Literasi Digital [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PAI BERBASIS LITERASI DIGITAL KELAS XI MAN 4 JAKARTA Proposal Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Penulisan Skripsi



Disusun Oleh:



Dina Andriani 11170110000065



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021



1



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat limpahan rahmat, hidayah serta kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini yang berjudul “Implementasi Pembelajaran PAI Berbasis Literasi Digital Kelas XI MAN 4 Jakarta”. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta sahabat yang telah seiring bahu seayun langkah dalam memperjuangkan ummat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan. Proposal skripsi ini disusun dengan maksud prasyarat dalam penulisan skripsi dan menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penyelesaian proposal skripsi ini penulis banyak mendapat pembelajaran. Namun, demikian penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak terutama dalam pengarahan penulisan dan sumber referensi yang diperlukan. Dengan izin Allah SWT beserta dukungan dari keluarga, bimbingan dan arahan yang diberikan serta para sahabat. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan semangat, waktu, tenaga serta moral maupun materi kepada penulis selama ini sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Terima kasih kepada kedua orang tua, selama ini telah membesarkan, mendidik dan berkorban bagi penulis dengan penuh keikhlasan dan penuh kasih saying, memberikan do’a dan semangat kepada penulis yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak, adik dan seluruh keluarga besari karena motivasi dan semangat dari mereka penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan Ibu Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA., Ibu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Dr. Sururin, M. Ag dan ketua program studi Pendidikan Agama Islam Drs. Abdul Haris, M. Ag.



i



Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Yudhi Munadhi, M. Ag selaku dosen pembimbing proposal skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis serta memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat seperjuangan “Miss Queen” dan seluruh keluarga angkatan 2017 S1 Pendidikan Agama Islam. Terima ksih selalu mengingatkan masa depan, memberikan semangat dan selalu berlombalomba dalam kebaikan. Semoga kita selalu menjaga tali silaturrahim selamanya. Dan terima kasih untuk sahabat masa kecil dan sahabat putih abu-abu yang sampai detik ini masih bersama dalam ukhuwah. Penulis menyadari karya ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat dan kepada Allah SWT jugalah kita berserah diri karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Ciputat,



Mei 2021



Dina Andriani



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................ i DAFTAR ISI .....................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah................................................................................... 5 C. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5 D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6 BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................. 8 A. Pembelajaran.............................................................................................. 8 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ................................................... 8 2. Tujuan pembelajaran ........................................................................... 11 3. Tahapan Pembelajaran ........................................................................ 12 B. Pendidikan Agama Islam ......................................................................... 16 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam .................................................. 16 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ........................................................ 17 3. Materi Pendidikan Agama Islam ........................................................ 19 4. Metode Pendidikan Agama Islam ....................................................... 20 C. Literasi Digital ......................................................................................... 24 1. Pengertian Literasi Digital ................................................................... 24 2. Kompetensi Literasi Digital................................................................. 26 3. Komponen Literasi Digital .................................................................. 28 4. Jenis-jenis Literasi Digital ................................................................... 29 5. Penerapan Literasi Digital di Sekolah................................................. 30 6. Indikator Literasi Digital di Sekolah................................................... 30 D. Hasil Penelitian Yang Relevan ................................................................ 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 33 A. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................. 33 B. Metode Penelitian .................................................................................... 33 C. Fokus Penelitian....................................................................................... 34 iii



D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 35 E. Teknik Analisis Data ............................................................................... 36 F. Uji Keabsahan Data ................................................................................. 38 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 40



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan abad 21 akan terus berdampingan dengan dunia teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Hal ini memberikan dampak pada pendidikan abad 21 untuk beralih ke media digital. Media ini memuat konten yang sangat bervariasi sehingga mencetuskan literasi baru. Literasi baru tersebut mencakup kompetensi terhadap penggunaan internet dan pemanfaatan media digital. Kompetensi ini sebagai media belajar di abad 21 yang disebut dengan istilah literasi digital. Menurut Dustin C. Summey dalam bukunya yang berjudul Developing Digital Literacies menyatakan bahwa: “Digital literacies represent in whole the essential skills for managing and increasingly digital world that is the 21st century.”1 Literasi digital mewakili secara keseluruhan keterampilan penting untuk mengelola informasi dan komunikasi di dunia digital yang berubah dengan cepat dan semakin digital di abad ke-21. Konsep literasi digital menggabungkan konsep literasi media, literasi komputer dan literasi informasi.2 Menurut Martin yang dikutip Dyna Herlina dalam Literasi Media: Teori dan Fasilitasi menyatakan bahwa literasi digital adalah kesadaran, sikap dan kemampuan individu untuk menggunakan alat dan fasilitas digital secara tepat untuk mengidentifikasi, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis dan menyintesis sumber daya digital, membangun pengetahuan baru, menciptakan ekspresi media dan berkomunikasi dengan orang lain.3 Adapun, literasi digital merupakan kemampuan untuk membaca, menulis serta menganalisis objek digital yang tersaji dalam layar media digital.4 Oleh



1



Dustin C. Summey, Developing Digital Literacies: A Framework For Professional Learning, (London: SAGE Publication, tt), h. 3. 2 Dyna Herlina, Literasi Media: Teori dan Fasilitasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2019), h. 134. 3 Ibid. 4 Riki Melani, “Optimalisasi Implementasi Literasi Digital Pada Pembelajaran PAI”, Tesis, (Bandung: UIN Sunan Gunung Djati, 2019), h. 1



1



karena itu, literasi digital menjadi salah satu alternatif pendidikan yaitu beralihnya bahan bacaan fisik menjadi digital. Prinsip literasi digital adalah memudahkan pembaca dalam mengakses informasi dimanapun dan kapanpun dibutuhkan dengan menggunakan perangkat yang terhubung ke jaringan internet.5 Pembelajaran literasi memiliki tujuan yaitu memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan keterampilan sebagai komunikator yang kompeten



dalam



multikonteks,



multikultur



dan



multimedia



melalui



pemberdayaan intelegensi yang dimilikinya. Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran abad 21 pun mempunyai tujuan6 yaitu sebagai berikut: 1. Membentuk siswa menjadi pembaca, penulis dan komunikator yang strategis 2. Meningkatkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kebiasan berpikir pada siswa 3. Meningkatkan dan memperdalam motivasi belajar 4. Mengembangkan kemandirian siswa sebagai orang yang kreatif, inovatif, produktif dan berkarakter. Oleh karena itu, pembelajaran abad 21 ini sesuai dengan ketentuan umum Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana



belajar



dan



proses



pembelajaran



agar



siswa



secara



aktif



mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan dirinya, masyarakat, bangsa dan agama. Proses belajar mengajar di abad 21 memiliki alat penting dalam mendukung keberhasilan proses pembelajaran yaitu 1) internet, komputer dan printer, 2) pensil dan kertas, 3) gawai, 4) permainan edukasi, 5) tes dan kuis, 6) pola pikir yang sehat dan positif, 7) guru yang baik, 8) biaya pendidikan, 9) orang tua yang



5



Danang Wahyu Puspito, Prosiding: Implementasi Literasi Digital Dalam Gerakan Literasi Sekolah, (Konferensi Bahasa dan Sastra: International Conference on Language, Literature and Teaching, e-ISSN 2598-0629), h. 305 6 Yunus Abidin, Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan,(Bandung: PT. Refika Aditama, 2018), h. 23



2



penyayang, 10) sumber belajar yang menunjang (perpustakaan, lingkungan sehat.7 Pada awal tahun 2020, sistem pembelajaran menggunakan bentuk sistem pembelajaran alternatif yakni pembelajaran daring melalui platform yang tersedia. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama islam memiliki tantangan bahwa siswa merasakan kesusahan ketika memahami materi pembelajaran agama Islam. Hal ini perlu pengembangan pembelajaran dalam memberikan pembelajaran yang efektif dan efisien pada mata pelajaran pendidikan agama islam. Pengembangan



pembelajaran



PAI



merupakan



kegiatan



dalam



melaksanakan tindakan untuk menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan siswa yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotorik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran PAI yang telah ditetapkan. Sehingga diperlukan interaksi antara berbagai komponen pengajaran yang pada hakekatnya dapat dikelompokkan ke dalam komponen utama yaitu guru, materi pelajaran dan siswa. Pengalaman dan keterbatasan skill dalam akses berbagai bentuk pembelajaran daring ini memaksa guru dan pihak sekolah untuk lebih aktif mempelajari dan mengembangkan pembelajaran agar lebih kreatif dan inovatif.8 Pengembangan pembelajaran sudah merupakan kegiatan rutinitas baik bagi siswa maupun guru sebagai proses dari sebuah pendidikan. Penggunaan media internet dalam pembelajaran mata pelajaran PAI siswa dituntut peka terhadap segala perkembangan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan e-mail, chatting melalui internet, adanya diskusi dan partisipasi individu maupun kelompok di dalam komunitas maya merupakan bagian dari inovasi yang terjadi di jaman post-modern saat ini. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pembelajaran daring diadopsi dan diimplementasikan, antara lain karena pembelajaran daring merupakan cara



