Leadership BAB I, II Dan III [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I.1.



Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting baik bagi individu sebagai



pribadi maupun organisasi. Definisi Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Jika ditelusuri lebih lanjut, pentingnya pemimpin dan kepemimpinan dalam suatu organisasi jika terjadi konflik atau perselisihan antara orang-orang dalam kelompok tersebut, maka organisasi mencari alternatif pemecahannya supaya terjamin keteraturan dan dapat ditaati bersama, dengan demikian terbentuklah aturan-aturan, norma-norma atau kebijakan untuk ditaati agar konflik tidak terulang lagi. Ketika itulah orang-orang mulai mengidentifikasikan dirinya pada kelompok, dalam hal ini peranan pimpinan sangat dibutuhkan. Karakter Hoegeng Iman Santoso dapat ditelusuri melalui biografi. Biografi Hoegeng hingga saat ini sudah terbit dalam empat buku. Empat biografi tersebut yaitu Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993), Hoegeng: Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia(2014), Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan (2014), dan Biografi Halaman Terakhir (2015). Keempat biografi Hoegeng secara umum menceritakan kehidupannya saat menjabat menjadi menteri dan Kapolri. Karakter kepemimpinan yang tegas dan jujur sangat kental dalam biografi Hoegeng. Selain memaparkan gaya kepemimpinan, biografi Hoegeng juga menceritakan kehidupan sehari-hari dalam keluarga, rekan kerja, anak buahnya, juga dengan teman-temannya.



Berdasarkan hal tersebut diatas, kelompok kami sebagai kelompok A, tertarik untuk menganalisis kepemimpinan beliau, serta practice leadership yang beliau terapkan baik dalam dunia pekerjaan maupun dalam kehidupan sehari – hari beliau. Hoegeng Iman Santoso, seorang Kapolri yang pada masa kepemimpinan Soekarno, juga memiliki karakter yang baik yang bisa dijadikan idola dan teladan. Karakter yang dapat diidolakan dalam diri Hoegeng seperti berperilaku jujur, cerdas dari segi mental dan intelektual, dermawan, sifat kepemimpinan yang tegas, sopan santun dan bersahaja, bijaksana dalam mengambil keputusan, kehidupan bermasyarakat yang baik, sangat menyayangi keluarga, pemimpin yang displin, tidak pernah mau disogok, dan rendah hati. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah Pengembangan Kepemimpinan Pasca Sarjana PPM MME Angkatan 65A.



I.2



Metodologi



Pendekatan penulisan yang digunakan dalam membahas masalah dan tujuan penulisan ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penulisan ini menggunakan kata-kata untuk menjabarkan suatu permasalahan. Sehubungan dengan pendekatan ini, tim penyusun tidak bebas nilai sehingga dapat dipengaruhi oleh berbagai nilai dan pemahaman subjektif dari penulis. Jenis penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulisan deskriptif. Sumber dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi kepustakaan yang merupakan data sekunder dimana penulis tidak memperoleh data langsung dari narasumber . Studi ini termasuk jenis studi literatur dengan mencari referensi teori yang relevan dengan karakter studi yang ditemukan. Referensi teori yang diperoleh dengan jalan studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama. Studi literatur adalah cara yang dipakai untuk menghimpun data-data atau sumber-sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat dalam suatu penelitian. Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber, jurnal, buku dokumentasi, internet dan pustaka.



BAB II PROFIL TOKOH



II.1. Kehidupan Masa Kecil Hoegeng Iman Santoso berasal dari keluarga baik-baik, suatu keluarga yang terhormat. Ayahnya dapat dikatakan orang Tegal, sedangkan Ibu orang Pemalang. Dia sendiri lahir tanggal 14 Oktober 1921 di Kota Pekalongan, kota kecil di pesisir utara Jawa Tengah, kurang lebih 100 kilometer di sebelah barat kota Semarang. Nama pemberian ayahnya adalah Iman Santoso. Waktu kecil dia sering dipanggil bugel (gemuk), lama kelamaan menjadi bugeng, dan akhirnya berubah jadi hugeng. Setelah dewasa bahkan sampai tua, dia tetap kurus. Ayahnya Sukario Hatmodjo pernah menjadi kepala kejaksaan di Pekalongan; bertiga dengan Ating Natadikusumah (kepala polisi) dan Soeprapto (ketua pengadilan), mereka menjadi trio penegak hukum yang jujur dan profesional. Ketiga orang inilah yang memberikan andil bagi penumbuhan sikap menghormati hukum bagi Hoegeng kecil. Bahkan karena kekaguman kepada Pak Ating-- yang gagah, suka menolong orang, dan banyak teman, Hoegeng pun bercitacita menjadi polisi. Setelah lulus PTIK tahun 1952, Hoegeng ditempatkan di Jawa Timur. Sebagai anak dari keluarga berada Hoegeng sama sekali tidak menunjukkan kesombongan, bahkan ia banyak bergaul dengan anak anak dari lingkungan biasa. Masa Kecil Hoegeng diwarnai dengan kehidupan yang sederhana karena ayah Hoegeng tidak memiliki rumah dan tanah pribadi, karena itu ia seringkali berpindah – pindah rumah kontrakan. Hoegeng kecil juga dididik dalam keluarga yang menekankan kedisiplinan dalam segala hal. Hoegeng mengenyam pendidikan dasarnya pada usia enam tahun pada tahun 1927 di Hollandsh Indland School (HIS). Tamat dari HIS tahun 1934 memasuki Meer Uitgebreid Lager Onderweijs (MULO), pendidikan menengah setingkat SMP di Pekalongan, kemudian melanjutkan pendidikan ke Algemeene Middlebare School (AMS), pendidikan setingkat SMA di Yogyakarta, pada saat di AMS bakatnya dalam bidang bahasa sangat menonjol . Beliau juga dikenal sebagai pribadi yang suka bicara dan bergaul dengan siapa saja tanpa sungkan-sungkan dengan tidak memperdulikan ras atau bangsa apa.



II.2.



Kehidupan Kuliah Setelah lulus dari AMS Hoegeng kemudian melanjutkan studinya ke RHS



(Recht Hoge School) di usianya yang ke 19, Hoegeng masuk ke RHS dengan maksud untuk dapat melanjutkan sekolah di sekolah Komisaris Polisi di Sukabumi, ini merupakan cita-citanya sejak kecil. Gedung RHS adalah gedung disamping museum Gedung Gajah, yang kini dipakai Departemen Hankam di jalan Merdeka Barat, disana dia mempelajari Ilmu Ekonomi, Ilmu Hukum, Hukum Pemerintahan, Bahasa Jawa, Hukum Adat, dan juga Tenteerder. Selama kuliah di RHS Hoegeng juga bergabung dengan perkumpulan Mahasiswa Indonesia USI. Namun sayangnya Hoegeng tidak begitu lama kuliah di RHS sebab masuknya Jepang ke Indonesia yang kemudian RHS ditutup.



II.3.



Perjalanan Karir & Pertemuan dengan Istri Tutupnya RHS di Batavia lalu Hoegeng menganggur di Pekalongan pada masa



penjajahan Jepang. Ia mengisi kegiatan sehari-harinya dengan berdagang keliling kecil-kecilan, ia menjual telur, buku-buku pelajaran bahasa Jepang kemana-mana dengan menaiki sepeda. Kemudian setelah itu ada buka lowongan buat pemuda pemudi Indonesia memasuki suatu kursus Polisi, minimal tamatan MULO di kantor Polisi keresidenan Pekalongan guna menggantikan 11 orang inspektur Polisi orang Belanda dan Indo yang sudah berada dalam tahanan Jepang. Namun setelah lulus test masuk Hoegeng dan 10 orang rekannya yang lain tidak menyandang pangkat Inspektur (Keibu dalam bahasa jepang) tetapi hanya diberi pangkat Hoofd Agent Polisi yang setara dengan bintara. Kursus dan latihan Polisi di Pekalongan dipimpin oleh orang Indonesia yaitu Pak Soemarto yang saat itu merupakan orang yang pangkatnya tertinggi di Pekalongan yakni Komisaris Polisi Kelas I, lokasi dari kursus Polisi itu yaitu di asrama Polisi (Tangsi) Kraton, Pekalongan. Sekolah Polisi ini didikannya seperti Militer, keras sekali disiplinnya, bersifat Spartan, dimana kegiatannya adalah latihan-latihan fisik, penggunaan senjata, baris berbaris dan latihan bela diri. Setelah lulus kursus kemudian Hoegeng ditarik Pak Soemarto bekerja di kantor Jawatan kepolisian Keresidenan Pekalongan, saat itu umurnya 21 tahun. Kemudian pemerintah pusat membuka pendidikan untuk kader tinggi kepolisian, lalu Hoegeng mengikuti test dan lulus kemudian mengikuti pendidikan kepolisian di Sukabumi.



