan kecepatan pengelasan . Dengan demikian benar bahwa tinggi arus pengelasan sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengelasan.  Dari penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa arus las mempengaruhi kecepatan las. Kecepatan las dan arus las ini ikut mempengaruhi bentuk manik las dan penetrasi logam las



Gambar . Pengaruh Arus dan Kecepatan Pengelasan terhadap Penetrasi dan lebar HAZ



7



(Sumber : Sonawan, Hery & Suratman, Rochim. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam . 2003 . Bandung : Alfabeta)



4. Kecepatan pendinginan Semakin cepat pendinginan maka daerah pengelasan semakin getas



5. Polaritas listrik Polaritas listrik dalam pengelasan dibagi menjadi dua yaitu polaritas lurus (straight polarity) dan polaritas balik (reverse polarity). Perbedaan hasil pengelasan keduanya terlihat dari gambar berikut



Gambar . Perbedaan Penggunaan Polaritas pada Hasil Pengelasan (Sumber : Sonawan, Hery & Suratman, Rochim. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam . 2003 . Bandung : Alfabeta)



Pengelasan dengan polaritas balik menghasilkan penetrasi yang dangkal dan manik las yang lebar, sedangkan pengelasan dengan polaritas lurus menghasilkan penetrasi yang lebih dalam dan manik las lebih sempit. Polaritas lurus sangat baik digunakan untuk pengelasan pelat tebal, sedangkan polaritas balik baik digunakan untuk pengelasan pelat tipis. 6. Jenis pelindung kubangan logam las Dalam pengelasan busur listrik terdapat dua jenis pelindung, yaitu : pelindung gas dan pelindung padat yang berupa fluks (baik fluks yang melekat pada kawat las maupun fluks jenis serbuk). Kedua jenis pelindung ini juga dapat mempengarhi penetrasi logam las dan bentuk manik las.



8



Struktur mikro daerah pengelasan



Gambar 2. Struktur mikro daerah pengelasan (Sumber : https://shintaleon.wordpress.com/2013/12/09/fabrikasi-dan-sambungan-lasperancangan-alat-dan-proses/)



Pada gambar diatas terlihat daerah pengelasan terbagi menjadi tiga daerah, yaitu fusion zone dimana terjadinya campuran lelehan besi induk dan filler akibat panas dari elektroda, Heat Affected Zone dimana daerah logam induk yang menerima panas dari proses pengelasan dan unaffected zone dimana daerah logam induk yang tidak terkena panas dari pengelasan sama sekali. Struktur mikro dari daerah pengelasan sendiri berbeda-beda. Pada fusion zone, struktur mikro dari butirnya berbentuk columnar, butir berbentuk columnar akibat dari perubahan bentuk butir yang berlawanan arah dengan arah aliran panas. Pada HAZ, daerah tersebut terkena panas dari proses pengelasan dan membuat butir mengalami fenomena grain growth yang membuat butir membesar dan kekuatannya menurun. Pada pengelasan yang bagus, produk akan patah pada bagian HAZ. Pada Unaffected zone, butir tidak mengalami atau menerima panas dari proses pengalasan, karena itu bentuk butir pada daerah ini tidak mengalami perubahan. Cacat pada pengelasan A. Porositas Dapat dipengaruhi dari gas pelindung yang tidak sepenuhnya melindungi dari udara luar dan memasuki daerah pengelasan, akibatnya pada daerah pengelasan munculnya porositas.



B. Crack Retak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu filler tidak cocok dengan logam induk, pendinginan terlalu cepat dan permukaan yang akan dilas tidak bersih. Pada pengelasan crack dibagi menjadi 2 yaitu hot crack dan cold crack. Cold crack adalah patahan yang terjadi pada temperatur dibawah termperatur terbentuknya martensite dibawah 300 derajat celcius. Retak dingin dapat terjadi tidak hanya di 9



HAZ karena pengaruh panas. Sedangkan hot crack terjadi pada temperatur diatas 550 derajat celcius. Retak tersebut akibat pembebasan tegangan di daerah pemanasan.