7



Daryanto dan Syaiful Karim, Pembelajaran Abad 21, (Yogyakarta: Gava Media, 2017), h. 14 Rina Mutaqinah dan Taufik Hidayatullah, “Implementasi Pembelajaran Daring (Program BDR) Selama Pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Barat”, Jurnal PETIK, Vol. 6, No. 2, 2020, h. 87 8



3



yang relatif cepat untuk mendistribusikan bahan ajar dan materi, pembelajaran daring juga dapat diperbaharui dengan cepat.9 Siswa mengakses secara online informasi edukatif tentang materi PAI, seperti fikih (pengurusan jenazah, muamalah, pembagian waris, dll) melalui tutorial di Youtube, membuat makalah tentang tarikh / sejarah Islam dengan mengambil materi dari jurnal, e-book, dan lain-lain. Selain itu juga, siswa dituntut agar mampu menggunakan dan memanfaatkan media digital secara offline seperti slide power point dari setiap materi pelajaran PAI baik aspek alQur’an hadits, fikih, sejarah, akidah akhlak sebagai bahan untuk dipersentasikan pada kegiatan diskusi di kelas. Bahkan siswa mampu menghasilkan karya nyata yang dapat di dokumentasikan seperti video dakwah, film pendek yang temanya disesuaikan dengan materi pelajaran.10 Realita tersebut merupakan gambaran implementasi dari keterampilan pembelajaran abad 21 yang mengembangkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada literasi digital. Strategi pembelajaran berbasis budaya literasi digital dimulai dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Supaya pembelajaran bernuansa literatif maka diperlukan berbagai sumber dan media belajar. Sumber belajar tidak hanya guru, lingkungan sekitar juga menjadi bahan/sumber belajar. Literasi digital tidak hanya menggunakan gawai tetapi bisa memanfaatkan sarana prasarana seperti laptop/komputer di sekolah. MAN 4 Jakarta sudah menerapkan media digital dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013. Namun, masih rendahnya motivasi dan kompetensi siswa terhadap kemampuan teknis media digital baik secara offline maupun online menjadi masalah serius dalam penerapaan pembelajaran PAI. Untuk menunjang pengguna informasi dibutuhkan literasi digital bagi pencari informasi saat ini. Di sekolah, guru mengajarkan literasi digital kepada siswa dan siswa memiliki pengetahuan dan kebebasan untuk mencari informasi 9 Tri Darmayanti, Made Yudhi Setiani dan Boedi Oetojo, “E-Learning Pada Pendidikan Jarak Jauh: Konsep yang Mengubah Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi”, Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 8, No. 2, 2007, h. 100 10 Riki Melani, op. cit., h. 3-4



4



dari sumber digital. Namun, kemampuan teknis siswa dalam menggunakan teknologi digital serta pemahaman mengenai sumber informasi yang valid dan terpercaya menjadi salah satu penghambat dalam mengerjakan tugas . Secara administrasi perencanaan literasi digital di MAN 4 Jakarta sudah tersusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran melalui media-media yang digunakan untuk pembelajaran. MAN 4 Jakarta menggunakan platform elearning yang dikelola dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayan sebagai solusi alternatif pembelajaran jarak jauh. Namun, guru-guru dibebaskan menggunakan platform apa saja dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Menurut penuturan dari kepala sekolah, MAN 4 Jakarta sudah menggunakan platform e-learning dalam proses pembelajaran. Pada praktiknya siswa banyak mengakses e-learning guna mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru. Namun, banyak dari mereka yang keliru terhadap pengumpulan tugas, kesalahan yang sering terjadi yaitu salah dalam mengartikan maksud dari tugas yang diberikan bahkan tidak teliti terhadap fitur yang terdapat dalam website elearning yang mereka gunakan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memandang bahwa dalam rangka menghadapi pembelajaran PAI di era digital diperlukan literasi digital yang baik. Dalam hal ini, diajukan penelitian dengan judul Implementasi Pembelajaran PAI Berbasis Literasi Digital Kelas XI MAN 4 Jakarta. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas maka bisa diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Rencana pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan situasi pandemik 2. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan media-media digital sebagai platform e-learning siswa dan guru. 3. Siswa kurang cakap dalam memahami perintah guru pada platform e-learning C. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:



5



1. Bagaimana perencanaan pembelajaran PAI berbasis literasi digital di kelas XI MAN 4 Jakarta? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI berbasis literasi digital di kelas XI MAN 4 Jakarta? 3. Bagaimana evaluasi pembelajaran PAI berbasis literasi digital di kelas XI MAN 4 Jakarta? D. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran PAI berbasis literasi digital di kelas XI MAN 4 Jakarta. b. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran PAI berbasis literasi digital di kelas XI MAN 4 Jakarta c. Untuk mengetahui evaluasi pembelajaran PAI berbasis literasi digital di kelas XI MAN 4 Jakarta. E. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan referensi guna pelaksanaan pembelajaran PAI melalui literasi digital b. Manfaat Praktis 1) Siswa Bagi siswa MAN 4 Jakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan motivasi pada pembelajaran PAI melalui literasi digital 2) Guru Bagi guru PAI MAN 4 Jakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan menambah khazanah intelektual dari literasi digital pada pembelajaran PAI dan Budi Pekerti. 3) Sekolah Bagi MAN 4 Jakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi serta meningkatkan kualitas lembaga pendidikan. 4) Peneliti



6



Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru dan untuk mengembangkan model pembelajaran PAI dan budi pekerti melalui literasi digital.



7



BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Istilah pembelajaran erat kaitannya dengan belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan terjadi bersama-sama. Pada dasarnya, belajar merupakan suatu proses yang berakhir pada perubahan. Belajar menurut Slavin yang dikutip oleh Chusnul Chotimah dan Muhammad Fathurrohman, adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan hasil dari interaksi antara stimulus dan respon.11 Maka, perubahan perilaku pada seseorang menjadi bukti telah belajar sesuatu. Teori ini menyatakan bahwa hal yang terpenting dalam belajar yakni input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah rangsangan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan pelajar terhadap rangsangan yang diberikan guru tersebut. Oleh karena itu, stimulus yang diberikan oleh guru dan respon dari peserta didik harus diamati dan diukur.12 Menurut Ernest R. Hilgard dalam Sumardi Suryabrata, belajar adalah proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang kemudian menimbulkan perubahan lain yang berbeda dari keadaan sebelumnya.13 Perubahan terjadi karena adanya suatu pengalaman atau latihan. Perubahan tersebut bukan dikarenakan perilaku refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.



11 Chusnul Chotimah dan Muhammad Fathurrohman, Paradigma Baru Sistem Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2018), h. 13. 12 Ibid., h. 14 13 Sumardi Suryasubrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), h. 252.