Kebanyakan dari



guru dan instruktur di sekolah polisi Tinggi sukabumi adalah orang Jepang, sebelum



lulus para siswa sudah diberi pangkat Junsabutyo dan sudah menerima gaji yang besarnya Rp 45,-, setelah lulus dari sekolah tersebut para siswa diberi pangkat Minarai Junsabutyo, tidak sesuai dengan janji Jepang yang menjanjikan setelah lulus dari sekolah ini akan berpangkat Inspektur. Setelah tamat dari sekolah Polisi Sukabumi Hoegeng ditempatkan di Kantor Keamanan (Chiang Bu) Semarang, Chiang Bu membawahi unsur kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian saat itu membidangi tugas (a) Koto Kei Satsuka (DPKN ), (b) Keimu Ka (Umum), (c) Keizai Ka (Ekonomi). Hoegeng bekerja di Koto Kei Satsuka. Ditempat ini Hoegeng dinaikkan pangkatnya dari Minarei Junsa bucho menjadi Kei Bu Ho II atau Ajun Inspektur Polisi Kelas II. Dia bekerja saat itu dibawah pimpinan orang Jepang. Terakhir dia dipindahkan Jepang ke Bojong, di tempat ini Hoegeng bekerja dibawah R. Soekarno Djojonegoro yang menjabat sebagai Keibi Kacho (Kepala Bagian Penjagaan). Dari sini dapat diketahui bahwa karier polisinya dimulai dari bawah. Tanggal 17 Agustus 1945 Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, kejadian ini berpengaruh besar juga terhadap situasi daerah-daerha termasuk Semarang dan sekitarnya. Saat itu Hoegeng masih bekerja di Keibi Kacho, ada perintah agar seluruh aparat kepolisian berkumpul di Semarang, pada pertemuan tersebut diberikan briefing agar polisi mengambil alih pemerintahan dari orang Jepang. Selama masa revolusi kemerdekaan sudah merupakan hal yang biasa bagi pemuda-pemuda Indonesia berpindah-pindah dari kesatuan yang satu ke kesatuan yang lain, demikian juga dengan Hoegeng. Hal ini bermula ketika ia bertemu dengan M.Nazir (berpangkat Kolonel L saat itu) M.Nazir menawarkan kepadanya agar bergabung dengan Angkatan Laut, dengan alasan bahwa di Angkatan laut sedang melakukan pembenahan dan memerlukan orang-orang seperti Hoegeng, sementara jawatan Kepolisian saat itu struktur dan bidang pekerjaannya sudah definitif. Maka Nazir menawarkan Hoegeng untuk bekerja bersamanya di Angkatan Laut Yogyakarta yang saat itu baru dirintis. Suasana perjuangan kemerdekaan saat itu sedang mengalami titik puncaknya karena datangnya pasukan Sekutu ke Indonesia. Kenyataan bahwa bersama datangnya pasukan Sekutu membonceng pasukan NICA (Netherland Indisch Civil Administration) yang berusaha mengibarkan kembali bendera tiga warna (Belanda).



Akibat dari situasi Sekutu yang membonceng NICA dan berusaha untuk mengembalikan kekuasaan Belanda terhadap Indonesia ini maka timbul gejolakgejolak perlawanan dari pemuda Indonesia pada saat itu, dan yang terbesar adalah pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Hoegeng sebagai seorang pemuda saat itu juga merasa terpanggil jiwa kepahlawanannya, sehingga ia berpikir bahwa jalan yang paling tepat adalah dengan memasuki tentara, dengan demikian ia begitu saja meninggalkan jawatan kepolisian dan melapor ke M.Nazir di Yogyakarta serta bergabung dengan Angkatan Laut. Di sana Hoegeng diberi pangkat Mayor dan menjabat sebagai Komandan Angkatan Laut. Oleh M.Nazir ia diperintahkan untuk membentuk dinas Kepolisian Militer Angkatan Laut yang bernama satuan Penyelidik Militer Laut Khusus (PMLC). Pada suatu kesempatan di Yogya Hoegeng bertemu dengan mantan gurunya di sekolah Polisi Sukabumi R.S Soekanto, yang memangku jabatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (kemudian diganti Panglima Angkatan Kepolisian lalu Kapolri) yang pertama. R.S Soekanto saat itu sedang menghadiri sidang kabinet di Yogya. Dalam perbincangan mereka R.S Soekanto menyadarkan Hoegeng bahwa sebagai alumnus sekolah kepolisian seharusnya ia tetap dijajaran kepolisian, akhir kata Hoegeng kembali ke jawatan kepolisian. Pada saat berdinas di Angkatan Laut Yogyakarta Hoegeng juga bertemu dengan seorang gadis yang bernama Meryati, gadis ini juga sebenarnya berasal dari daerah yang sama dengannya yakni daerah Pekalongan. Mery bekerja sebagai penyiar di radio ALDO Yogyakarta, dimana Hoegeng juga sering berkunjung kesana karena salah seorang temannya yang bernama Iskak mempunyai urusan di radio tersebut sebagai seorang sutradara acara radio. Mery adalah anak dari dokter Soemakno yang bekerja sebagai Inspektur Kesehatan untuk daerah Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta, alhasil karena sering bertemu dan mereka memainkan sandiwara radio bersama Hoegeng jatuh cinta kepada Mery dan selanjutnya memperisterinya. Mereka akhirnya menikah pada tanggal 31 Oktober 1946 dan dikaruniai 3 orang anak yaitu (Reni Soerjanti, Aditya Soetanto dan Sri Pamujining Rahayu) Pada tanggal 20 Juli 1947 meletus Agresi Militer Belanda I, akibat situasi tersebut ada perintah dari Kepala Kepolisian di Yogya melalui Kepala Kepolisian Residen Pekalongan Soekarno Djojonegoro yang isinya kepada mahasiswa Akademi Kepolisian agar bergabung dengan kepolisian setempat. Maka demikianlah Hoegeng melapor untuk bergabung dengan kepolisian di Pekalongan. Tanggal 2 Agustus PBB



turun tangan dengan memutuskan agar Indonesia-Belanda menghentikan tembak menembak, atau “cease fire”, penyelesaian permasalahan Indonesia-Belanda saat itu lebih banyak dilakukan dengan perundingan-perundingan yang intensif yang sering diadakan antara di Jakarta dan di Yogyakarta. Saat itu Hoegeng mendapat tugas ke Jakarta untuk mencari informasi mengenai situasi di Jakarta, maka di Jakarta ia bertemu dengan Pak Soemarto, Wakil Kepala Kepolisian Negara, rupanya Soemarto adalah anggota delegasi Indonesia yang mengepalai bagian sosial, ia juga pernah menjadi atasan Hoegeng ketika bertugas di Semarang. Kemudian Hoegeng ditawari oleh Pak Soemarto untuk bekerja bersamanya di bagian sosial, Dia pun kembali ke Jakarta setelah mendapat ijin dari R.S Soekanto dan langsung bekerja di bawah pak Soemarto sejak November 1947.Ketika Akademi Kepolisian dibuka kembali maka Hoegeng meneruskan kuliahnya, Sebagai mahasiswa tugas belajar dia juga bekerja sebagai anggota dinas kepolisian yang aktif. Resume perjalanan karir beliau pada tahun1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, Georgia, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatra Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara tahun (1969), (namanya



kemudian



berubah



menjadi



Kapolri),



menggantikan



Soetjipto



Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan. Banyak hal yang terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Imam Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya struktur yang baru lebih terkesan dinamis dan komunikatif. Kedua adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Dibawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi (ICPO) semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya secretariat National Centra Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.



