15 0 1 MB
LAPORAN KASUS
Oleh Ardi Perkasa 122011101011
Pembimbing dr. Sugeng Budi Rahardjo, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI JEMBER 2017
0
LAPORAN KASUS disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember
Oleh Ardi Perkasa 122011101011
Pembimbing dr. Sugeng Budi Rahardjo, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM RSD dr. SOEBANDI JEMBER 2017
1
BAB 1 PENDAHULUAN
Salah satu masalah utama kesehatan di dunia adalah kanker. Diagnosis kanker yang paling sering ditemukan di masyarakat antara lain ialah kanker paru, payudara dan kolorektal, sedangkan kanker yang paling sering menimbulkan kematian ialah kanker paru, gaster, dan hati (Jemal et al., 2011). Insidensi kanker hati atau karsinoma hepatoselular (HCC) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di Indonesia, khususnya Jakarta, HCC paling banyak ditemukan pada pasien berusia 50 hingga 60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki, dimana perbandingan rasio kejadian HCC pria : wanita ialah 4 : 1 (Jones & Baylin, 2011). Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati. Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C.Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Asites adalah komplikasi sirosis yang paling sering yang menunjukkan adanya tahap dekompensasi tahap.
2
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Penderita Nama
: Tn. KS
Umur
: 47 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Mangli, Jember
Status
: Menikah
Pendidikan Terakhir
: SD
Suku
: Madura
Agama
: Islam
Status Pelayanan
: BPJS PBI
No. RM
: 106298
Tanggal MRS
: 30 Agustus 2017
Tanggal Px
: 6 September 2017
Tanggal KRS
: 7 September 2017
2.2 Anamnesis Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan istri pasien pada tanggal 6 September 2017 di Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember.
2.2.1
Keluhan Utama Nyeri perut
2.2.2
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut dan perut yang makin membesar. Pasien merasakan nyeri perut sejak 3 bulan yang lalu yang memberat sejak 2 minggu yang lalu Pasien menyatakan bahwa pada awalnya perutnya tidak besar, namun ketika ditekan terasa keras dan nyeri.
3
Nyeri terasa di seluruh perut dan memberat jika ditekan. Pasien sering merasa tidak bisa makan karena mual serta rasanya seperti sudah penuh walaupun baru makan beberapa sendok, pasien mengatakan tidak mampu lagi bekerja karena sering sakit perut yang pada akhirnya memberat dalam 2 minggu terakhir ditambah perutnya yang membesar sehingga akhirnya datang ke IGD. Istri pasien juga menyatakan pasien terlihat kuning sejak 1 bulan yang lalu. Kedua kaki pasien juga bengkak sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien sedikit demam ketika datang. Pasien dapat BAK dan BAB dengan baik. Pasien mengaku fesesnya agak cair, warna coklat kekuningan pada saat awal datang serta kencingnya keruh warna kuning.
2.2.3
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah memiliki riwayat kuning, perut membesar sebelumnya
2.2.4
Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
2.2.5
Riwayat Pengobatan Pernah tidak pernah dibawa berobat ke tenaga kesehatan
2.2.6
Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi Pasien adalah kepala keluarga dari seorang istri dan 2 orang anak. 1 anaknya sudah bekerja dan anak bungsunya saat ini duduk di kelas 2 SMK. Pasien tinggal dengan istri dan anaknya. Dari riwayat lingkungan, pasien tinggal di sebuah rumah berdinding tembok dan berlantai tanah yang terdiri dari 2 kamar tidur dengan ventilasi kurang, 1 kamar mandi dan dapur. Pasien tidur di kasur ranjang. Sumber air berasal dari sumur. Pasien bekerja sebagai sopir bis dengan penghasilan perbulan tidak menentu. Istri pasien sebagai ibu rumah tangga. Kesan : Riwayat sosial lingkungan ekonomi bawah.
4
2.2.7
Riwayat Sanitasi Lingkungan Pasien dan keluarga menggunakan air sumur untuk kebutuhan mandi dan mencuci dan sebagai sumber air untuk dikonsumsi. Air minum sehari-hari yang berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih sebelum dikonsumsi. Untuk kebutuhan kakus, pasien dan keluarga menggunakan kamar mandi sendiri. Kamar mandi menggunakan jamban cemplung yang terletak di bagian belakang rumah dengan lantai tanah. Kesan : Riwayat sanitasi lingkungan kurang.