8



Sedangkan menurut David Matsumoto, belajar adalah tindakan atau proses memperoleh informasi baru, perilaku atau keterampilan yang berlangsung selama jangka waktu yang cukup.14 Menurut Oemar Hamalik, belajar merupakan suatu proses dan bukan hasil yang hendak dicapai semata. Hamalik mengemukakan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.15 Dalam bahasa Arab, kata belajar berpadanan dengan kata ta’allum. AlQur’an menggunakan kata ta’allum untuk proses penangkapan, penyerapan pengetahuan yang bersifat maknawi dan berpengaruh pada perilaku. Rohi Baalbaki memadankan ta’allum dengan learning yang disinonimkan dengan studying dalam bahasa Inggris. Menurut Baqir sebagaimana yang dikutip Mahmud, ta’allum adalah sebuah proses penyerapan informasi tanpa batas.16 Maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mental untuk memperoleh penguasaan dan penyerapan informasi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik melalui proses interaksi antara individu dan lingkungan dengan mendeskripsikan perubahan potensi perilaku yang berasal dari pengalaman sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku yang bersifat positif. Ada tiga komponen dalam kegiatan belajar yaitu sesuatu yang dipelajari, proses belajar dan hasil belajar. Ketiga komponen tersebut terjadi pada proses pembelajaran. Kata pembelajaran adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris instruction, yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-holistik yang menempatkan peserta didik sebagai sumber dari kegiatan. Istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang dapat mempermudah peserta didik mempelajari segala sesuatu lewat berbagai media sehingga



14



David Matsumono (ed), Cambridge Dictionary of Psychology, (San Fransisco: Cambridge University Press, 2009), h. 282. 15 Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 106. 16 Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 62



9



mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses interaksi dan pengalaman belajar dalam pengembangan moral keagamaan, aktivitas dan kreativitas siswa. Perbedaan prinsip pembelajaran dan mengajar terletak pada subyeknya, mengajar



menggambarkan



aktivitas



guru



sedangkan



pembelajaran



menggambarkan aktivitas peserta didik.17 Istilah pembelajaran berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 bab 1 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.18 Jadi, interaksi siswa dengan guru atau sumber belajar yang lain dalam lingkungan belajar disebut pembelajaran. Menurut Degeng yang dikutip oleh Hamzah B. Uno, pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa.19 Dalam pengertian ini mempunyai arti implisit bahwasanya dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. E. Mulyasa mengemukakan bahwa pembelajaran adalah aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Sehingga, pembelajaran merupakan suatu usaha yang melibatkan pengetahuan dan keterampilan guru yang sesuai dengan kurikulum. Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam perilaku peserta



17



Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h.



85 18 Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 5 19 Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara2012), h. 2.



10



didik sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembelajaran harus menghasilkan belajar pada peserta didik dan harus dilakukan suatu perencanaan yang sistematis. Sehingga, pembelajaran merupakan usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar. Jalannya pembelajaran diawali dari kebijaksanaan yang hakiki atas ranah spiritual, pemahaman dan pemaknaan indra yang kemudian akan diserap menjadi pengetahuan. Kebutuhan manusia akan belajar tidak akan berhenti selama masih berada di muka bumi. Manusia memiliki potensi yang sangat luar biasa, sayangnya sebagian besar materi dan suasana pembelajaran di sekolah kurang memberdayakan potensi-potensi tersebut. Persoalan pendidikan terjadi karena adanya krisis paradigma yaitu adanya kesenjangan atau ketidaksesuaian antara tujuan yang ingin dicapai dengan pola pikir yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. UNESCO mengusulkan perubahan paradigma pembelajaran dari teaching menjadi learning. Dengan perubahan tersebut, proses pendidikan menjadi proses belajar bersama antara pendidik dengan peserta didik. Dalam paradigma ini, pendidik dan peserta didik sedang dalam belajar dan lingkungan sekolah menjadi learning society (masyarakat belajar).20 Implementasi dari paradigma tersebut, dalam pembelajaran harus lebih mementingkan aktivitas siswa daripada subyek matter. 2. Tujuan pembelajaran Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang mempunyai tujuan. Tujuan ini harus searah dengan tujuan belajar siswa. Tujuan belajar siswa adalah mencapai perkembangan optimal, yang meliputi aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.



20



Dewi Salma Prawiradilaga dan Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 357.



11



Abdorakhman Ginting mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran harus ditetapkan sebelum proses belajar dan pembelajaran berlangsung agar guru dan peserta didik memahami perubahan tingkah laku yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya.21 Guru harus mempunyai kompetensi tertentu agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan tepat. Dalam permendiknas RI No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar peserta didik. Perpaduan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dengan ranah baru ini diramu dengan baik sehingga membentuk suatu proses pembelajaran yang menekankan pada pembentukan sikap dan karakter anak didik sebelum merambah pada aspek kognitif. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta memengaruhi karakteristik standar proses. 22 Untuk mencapai tujuan tersebut, peserta didik melakukan kegiatan belajar, sedangkan guru melaksanakan pembelajaran kedua kegiatan itu harus bisa saling melengkapi. 3. Tahapan Pembelajaran Tahapan pembelajaran adalah jenjang dalam melakukan pembelajaran yang harus dilalui oleh seorang guru. Berikut pemaparan lebih detail terkait tahapan pembelajaran antara lain: a. Tahapan Sebelum Pembelajaran Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan, program semester,



program



satuan



pelajaran



dan



perencanaan



program



21 Abdorakhman Ginting, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Humaniora, 2008), h. 108. 22 Chusnul Chotimah dan Muhammad Fathurrohman, op.cit., h. 66.



12



pembelajaran. Dalam merencanakan program-program tersebut perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan23 di antaranya adalah: 1) Bekal bawaan anak didik Bahan yang dipersiapkan guru harus tidak jauh dari pengalaman dan pengetahuan anak didik yang mempunyai hubungan dengan apersepsi anak. 2) Perumusan Tujuan Pembelajaran Perumusan ini meliputi tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang mengacu pada kurikulum. 3) Pemilihan Metode Guru harus pandai memilih metode, guna mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. 4) Pemilihan Pengalaman-Pengalaman Belajar Guru harus bisa memberikan contoh empiris positif kepada siswa karena semua itu berkesan dalam jiwa siswa. Contoh : kesopanan guru dan kerapian guru. 5) Pemilihan Bahan dan Peralatan Belajar Bahan adalah isi atau materi yang akan disampaikan pada anak didik dalam interaksi edukatif, sedangkan peralatan/ alat bantu merupakan instrumen pembantu yang mempercepat daya serap anak didik sehingga tujuan tercapai. 6) Mempertimbangkan Jumlah dan Karakteristik Anak Didik Jumlah anak didik di kelas mempengaruhi suasana kelas dan harus disadari variasi tingkat berfikir dan kepribadian yang berbeda menuntut guru harus lebih sabar dan lebih inovatif dalam pembelajaran. 7) Mempertimbangkan Jumlah Jam Pelajaran yang Tersedia Masalah waktu itu berhubungan dengan kedisiplinan dalam mengajar sehingga guru dapat mempersiapkan bahan pelajaran sesuai dengan waktu yang tersedia. 23



Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 70-73



13



8) Mempertimbangkan Prinsip-Prinsip Belajar Belajar adalah berubah, perubahan dalam belajar adalah disadari setelah berakhirnya kegiatan belajar untuk itu perlu diperhatikan beberapa prinsip dalam belajar. b. Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan24 meliputi: 1) Pengelolaan dan Pengendalian Kelas Pengelolaan kelas yang kondusif sangat mendukung kegiatan interaksi edukatif. Indikator kelas yang kondusif dibuktikan dengan alat dan asyiknya anak didik belajar dengan penuh perhatian, mendengarkan penjelasan guru yang sedang memberikan bahan pelajaran. 2) Penyampaian Informasi Informasi yang disampaikan guru berupa bahan/ materi pelajaran, petunjuk, pengarahan dan apersepsi yang divariasikan dalam berbagai bentuk tanpa menyita banyak waktu untuk kegiatan pokok. 3) Penggunaan Tingkah Laku Verbal dan Non Verbal Gaya-gaya baru dalam mengajar merupakan cara kedua tingkah laku tersebut. Keduanya saling menguatkan bila dipergunakan dengan tepat dan benar. Tingkah laku non verbal misalnya dengan mimik/ gerakan tubuh, tangan, badan, kepala, mata dan sebagainya. 4) Merangsang tanggapan balik dari anak didik Mengajar yang gagal adalah mengajar yang tidak mendapat tanggapan dari anak didik sedikitpun. Indikator adanya tanggapan dari anak didik adalah ketika guru menyampaikan bahan pelajaran yaitu dengan menggunakan metode tanya jawab, keterampilan bertanya dasar maupun lanjut, sebagai usaha mendapat tanggapan balik dari siswa. 5) Mempertimbangkan Prinsip-Prinsip Belajar



24



Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 74-78.