Selama menjabat sebagai Kapolri ada dua kasus yang menggemparkan masyarakat, Pertama kasus Sum Kuning, yaitu pemerkosaan terhadap penjual telur, Sumarijem yang diduga pelakunya anak-anak petinggi teras di Yogyakarta. Kasus lainnya adalah penyelundupan mobil-mobil mewah bernilai miliaran rupiah oleh Robby Tjah Jadi. Sungguh berkuasanya si Penjamin sampai ke Kejaksaan Jakarta Raya memutuskan kasus ini. Hoegeng tidak gentar dikasus penyelundupan mobil mewah dan membuat Robby tidak berkutik. Rumor yang santer beredar gara – gara membongkar kasus Sum Kuninglah yang menyebabkan Jendral Hoegeng di pensiunkan pada tanggal 2 Oktober 1971 dari jabatan Kapolri.. http://rickobahemar.blogspot.com/2012/12/biografi-hoegeng-imam-santoso.html



Atas semua pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda jasa : 1.



Bintang Gerilya



9.



Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan



2.



Bintang Dharma



10.



Satya Lencana Prasetya Pancawarsa



3.



Bintang Bhayangkara I



11.



Satya Lencana Dasa Warsa



4.



Bintang Kartika Eka Paksi I



12.



Satya Lencana GOM I



5.



Bintang Jalasena I



13.



Satya Lencana Yana Utama



6.



Bintang Swa Buana Paksa I



14.



Satya Lencana Penegak



7.



Satya Lencana Sapta Marga



15.



Satya Lencana Ksatria Tamtama



8.



Satya



Lencana



Perang



Kemerdekaan (I dan II)



Selain itu pada tahun 2015, Alm. Jendral Hoegeng mendapat rekor MURI sebagai polisi paling jujur sedunia.



BAB III LANDASAN TEORI III.1. Definisi Kepemimpinan



Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983:123). Sedangkan menurut Robbins (2002:163) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Menurut



John



Piffner,



kepemimpinan



merupakan



seni



dalam



mengkoordinasikan dan mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki (H. Abu Ahmadi,1999:124). Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler, dan Nassarik 1961:24). Berdasarkan pengertian kepemimpinan menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses hubungan timbal balik antara pemimpin dengan yang dipimpinnya dimana menghasilkan kesatuan gerak dalam melaksanakan misi menuju visi organisasi. Seperti dikutip dari buku The Leader of Future (1996), Peter F. Drucker yang mendefinisikan konsep pemimpin dan kepemimpinan masa depan. Menurutnya, dari pengalamannya bergaul dan mengamati berbagai kepemimpinan efektif dari berbagai organisasi bisnis internasional, ada empat hal sederhana yang dapat dicatat. Pertama, bahwa definisi satu-satunya tentang seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai pengikut. Baik pemimpin maupun pengikut, keduanya memiliki peran penting dan besar. Kedua, bahwa seorang pemimpin efektif bukanlah orang yang dicintai atau dikagumi, tetapi ia merupakan orang yang menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal yang benar. Tujuan seorang pemimpin bukanlah mencapai popularitas, tetapi menghasilkan sesuatu. Ketiga, bahwa pemimpin itu nyata,mereka adalah orang-orang yang memberikan teladan. Keempat, bahwa pemimpin tidak berbicara



mengenai



jabatan,



uang,



hak



istimewa.



Kepemimpinan



adalah



tanggungjawab. Dari beberapa definisi mengenai kepemimpinan, maka jelaslah bahwa peran dari kepemimpinan sangat besar bagi keberlangsungan organisasi. Namun dalam membuat organisasi yang kuat dibutuhkan tim yang kuat. Maka pemimpin yang besar



yang dapat membuat tim yang kuat. Kepemimpinan tidak lagi berbicara mengenai individu si pemimpin namun berbicara menganai bagaimana peran seorang pemimpin yang dapat mengorganisir orang-orang yang dipimpinnya. Dalam bukunya “Leadership Challenge:2012” tulisan Kouzes dan Posner menjelaskan ada lima (5) praktik kepemimpinan (sebagai inti) yang biasa dilakukan untuk menjadi pemimpin yang sukses. Fokus dari semua model ini adalah hubungan (relasi) antara pemimpin dan pengikut. Memang ada yang menganggap buku ini rancu karena tidak membedakan kepemimpinan dan manajemen, bahkan Kouzes dan Posner mencampuradukkan antara keduanya. Memang hal ini terjadi karena buku ini ditulis tahun 80-an di mana dunia kepemimpinan masih baru menjadi perhatian dan tren yang mulai nampak dan diminati. Tetapi kelima praktik kepemimpinan ini masih bisa diterapkan dalam konteks pemimpin sebagai eksekutif Kelima praktik kepemimpinan inti itu adalah: Pertama, menantang proses (challenging the process): di sini pemimpin mengambil resiko, menantang sistem, menerima ide baru, inovasi, membuat dasar baru, dan bergerak dari status quo. Di sini pemimpin mencari peluang untuk melakukan inovasi, lalu bertumbuh dan meningkat. Kedua, menginspirasikan visi bersama (Inspiring a shared vision): pemimpin bermimpi dan memimpin visi untuk kebaikan, kesempatan. Ini berarti bila pemimpin memimpin maka visi adalah tujuan yang hendak dicapai bersama. Kita tidak berhak disebut pemimpin bila kita tidak tahu ke mana kita akan melangkah. Ketiga, memberdayakan orang lain bertindak (enabling others to act): dalam mencapai tujuan organisasi, maka penting memfasilitasi bawahan dalam mencapai tujuannya lewat pemberdayaan dan motivasi. Keempat, mencontohkan caranya (modeling the way): memimpin lewat contoh. Bagi Kouzes dan Posner mengatakan bahwa perbuatan pemimpin jauh lebih penting dari perkataannya. Pemimpin harus menunjukkan contoh terlebih dahulu dalam tindakan sehari-hari dan mempertunjukkan komitmen yang mendalam atas apa yang diyakininya. Kelima, menyemangati jiwa (encouraging the heart): prinsip ini mirip dengan yang nomor tiga (membardayakan orang lain bertindak). Di sini pemimpin juga memberikan semangat, motivasi, dan kegairahan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.



II. Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi Setidaknya ada 9 gaya kepemimpinan yang berbeda satu dengan yang lain yang diterapkan oleh seorang pemimpin agar setiap anggotanya mau bekerja sesuai arahannya. Berikut ini 9 gaya kepemimpinan tersebut. 1.



Kepemimpinan Otokratis



Pemimpin sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan dan setiap kebijakan, peraturan, prosedur diambil dari idenya sendiri. Kepemimpinan jenis ini memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri. Ia membatasi inisiatif dan daya pikir dari para anggotanya. Pemimpin yang otoriter tidak akan memperhatikan kebutuhan dari bawahannya dan cenderung berkomunikasi satu arah yaitu dari atas (pemimpin) ke bawah (anggota). Jenis kepemimpinan ini biasanya dapat kita temukan di akademi kemiliteran dan kepolisian.



2.



Kepemimpinan Birokrasi Gaya kepemimpinan ini biasa diterapkan dalam sebuah perusahaan dan akan



efektif apabila setiap karyawan mengikuti setiap alur prosedur dan melakukan tanggung jawab rutin setiap hari. Tetap saja dalam gaya kepemimpinan ini tidak ada ruang bagi para anggota untuk melakukan inovasi karena semuanya sudah diatur dalam sebuah tatanan prosedur yang harus dipatuhi oleh setiap lapisan.



3.



Kepemimpinan Partisipatif Dalam gaya kepemimpinan partisipatif, ide dapat mengalir dari bawah



(anggota) karena posisi kontrol atas pemecahan suatu masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian.Pemimpin memberikan ruang gerak bagi para bawahan untuk dapat berpartisipasi dalam pembuatan suatu keputusan serta adanya suasana persahabatan dan hubungan saling percaya antar pimpinan dan anggota.



4.



Kepemimpinan Delegatif Gaya kepemimpinan ini biasa disebut Laissez-faire dimana pemimpin



memberikan kebebasan secara mutlak kepada para anggota untuk melakukan tujuan dan cara mereka masing-masing. Pemimpin cenderung membiarkan keputusan dibuat oleh siapa saja dalam kelompok sehingga terkadang membuat semangat kerja tim pada umumnya menjadi rendah. Jenis kepemimpinan ini akan sangat merugikan



apabila para anggota belum cukup matang dalam melaksanakan tanggung jawabnya dan memiliki motivasi tinggi terhadap pekerjaan. Namun sebaliknya dapat menjadi boomerang bagi perusahaan bila memiliki karyawan yang bertolak belakang dari pernyataan sebelumnya.



5.



Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan jenis ini cenderung terdapat aksi transaksi antara pemimpin



dan bawahan dimana pemimpin akan memberikan reward ketika bawahan berhasil melaksanakan tugas yang telah diselesaikan sesuai kesepakatan. Pemimpin dan bawahan memiliki tujuan, kebutuhan dan kepentingan masing-masing.