2.2.8
Riwayat Gizi Sehari pasien makan 2-3 kali. Rata-rata menu setiap harinya adalah nasi, tempe, tahu, sayur, umbi-umbian, terkadang ikan dan ayam namun karena nyeri perutnya, pasien tidak bernafsu makan sejak 1 bulan yang lalu. BB
:60kg
TB
:160 cm
BMI = Berat Badan (kg) Tinggi Badan(m)2
= 60 (1,6)2
BMI = 23,44 (baik) Kesan : Riwayat gizi baik
2.2.9
Anamnesis Sistem - Sistem serebrospinal
: penurunan kesadaran (-), demam (+), kejang (-),nyeri kepala (-), pusing (+)
- Sistem kardiovaskular
: palpitasi (-), nyeri dada (-)
- Sistem pernapasan
: sesak (-), batuk (-), pilek (-)
- Sistem gastrointestinal
: mual (+), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+), nyeri perut (+) perut membesar (+)
- Sistem urogenital
: BAK (+) keruh, warna kuning.
5
- Sistem integumentum
: turgor kulit normal, sianosis (-), ikterik (+ ), ruam (-)
- Sistem muskuloskeletal
: kelemahan pada kedua kaki kanan dan kiri (-), edema (-), atrofi (+), deformitas (-)
Kesan : terdapat gangguan sistem gastrointestinal
2.3 Pemeriksaan Fisik 2.3.1
Pemeriksaan Umum Keadaan Umum
:Lemah
Kesadaran
:Composmentis, GCS 4-5-6
Vital Sign
: TD
: 120/90 mmHg
Nadi : 72x/menit RR
: 18x/menit
Suhu : 36,0oC Pernapasan
: sesak (-), batuk (-), pilek (-),
Kulit
: turgor kulit normal, sianosis (-), ikterik (+), nyeri perut (+), perut distended (+)
Kelenjar limfe
: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Otot
: edema (-), atrofi (+)
Tulang
: deformitas (-)
Status gizi
: BB
: 60 kg
TB
: 160cm
BMI
: 23, 44
Kesan :Terdapat tanda gangguan sistem gastrointestinal
2.3.2
Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Kepala - Bentuk
: simetris
- Rambut
: hitam, lurus
- Mata
: konjungtiva anemis : -/sklera ikterus
: +/+
6
edema palpebra
: -/-
refleks cahaya
: +/+
- Hidung
: sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga
: sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
- Mulut
: sianosis (-), bau (-), plak berwana putih di lidah (-)
b. Leher - KGB
: tidak ada pembesaran
- Tiroid
: tidak membesar
- JVP
: tidak meningkat
c. Thorax 1. Cor
:
- Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
- Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
- Perkusi
: redup di ICS IV PSL D s/d ICS V MCL S
- Auskultasi
: S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
2. Pulmo: Ventral
Dorsal
Inspeksi:
Inspeksi:
Bentuk thoraks normal
Bentuk thoraks normal
Simetris
Simetris
Retraksi -/-
Retraksi -/-
Ketinggalan gerak -/-
Ketinggalan gerak -/-
Deviasi trakea -
7
P: Palpasi:
Palpasi:
Letak trakea dan iktus kordis normal
Nyeri tekan –
Ruang antar iga dalam batas normal
Ruang antar iga dalam
Nyeri tekan –
batas normal
Ekspansi dada
Ekspansi dada
N N
N N
N N