14



Dalam mengajar guru tidak terlalu dituntut memperhatikan gerak kisik anak didik, tetapi sangat diharapkan memperhatikan prinsipprinsip belajar anak didik. 6) Mendiagnosis Kesulitan Belajar Dalam pembelajaran guru harus mampu memperhatikan anak didik yang kurang dapat berkonsentrasi dengan baik dalam belajar yaitu dengan mencari faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak. 7) Mempertimbangkan Perbedaan Individual Dalam kelas jumlah anak didik yang banyakcenderung heterogen (berbeda-beda). Hal inilah yang hendaknya menjadi pertimbangan untuk kepentingan pengajaran. 8) Mengevaluasi Kegiatan Interaksi Interaksi antara guru dan anak didik ini dibedakan menjadi tiga yaitu interaksi satu arah (guru ke anak didik), interaksi dua arah (Guru ke anak didik dan anak didik ke guru), interaksi banyak arah (guru ke anak didik, anak didik ke guru dan anak didik ke anak didik). c. Tahapan Evaluasi Pembelajaran Tahap ini merupakan kegiatan setelah pertemuan tatap muka dengan anak didik, tahapan tersebut25 di antaranya adalah: 1) Menilai Pekerjaan Anak Didik Penilaian adalah kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dengan pekerjaan yang harus guru lakukan sesudah pengajaran. Jadi dalam hal ini pekerjaan yang dilakukan guru salah satunya adalah melaksanakan tes tertulis, lisan atau perbuatan, dengan pendekatan analisis kuantitatif dan kualitatif. 2) Menilai Pengajaran Guru Penilaian ini diarahkan pada aspek antara lain gaya-gaya mengajar, struktur penyampaia, bahan pembelajaran, penggunaan metode,



25



Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 78.



15



ketepatan perumusan tujuan pendidikan, ketepatan pemakaian alat dan alat bantu pengajaran. 3) Membuat Perencanaan untuk Pertemuan Berikutnya Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengajaran adalah ketepatan perumusan tujuan pemebalajaran, kesesuaian bahan dengan tujuan pembelajaran, pemilihan metode yang tepat, pemilihan alat pengajaran, pemilihan sumber belajar dan pemakaian prosedur, jenis dan evaluasi yang sesuai. B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Istilah pendidikan menurut UU Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.26 Sedangkan Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik agar tercipta perkembangan maksimal yang positif.27 Kata pendidikan dalam bahasa Arab dikenal dalam berbagai macam term yakni at-tarbiyyah, at-ta’lim dan at-ta’dib. Kata at-tarbiyah sama dengan kata ar-rabb, rabbayani, nurabbi, ribbiyun, dan rabbani. Fahrur Rozi berpendapat bahwa ar-rabb merupakan kata yang seakar dengan at-tarbiyah yang berarti at-tanmiyah yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi mengartikan arrabb dengan pemilik, yang maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha menambah, yang maha menunaikan. Sedangkan istilah ta’lim berasal dari kata ‘allama yang artinya proses transimisi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan. Istilah ta’dib diartikan sebagai 26



UU No. 20 Tahun 2003 RI tentang Sistem Pendidikan Nasional Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), h. 28. 27



16



proses pengenalan dan pengakuan secara berangsur-angsur yang ditanamkan dalam diri manusia.28 Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang diberikan untuk mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam pertumbuhan jasmani dan rohani yang berlangsung seumur hidup. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut Zakiah Darajat sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, menjelaskan sebagai suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.29 Sedangkan menurut Ibnu Hajar yang dikutip oleh Muntholi’ah, PAI sebagai sebutan yang diberikan pada salah satu subyek pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa muslim dalam menyelesaikan pendidikannya dalam tingkatan tertentu.30 Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk membelajarkan bidang studi pendidikan agama Islam dalam menyiapkan peserta didik meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta pembinaan akhlak yang mulia dan berbudi pekerti luhur. Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran yang bermuatan ajaran Islam dan tatanan nilai kehidupan Islami. Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa dan akhlak serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai. Sedangkan tujuan setelah terwujudnya pendidikan Islam yaitu 28



Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Sejati, 2012), h. 15 Abdul majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 130 30 Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: Gunungjati dan Yayasan Al-Qalam, 2002), h. 12 29



17



kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola taqwa insan kamil artinya manusia utuh rohani dan dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah swt. Menurut Athiyah al-Abrasy tujuan pendidikan Islam diantaranya sebagai berikut: a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan akhirat. b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat. c. Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai kegiatan masyarakat. Dari uraian tersebut, pembelajaran PAI lebih menitik beratkan pada pesan moral dalam membina mental siswa agar menjadi siswa yang taat pada ajaran agama dan selalu bersikap baik dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Pendidikan Agama Islam bertujuan 31 untuk: a. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah swt. b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara



31



Depdiknas, Standar Isi: Keputusan Menteri No. 22, 23, 24 Tahun 2006, (Jakarta: BNSP, 2006).



18



personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. Proses pendidikan agama Islam dilalui dan dialami oleh peserta didik dari tahapan kognitif yakni pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap ajaran nilai-nilai yang terkandung dalam Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan afektif yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri peserta didik dalam menghayati dan meyakininya. Tahapan afektif tersebut terkait erat dengan erat dengan kognitif dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahaan afektif ini diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam yang telah terinternalisasikan dalam dirinya.32 Dengan demikian akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia dengan tujuan beribadah kepada Allah swt. 3. Materi Pendidikan Agama Islam Materi pendidikan agama Islam meliputi akidah (masalah keimanan), syari’ah (masalah keislaman) dan ihsan (masalah akhlak) maka kurikulum PAI diarahkan pada ketiga aspek tersebut. Namun, adapula yang mengklasifikasikan materi pendidikan agama Islam pada lima aspek kajian33 sebagai berikut: a. Aspek al-Qur’an dan Hadits Aspek ini menjelaskan beberapa ayat dalam al-Qur’an dan sekaligus menjelaskan beberapa hukum bacaannya yang terkait dengan ilmu tajwid dan beberapa hadits Nabi Muhammad Saw. b. Aspek keimanan dan akidah Islam Aspek ini menjelaskan berbagai konsep keimanan yang meliputi enam rukun iman dalam Islam. 32



Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 2, h. 78-79. 33 Depdiknas Jendral Direktorat Pendidikan Dasar, Lanjutan Pertama Dan Menengah, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbagai Kompetensi Sekolah Menengah Pertama, (Jakarta: 2004), h. 18.



19



c. Aspek akhlak Aspek ini menjelaskan berbagai sifat-sifat terpuji yang harus diikuti dan sifat-sifat tercela yang harus dijauhi. d. Aspek hukum Islam Aspek ini menjelaskan berbagai konsep keagamaan yang terkait dengan masalah ibadah dan mu’amalah. e. Aspek tarikh Islam Aspek ini menjelaskan sejarah perkembangan atau peradaban Islam yang bisa diambil manfaatnya untuk diterapkan di masa sekarang. Dalam penerapannya, penentuan materi PAI harus mempertimbangkan kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan siswa. Cakupan kurikulum PAI harus dibedakan pada masing-masing tingkatan dan jenis sekolah yang ada. Salah satu kelemahan pembelajaran PAI yang berimplikasi pada akhlak di sekolah adalah terjebak pada orientasi secara kognitif bukan pada penanaman nilai, sehingga tidak sampai pada tahap aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu desain kurikulum PAI paling tidak harus mengacu pada pilarpilar pembelajaran: “learning how to think, learning how to learn, learning how to do, learning how to be dan learning how to live together.”34 4. Metode Pendidikan Agama Islam Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan guru dengan peserta didik. Dalam proses pendidikan Islam metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan. Metode menjadi sarana yang bermakna bagi materi pelajaran sehingga materi tersebut dapat dipahami dan diserap oleh peserta didik. Secara etimologi, metode berasal dari bahasa Yunani yaitu Metodos. Metha artinya melalui atau melewati dan hados artinya jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.35 Dalam bahasa Arab, metode disebut thariqah



34 Lailatun Nazilah, “Implementasi Cooperative Learning Dalam Pembelajaran PAI DI SMA Negeri 12 Semarang”, Skripsi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2011), h. 37-38. 35 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 40.



20



artinya jalan, cara, sistem dalam mengerjakan sesuatu yang menurut istilah yaitu suatu sistem atau cara mengatur suatu cita-cita.36 Muhammad Athiyah al-Abrasyi mendefinisikan bahwa metode adalah jalan yang harus diikuti untuk memberikan paham kepada murid-murid dalam segala macam pelajaran.37 Menurut M. Arifin, metode sebagai jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.38 Adapun Ahmad Tafsir mengemukakan batasannya bahwa metode adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik.39 Jadi, metode adalah sebuah cara yang digunakan untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik untuk mencapai sebuah tujuan. Metode pendidikan islam adalah sebuah jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran yaitu pribadi Islami.40 Sedangkan metode mengajar merupakan salah satu cara yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pembelajaran. Dalam proses belajar pendidikan agama Islam ada beberapa jenis metode belajar yang digunakan oleh para siswa yaitu menghafal, debat dan diskusi. Allah swt. berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 125 tentang hal tersebut, yaitu:



ِ ‫ك ِِب ْْلِ ْكم ُِۗة والْمو ِعظَُِۗة ا ْْلسنَُِۗة وج‬ ُۗ‫ت ِه َُۗي اَ ْح َسن‬ ُْۗ َِّ‫اد ْْل ُْۗم ِِبل‬ َُۗ ِ‫ل َسبِْي ُِۗل َرب‬ ُۗ ٰ ِ‫ع ا‬ ُۗ ‫ا ْد‬ ََ ََ َْ َ َ ُۗ‫ض َُّۗل َع ُْۗن َسبِْيلِهٖ َوه َُۗو اَ ْعلَ ُۗم ِِبلْم ْهتَ ِديْ َن‬ َُۗ َّ‫اِ َُّۗن َرب‬ َ ‫ك ه َُۗو اَ ْعلَ ُۗم ِِبَ ُْۗن‬ Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari



36



Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h.136. 37 Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994), h. 52. 38 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 61. 39 Ahmad Tafsir, op. cit. , h. 9. 40 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 9.