C. Undercut Logam induk ikut termakan akibat panas sehingga hasil pengelasan terkesan tidak penuh walaupun sudah melibih seharusnya, dipengaruhi oleh arus yang terlalu tinggi dan kecepatan pengelasan yang terlalu cepat.



D. Distorsi Logam induk hasil pengelasan bengkok akibat penyusutan dari kecepatan pengelasan yang rendah atau overheating akibat pelat yang tipis.



E. Spatter Percikan lelehan logam lasan mengenai daerah yang tidak seharusnya dilas. Akibat arus yang terlalu tinggi jarak dari elektroda ke lasan jauh.



F. Overlapping Akibat kecepatan pengelasan yang terlalu lambat membuat tumpukan lelehan logam yang melebihi seharusnya.



G. Underfil



10



Pengelasan tidak pada semua daerah lasan, masih ada yang tidak terkena pengelasan.



11



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



Disiapkan 4 buah spesimen pelat baja, ukur dimensinya



Dilakukan pengukuran kecepatan pengelasan (v)



Dilakukan pengelasan pada spesimen 1 & 2 dan spesimen 3 & 4 dengan kuat arus (I) sebesar 80 A dan voltage (V) sebesar 220 V



Tentukan nilai heat input HI=



𝑉𝐼 𝑣



ut Dilakukan pengujian tarik pada spesimen yang sudah dilas, catat beban maksimumnya



Beban maksimum digunakan untuk menentukan tegangan 𝐹 ultimate, dengan persamaan 𝜎𝑢𝑡𝑠 = 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐴



12



BAB IV DATA PERCOBAAN 4.1 Data Tabel 3.1 Pengambilan Data Spesimen (Praktikan)



Data Spesimen



Baja ST37



Panjang lasan (l)



50 mm



Waktu pengelasan (t)



17.5 detik 7 mm; 6,6 mm; 6 mm; rrata-rata= 6,533



Tebal lasan (r)



mm



Gaya tarik maksimum las (Fmaks)



59400 N



Tabel 3.2 Pengambilan Data Spesimen (Teknisi)



Data Spesimen



Baja ST37



Panjang lasan (l)



50 mm



Waktu pengelasan (t)



24 detik



Tebal lasan (r) Gaya tarik maksimum las (Fmaks)



7 mm; 7,8 mm; 6 mm; rrata-rata= 6,933 mm 56000 N



13



Tabel 3.3 Pengambilan Data Peralatan Las



Data Jenis Elektroda



High Titania Oksida (TiO2); Seri AWS : E6013



Tegangan



220 V



Arus



80 A



Diameter Elektroda



2.6mm



Panjang Elektroda



350mm



14



Gambar 3.1 Bentuk Patahan Spesimen (Praktikan)



Gambar 3.2 Bentuk Patahan Spesimen (Teknisi)



15



Gambar 3.3 Hasil Uji Tarik Spesimen (Praktikan)



Gambar 3.4 Hasil Uji Tarik Spesimen (Teknisi)



16



4.2 Pengolahan Data 



Praktikan 𝑙



50



Kecepatan pengelasan = 𝑣 = 𝑡 = 17.5 = 2.867 𝑚𝑚/𝑠 HI (Heat Input) =



𝑉×𝐼 𝑣



=



220×80 2.867



= 6138.82 𝐽



Kekuatan maksimum daerah las = 𝜎𝑢𝑡𝑠 =



𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐴



𝐴 = 𝑙 × 𝑟𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = 50 × 6.533 = 326.65 𝑚𝑚2 Maka, 𝜎𝑢𝑡𝑠 =







𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠 59400 = = 181.85 𝑀𝑃𝑎 𝐴 326.65



Teknisi 𝑙



50



Kecepatan pengelasan = 𝑣 = 𝑡 = 24 = 2.083 𝑚𝑚/𝑠 HI (Heat Input) =



𝑉×𝐼 𝑣



=



220×80 2.083



= 8449.35 J



Kekuatan maksimum daerah las = 𝜎𝑢𝑡𝑠 =



𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐴



𝐴 = 𝑙 × 𝑟𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = 50 × 6,933 = 346.65 𝑚𝑚2 Maka, 𝜎𝑢𝑡𝑠 =



𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠 56000 = = 161.55 𝑀𝑃𝑎 𝐴 346.65



17



BAB V ANALISIS DATA



Praktikum kali ini dilakukan proses pengelasan dengan metode SMAW dengan menggunakan specimen uji baja ST37. Pada praktikum ini diperoleh heat input pada proses pengelasan dan tegangan ultimate hasil pengujian tarik spesimen las. Proses pengelasan dilakukakan menggunakan kuat arus sebesar 80 Ampere dan tegangan listrik (voltase) sebesar 220 Volt . Pada saat pengelasan, praktikan mengelas dengan kecepatan 2.867 mm/s dan teknisi mengelas dengan kecepatan 2.083 mm/s. Dari parameter tersebut dapat ditentukan heat inputnya. Heat input yang didapatkan oleh praktikan sebesar 6138.82 Joule dan heat input yang didapatkan oleh teknisi sebesar 8449.35 Joule. Berdasarkan teori benar bahwa semakin lambar pengelasan maka dapat memperdalam penetrasi logam las, memperlebar manik las, dan memperlebar daerah HAZ (Heat Affected Zone). Dapat terlihat dari gambar dibawah ini bahwa penetrasi logam las lebih dangkal dan manik las lebih sempit pada spesimen las yang dilakukan oleh praktikan karena kecepatannya yang cenderung cepat. Sebaliknya terlihat dar gambar bahwa penetrasi logam las lebih dalam dan manik las lebih lebar pada spesimen las yang dilakukan oleh teknisi karena kecepatannya cenderung lambat



Hasil Uji Tarik Spesimen (Praktikan)



Hasil Uji Tarik Spesimen (Teknisi)



18



Pada pengujian tarik spesimen hasil pengelasan didapatkan tegangan ultimate sebesar 181.85 MPa pada spesimen las praktikan dan sebesar 161.55 MPa pada spesimen las teknisi. Walaupun penetrasi logam las teknisi lebih baik daripada penetrasi logam las yang dilakukan praktikan, tegangan ultimate spesimen las teknisi lebih rendah daripada tegangan ultimate spesimen las praktikan . Hal tersebut dapat disebabkan oleh laju pendinginan yang cepat pada daerah lasan yang dapat menyebabkan terbentuknya fasa yang keras dan getas. Dari gambar dibawah ini dapat terlihat bahwa spesimen las praktikan patah ulet dan spesimen las teknisi patah getas. Patah ulet ditandai dengan permukaan kasar, lebih gelap dan tidak dapat memantulkan cahaya. Sedangkan patah ulet ditandai dengan permukaannya yang rata, lebih mengkilap, dan dapat memantulkan cahaya (serabut-serabut).



Bentuk Patahan Spesimen (Praktikan)



Bentuk Patahan Spesimen (Teknisi)



Dalam praktikum ini tidak dilakukan pengujian kekerasan spesimen hasil pengelasan. Namun berdasarkan teori dapat diketahui bahwa nilai kekerasan tertinggi ada pada logam cair (filler metal) diikuti dengan logam induk (base metal) dan nilai kekerasan terendah ada pada daerah HAZ (Heat Affected Zone).



19



BAB VI KESIMPULAN & SARAN



6.1.Kesimpulan



1. Nilai heat input yang didapatkan dari praktikum adalah a. Praktikan : HI (Heat Input) = 6138.82 𝐽 b. Teknisi



: HI (Heat Input) = 8449.35 J



2. Nilai tegangan ultimate hasil pengujian tarik adalah a. Praktikan : 𝜎𝑢𝑡𝑠 = 181.85 𝑀𝑃𝑎 b. Teknisi



: 𝜎𝑢𝑡𝑠 = 161.55 𝑀𝑃𝑎



6.2.Saran



Sebaiknya dilakukan pengujian keras dan analisis struktur mikro dengan metode metalografi agar kita dapat mengetahui daerah- daerah lasan.