6.



Kepemimpinan Transformasional Gaya kepemimpinan transformasional dapat menginspirasi perubahan positif



pada mereka (anggota) yang mengikuti. Para pemimpin jenis ini memperhatikan dan terlibat langsung dalam proses termasuk dalam hal membantu para anggota kelompok untuk berhasil menyelesaikan tugas mereka. Pemimpin cenderung memiliki semangat yang positif untuk para bawahannya sehingga semangatnya tersebut dapat berpengaruh pada para anggotanya untuk lebih energik. Pemimpin akan sangat mempedulikan kesejahteraan dan kemajuan setiap anak buahnya.



7.



Kepemimpinan Melayani (Servant) Hubungan yang terjalin antara pemimpin yang melayani dengan para anggota



berorientasi pada sifat melayani dengan standar moral spiritual. Pemimpin yang melayani lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi dari para anggota daripada kepentingan pribadinya. Servant Leadership (Kepemimpinan Pelayan) adalah sebuah konsep kepemimpinan etis yang diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf sejak tahun 1970. Dalam bukunya yang berjudul Servant Leadership beliau menyebutkan bahwa Kepemimpinan pelayan adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Pilihan yang berasal dari suara hati itu kemudian menghadirkan hasrat untuk menjadi pemimpin. Perbedaan manifestasi dalam pelayanan yang diberikan, pertama adalah memastikan bahwa kebutuhan pihak lain dapat dipenuhi, yaitu menjadikan mereka sebagai orang-orang



yang lebih dewasa, sehat, bebas, dan otonom, yang pada akhirnya dapat menjadi pemimpin pelayan berikutnya.



Menurut Neuschel (dalam Aorora 9: 2009), pemimpin pelayan adalah orang dengan rasa kemanusiaan yang tinggi. Bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani. Harus ada sejumlah elemen atau pemahaman tentang hidup dalam kepemimpinan berkualitas tinggi karena tanpa karakter pemimpin pelayan ini, kepemimpinan dapat tampak menjadi-dan sebenarnya menjadi-termotivasi untuk melayani diri sendiri dan mementingkan kepentingannya sendiri. a.



Karakteristik Servant Leadership (Kepemimpinan Pelayan) Menurut Greenleaf (2003) terdapat sepuluh karakteristik kepemimpinan



pelayan antara lain : 1.



Mendengarkan, Pemimpin memiliki komitmen yang mendalam untuk



mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain. 2.



Empati, Berusaha untuk memahami dan berempati dengan orang lain.



3.



Menyelesaikan Masalah, Belajar untuk menyelesaikan masalah adalah



sebuah kekuatan yang besar untuk transformasi dan integrasi. Salah satu kekuatan besar dari servant leadership adalah potensi untuk menyelesaikan masalah sendiri dan orang lain. 4.



Kesadaran,



Kesadaran



umum



dan



terutama



kesadaran



diri,



memperkuat pelayan pemimpin. 5.



Persuasif,



Seorang servant leader lebih mengutamakan tindakan-



tindakan persuasif daripada menggunakan otoritas posisional seseorang. 6.



Konseptual, Servant leader berusaha untuk memupuk kemampuan



mereka untuk mimpi yang besar. Kemampuan untuk melihat masalah (atau organisasi) dari perspektif konseptual berarti bahwa kita harus berpikir di luar realitas keseharian. 7.



Visi, Kemampuan untuk memahami pelajaran dari masa lalu, realitas



masa kini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa depan. 8.



Stewardship, Komitmen atas kepercayaan yang lain.



9.



Komitmen terhadap Perkembangan Individu, Servant leader merupakan



pemimpin yang memiliki komitmen untuk mengembangkan setiap individu yang ada di dalam organisasinya.



10.



Membangun tim, Membangun kebersamaan tim di dalam organisasi



yang dipimpin merupakan salah satu tujuan dari seorang servant leader.



Berdasarkan hasil studi, Larry Spears (1995) mengajukan sepuluh 10 karakteristik utama seorang pemimpin pelayan sebagai berikut : 1.



Mendengarkan,



Seorang



pemimpin



pelayan



mengembangkan



kemampuan dan komitmen untuk mengenali serta memahami secara jelas kata-kata yang disampaikan oleh orang lain. Mereka berusaha mendengarkan secara tanggap apa yang diakatakan dan tidak dikatakan. Mereka mencari tahu apa yang ada dalam hati, dengan cara mendengarkan yang melampaui upaya untuk mengalahkan suara batinnya sendiri, serta berusaha memahami apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa, dan pikiran. Mendengarkan, diapadukan



dengan



perenungan



yang



teratur,



mutlak



penting



bagipertumbuhan sang pemimpin. 2.



Empati, Pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan memberikan



empati kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui untuk jiwa dan pribadi mereka yang unik. Mereka akan menunjukkan itikad serta komitmen yang tinggi sebagai manusia seutuhnya. Pemimpin pelayan akan berhasil jika mereka mampu menjadi pendengar yang ahli dan penuh empati. 3.



Menyembuhkan, Salah satu kekuatan besar seorang pemimpin pelayan



adalah kemampuannya untuk menyembuhkan diri sendiri dan orang lain. Banyak individu yang patah semangat dan menderita akibat rasa sakit emosional. Mereka belajar untuk mnyembuhkan dirinya sendiri, walaupun sering kali tidak mampu karena diperlukan daya yang sangat kuat untuk perubahan dan integrasi diri. Di sinilah peran penting seorang pelayan dalam membantu proses penyembuhannya. Pemimpin pelayan menyadari bahwa mereka mempunyai kesempatan untuk membantu memberikan kesembuhan bagi orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Kesempatan ini tidak akan di sia-siakan. Penyembuhan yang diberikan bukan yang sifatnya medikal sebagaimana yang dilakukan oleh dokter. Tetapi penyembuhan yang lebih pada aspek emosional dan jiwa para pengikutnya. 4.



Kesadaran Diri, Kesadaran membantu memahami persoalan yang



melibatkan etika dan nilai-nilai yang bersifat universal. Dalam buku Principle Centeed Leadership, Covey mengatakan bahwa dengan menyandarkan pada



etika dan nilai-nilai universal akan memungkinkan kita untuk bisa melihat persoalan dari posisi yang lebih terintegrasi. Menurut Greenleaf (2001) bahwa pemimpin pelayan senantiasa memiliki ketenangan dalam batinnya sendiri. 5.



Persuasif, Ciri khas seorang pemimpin pelayan adalah kemampuan diri



untuk mempengaruhi orang lain dengan tidak menggunakan wewenang dan kekuasaan yang berasal dari kedudukan atau otoritas formal dalam membuat keputusan di organisasi. Pemimpin pelayan berusaha meyakinkan orang lain, bukannya memaksakan adanya kepatuhan yang buta. Ini merupakan ciri pembeda antara model wewenang tradisional dan model kepemimpinan pelayan. Kepemimpin pelayan lebih efektif dalam membangun konsensus kelompok untuk memecahkan berbagai permasalahan yang timbul. 6.



Konseptualisasi, Pemimpin pelayan berusaha untuk terus meningkatkan



kemampuan dirinya dalam melihat suatu masalah dari perspektif yang melampaui realitas masa lalu dan saat ini. Banyak orang yang telah disibukkan oleh kebutuhan untuk meraih tujuan operasional jangka pendek. Pemimpin pelayan tidak seperti itu. Ia terus membuka dan mengembangkan wawasan serta pemikirannya hingga dapat mencakup pemikiran konseptual yang mempunyai landasan yang lebih luas. Ini berarti pemimpin pelayan harus mengusahakan



keseimbangan



yang



rumit



dan



kompleks



antara



konseptualisasi dan fokus operasional sehari-hari. 7.



Memiliki Visi, Kemampuan untuk memperhitungkan sebelumnya atau



meramalkan hasil satu situasi sulit untuk didefinisikan, tetapi mudah untuk dikenali. Orang mengetahui dan menyadarinya bila mereka melihatnya. Kemampuan untuk melihat masa depan (memiliki visi) adalah ciri khas yang memungkinkan pemimpin pelayan dapat memahami pelajaran dari masa lalu, realitas masa sekarang, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa datang. 8.