21



jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”(QS.An-Nahl:125). Ayat tersebut diawali dengan perintah untuk menyampaikan sesuatu secara ma’ruf. Implikasinya adalah perintah untuk membahas (berdebat atau berdiskusi) secara ma’ruf pula. Metode yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan akomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar (KBM). Adapun



metode yang digunakan oleh guru bidang studi PAI adalah:



1. Metode Ceramah Metode ceramah merupakan



metode dalam pendidikan dan



pengajaran yang dilaksanakan dengan lisan oleh guru kepada peserta didiknya di dalam kelas. Dalam metode ini guru adalah peran utama dalam menerangkan secara aktif, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan mengikuti secara cermat pokok persoalan yang diterangkan oleh guru.41 2. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab merupakan metode dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangkan murid-murid menjawab tentang bahan materi yang ingin diperolehnya. Metode tanya jawab dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah diberikan, selingan pembicaraan, untuk merangsang peserta didik agar perhatiannya tercurah kepada masalah yang sedang dibicarakan dan untuk mengarahkan proses berfikir.42 3. Metode Diskusi Metode diskusi merupakan suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Dalam diskusi ini yang perlu diperhatikan adalah setiap anak sudah mau mengemukakan pendapatnya, setiap anak sudah dapat menjaga dan mematuhi etika dalam berbicara dan



41 42



Abu Ahmadi, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Bandung, Armico, 1985), h. 110 Ibid., h. 113



22



sebagainya.



Kemudian



diperhatikan



pembicaraanya



memberikan



kemungkinan memecahkan persoalan diskusi.43 4. Metode Pemberian Tugas Belajar (Resitasi) Metode ini sering disebut dengan pekerjaan rumah yaitu metode dimana murid diberi tugas khusus di luar jam pelajaran. Dalam pelaksanaan metode ini anak-anak dapat mengerjakan tugasnya tidak hanya di rumah, akan tetapi bisa juga di perpustakaan, laboratorium, taman dan lain-lain. Manfaat metode resitasi dilakukan44 sebagai berikut: a. Apabila guru mengharapkan agar semua pengetahuan yang telah diterima anak lebih mantap. b. Untuk mengaktifkan anak-anak mempelajari sendiri suatu masalah dengan membaca sendiri, mengerjakan suatu masalah dengan membaca sendiri, mengerjakan soal-soal sendiri, mencoba sendiri. c. Agar anak-anak lebih rajin. 5. Metode Demonstrasi dan Eksperimen Metode demonstrasi adalah metode mengajar dimana seseorang diminta untuk memperlihatkan pada orang lain di dalam kelas suatu proses belajar. Misalnya, proses cara mengambil air wudu, proses jalannya shalat dua rakaat dan sebagainya. Metode eksperimen adalah metode pengajaran dimana guru dan murid bersama-sama mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang



diketahui.



Misalnya,



murid



mengadakan



eksperimen



menyelenggarakan shalat jum’at, merawat jenazah dan sebagainya. Metode demonstrasi dan eksperimen dilakukan45 sebagai berikut: a. Apabila akan memberikan keterampilan tertentu b. Untuk memudahkan berbagai penjelasan c. Untuk memudahkan anak memahami dengan jelas jalannya suatu proses dengan penuh perhatian sebab membuat anak dan menarik.



43



Ibid., h. 114-116 Ibid., h. 118 45 Ibid., h. 120. 44



23



6. Metode Kerja Kelompok Metode kerja kelompok dalam rangka pendidikan dan pengajaran merupakan kelompok dari kumpulan beberapa individu yang bersifat pedagogis yang didalamnya terdapat adanya hubungan timbal balik antara individu serta saling percaya mempercayai.46 C. Literasi Digital 1. Pengertian Literasi Digital Literasi berasal dari bahasa Inggris yaitu literacy yang diartikan sebagai kemampuan baca tulis. Menurut UNESCO literasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, berkomunikasi, menghitung dan menggunakan bahan cetak dan tulisan yang terkait dengan berbagai konteks. Literasi melibatkan serangkaian pembelajaran yang memungkinkan individu mencapai tujuannya untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi dan untuk berpartisipasi secara penuh dalam komunitas mereka dan masyarakat luas.47 Jadi, literasi adalah kemampuan mengakses, memahami dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas yaitu membaca, menyimak, menulis dan berbicara. Sedangkan kata digital berasal dari digitus dalam bahasa Yunani yang berarti jari jemari. Apabila jari jemari seseorang dihitung, maka akan berjumlah sepuluh. Nilai sepuluh terdiri dari 2 radix yaitu 1 dan 0. Oleh karena itu, digital merupakan penggambaran suatu kondisi bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1 atau off dan on (sistem bilangan biner) dapat juga disebut istilah bit (Binary Digit).48 Menurut Paul Gilster yang dikutip oleh Irsyad Maulan Yahya dalam Skripsinya, bahwa literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam banyak format dari berbagai sumber ketika disajikan melalui komputer. Sedangkan menurut Dustin C. Summey, 46



Ibid., h. 121. Bella Elpira, “Pengaruh Penerapan Literasi Digital Terhadap Peningkatan Pembelajaran Siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh”, Skripsi (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2018) h. 10. 48 Ibid., h. 11 47



24



literasi digital merupakan kemampuan luas untuk bekerja dengan alat digital dan memilih alat yang sesuai untuk digunakan untuk tugas tertentu.49 Jadi, literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan efisien. Literasi digital merupakan ketertarikan sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola,



menganalisis



dan



mengevaluasi



informasi,



membangun



pengetahuan baru, berkomuniksi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat.50 Literasi digital merujuk pada adanya upaya mengenal, mencari, memahami, menilai dan menganalisis serta menggunakan teknologi digital. Definisi literasi digital yang dikemukan oleh Hobbs bahwa literasi digital adalah konstelasi pengetahuan, keterampilan dan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk berkembang dalam budaya yang didominasi oleh teknologi. Menurut laporan dari Australian Government, bahwa literasi digital



melibatkan



pengetahuan



tentang



bagaimana



menggunakan



serangkaian perangkat teknologi untuk menemukan informasi, memecahkan masalah atau tugas-tugas yang rumit. Jones-Kavalier dan Flannigan mengemukakan bahwa seseorang dapat dikatakan memiliki literasi digital apabila ia memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan tugas secara efektif dalam lingkungan digital yang diantaranya terdiri atas kemampuan membaca dan menginterpretasikan media, memproduksi data dan gambargambar melalui manipulasi digital serta mengevaluasi dan menerapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari lingkungan digital.51 Allan Martin menjelaskan bahwa literasi digital adalah gabungan dari beberapa bentuk literasi yaitu komputer, informasi, teknologi, visual, media



49



Dustin C. Summey, op. cit., h. 12. Rila Setyaningsih dkk, “Model Penguatan Literasi Digital Melalui Pemanfaatan E-Learning”, Jurnal ASPIKOM, Vol. 3, 6, 2019, h. 1203 51 Hary Soedarto Harjono, “Literasi Digital: Prospek dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa”, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Vol. 8, no. 1, 2018, E-ISSN: 2615-7705, h. 3. 50