20



DAFTAR PUSTAKA 1. Sonawan, Hery & Suratman, Rochim. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam . 2003 . Bandung : Alfabeta 2. Wiryosumarto,Harsono & Okamura,Toshie. Teknik Pengelasan Logam Cetakan Kedelapan.1985. Jakarta : Pradnya Paramita 3. https://shintaleon.wordpress.com/2013/12/09/fabrikasi-dan-sambunganlas-perancangan-alat-dan-proses/



LAMPIRAN



Pertanyaan Setelah Praktikum 1. Apa penyebab hasil lasan dapat retak ? Jelaskan alasannya dan bagaimana memperbaikinya? 2. Proses pengelasan sering mengakibatkan munculnya tegangan sisa pada benda kerja yang dilas, apa yang dimaksud dengan tegangan sisa, bagaimana mekanisme terjadinya, dan bagaimana cara mencegahnya? 3. Heat input pada pengelasan busur (arc welding) dinyatakan sebagai Q= VIt, jelaskan perbedaan pembangkitan panas pada arc welding dan resistance welding 4. Pengujian-pengujian apa saja yang bisa dilakukan untuk mengetahui kualitas hasil lasan? 5. Apa yang dimaksud dengan retak dingin dan apa yang menyebabkan retak dingin? Tugas Setelah Praktikum 1. Susunlah suatu metoda untuk memperkirakan lebar daerah HAZ pada pengelasan baja karbon medium 2. Dari hasil pengujian kekerasan pada daerah lasan, HAZ, dan logam induk, buatlah kurvanya dan tarik kesimpulan yang bisa didapat dari kurva tersebut.



21



Jawab : Pertanyaan Setelah Praktikum 1. -Laju pendinginan daerah lasan yang cepat menghasilkan fasa yang keras dan getas, seperti Bainite dan Martensite. -Difusi hydrogen di daerah las yang menyebabkan porositas dan menimbulkan crack -Tegangan sisa menyebabkan kekerasan logam meningkat dan mudah tibulnya crack Pencegahan : -Memilih elektroda, fluks, gas pelindung, dan logam pengisi yang tepat -Membersihkan permukaan logam induk dan logam pengisi sebelum pengelasan -Memberi perlakuan panas sebelum dan setelah pengelasan (preheating & postheating) -Memilih metode yang tepat dalam mengelas material tertentu 2. Selama pengelasan, daerah dibawah logam akan mengalami pemuaian, sedangkan daerah dibawahnya akan mencoba menahannya. Bagian yang mengalami pemuaian akan mengalami tegangan tekan, sementara bagian yang dibawahnya akan mengalami tegangan Tarik. Saat pendinginan/ pembekuan, yang terjadi sebaliknya. Daerah dibawah logam las akan mengalami tegangan Tarik dan yang dibawahnya mengalami tegangan tekan. Fenomena ini disebut dengan shrinkage. Cara mencegahnya adalah dengan memilih teknik pengelasan yang tepat sesuai dengan materialnya. Tegangan ini dapat dikurangi atau dihilangkan dengan post weld heat treatment yang dilakukan setelah pengelasan



3. Panas pada arc welding dihasilkan dari pemberian arus dan voltase yang tepat untuk mencairkan elektroda, dan yang membedakannya dengan resistance welding adalah pada resistance welding dilakukan perrancangan sedemikian rupa untuk menghasilkan tahanan terbesar muncul di daerah yang disambung



22



4. – Pengujian merusak (Destructive) *Pengujian mekanik (uji Tarik, uji keras, uji bending) *Metalografi *Analisis kimia -Pengujian tidak merusak (Non-Destructive Test) *Visual test *Ultrasonic test *Radiografi *Magnetic particle test *Liquid penetrant test 5. Retak dingin merupakan retak yang terjadi pada temperature rendah yakni dibawah temperature martensit start (Ms) yang besarnya kira-kira 150°C Penyebab retak dingin : --laju pendinginan yang cepat pada daerah lasan dapat menyebabkan munculnya fasa yang keras dan getas sehingga memunculka fissure - Difusi hydrogen dalam jumlah banyak menyebabkan adanya porositas pada daerah lasan sehingga dapat terjadi retak dengan mudah -Adanya tegangan sisa menyebabkan daerah lasan mudah retak Tugas Setelah Praktikum 1. Untuk mengetahui lebar daerah HAZ, dapat dilakukan dengan metode metalografi di sepanjang benda kerja dimana akan didapatkan perbedaan ukuran diameter antara butir base metal dan butir pada daerah HAZ. Sehingga akan didapatkan lebar daerah HAZ 2. Pada praktikum kali ini kelompok kita tidak melakukan pengujian keras, tetapi berdasarkan teori dapat diketahui bahwa nilai kekerasan tertinggi ada pada logam cair (filler metal) diikuti dengan logam induk (base metal) dan nilai kekerasan terendah ada pada daerah HAZ (Heat Affected Zone)



23



RANGKUMAN



Pengelasan adalah proses penyambungan dua atau lebih logam dengan menggunakan panas dana atau tanpa tekanan. Syarat : kadar karbon logam induk rendah, sifat/properties filler metal menyerupai logam induknya, filler metal harus lebih kuat dari logam induknya. Weldability adalah kemampuan material logam untuk dilas sesuai dengan kriteria tertentu, misal: tidak memiliki crack. Proses SMAW



Pada pengelasan ini logam induk mengelami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang dipakai berupa kawat yang dibungkus oleh pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama-sama dengan logam induk yang menjadi bagian kampuh las. Dengan adanya pencairan tersebut maka kampuh las akan terisi oleh logam cair yang berasal dari elektroda dan logam induk. Selain mencairkan kawat las yang nantinya membeku menjadi logam las, busur listrik juga ikut mencairkan fluks. Karena massa jenisnya lebih kecil dari logam las maka fluks tersebut berada diatas logam las pada saat cair. Kemudian setelah membeku fluks cair tersebut menjadi terak yang menutupi logam las. Dengan demikian, fluks cair akan melindungi kubangan las selama mencair dan terak melindungi logam las selama pembekuan. Struktur mikro daerah lasan



24



Parameter pengelasan a. Arus listrik : semakin besar arus listrik, heat input semakin besar sehingga penetrasi semakin dalam. Biasanya arus listrik dipengaruhi oleh bahan, geometri, posisi b. Tegangan listrik: tegangan pengelasan berbanding lurus dengan tinggi busur( tinggi busur yang dimaksud disini adalah jarak antara ujung elektroda dan permukaan logam induk yang dilas). Jika pada saat pengelasan terjadi kenaikan tinggi busur maka pada saat itu juga tegangan las merangkak naik dan arus las turun. Kenaikan tegangan akan terus berlanjut jika tinggi busur makin besar dan ada akhirnya mungkin saja busur listrik tidak lagi ada atau mati. Walaupun terdapat korelasi antara arus dan tegangan, tetapi tegangan las ini tidak berpengaruh secara langsung pada penetrasi logam las. c. Kecepatan pengelasan : semakin lambat kecepatan pengelasan, penetrasi semakin dalam d. Kecepatan pendinginan : semakin cepat kecepatan pendingina, daerah pengelasan semakin getas e. Polaritas : pengelasan dengan polaritas balik menghasilkan penetrasi yang dangkal dan manik las yang lebar, sedangkan pengelasan dengan polaritas lurus menghasilkan penetrasi yang lebih dalam dan manik las lebih sempit. f. Sifat thermal material : semakin tinggi konduktivitas termal logam induk, semakin cepat logam induk akan mencair dan berpengaruh ke kecepatan pendinginan Cacat- cacat yang terjadi pada pengelasan antara lain : porositas,inklusi, distorsi, spatter, undercut,underfill, overlapping, distorsi, crack (retak panas & retak dingin)



25