Kemampuan Melayani, Kepemimpinan pelayan haruslah mempunyai



kemampuan untuk melayani dan terutama komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain. Ini juga menekankan pada pentingnya aspek ketebukaan dan mempengaruhi, bukannya pengendalian (controlling). Pemimpin pelayan berusaha dengan segenap upaya untuk mengarahkan agar semua yang ada dalam organisasi memainkan peranan penting dalam menjalankan organisasi tersebut dengan mengarah kepada kebaikan masyarakat yang lebih besar.



9.



Komitmen pada Pertumbuhan Individu, Pemimpin pelayan berkeyakinan



bahwa manusia mempunyai nilai intrinsik melampaui sumbangan nyata mereka sebagai pekerja. Dalam hal ini, pemimpin pelayan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pertumbuhan pribadi, professional, dan spiritual setiap individu dalam organisasi dimana ia berada. 10.



Membangun



Komunitas,



Pemimpin



pelayan



berusaha



untuk



membangun suatu hubungan yang erat sebagaimana layaknya sebuah keluarga dianatara sesama anggota yang bekerja dalam organisasi. Kepemimpinan pelayan menyatakan bahwa komunitas yang sesungguhnya (keluarga) dapat juga diciptakan di lingkungan bisnis dan lembaga lainnya.



Menurut Dr. Jim Laub (1999) ada enam hal penting yang merupakan konstruksi utama dalam menggambarkan perilaku kepemimpinan pelayan, yaitu : 1.



Menghargai orang lain (dengan cara mendengarkan secara intens,



melayani kebutuhan pihak lain sebagai prioritas utama, dan mempercayai orang lain). 2.



Mengembangkan orang lain (melalui perilaku memberikan kesempatan



pengikut untuk terus belajar, memberikan keteladanan, dan memberdayakan pihak lain). 3.



Membangun komunitas (yaitu dengan membangun hubungan yang



kuat, berkolaborasi, serta menghargai perbedaan dan latar belakang individu). 4.



Memperlihatkan autentisitas (melalui integritas dan sistem kepercayaan,



keterbukaan, dan pertanggungjawaban serta adanya keinginan untuk belajar dari orang lain). 5.



Memberikan kepemimpinan (dengan cara penggambaran masa depan,



mengambil inisiatif, dan mengklarifikasikan tujuan-tujuan yang ada). 6.



Pendistribusian kekuasaan serta status kepemimpinan (melalui perilaku



penciptaan visi bersama, penyebaran kekuasaan dalampengambilan keputusan dan status untuk semua level dalam organisasi).



Dalam teori kepemimpinan pelayan yang digagas oleh Kathleen Patterson (2003) terdapat tujuh karakteristikyang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pelayan, yaitu :



1.



Cinta agape (agapao love),Cinta agape yang digambarkan oleh



Patterson adalah cinta kasih moral dimana seorang pemimpin melakukan suatu yang baik dengan alasan yang benar pada saat yang tepat. 2.



Rendah hati. Rendah hati menurut Patterson adalah sebuah konsep



paradoks, sebab banyak orang yang menganggap bahwa rendah hati dapat diasosiasikan dengan rendah diri. Tetapi menurutnya, rendah hati adalah kemampuan seseorang menjaga keseimbangan antara kemampuan seseorang untuk menjaga keseimbangan antara kemampuan yang dimiliki serta kesadaran bahwa apa yang telah ia capai sebagai pemimpin dapat terjadi oleh karena kemampuan dan sumbangsih dari para pengikutnya, bukan dari dirinya sendiri. Seorang pemimpin yang rendah hati memfokuskan semua perhatian dan pujian kepada para pengikutnya yang telah memberikan kontribusi kepada organisasi. Oleh karenanya pemimpin pelayan bukanlah orang yang arogan dan egois. 3.



Altruisme,



Merupakan sikap atau tindakan yang membantu orang lain



secara tulus tanpa mengharapkan imbalan. 4.



Memiliki



Visi,



Patterson



mengimplikasikan



bahwa



visi



dalam



teori



kepemimpinan pelayan adalah sebuah proses dari seorang pemimpin untuk merasakan hal-hal yang tidak diketahui oleh orang lain, serta kemampuan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan orang lain secara unik, yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pemimpin dan membantunya untuk mempertajam rencanarencana organisasi demi tercapainya visi tersebut. Dengan kata lain, pemimpin akan membangun visi organisasi melalui visi-visi personal para pengikutnya secara agregasi. Keluaran atau hasil dari proses ini adalah bahwa pemimpin dapat lebih menyiapkan diri dan membangun para pengikutnya untuk mencapai visi-visi tersebut, baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadi dan sosial. 5.



Rasa percaya, Proses untuk membawa cita-cita dan harapan para



pengikut ke dalam visi organisasi akan meningkatkan rasa percaya para pengikut kepada pemimpin pelayan. Merekapercaya bahwa pemimpinnya adalah orang yang peduli kepada mereka dan juga mereka percay bahwa bekerja di organisasi tersebut dengan seorang pemimpin pelayan akan mengarahkan mereka pada tercapainya visi pribadi mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka akan memberikan upaya yang lebih besar demi tercapainya visi organisasi. Dengan perilaku ini, pengikut akan memiliki kinerja yang lebih tinggi yang kemudian mengarahkan pada meningkatnya rasa



percaya dari seorang pemimpin pelayan terhadap kemampuan para pengikutnya untuk menyelesaikan tugas-tugas organisasi. 6.



Memberdayakan pihak lain,



Patterson



mendefinisikan



pemberdayaan (empowerment) sebagai mempercayakan kekuasaan kepada pihak lain dan kemudian menyatakannya. Oleh karenanya pemimpin pelayan akan mendengarkan dan berempati kepada para pengikutnya, membuat setiap orang merasa signifikan, penting dalam organisasi dan pekerjaannya, serta menekankan pada kerjasama tim, dan menghargai kasih serta persamaan (equality). 7.



Melayani, Farling, Stone, dan Winston (1999) menyatakan bahwa



pelayanan (service) adalah inti dari kepemimpinan pelayan. Oleh karena itu, pelayanan harus menjadi fungsi utama dari kepemimpinan bukan berdasar pada kepentingan diri tetapi ebih mengarhkan kepada kepentingan orang lain. Kepemimpinan pelayan adalah sebuah tindakan atau aksi, suatu bentuk orientasi berpikir yang mengarahkan pemimpin untuk memberikan hal -hal yang diperlukan oleh para pengikut agar mereka dapat melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan, serta tumbuh dan berkembang sebagai individu ke arah potensi yang dimilikinya. Pada saat melayani kebutuhan pengikutnya, pemimpin pelayan menciptakan lingkungan pelayanan yang dapat memfasilitasi budaya pelayanan kepada pihak lain, baik kepada pengikut, rekan kerja, maupun kepada pemimpin itu sendiri.



b.



Manfaat Servant Leadership Greanleaf (dalam Lantu : 2007) menyatakan bahwa filosofi kepemimpinan



pelayan berlaku secara efektif untuk semua institusi sosial, baik mereka yang mengejar keuntungan maupun yang tidak. Sebagai seorang ahli yang memiliki pengalaman konsultasi dan mengajar yang luas di berbagai organisasi seperti universitas, bisnis, yayasan, keagamaan, organisasi kesehatan (rumah sakit), asosiasi professional di berbagai negara, Greenleaf meyakini bahwa filosofi dan praktik kepemimpinan pelayan dapat diterapkan dan memberikan pengaruh yang positif bagi seluruh institusi di berbagai negara.



8)



Kepemimpinan Karismatik Pemimpin yang karismatik memiliki pengaruh yang kuat atas para pengikut



oleh karena karisma dan kepercayaan diri yang ditampilkan. Para pengikut cenderung mengikuti pemimpin karismatik karena kagum dan secara emosional percaya dan



ingin berkontribusi bersama dengan pemimpin karismatik. Karisma tersebut timbul dari setiap kemampuan yang mempesona yang ia miliki terutama dalam meyakinkan setiap anggotanya untuk mengikuti setiap arahan yang ia inginkan.