25



dan komunikasi. Dengan enam keterampilan literasi digital tersebut, Martin merumuskan bebrapa dimensi literasi digital52 sebagai berikut: a. Literasi digital melibatkan kemampuan aksi digital yang terikat kerja, pembelajaran, kesenangan dan aspek lain dalam kehidupan sehari-hari. b. Literasi digital secara individual bervariasi tergantung situasi sehari-hari yang ia alami dan juga proses sepanjang hayat sebagaimana situasi hidup individu itu. c. Literasi digital melibatkan kemampuan mengumpulkan dan menggunakan pengetahuan, teknik, sikap dan kualitas personal selain itu juga kemampuan merencanakan, menjalankan dan mengevaluasi tindakan digital sebagai bagian dari penyelesaian masalah/tugas dalam hidup. d. Literasi digital juga melibatkan kesadaran seseorang terhadap tingkat literasi digitalnya dan pengembangan literasi digital. Kesimpulan dari beberapa pendapat para ahli diatas yakni literasi digital adalah keterampilan fungsioanl yang bertautan dengan pengetahuan dan penggunaan teknologi digital secara efektif, kemampuan menganalisis dan mengevaluasi informasi digital, mengetahui bagaimana bertindak secara aman dan tepat di ruang maya. 2. Kompetensi Literasi Digital Kompetensi berasal dari kata competence yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara utuh yang merupakan perpaduan antara pengetahuan serta kemampuan.53 Kompetensi mempunyai makna yang hampir sama dengan keterampilan hidup yaitu kecakapankecakapan, keterampilan untuk menyatakan, memelihara, menjaga dan mengembangkan diri. Seseorang dapat menguasai literasi digital secara bertahao karena satu jenjang lebih rumit dari pada jenjang sebelumnya. Kompetensi digital Bella Elpira, “Pengaruh Penerapan Literasi Digital Terhadap Peningkatan Pembelajaran Siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh”, Skripsi (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2018), h. 11-12. 53 Nana Syaodih Sukmadinata dan Erliana Syaodih, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi, (Bandung: Refika Aditama, 2012), h. 18. 52



26



mensyaratkan literasi komputer dan teknologi. Namun, untuk dapat dikatakan memiliki literasi digital maka seseorang harus menguasai literasi informasi, visual, media dan komunikasi. Menurut pendapat Tibor Koltay dalam Literasi Media: Teori dan Fasilitas, ada empat kompetensi inti literasi digital54 antara lain: a. Pencarian



internet



merupakan



kemampuan



pencarian



informasi



digabungkan dengan pemikiran kritis untuk menilai kualitas (kebenaran dan kepercayaan) informasi dari berbagai sumber. b. Hypertext navigation merupakan kemampuan mengarahkan satu informasi dengan informasi yang terhubung dalam informasi digital. c. Perakitan pengetahuan yang benar karena informasi yang didapatkan dari media digital biasanya berupa potongan-potongan yang harus dirakit sendiri oleh khalayak. d. Evaluasi konten yang berkaitan dengan manfaat dan relevansinya dengan kehidupan nyata sehingga proses bermedia digital memfasilitasi tindakan sosial yang konstruktif. Sedangkan menurut Livingstone dan Thumim, ada tiga hal penting yang harus dikuasai khalayak pada era digital55 antara lain: a. Kemampuan teknis mengakses komputer dan internet sebagai bagian dari akses rutin untuk belajar, bekerja, mendapatkan berita dan hiburan. b. Pemahaman atau praktik penggunaan media digital dengan kritis untuk menghindari banjir informasi, mendapatkan informasi yang benar dan terpercaya, hiburan berkualitas, pengetahuan yang bermanfaat untuk pemecahan masalah sehari-hari. c. Produksi konten yang memfasilitasi kreativitas dan kolaborasi. Produksi konten tidak hanya untuk tujuan hiburan dan pendidikan tetapi untuk berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat sipil dan sosial sehingga terlibat dalam keputusan publik.



54 55



Dyna Herlina, op. cit., h. 135. Ibid.



27



3. Komponen Literasi Digital Douglas Belshaw dalam tesisnya What is “Digital Literacy”? mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital56 yaitu sebagai berikut: a. Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital b. Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten c. Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan actual d. Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital e. Kepercayaan diri yang bertanggung jawab f. Kreatif melakukan hal baru dengan cara baru g. Kritis dalam menyikapi konten, dan h. Bertanggung jawab secara sosial Sedangkan Helle Slee menetapkan 6 standar komponen literasi digital57 sebagai berikut: a. Tanggung jawab digital, menggunakan internet dengan aman b. Produktif digital, mengaplikasikan keterampilan yang dimiliki untuk menyelesaikan setiap persoalan di lingkungan digital c. Literasi informasi digital, peserta didik mampu melakukan penelitian di lingkungan digital d. Kolaborasi digital, peserta didik dapat melakukan kerjasama dalam dunia digital e. Kreativitas digital, peserta didik dianjurkan untuk lebih percaya diri dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara yang lebih spesifik. f. Pembelajaran digital, mendorong untuk pembelajaran mandiri, memilih, menerapkan dan mengevaluasi berbagai alat digital baik yang familiar maupun asing.



Hana Silvana, Cecep, “Pendidikan Literasi Digital Di Kalangan Usia Muda Di Kota Bandung”, Jurnal Ilmu Pendidikan, h. 150. 57 Irsyad Maulan Yahya, “Literasi Media Digital Sebagai Strategi Peningkatan Kompetensi Digital Pada Siswa SMA Negeri 1 Mayong”, Skripsi, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2019), h. 30, dipublikasikan. 56



28



Berdasarkan



kedua



komponen



litersi



digital



tersebut,



penulis



menyimpulkan bahwa untuk mengembangkan literasi digital seseorang harus bisa: a. Menggunakan teknologi digital dengan aman dan bertanggung jawab b. Mengetahui jenis dan ragam konteks pengguna digital, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan berbagai lingkugan sosial dari berbagai aplikasi c. Kritiis dalam menilai setiap konten dalam dunia digital sehingga tidak merasa dirugikan di kemudian hari. d. Mampu berkolaborasi dalam lingkup dunia digital guna membangun pengetahuan baru bersama e. Mampu untuk melakukan pembelajaran mandiri dengan berbagai alat digital dan mencoba mengikuti perkembangan teknologi digital sesuai era perkembangan. 4. Jenis-jenis Literasi Digital Literasi digital digolong ke dalam beberapa jenis58, dianataranya yaitu: a. Internet, tempat pengguna mengakses berbagai bentuk keaksaraan b. Media sosial yaitu sebuah media yang digunakan untuk bersosialisasi satu sama lain secara online yang memungkinkan manusia untuk berinteraksi tanpa batas waktu. c. Buku Berbicara Elektronik (ETB) yaitu buku cerita digital yang suaranya dari komputer, perangkat elektronik atau internet. d. E-Book yaitu buku yang dicetak dalam bentuk digital, perangkat ini memungkinkan pengguna mengunduh dan menyimpan ribuan majalah, surat kabar atau buku dalam bentuk digital. e. Blog atau Weblog adalah entri seperti buku harian yang bisa ditulis oleh siapa saja dan ditampilkan di halaman web. f. Smartphone yaitu gawai pintar yang dapat digunakan oleh pengguna dalam berbagai hal dalam melakukan komunikasi dan mendapatkan informasi termasuk secara online. 58



Ibid., h. 26.



29



g. CD dan DVD adalah sebuah media penyimpanan optik dan popular untuk penyimpanan video dan data yang dapat diputar kembali saat dibutuhkan. Berdasarkan jenis-jenis literasi digital diatas, penulis menyimpulkan bahwa e-learning dapat dilakukan oleh berbagai bentuk media dan jenis yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik memperoleh informasinya. 5. Penerapan Literasi Digital di Sekolah Dalam penerapan literasi digital di sekolah guru sebagai fasilitator dituntut untuk mendayagunakan sumber belajar seperti majalah, surat kabar, internet dan media digital. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan dunia. Pendayagunaan sumber belajar dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Oleh sebab itu, pembelajaran literasi digital akan senantiasa up to date dan mampu akselerasi teknologi dan seni dalam masyarakat yang semakin global. Melakukan penerapan literasi digital di sekolah, siswa dapat memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasan siswa dan membantu siswa menyelesaikan tugas mereka dalam menentukan informasi dari konten digital yang tepat, akurat dan waktu yang relatif singkat. Penerapan literasi digital melibatkan keterampilan siswa untuk menggugah media baru dan pengalaman dari internet. Literasi digital dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, misalnya ada beberapa keterampilan yang harus dikuasai siswa seperti membaca, menyimak dan menulis dilakukan dengan media digital melalui komputer, internet dan smartphone. 6. Indikator Literasi Digital di Sekolah Indikator literasi digital yang ada di sekolah meliputi 3 macam, antara lain: a. Basis Kelas 1) Jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti oleh kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan.