N N
N N
N N Fremitus raba
Fremitus raba N N
N N
N N
N N
N N
N N
Perkusi :
Perkusi :
S S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
8
S S
Ventral
Dorsal
Auskultasi :
Auskultasi :
Suara nafas dasar:
Suara nafas dasar: ves ves
ves
ves
ves ves
ves
ves
ves ves
ves
ves
Suara nafas tambahan:
Suara nafas tambahan:
Rhonki
Rhonki
- -
- -
- -
- -
- -
- -
Wheezing
Wheezing
- -
- -
- -
- -
- -
- -
d. Abdomen - Inspeksi
: flat, distended
- Auskultasi : bising usus (+)normal - Palpasi
: soepel, hepar palpasi keras, nyeri tekan (+), nyeri ketok ginjal
(-), lien dbn - Perkusi
: batas hepar melebar, shifting dullness (+), undulasi (+)
e. Ekstremitas - Superior
: akral hangat +/+, edema-/-,
- Inferior
: akral hangat +/+, edema -/-
9
2.4
Pemeriksaan Penunjang
a. 30 Agustus 2017 (H1MRS) 1. Pemeriksaan laboratoriun Jenis Pemeriksaan
Normal
Satuan
13.7 19.3
13.5-17.5 4.5-11.0
gr/dL 109/L
Hematokrit Trombosit
39.8 240
45-53 150-450
% 109/L
FAAL HATI SGOT SGPT Albumin
230 160 3.2
10-35 9-43 3.4-4.8
U/L(37oC) U/L(37oC) gr/dL
FAAL GINJAL Kreatinin Serum BUN Urea
2.2 37 80
0,6-1,3 6-20 12-43
mg/dL mg/dL mg/dL
ELEKTROLIT Na K Cl
126.7 5.12 100.2
135-155 3,5-5,0 90-110
mmol/L mmol/L mmol/L
HEMATOLOGI HEMATOLOGI LENGKAP (DL) Hemoglobin Leukosit
Hasil Pemeriksaan
Kesan : Leukositosis, Hipoalbumin, peningkatan LFT, Peningkatan RFT dan hiponatremia
10
b. Lab : 1 September 2017 1. Serologi Imunologi Hbs Ag kualitatif (-) Anti HCV kualitatif (-) c. Lab: 4 September 2017 1. USG Abdomen
Interpretasi: Hepar membesar bernodul dan segmen Cairan di cavum douglas Kesan: Hepatoma dan asites
11
d. Lab: 5 September 2017 1. Pemeriksaan Laboratorium Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI HEMATOLOGI LENGKAP (DL) Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit
Hasil Pemeriksaan
Normal
Satuan
12.5 23.7
13.5-17.5 4.5-11.0
gr/dL 109/L
35.5 162
45-53 150-450
% 109/L
3.4-4.8
gr/dL
135-155 3,5-5,0 90-110 2.15-2.57 0.73-1.06 0.85-1.60
mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L
FAAL HATI Albumin
2.9
ELEKTROLIT Na K Cl Ca Mg Fos
127.4 5.7 97.8 2.32 1.24 2.41
2.5 Resume Anamnesis: Pasien datang ke IGD pada 30 Agustus 2017 dengan keluhan nyeri perut dan perut yang makin membesar. Pasien merasakan nyeri perut sejak 3 bulan yang lalu yang memberat dua minggu terakhir. Nyeri terasa di seluruh perut dan memberat jika ditekan. Pasien mual dan perut terasa penuh. Pasien terlihat kuning sejak 1 bulan yang lalu. Kaki pasien juga mengalami pembengkakan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien sedikit demam ketika datang. Pasien mengaku fesesnya agak cair, warna coklat kekuningan pada saat awal datang serta kencingnya keruh warna kuning.