9)



Kepemimpinan Situasional Pemimpin yang menerapkan jenis kepemimpinan situasional lebih sering



menyesuaikan setiap gaya kepemimpinan yang ada dengan tahap perkembangan para anggota yakni sejauh mana kesiapan dari para anggota melaksanakan setiap tugas. Gaya kepemimpinan situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Setidaknya ada 4 gaya yang diterapkan oleh pemimpin jenis ini, diantaranya: a. Telling-Directing (memberitahu, menunjukkan, memimpin, menetapkan), b. Selling-Coaching (menjual, menjelaskan, memperjelas, membujuk), c. Participating-Supporting (mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama), d. Delegating (mendelegasi, pengamatan, mengawasi, penyelesaian). Situasional Leadership



Sumber : Back & Yeager 2001 ( The Leader Windows) 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Rudi Salam Sinulingga. 14 April 2014. Gaya-gaya Kepemimpinan. Kompasiana.com – https://goo.gl/2RDY1J Frans Indrapadja. 31 Maret 2014. Kepemimpinan Transformasional. Kompasiana.com – https://goo.gl/7a4t14 Muhammad Fauzan Irvan. 25 Mei 2016. Kepemimpinan Karismatik. Dakwatuna.com – https://goo.gl/y3e284 Admin. 19 November 2016. Gaya Kepemimpinan Transformasional. Apa Itu Dan Seperti Apa Contohnya? Psikoma.com- https://goo.gl/niwTuk Admin. Pengertian Kepemimpinan, Gaya dan Teori Kepemimpinan. Informasiana.com – https://goo.gl/dg33Ax Benita Pramasari. 16 Juni 2016. Gaya-Gaya Kepemimpinan. Linkedin.com – https://goo.gl/eW9zAQ



BAB IV ANALISA GAYA KEPEMIMPINAN Karakter kepemimpinan Hoegeng dapat dilihat pada contoh-contoh perilaku dan tindakan beliau baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kasus-kasus yang harus beliau pecahkan. Dibawah ini beberapa tindakan yang dilakukan Hoegeng semasa hidupnya seperti yang dilansir di laman http://chillinaris.blogspot.com/2015/05/7-kisah-keteladanan-kapolri-hoegeng.html, yang mengutip dari buku memoar Hoegeng, Polisi antara Idaman dan kenyataan, karangan Ramadhan KH. 1. Larang istri buka toko bunga Sebagai perwira, Hoegeng hidup pas-pasan. Untuk itulah istri Hoegeng, Merry Roeslani membuka toko bunga. Toko bunga itu cukup laris dan terus berkembang. Tapi sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut dirjen imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan imigrasi dengan menutup toko bunga. “Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya,” jelas Hoegeng. Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk hidup jujur dan bersih memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu. “Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak,” kata Merry. 2. Larangan keluarga untuk ikut serta kunjungan kerja ke Belanda seperti lazimnya pejabat lain. 3. Tolak rayuan pengusaha cantik Kapolri Hoegeng Imam Santosa pun pernah merasakan godaan suap. Dia pernah dirayu seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan. Seperti diketahui, Hoegeng sangat gencar memerangi penyelundupan. Dia tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut, semua pasti



disikatnya. Wanita ini pun berusaha mengajak damai Hoegeng. Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng. Tapi si wanita tak putus asa dan terus mendekati Hoegeng.Yang membuat Hoegeng heran, malah koleganya di kepolisian dan kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita itu. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau menolong pengusaha wanita tersebut. Belakangan Hoegeng mendapat kabar, wanita itu tidak segan-segan tidur dengan pejabat demi memuluskan aksi penyelundupannya. Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang dan rayuan wanita. 4. Mengatur lalu lintas di perempatan Teladan Jenderal Hoegeng bukan hanya soal kejujuran dan antikorupsi. Hoegeng juga sangat peduli pada masyarakat dan anak buahnya. Saat sudah menjadi Kapolri dengan pangkat jenderal berbintang empat, Hoegeng masih turun tangan mengatur lalu lintas di perempatan. Hoegeng berpendapat seorang polisi adalah pelayan masyarakat. Dari mulai pangkat terendah sampai tertinggi, tugasnya adalah mengayomi masyarakat. Dalam posisi sosial demikian, maka seorang agen polisi sama saja dengan seorang jenderal. “Karena prinsip itulah, Hoegeng tidak pernah merasa malu, turun tangan sendiri mengambil alih tugas teknis seorang anggota polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di tempat. Jika terjadi kemacetan di sebuah perempatan yang sibuk, dengan baju dinas Kapolri, Hoegeng akan menjalankan tugas seorang polantas di jalan raya. Itu dilakukan Hoegeng dengan ikhlas seraya memberi contoh kepada anggota polisi yang lain tentang motivasi dan kecintaan pada profesi.” Demikian ditulis dalam buku Hoegeng-Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa - terbitan Bentang. Hoegeng selalu tiba di Mabes Polri sebelum pukul 07.00 WIB. Sebelum sampai di kantor, dia memilih rute yang berbeda dan berputar dahulu dari rumahnya di Menteng, Jakarta Pusat. Maksudnya untuk memantau situasi lalu lintas dan kesiapsiagaan aparat kepolisian di jalan. Saat suasana ramai, seperti malam tahun baru, Natal atau Lebaran, Hoegeng juga selalu terjun langsung mengecek kesiapan aparat di lapangan. Dia memastikan



kehadiran para petugas polisi adalah untuk memberi rasa aman, bukan menimbulkan rasa takut. Polisi jangan sampai jadi momok untuk masyarakat.



5.



Berantas semua backing kejahatan



Banyak aparat hukum malah menjadi backing tempat maksiat, perjudian hingga menjadi bodyguard. Hanya sedikit yang berani mengobrak-abrik praktik beking ini. Polisi super Hoegeng Imam Santosa mungkin yang paling berani. Ceritanya tahun 1955, Kompol Hoegeng mendapat perintah pindah ke Medan. Tugas berat sudah menantinya. Penyelundupan dan perjudian sudah merajalela di kota itu. Para bandar judi telah menyuap para polisi, tentara dan jaksa di Medan. Mereka yang sebenarnya menguasai hukum. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa disogok uang, mobil, perabot mewah dan wanita. Mereka tak ubahnya kacung-kacung para bandar judi. Bukan tanpa alasan kepolisian mengutus Hoegeng ke Medan. Sejak muda dia dikenal jujur, berani dan antikorupsi. Hoegeng juga haram menerima suap maupun pemberian apapun. Maka tahun 1956, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun pindah dari Surabaya ke Medan. Belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati pejabat lama.



Berita tentang peluncuran buku biografi Pak Hoegeng Iman Santoso, mantan Kapolri dan Menteri yang layak untuk diteladani karena ketulusannya dalam mengemban amanah sebagai salah satu pimpinan institusi penyelenggara negara. Selama menjabat jadi Kapolri, Pak Hoegeng dikenal sangat tegas dan lurus, sehingga saat itu Polri menjadi sangat disegani. Tetapi apa boleh buat, Pak Hoegeng berhadapan dengan rezim penguasa yang tidak menyukai gaya seperti itu, dan



akhirnya Pak Hoegeng tersingkirkan. Foto: Harian Kompas, Senin, 18 November 2013. Cerita soal keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan, utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya. Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk Hoegeng. Tak lupa, dia juga mengatakan sudah ada mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha. Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia. Kira-kira dua bulan kemudian, saat rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng. Rumah dinasnya sudah penuh barang-barang mewah. Mulai dari kulkas, piano, tape hingga sofa mahal. Hal yang sangat luar biasa. Tahun 1956, kulkas dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun. Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi. Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan datang lagi. Tapi Hoegeng malah meminta agar barang-barang mewah itu dikeluarkan dari rumahnya. Hingga waktu yang ditentukan, utusan itu juga tidak memindahkan barang-barang mewah tersebut. Apa tindakan Hoegeng? Dia memerintahkan polisi pembantunya dan para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik Indonesia. Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. “Sebuah kenyataan yang amat memalukan,” ujarnya geram.



6.



Hoegeng dan pemerkosaan Sum Kuning



Sumarijem adalah seorang wanita penjual telur ayam berusia 18 tahun. Tanggal 21 September 1970, Sumarijem yang sedang menunggu bus di pinggir jalan, tiba-tiba diseret masuk ke dalam mobil oleh beberapa orang pria. Di dalam mobil, Sum diberi eter hingga tak sadarkan diri. Dia dibawa ke sebuah rumah di Klaten dan diperkosa bergiliran oleh para penculiknya. Setelah puas menjalankan aksi biadab mereka, Sum ditinggal begitu saja di pinggir jalan. Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu. Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu. Karena melibatkan anak-anak pejabat yang



berpengaruh, dituding Gerwani.