30



2) Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran . 3) Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet. b. Basis Budaya Sekolah 1) Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital 2) Frekuensi peminjaman buku bertema digital 3) Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi 4) Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital 5) Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan sekolah 6) Tingkst pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya e-rapor, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb). c. Basis Masyarakat 1) Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah 2) Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas dan Lembaga dalam pengembangan literasi digital. D. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam suatu penelitian, diperlukan hasil-hasil penelitian yang relevan untuk mendukung serta memperkuat pentingnya penelitian ini dilakukan. Penulis telah menganalisis beberapa hasil penelitian yang terkait dengan judul “Implementasi Pembelajaran PAI Berbasis Literasi Digital Kelas XI MAN 4 Jakarta”, yaitu sebagai berikut: 1. Skripsi “Literasi Media Digital Sebagai Strategi Peningkatan Kompetensi Digital Pada Siswa SMA Negeri 1 Mayong” oleh Irsyad Maulana Yahya dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa hasil tingkat kompetensi literasi media digital pada 62



31



siswa SMA Negeri 1 Mayong mendapatkan skor rata-rata 3,24 yang masuk pada kategori tinggi. Berdasarkan sub variabek Internet Searching mendapatkan skor rata-rata 3,21. Hypertexted Navigation mendapatkan skor rata-rata 3,20. Content Evaluation mendapatkan skor rata-rata 3,26. Knowledge Assembly mendapatkan skor 3,28. Kesimpulannya menerangkan bahwa tingkat kompetensi literasi media digital pada 62 siswa SMA Negeri 1 Mayongg tinggi.59 2. Skripsi “Pengaruh Penerapan Literasi Digital Terhadap Peningkatan Pembelajaran Siswa Di SMP Negeri 6 Banda Aceh” oleh Bela Elpira. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan regresi linier sederhana. Hasil penelitian memperoleh R sebesar 0,669 yang menunjukkan bahwa hubungan antara penerapan literasi digital (variabel X) dan peningkatan pembelajaran (variabel Y) tergolong kuat. Hasil uji F terbukti bahwa Fhitung 69,688 > Ftabel 4,39. Dengan hasil bahwa penerapan literasi digital memiliki pengaruh terhadap peningkatan pembelajarann. Sedangkan hasil koefisien determinasi diperoleh nilai sebesar 0,448 menunjukkan bahwa variabel independent mempengaruhi variabel dependen.60 Perbedaan penelitian ini dengan skripsi di atas terletak pada variabel dan metode penelitiannya. Namun, melalui skripsi di atas penulis cukup mempelajari hal-hal yang menjadi fokus penelitian penulis. Hal ini dilakukan karena penelitian yang sedang penulis lakukan minim referensi sehingga beberapa penelitian di atas dianggap relevan terkait dengan objek penelitian yang sudah dilakukan.



59



Irsyad Maulana Yahya, Op. CIt.



60



Bela Elpira, Op. CIt.



32



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian merupakan tempat yang dipilih serta ingin diteliti untuk memperoleh data. Sebelum memilih tempat penelitian, hal pertama yang penulis lakukan yaitu survey secara daring untuk memastikan tempat penelitian tersebut dalam pembelajarannya menerapkan media digital. Adapun penelitian ini bertempat di MAN 4 Jakarta. Sedangkan waktu penelitiannya yakni kegiatan pengumpulan data terkait objek penelitian yang akan dimulai pada bulan Agustus 2021 sampai dengan Desember 2021. B. Metode Penelitian Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang diselidiki dan diteliti.61 Penelitian yang dilakukan penulis dengan judul Implementasi Pembelajaran PAI Berbasis Literasi Digital adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif. Menurut Nurul Zuriah, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk menyampaikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadiankejadian, secara sistematis dan akurat berkaitan dengan sifat-sifat populasi maupun suatu daerah. Dalam penelitian deskriptif, cenderung tidak perlu mencari atau menjelaskan hubungan dan cenderung tidak perlu menguji hipotesis.62 Menurut Jonh W. Creswell pendekatan studi kasus ialah pendekatan yang mengeksplorasi kehidupan nyata pada suatu kasus atau beragam kasus melalui



61



Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 16. Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), cet. II, h. 47. 62



33



pengumpulan data yang detail dan mendalam dan melibatkan beragam sumber informasi seperti, observasi, wawancara, bahan audio visual dan berbagai dokumen terkait.63 Penelitian studi kasus memungkinkan peneliti tetap holistik dan signifikan. Penelitian studi kasus terbatas pada wilayah yang sempit karena mengkaji perilaku pada tingkat individu, kelompok, lembaga dan organisasi. Kasusnya pun dibatasi pada jenis kasus tertentu, tempat atau lokasi tertentu dan waktu tertentu. Penelitian studi kasus tidak dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan secara umum atau memperoleh generalisasi, oleh karena itu tidak memerlukan populasi dan sampel. Penelitian studi kasus bukan pilihan metodologik tetapi pilihan objek yang akan diteliti. Artinya pendekatan studi kasus seorang peneliti akan memilih sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam. Studi kasus ini mendeskripsikan implementasi pembelajaran PAI berbasis literasi digital kelas XI MAN 4 Jakarta. Adapun sumber data utama dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari penelitian lapangan melalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang relevan, buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan untuk memperkuat analisis empiris dalam menjawab permasalahan penelitian. C. Fokus Penelitian Fokus penelitian merupakan batasan masalah dalam penelitian kualitatif. Batasan masalah didasarkan pada tingkat kepentingan, urgensi dan fisibilitas masalah yang akan dipecahkan. Dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus. Spradley mengatakan bahwa “a focused refer to a single cultural domain or few related domains,” maksudnya adalah, fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial.64



63 Jonh W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih di antara 5 Pendekatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.135 64 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 286.



34



Dalam pandangan penelitian kualitatif yang bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis. Agar penelitian tidak mengarah kemana-mana, oleh karena itu dalam penelitian kualitatif ada yang disebut batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus penelitian, yang berisi pokok masalah yang bersifat umum. Batasan masalah kualitatif diantaranya: 1. Tempat merupakan ruang atau bidang yang dijadikan sebagai fokus penelitian. Tempat penelitian ini adalah MAN 4 Jakarta beralamat di jalan M. Kahfi II No. 66 Jagakarsa, Jakarta Selatan. 2. Pelaku adalah orang atau kumpulan banyak orang yang menjadi fokus dalam penelitian dan menjadi sumber dalam pengumpulan data. Pelaku dalam penelitian ini adalah tenaga pendidik dan kependidikan MAN 4 Jakarta (kepala sekolah, waka kurikulum, guru, dan peserta didik). 3. Aktifitas adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang sebagai hasil pembiasaan atau pengulangan kegiatan yang sudah menjadi rutinitas seharihari. Aktifitas yang menjadi fokus penelitian ini adalah aktifitas pembelajaran PAI berbasis literasi digital di MAN 4 Jakarta. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah merupakan langkah yang paling strategis karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.65 Peneliti merupakan instrumen kunci sehingga dapat mengukur ketepatan dan ketercukupan data serta kapan pengumpulan data harus berakhir. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi yang diteliti, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.



65



Ibid., h. 225.



35



Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru mata pelajaran PAI dan peserta didik kelas XI. Wawancara bertujuan



untuk



memperoleh



informasi



tentang



kebijakan



sekolah,



pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran serta proses belajar mengajar yang mendukung terciptanya implementasi pembelajaran PAI berbasis literasi digital.66 Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi yakni melakukan pengamatan terhadap sasaran penelitian yang ditempatkan dalam lingkungkan terbatas yang dapat diamati oleh peneliti. Objek penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru mata pelajaran PAI, peserta didik kelas XI dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Observasi bertujuan untuk memperoleh data tentang interaksi sosial yang terjadi antara warga sekolah, metode pembelajaran serta pengembangan kurikulum.67 Sedangkan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.68 Dokumentasi adalah proses penyediaan dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat berdasarkan pencatatan berbagai sumber informasi. Dokumen yang berkaitan dengan aspek penelitian seperti kebijakan sekolah, sumber dan bahan ajar serta metode pembelajaran.



E. Teknik Analisis Data Setelah proses pengumpulan data dilakukan, selanjutnya adalah melakukan analisis data. Merriam dalam Tohirim menjelaskan bahwa analisis data adalah proses memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan.69 Analisis data



dalam



penelitian



kualitatif



66



dimulai



dengan



menyiapkan



dan



Ibid., h. 233. Ibid., h. 227 68 Ibid., h. 240. 69 Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2012), h. 25 67



36



mengorganisasikan data untuk dianalisis kemudian mereduksi data tersebut menjadi tema melalui proses pengodean dan peringkasan kode kemudian terakhir menyajikan data dalam bentuk bagan, table atau pembahasan.70 Terdapat tiga tahapan dalam analisi data menurut Miles dan Huberman dalam Ezmir, sebagai berikut: 1. Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak yang masih bersifat komplek dan rumit untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Hakikat analisis data adalah sebuah kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.71 Reduksi data bertujuan untuk mengarahkan, menggolongkan lalu menajamkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat diperoleh. Data penelitian yang harus direduksi meliputi data hasil wawancara kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru mata pelajaran PAI dan peserta didik kelas XI serta hasil observasi penulis yang akan memberikan gambaran yang jelas sehingga mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan selama proses penelitian berlangsung.



2. Display Data (Penyajian Data) Setelah data reduksi maka Langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Selain itu melalui penyajian data, maka data dapat terorganisasikan sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian adalah format yang menyajikan informasi secara tematik kepada pembaca. Pada prinsipnya display data adalah mengolah data



70 Jonh W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 251. 71 Sugiyono, op. cit., h. 337.



37



setengah jadi yang telah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas. Dalam penelitian ini data yang disajikan yaitu data-data yang berhubungan dengan implementasi pembelajaran PAI berbasis literasi digital di MAN 4 Jakarta. 3. Penarikan atau Verifikasi Kesimpulan Langkah selanjutnya, tahap penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Upaya penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan secara terus menerus selama berada di lapangan. Penarikan kesimpulan sementara masih bisa diuji Kembali dnegan menggunakan data lapangan dengan cara merefleksikan Kembali, peneliti dapat bertukar pikiran dengan teman sejawat sehingga kebenaran ilmiah dapat dicapai. Dalam analisis data ini peneliti menggunakan analisis deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan bagaimana perencanaa, pelaksanaan, serta evaluasi pembelajaran PAI berbasis literasi digital kelas XI MAN 4 Jakarta. F. Uji Keabsahan Data Pemeriksaan keabsahan data sangat diperlukan penelitian kualitatif demi keabsahan dan keandalan serta tingkat kepercayaam data yang telah terkumpul. Teknik keabsahan data adalah dengan menggunakan teknik triangulasi. Menurut John W. Creswell “triangulate different data sources of information by examining evidence from the sources and using it to build a coherent justification for themes”.72 Artinya sumber data diperoleh dengan menguji buktibukti dari sumber dan menggunakan justifikasi yang koheren sehingga terbangunlah tema. Untuk memeriksa keabsahan data diperlukan suatu teknik pemeriksaan data. Karena penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, maka untuk melakukan uji keabsahan data, peneliti menggunakan uji triangulasi. Triangulasi dalam



72



John W. Cresswell, op. cit., h. 191.



38



penelitian kualitatif diartikan sebagai pengujian keabsahan data yang diperoleh kepada beberapa sumber, metode dan waktu.73 Berikut penjelasanya: 1. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan wawancara dan observasi, dokumen tertulis, catatan-catatan penulis selama di lapangan, gambar atau foto.74 2. Triangulasi Metode/Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. 3. Triangulasi Waktu Triangulasi waktu sering memengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari berbeda dengan siang karena saat narasumber masih segar belum banyak masalah, akan memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel. Waktu yang digunakan peneliti pun secara berkelanjutan satu atau dua minggu sekali mengunjungi sekolah guna pencarian data, wawancara atau observasi kondisi siswa. Triangulasi pada penelitian ini, peneliti gunakan sebagai pemeriksaan melalui sumber lainnya. Dalam pelaksanaannya peneliti akan melakukan pengecekan data yang berasal dari wawancara dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, guru mata pelajaran PAI dan peserta didik.



73 Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik & Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 294 74 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 219.



39



DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. 2018. Bandung: PT. Refika Aditama. Ahmadi, Abu. Metode Khusus Pendidikan Agama. 1985. Bandung: Armico. Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. 2002. Jakarta: Ciputat Press. Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. 1993. Jakarta: Bumi Aksara. Chotimah Chusnul dan Muhammad Fathurrohman. Paradigma Baru Sistem Pembelajaran. 2018. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Creswell, Jonh W. Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih di antara 5 Pendekatan. 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cresswell, John W. Research Design Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. 2009. California: SAGE Publication. Darmayanti, Tri. Made Yudhi Setiani dan Boedi Oetojo. “E-Learning Pada Pendidikan Jarak Jauh: Konsep yang Mengubah Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi”. 2007. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol. 8, No. 2. Daryanto dan Syaiful Karim. Pembelajaran Abad 21. 2017. Yogyakarta: Gava Media. Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. 2000. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas Jendral Direktorat Pendidikan Dasar, Lanjutan Pertama Dan Menengah, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbagai Kompetensi Sekolah Menengah Pertama. 2004. Jakarta. Depdiknas. Standar Isi: Keputusan Menteri No. 22, 23, 24 Tahun 2006. 2006. Jakarta: BNSP.



40



Elpira, Bella “Pengaruh Penerapan Literasi Digital Terhadap Peningkatan Pembelajaran Siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh”. Skripsi. 2018. Banda Aceh: UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh. Ginting, Abdorakhman. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. 2008. Bandung: Humaniora. Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik. 2013. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. 2009. Bandung: Remaja Rosdakarya. Harjono, Hary Soedarto. “Literasi Digital: Prospek dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa”. 2018. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra. Vol. 8. No. 1. E-ISSN: 2615-7705. Literasi Media: Teori dan Fasilitasi. 2019. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Jalaludin dan Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. 1994. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Mahmud. Psikologi Pendidikan. 2010. Bandung: Pustaka Setia. Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya. Matsumono, David (ed). Cambridge Dictionary of Psychology. 2009. San Fransisco: Cambridge University Press. Melani, Riki. “Optimalisasi Implementasi Literasi Digital Pada Pembelajaran PAI”. 2019. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. 2002. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muntholi’ah. Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI. 2002. Semarang: Gunungjati dan Yayasan Al-Qalam.



41



Muttaqinah, Rina dan Taufik Hidayatullah. “Implementasi Pembelajaran Daring (Program BDR) Selama Pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Barat”. 2020. Jurnal PETIK. Vol. 6. No. 2. Nazilah, Lailatun “Implementasi Cooperative Learning Dalam Pembelajaran PAI DI SMA Negeri 12 Semarang”. Skripsi. 2011. Semarang: IAIN Walisongo. Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. 2008. Jakarta: Kencana. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Sinar Grafika. Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. Mozaik Teknologi Pendidikan. 2004. Jakarta: Prenada Media. Puspito, Danang Wahyu. “Implementasi Literasi Digital Dalam Gerakan Literasi Sekolah” Prosiding. Konferensi Bahasa dan Sastra: International Conference on Language, Literature and Teaching, e-ISSN 2598-0629. Setyaningsih, Rila, dkk, “Model Penguatan Literasi Digital Melalui Pemanfaatan E-Learning” 2019. Jurnal ASPIKOM. Vol. 3. 6.3 Silvana, Hana. Cecep. “Pendidikan Literasi Digital Di Kalangan Usia Muda Di Kota Bandung”. Jurnal Ilmu Pendidikan. Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian Pendidikan. 1989. Bandung: Sinar Baru. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. 2010. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih dan Erliana Syaodih. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. 2012. Bandung: Refika Aditama. Summey, Dustin C. Developing Digital Literacies: A Framework For Professional Learning. Tt. London: SAGE Publication. Suryasubrata, Sumardi. Psikologi Pendidikan. 1984. Jakarta: Rajawali Press. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. 1991. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya..



42



Tatang. Ilmu Pendidikan. 2012. Bandung: Pustaka Sejati. Tohirin. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. 2012. Jakarta: PT RajaGrafindo. Trianto. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik & Tenaga Kependidikan. 2011. Jakarta: Kencana Uhbiyati, Nur dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam. 1997. Bandung: Pustaka Setia. Uno, Hamzah B. Perencanaan Pembelajaran. 2012. Jakarta: Bumi. UU No. 20 Tahun 2003 RI tentang Sistem Pendidikan Nasional Yahya, Irsyad Maulan. “Literasi Media Digital Sebagai Strategi Peningkatan Kompetensi Digital Pada Siswa SMA Negeri 1 Mayong”. Skripsi. 2019. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Dipublikasikan. Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi. 2007. Jakarta: Bumi Aksara.



43