12
Pemeriksaan Fisik: Pada pemeriksaan fisik umum, didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, nyeri perut dan perut distended dan adanya tanda-tanda gangguan gastrointestinal. Pemeriksaan fisik khusus menunjukkan adanya kelainan abdomen, yaitu: asites dengan tes undulasi dan shifting dullness positif, pada perabaan hepar terasa keras, dan pada palpasi terdapat nyeri tekan. Pasien juga ditemukan ikterus pada sklera dan jaundice pada kulit. Pemeriksaan Penunjang: Darah Lengkap
: leukositosis
Faal Hati
: Peningkatan LFT, Hipoalbumin
Serum Elektrolit
: Hiponatremi, Hiperkalemi
Thorax Foto
: Cor dan Pulmo dalam batas normal
BOF
: Asites
USG Abdomen
: Suspect hepatoma multinoduler dengan asites
2.6 Diagnosis Hepatoma multinoduler + Acites
2.7Diagnosis Banding Sirosis hepatis
2.8.Planning 2.8.2 Planning Monitoring
Vital Sign
Foto toraks PA dan lateral
Pemeriksaan darah lengkap
2.8.3 Planinng Terapi
O2 nasal 3 lpm
Inf. PZ 7 tpm 13
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Omepraazole 2x1
Inj. Antrain 3x1
Lasix Pump 5 amp kecepatan 10 cc/jam
P.o Spironolactone 100 mg 1-0-0
2.8.4 Planning Edukasi
Istirahat yang cukup
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga (penyebab,
perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta
usaha pencegahan komplikasi)
Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung perbaikan kondisi pasien
2.9. Prognosis Quo ad vitam
: Dubia ad malam
Quo ad sanationam
: Dubia ad malam
Quo ad functionam
: Dubia ad malam
2.10 Follow up
S
O
Rabu, 6 September 2017
Jumat, 8 September 2017
KU: Pasien nyeri perut dan perut
KU: Nyeri perut masih ada namun
membesar
berkurang dan perut tidak terlalu besar
KU: Lemah
KU: Cukup
Kes: compos mentis
Kes: compos mentis
TD: 120/90mmHg
TD: 100/60mmHg
N: 72x/mnt
N: 100x/mnt
RR: 18x/mnt
RR: 20x/mnt
Tax: 36,0oC
Tax: 36,5oC
K/L:a/i/c/d:-/+/-/-
K/L:a/i/c/d:-/+/-/-
Thorax: c/dbn
Thorax: c/dbn
14
p/ I : simetri +/+, retraksi -/-
p/ I : simetri +/+, retraksi -/-
P: fr raba melemah -/-
P: fr raba melemah -/-
P : sonor/sonor
P : sonor/sonor
A : ves +/+ , rh -/- wh -/-
A : ves +/+ , rh -/+, wh -/-
Abd: cembung, BU (+) normal, undulasi
Abd: cembung, BU (+) normal, undulasi
(+),shifting dullness (+), distended
(+),shifting dullness (+), distended
Ext: AH di keempat akral, edema -/-
menurun Ext: AH di keempat akral, edema -/-
A
P
Hepatoma multinoduler + Acites
Hepatoma multinoduler + Acites
O2 nasal 3 lpm
O2 nasal 3 lpm
Inf. PZ 7 tpm
Inf. PZ 7 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Ceftriaxone 2x1
Inj. Omepraazole 2x1
Inj. Omepraazole 2x1
Inj. Antrain 3x1
Inj. Antrain 3x1
Lasix Pump 5 amp kecepatan 10
Lasix Pump 5 amp kecepatan 10
cc/jam
cc/jam
P.o Spironolactone 100 mg 1-0-0
P.o Spironolactone 100 mg 1-00
15
KRS
BAB 3 PEMBAHASAN Textbook
Pasien
Hepatoma Cell Carcinoma Anamnesis
Cachexia
+
Nyeri perut
+
Kelemahan
+
Abdominall fullnes
+
Asites
+
Ikterus
+
Mual
+
Pemeriksaan fisik
Hepatomegali
Bruit
Splenomegali
Dilatasi vena abdomen
Eritema palmar
Edema perifer
Ginekomasti
+ _ + + + _ _
USG
Lesi fokal
+
Asites Anamnesis
Sesak
Abdominall fullnes
+
Nyeri perut
+
+
Pemeriksaan fisik
16
+
Shifting dullness
Pemeriksaan penunjang
BOF (kesuraman organ abdomen)
+
3.1 Hepatoma 3.1.1 Definisi HCC
(Hepatocellular
Cell
Carcinoma/
Karsinoma
Hepatoselular)
merupakan keganasan pada hati yang berasal dari sel hepatosit. Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah tumor primer yang paling umum pada hepar dan salah satu kanker paling umum di seluruh dunia. HCC merupakan keganasan hepatoseluler asal primer. (2) Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau karsinoma (carcinoma) (Jones & Baylin, 2011).
3.1.2 Prevalensi Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu keganasan yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1 juta kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama dengan tingkat kematian. (1) Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi pada lakilaki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1 (Runyon, 2012).