Sum malah anggota Gerwani. *)



Diperkosa 7 pemuda di Yogya, Sum Kuning malah dijadikan tersangka. Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan. Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi. Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning. “Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” tegas Hoegeng. Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya Tim Pemeriksa Sum Kuning, dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut terlibat, membantah lewat media massa. Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum



Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani masalah politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap membahayakan negara. Kenapa kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib? Dalam kasus persidangan perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang. Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan ini. Mereka bersumpah rela mati jika benar memerkosa. Kapolri Hoegeng sadar. Ada kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias. Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini.



7.



Selalu berpesan polisi jangan sampai dibeli



Mantan Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo punya kenangan soal Hoegeng. Widodo ingat betul pesan Hoegeng padanya. “Mas



Widodo



jangan



sampai



kendor



memberantas



perjudian



dan



penyelundupan karena mereka ini orang-orang yang berbahaya. Suka menyuap. Jangan sampai polisi bisa dibeli,” tutur Widodo menirukan pesan Hoegeng semasa itu. Widodo tahu Hoegeng tidak asal memberikan perintah. Hoegeng telah membuktikan dirinya memang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah. “Kata-kata mutiara yang masih saya ingat dari Pak Hoegeng adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik,” kenang Widodo. Dalam sejarah kehidupan Hoegeng, ketika merintis karir sejak dari polisi, Dirjen Imigrasi hingga menjadi Kapolri, contoh prilaku beliau diatas banyak mencerminkan karakter Kepemimpinan Keteladanan. Beliau mempunyai karakter pemimpin yang selalu memberikan contoh tauladan sebagai seorang polisi yang bersih, jujur dan tidak dapat “dibeli” kepada anak buahnya (Model The Way ). Bersikap jujur, tidak ada damai atau kompromi dalam menyelesaikan kasus, tidak mau menerima suap dari siapapun, disiplin waktu, merupakan sikap –sikap yang beliau tanamkan dalam dirinya dan



secara konsisten dilakukan, sebagaimana penyelundupan dan bandar judi diatas.



yang



dipaparkan



pada



kasus



Kepemimpinan Keteladanan yang menonjol lainnya adalah Pemimpin yang menantang proses (Challenge The Process ). Hal ini terlihat pada saat beliau menangani kasus Sum Kuning, sikap beliau yang tak gentar melawan siapapun demi kebenaran, walaupun terhadap pejabat kepolisian sekalipun, menunjukkan bahwa beliau berani menantang proses pengambilan keputusan yang tidak lazim. Bahkan Presiden Soeharto pada saat itu ikut menengahi untuk mengatasi kasus Sum Kuning. Keteladanan menantang proses lainnya adalah ketika beliau berpangkat sebagai Jenderal Bintang Empat, menemui kemacetan total dalam perjalanannya sedangkan tidak ada petugas kepolisian yang berada di lokasi, maka dengan tanpa ragu-ragu beliau segera turun tangan secara teknis dengan mengatur lalu lintas di jalan setempat. Sikap menyemangati hati (Encourage the Heart) Hoegeng juga terlihat ketika beliau melarang istrinya untuk menghentikan bisnis toko bunganya yang saat itu sedang maju. Walaupun saat itu beliau menduduki jabatan sebagai Dirjen Imigrasi, pola kehidupannya tetap sederhana dan bersahaja. Beliau tidak memiliki mobil pribadi dan hanya menggunakan mobil dinasnya saja. Visi yang selalu beliau inspirasikan (Inspire a Shared Vision ) kepada semua jajarannya adalah "Baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik". Visi tersebut masih dijadikan dasar dalam penentuan standard –standard pelayanan prima seorang polisi professional hingga saat ini. Hoegeng dijadikan sebagai Raw Model seorang figur polisi yang ideal. Bahkan Presiden Gus Dur mempunyai anekdot, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Ketiganya adalah patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng Iman Santosa



Selanjutnya tim penyusun mencoba menganalisa kepemimpinan Jendral Hoegeng berdasarkan 9 gaya kepemimpinan yang penyusun telah paparkan pada bab 2, beliau adalah termasuk memiliki gaya kepemimpinan Servant Leader Sebagai acuan bagi kinerja kepolisian pada masa-masa pertama kepemimpinan Pangak Drs. Hoegeng, dikeluarkan Perintah Harian. 1. Agar AKRI lebih memusatkan perhatian kepada segi-segi kriminologis dan teknik kriminalistik. Hal ini berarti mengarahkan dan mengerahkan segenap potensi, pemikiran dan kegiatan-kegiatan ke luar maupun ke dalam, dalam rangka kembali pada fungsi sendiri ke arah pengembangan dan penyempurnaan tugas pokok AKRI serta mempertumbuhkan tradisi kepolisian sesuai dengan arti, makna dan jiwa Undang-Undang Pokok Kepolisian No. 13 tahun 1961. 2. Agar sementara ini organisasi, prosedur, dan tata kerja AKRI disederhanakan dan lebih disesuaikan dengan kebutuhan dalam perkembangan masyarakat tanpa mengurangi efisiensi dan efektivitas.



3. Harus dicegah segala pemborosan, baik dalam penghidupan maupun pekerjaan dengan tidak mengurangi efisiensi dan prestasi kerja. 4. Anggota AKRI agar kerja cepat dan tepat. 5. Agar ditingkatkan kekompakan antar-ABRI, antara AKRI dan instansiinstansi sipil, antara AKRI dan rakyat. Strategi Kepolisian Indonesia yang tecermin pada saat itu adalah bahwa Kepolisian Indonesia kembali ke fungsi pokok kepolisian, tidak mencampuri urusan angkatan lain di jajaran ABRI. Ketika itu Pangak Komisaris Jenderal Polisi Drs. Hoegeng sendiri mengatakan bahwa ia tidak setuju adanya pemisahan Angkatan Kepolisian dari ABRI. Pangak Hoegeng juga meminta agar angkatan lain tidak campur tangan dalam urusan Kepolisian Indonesia. Peristiwa ini menjadi tonggak sejarah bahwa Kepolisian Indonesia "Kembali kepada fungsinya". Upaya konkret untuk memperbaiki kinerja polisi ketika itu dimulai dari kantor Markas Besar Angkatan Kepolisian (Mabak) sendiri di mana Pangak Hoegeng berada. Hoegeng yang sejak dulu mempunyai kebiasaan masuk kantor pagi hari mencoba menerapkan itu dalam kepemimpinannya sebagai Pangak. Artinya tepat seperti waktu yang ditentukan. Dalam pemikiran Hoegeng kalau pemimpinnya masuk pagi, dengan sendirinya staf pembantunya juga akan masuk pagi. Misalkan saja, bila dulu Mabak baru mulai kerja pukul o8.oo kini pukul o7.oo. Perbedaan hanya I jam, tetapi jangan lupa 1 jam sehari, seminggu jadi berapa jam, setahun jadi berapa Jangan lupa juga yang mulai kerja pukul 7 bukan hanya 1 orang, melainkan seluruh staf, seluruh Mabak. Jadi, 1 jam kali berapa orang? Hoegeng memberikan contoh teladan yang pantas dipelihara. ( Modelling the way) Srategi lainnya untuk melayani masyarakat diperkuat dengan hal-hal kecil, tetapi amat berarti, seperti berikut: Pertama, istilah Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) diganti dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Istilah Menteri/ Panglima Angkatan Kepolisian Negara Republik Indonesia diganti dengan Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Hanya saja Polri masih berada di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, di bawah Menhankam. Kedua: Dalam kapasitas Hoegeng sebagai Kapolri dikatakan sebagai berikut: "Hendaknya janganlah dilupakan, Indonesia baru saja keluar dari suasana pemerintahan Orde Lama. Kondisi perekonomian begitu buruk. Prasarana perekonomian hancur. Pertambahan penduduk tinggi. Kas dan devisa negara kosong. Masyarakat Indonesia yang terbiasa dengan aksiaksi politik "revolusioner" atau "politik doktriner'baru saja menyadari hakhak dan kewajiban-kewajibannya kembali, misalnya dalam menyatakan pendapat, melancarkan kritik, koreksi dan gerakan pembaharuan politik, menuju ke arah terwujudnya suatu tatanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ideal."



Ketiga: Hoegeng mengatakan bahwa dalam usaha kita hendak menegakkan Rule of Law, anggota POLRI khususnya dan anggota ABRI umumnya hendaklah dapat memberi contoh teladan bagi masyarakat dalam hal ini mematuhi hukum di negeri ini. Menurut Hoegeng dewasa ini kita sedang menuju ke situasi di mana rule of latu benarbenar dapat ditegakkan dan keamanan lahir dan batin dapat diwujudkan. Berkaitan dengan disiplin berlalu lintas Hoegeng memang acapkali mengeluhkan bahwa disiplin kita masih payah. Peraturan-peraturan baru yang muluk-muluk pun tak ada artinya jika dalam masyarakat sendiri belum ada rasa disiplin. Diambil contoh oleh Hoegeng dalam peraturan-peraturan lalu lintas meskipun sudah dibuat tanda-tanda dengan jelas dan teratur, masih saja baik secara sadar maupun tidak dilakukan pelanggaran-pelanggaran, baik oleh sipil maupun ABRI. Payahnya lagi justru Hoegeng sering memergoki anggota polisi sendiri yang melanggar peraturan ini. Pada kesempatan yang lain Kapolri Hoegeng kembali memberikan contoh teladan di masyarakat. Ketika itu Kapolri Komisaris Jenderal Polisi Drs. Hoegeng turun tangan untuk mengangkat mayat seorang pemuda yang ditemukan di dalam selokan di ujung Jalan Sindoro. Upaya agar Polri mendapat tempat di hati masyarakat, benar-benar ditempuh dengan jalan bersikap terbuka dalam kehidupan nasional dan kemasyarakatan. Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Drs. Hoegeng menegaskan bahwa setiap perbuatan over acting anggota Polri akan mengurangi kepercayaan rakyat, bahkan mengakibatkan rasa muak dan benci terhadap penegak hukumnya. Dikatakannya bahwa tugas menegakkan hukum dan keadilan seringkali seakan-akan sulit dilaksanakan. Oleh karena itu, hendaknya social control dan kritik masyarakat senantiasa diterima dengan ikhlas secara introspektif. Hal itu tecermin antara lain pada keakraban dengan pers Indonesia. Pemberitaan pers Indonesia tentang kegiatan Polri, bahkan tentang gagasangagasan mengenai dunia Polri yang hidup di dalam dan di luar tubuh polri sendiri sebenarnya merupakan buku harian terbuka Polri. Tak ada hal yang disembunyikan kepada pers atau masyarakat Indonesia. Menurut Hoegeng, di masa itu bukan sedikit pemimpin-pemimpin bangsa yang kehilangan wibawa oleh karena matanya silap oleh kekuasaan dan kebendaan sehingga apa yang dinamakan rule of law dilanggar sendiri. Lantas ke mana rakyat harus berlindung dan minta bantuan kalau harapan-harapan rakyat menjadi makin menipis. Justru karena kemerosotan inilah Hoegeng tidak mau tinggal diam, meskipun ia sudah tidak menjadi Kapolri lagi, sudah menjadi the man on the street. Sebab, ia tahu benar kalau sebagian dari pimpinan masyarakat sudah kehilangan muka dan wibawa di mata rakyatnya, sesungguhnya bahaya telah datang mengancam kehidupan dan kelangsungan bangsa dan negara. Dalam pandangan Hoegeng kritik yang dilakukan tidaklah boleh kasar atau menyerang pribadi secara langsung. Menurut pendapatnya, kritik dengan kelakar sehat selalu membawa penerangan yang edukatif akan membawa manfaat yang lebih



besar. Dan orang yang terkena pun akan hanya tersipusipu malu. Mereka akan mengoreksi dirinya sendiri, marah kepada yang mengkritiknya. Inilah yang dimaui Hoegeng lewat siaran radionya. Untuk itu, ia selalu mencari bahan obrolan yang lucu dan ringan, tapi mengena. Pengaiaman, pengetahuan, dan pergaulannya yang luas dengan masyarakat sangat membantunya mendapat bahan-bahan obrolan tersebut. Salah satu kebiasaan Hoegeng adalah menuliskan memo-memo berisi informasi tentang kinerja polisi. Informasi itu umumnya berasal dari masukan dari masyarakat kepadanya. Saat masih menjabat Kapolri sebagian informasi masyarakat itu langsung ditindaklanjuti. Misalnya, Hoegeng pernah menyamar sebagai seorang hippies dan bergaul dengan para pecandu narkotik. Hoegeng memang gemar menyamar untuk mengetahui persoalan-persoalan sesungguhnya. Sampai di awal Orba keluhan dan informasi tentang kinerja polisi yang dialamatkan kepadanya masih tetap banyak. Itu membuktikan bahwa sosok Hoegeng masih tetap dicintai rakyat dan anakbuahnya, meski ia tidak lagi menjabat sebagai Kapolri. Hal itu menunjukkan bukti nyata bahwa dia (Hoegeng) adalah seorang pemimpin yang mempunyai integritas serta seorang yang dapat diterima dan diakui sebagai pemimpin masyarakat (dalam arti luas). Hoegeng ingin menunjukkan kesan bahwa kepolisian sadar akan tanggung jawabnya kepada masyarakat untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum. Bahwa pada dasarnya seorang polisi adalah pelayan masyarakat untuk menegakkan ketertiban dan keamanan umum disetiap saat, di mana pun ia berada. Apalagi kalau sedang mengenakan seragam polisi, kewajiban resminya itu menjadi konkret di tengah masyarakat, masyarakat berhak menuntut ketertiban dan ketenteraman padanya. Dengan demikian, masyarakat menempatkan polisi sebagai polisi, kemudian kalau perlu baru membedakan apakah kedudukan atau pangkatnya dalam organisasi kepolisian. Setidak-tidaknya pangkat dan jabatan di kepolisian tidaklah mengurangi hakikat dan citra Polri secara keseluruhan. Polisi adalah polisi, itulah makna kedudukan dan perannya di tengah masyarakat. Dalam posisi sosial demikian, seorang agen polisi sama saja dengan seorang jenderal polisi. Tentu saja yang terakhir memiliki kewaiiban dan tanggung jawab yang lebih besar. Inilah hakikat seorang polisi, yang membuat Hoegeng mencintai tugas kepolisian dan bangga sebagai polisi tanpa membedakan kedudukan dan pangkat. Itulah sebabnya Hoegeng tidak pernah merasa malu turun tangan mengambil alih tugas teknis seorang agen polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di tempat. Misalnya, jika di suatu perempatan jalan terjadi kemacetan lalu lintas, kadangkala dengan baju dinas Kapolri, Hoegeng menjalankan tugas seorang polisi lalu lintas di jalan raya. Hoegeng melakukannya dengan ikhlas, sekaligus memberikan contoh teladan tentang motivasi dan kecintaan polisi akan tugasnya, sekaligus memberikan teguran dan peringatan secara halus kepada bawahan yang lalai atau malas.



Hoegeng memiliki persepsi tentang kehormatan, kewajiban, dan tanggung jawab polisi dengan memulai menegakkan citra ideal seorang polisi dari diri sendiri. Bersamaan dengan itu menampilkan pula citra yang harus ditegakkan pimpinan kepolisian secara berbarengan: Pertama, citra diri polisi terhadap dirinya sendiri, kehormatannya yangberkaitan, Kedua, citra sosial Polisi RI sesuai dengan hakikat sosial dirinya di tengah masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. Hoegeng mengatakan bahwa meskipun polri merasa bangga karena dikatakan sebagai petugas abdi masyarakat, sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta sebagai penegak hokum.



BAB V KESIMPULAN DAN LESSONS LEARNED



Jenderal Hoegeng merupakan contoh dari pemimpin yang efektif, beliau menjalankan kepimpinan baik dalam dunia pekerjaan dan dalam kehidupan sehari – seharinya dengan jujur dan kesederhanaan. Beliau menerapkan 5 Dasar Kepemimpinan Efektif, Gaya Kepemimpinan Servant dan Kepemimpinan Situasional terutama sebagai ……………….. Adapun gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah yang dapat memberikan kontribusi optimal bagi dalam organisasi maupun orang-orang disekitar, dan beliau menularkan hal tersebut kepada anak buah dan juga kepada anak dan istrinya. Polisi Jujur dan Bersahaja. .Lesson learned yang dapat kami ambil adalah sebagai pemimpin beliau memberikan keteladanan yang baik, sebagai role model bagi anak buahnya . Selain itu beliau mampu memberikan inspirasi, menggerakkan hati dan menantang proses untuk menuju perbaikan. Pada akhirnya, kami tim penyusun merasa banyak mendapatkan pelajaran berharga dalam melakukan analisa kepemimpinan ini, sehingga harus terus belajar untuk memperbaiki diri