3.1.3 Etiologi Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
17
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma (Jones & Baylin, 2011). 1.Virus hepatitis Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan sirosis hati. 2. Aflatoksin Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. 3.Pencemaran air minum Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area insiden tinggi hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di propinsi Jiangshu, Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong dll. menunjukkan peminum air saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepa¬toma secara jelas lebih tinggi dari peminum air sumur dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam, mortalitas hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen utama (Jones & Baylin, 2011).
18
3.1.4 Patofisiologi Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Transformasi maligna hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan turnover sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen selular, inaktivasi gen supresor tumor, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan maupun angiogenik. Hepatitis virus kronis, alkohol dan penyakit metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1 berpotensi menginflamasi sel hati kemudian berkembang menjadi sirosis hati yang pada akhirnya bertransformasi menjadi HCC (Jones & Baylin, 2011).
19
3.1.5 Diagnosis Timbulnya HCC sering tidak terduga sampai terjadi penurunan kondisi pada pasien sirosis yang sebelumnya stabil. (4) Gejala klinis HCC antara lain cachexia, nyeri perut, penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness, asites, penyakit kuning, dan mual seringkali menyebabkan kesalahan diagnosis. Perut bengkak dan perdarahan intra abdomen menunjukkan adanya trombosis vena porta akibat tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik. Asites disebabkan oleh penyakit hati kronis yang mendasarinya atau dikarenakan tumor berkembang dengan pesat. Nekrosis atau perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan kematian. Pada negara yang memiliki program surveilans aktif, HCC cenderung diidentifikasi sedini mungkin. Ikterus dapat terjadi karena gangguan pada saluran intrahepatik oleh penyakit hati yang mendasarinya,
sedangkan
hematemesis
disebabkan
oleh
adanya
varises
oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada 3-12% pasien, namun pada beberapa pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala yang berarti (Jones & Baylin, 2011). 1. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembesaran hati (hepatomegali) dengan massa yang dapat di palpasi. Studi epidemiologi di Afrika menunjukkan presentasi khas pada pasien muda berupa massa yang berkembang pesat intra abdomen.Hepatomegali adalah tanda dari pemeriksaan fisik yang paling umum, terjadi pada 50-90% pasien. Bruit ditemukan pada 6-25% pasien sedangkan asites terjadi pada 30-60% pasien Bruit pada tumor atau friction rub dapat terdengar melalui auskultasi ketika prosesnya telah meluas ke permukaan hati. Splenomegali disebabkan karena hipertensi portal. Weight loss dan penurunan massa otot disebabkan oleh tumor yang tumbuh dengan cepat. Demam ditemukan pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat ditemukan, seperti ikteruss, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis, dan edema perifer (Jones & Baylin, 2011).
20
HCC yang kecil dapat dideteksi lebih awal dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95% dan melalui tumor marker alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%. (9) Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu : 1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri. 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC. 4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC. Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.
2. Pemeriksaan penunjang a. Penanda Tumor Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% 70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien HCC, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K, hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan PIVKA-2 (Jones & Baylin, 2011).
21
b. Gambaran Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik
kelainan
vaskular
berupa
hipervaskularisasi
massa
tumor
(neovaskularisasi) dan trombosis oleh invasi tumor. (1) Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur echo jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal maupun kelainan parenkim difus. (7) Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal (Jones & Baylin, 2011).
3.1.6 Tatalaksana Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif, terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi efektif menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai terapi pertama. Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum dapat mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi hepatoma memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel sesuai kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan, agar semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan tumor, tapi juga semaksimal mungkin mempertahankan fisik, memperpanjang survival. Terapi berulang. Terapi satu kali terhadap hepatoma sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi ulangan sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali, reseksi ulangan pada rekurensi pasca operasi dll (Herzog & Vincent, 2011). Terapi HCC berpusat pada eliminasi jaringan kanker dan pencegahan pertumbuhan sel kanker melalui pembedahan maupun kemoterapi. Aplikasi terapi
22
HCC bergantung pada stadiumnya. Pada stadium satu hingga stadium dua, dilakukan operasi pengangkatan massa, ablasi lokal, dan transplantasi hati sedangkan pada stadium tiga hingga empat, terapi yang diberikan ialah kemoterapi regional maupun sistemik serta terapi paliatif (Jones & Baylin, 2008; Lu et al., 2008).
3.1.7Prognosis Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma di RS Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma