LK - Fikih - KB 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDALAMAN MATERI (Lembar Kerja Resume Modul)



A. Nama



: Mofed Efendi



B. Judul Modul



: FIQIH



C. Kegiatan Belajar : KONSEP PEMERINTAHAN DALAM (KB.4) D. Refleksi



NO



BUTIR REFLEKSI



: Resume ini berisikan respon terhadap materi pengertian dan definisi dan dalil tentang BANK, RENTE DAN FEE RESPON/JAWABAN PETA KONSEP



1. SISTEM KHILAFAH a) Pengertian Khilafah



1



Peta Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di modul bidang studi



Secara bahasa, khilafah adalah bentuk masdar dari khalafa, yang berarti menggantikan atau menempati tempatnya. Khala’if merupakan bentuk plural dari khalifah, sedangkan kata khulafa adalah bentuk plural dari khalif. Secara istilah, menurut Ibnu khaldun, khilafah adalah memerintah rakyat sesuai aturan syara’ demi kebaikan dunia dan akhirat. Dengan demikian, hakikat khilafah adalah menggantikan pembuat syara’ (sahib asy-syara’) dalam menjaga agama dan politik dunia. Khilafah



dalam



terminologi



politik Islam adalah



suatu



sistem pemerintahan Islam yang meneruskan sistem pemerintahan Rasulullah dengan segala aspeknya berdasarkan alQuran dan as-Sunnah. Sedangkan khalifah adalah pemimpin tertinggi umat Islam (khalifatul muslimin).



Menurut Abu A’la al-Maududi, utama pemerintahan dalam Islam :



terdapat



tiga



tujuan



 Menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan kezaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan.  Menegakkan sistem yang Islami melalui cara yang dimiliki oleh pemerintah.  Menumpas akar-akar kejahatan dan kemungkaran yang merupakan perkara yang paling dibenci oleh Allah swt. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan untuk mewujudkan keadilan, menghentikan kezaliman, memberikan hak-hak kebebasan untuk mewujudkan masyarakat yang aman, damai, dan bahagia lahirah dan batiniah apapun bentuk negaranya baik sistem republik maupun kerajaan. b) Tujuan Pembentukan Khilafah (Negara) Dalam pandangan Al-Mawardi agar negara dapat ditegakkan, dari segi politik hal itu mempunyai enam unsur pokok: • Agama yang dianut dan dihayati sebagai kekuatan moral. • Penguasa yang kharismatik, berwibawa dan dapat dijadikan teladan. • Keadilan yang menyeluruh. • Keamanan yang merata. • Kesuburan tanah yang berkesinambungan. Para ulama bersepakat bahwa hukum mendirikan negara yang di dalamnya agama menjadi pondasi menjadi sebuah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Hal ini didasari oleh alasan yang bersifat aqli dan naqli. Secara aqli (akal sehat) keharusan mendirikan khilafah (negara) disebabkan karena tidak mungkin untuk melaksanakan hak dan kewajiban seperti membela agama, menjaga keamanan dan sebagainya tanpa adanya khilafah



(pemerintahan). Secara naqli, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah yang menegaskan bahwa ummat Islam harus menjadi negara yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Salah satunya, dalam QS. Al-Nur ayat 55. Khilafah dalam arti suatu sistem pemerintahan atau negara untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat telah diimplementasikan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beridiologi Pancasila dengan Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Munawir mengungkapkan setidaknya ada tiga aliran yang berpandangan tentang pendirian khilafah: 1. Aliran yang cenderung berpendirian tradisional dan anti barat, yaitu yang berpendirian bahwa Islam adalah satu agama yang sempurna dan lengkap, yang di dalamnya terdapat pula sistem ketatanegaraan atau politik (integralistik). Tokoh aliran ini di antaranya Muhammad Rasyid Rida, Sayid Quthb, dan Maududi. 2. Aliran yang cenderung berpikir sekularistik, yaitu yang berpandangan bahwa Islam adalah agama yang tidak ada urusan dengan kenegaraan. Tokoh aliran kedua ini adalah Ali Abd Raziq. 3. Aliran yang cenderung berpikir simbiotik, yaitu yang berpendapat bahwa dalam Islam terdapat tata nilai etika sistem ketatanegaraan yang terimplementasikan dalam kehidupan tanpa harus ada labelisasi atau formalistik Islam. Di antara tokohnya, adalah Dr. Mohammad Husein Haikal. Aliran ketiga inilah yang menjadi pegangan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila, bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Para ulama bersepakat bahwa hukum mendirikan negara yang di dalamnya agama menjadi pondasi menjadi sebuah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Hal ini didasari oleh alasan yang bersifat aqli dan naqli. Secara aqli (akal sehat) keharusan mendirikan khilafah (negara) disebabkan karena tidak mungkin untuk melaksanakan hak dan kewajiban seperti membela agama, menjaga keamanan dan sebagainya tanpa adanya khilafah (pemerintahan). Secara naqli, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah yang menegaskan bahwa ummat Islam harus menjadi negara yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Salah satunya, dalam QS. Al-Nur ayat 55.



Khilafah dalam arti suatu sistem pemerintahan atau negara untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat telah diimplementasikan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beridiologi Pancasila dengan Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Munawir mengungkapkan setidaknya ada tiga aliran yang berpandangan tentang pendirian khilafah: 1. Aliran yang cenderung berpendirian tradisional dan anti barat, yaitu yang berpendirian bahwa Islam adalah satu agama yang sempurna dan lengkap, yang di dalamnya terdapat pula sistem ketatanegaraan atau politik (integralistik). Tokoh aliran ini di antaranya Muhammad Rasyid Rida, Sayid Quthb, dan Maududi. 2. Aliran yang cenderung berpikir sekularistik, yaitu yang berpandangan bahwa Islam adalah agama yang tidak ada urusan dengan kenegaraan. Tokoh aliran kedua ini adalah Ali Abd Raziq. 3. Aliran yang cenderung berpikir simbiotik, yaitu yang berpendapat bahwa dalam Islam terdapat tata nilai etika sistem ketatanegaraan yang terimplementasikan dalam kehidupan tanpa harus ada labelisasi atau formalistik Islam. Di antara tokohnya, adalah Dr. Mohammad Husein Haikal. Aliran ketiga inilah yang menjadi pegangan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila, bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler.  Hak keselamatan jiwa dan harta. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk melindungi keamanan hidup rakyatnya dan harta benda yang mereka miliki sehingga mereka bisa hidup dengan tenang.  Hak untuk memperoleh keadilan hukum dan pemerataan. Dalam hal ini pemerintah wajib menegakkan keadilan dan pemerataan untuk rakyatnya.  Hak untuk menolak kezaliman dan kesewenang-wenangan. Dalam hal ini pemerintah wajib melindungi rakyatnya dari perilaku zalim dan kesewenang-wenangan.  Hak berkumpul dan menyatakan pendapat.  Hak untuk bebas beragama. Pemerintah wajib untuk menjamin kebebasan beragama rakyatnya.  Hak mendapatkan bantuan materi bagi rakyat yang lemah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk mebantu rakyat yang lemah.



 Adapun kewajiban rakyat terhadap khalifah:  Kewajiban taat kepada khalifah.  Kewajiban mentaati undang-undang dan tidak kerusakan.•Membantu khalifah dalam semua usaha kebaikan.



berbuat



 Bersedia berkorban jiwa maupun harta dalam mempertahankan dan membelanya.  Menjaga Persatuan dan Kesatuan. 2. MAJLIS SYURA a) Pengertian Majlis Syura Secara bahasa, kata “majlis syura” terdiri dari dua kata yaitu kata majlis yang artinya tempat duduk, dan syura yang artinya bermusyawarah. Jadi, majilis syura artinya tempat bermusyawarah (berunding). Adapun secara istilah, majlis syura adalah suatu lembaga negara yang terdiri dari para wakil rakyat yang bertugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Majlis ini memiliki tugas utama, yaitu mengangkat dan memberhentikan khalifah. b) Syarat Anggota Majlis Syura Imam al-Mawardi merumuskan anggota majlis syura:



beberapa



syarat



untuk



menjadi



 Berlaku adil dalam segala sikap dan tindakan. Sikap ini mencerminkan bahwa anggota majlis syura adalah mereka memiliki sifat jujur dan bertanggung jawab.  Berilmu pengetahuan yang luas. Yaitu memiliki kecerdasan intelektual yang tajam. Sehingga segala ucapan dan perbuatannya didasari oleh ilmu bukan oleh hawa nafsu.  Memiliki kearifan dan.wawasan yang luas. Anggota majlis syura dalam memutuskan sesuatu harus ditujukan untuk kemsalahatan ummat bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. 3. AHLUL HALLI WAL ‘AQDI a) Pengertian Ahlul Halli wal Aqdi Secara bahasa, istilah “ahlul halli wal aqdi” barasal dari tiga suku kata, yaitu



“ahlun” yang berarti ahli atau keluarga, “hallu” yang berarti membuka atau menguraikan, dan “aqd” yang berarti kesepakatan/mengikat. Jadi, ahlul halli wal aqdi berarti orang-orang yang mempunyai wewenang melonggarkan dan mengikat. Secara istilah ilmu fiqh, ahlul halli wal aqdi adalah orang yang menjadi anggota majlis syura, yang terdiri dari ulama, cerdik pandai, dan pemimpin yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat, yang dipilih sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati nurani umat. b) Hak atau Wewenang Ahlul Halli wal Aqdi 



Ahlul halli wal aqdi memiliki beberapa hak atau wewenang:  Memilih dan membaiat khalifah.  Mengarahkan kehidupan masyarakat kepada yang maslahat.  Membuat undang-undang yang mengikat kepada seluruh umat di dalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh A-lQuran dan Hadist.  Menjadi tempat konsultasi khalifah di dalam menentukan kebijakannya.  Mengawasi jalannya pemerintahan.



Kedudukan seorang pemimpin menurut konsep ahlul halli wal ‘aqdi, dapat dirumuskan:  Pemimpin adalah sebagai pemangku kekuasaan tertinggi, pemimpin memiliki kewenangan untuk mengambil segala bentuk kebjakan, baik itu menyangkut produk hukum, militer, pembangunan atau yang lainnya.  Keberadaan pemimpin tersebut merupakan pengangkatan yang dilakukan oleh ahlul halli wal aqdi yang berdasarkan atas mandat dari rakyat, maka pemimpin harus bertanggungjawab terhadap ahlul halli wal aqdi ketika masa jabatannya berakhir.  Kedudukan ahlul halli wal aqdi hanya sebatas pemberi masukan, saran dan konsultasi kepada pemimpin dalam rangka sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan yang berkaitan dengan berbagai bidang atau aspek keahlian yang dimiliki oleh ahlul halli wal aqdi.  Pengangkatan pemimpin yang dilakukan oleh Ahlul halli wal



aqdi sangat berpotensi meminimalisir kepentingan-kepentingan segelintir orang yang menyampingkan kepentingan umat, karena komposisi ahlul halli wal aqdi itu sendiri merupakan orang-orang professional yang memiliki kapabilitas di bidangnya masing-masing dan memiliki mandat rakyat. Pemimpin yang melakukan penyelewengan kekuasaan (abuse of power), maka dalam penanganannya dilakukan oleh ahlul halli wal aqdi. Berdasarkan pada hak-hak tersebut, hak-hak ahlul halli wal aqd serupa dengan wewenang MPR dan DPR dalam pemerintahan Indonesia.



2



Daftar materi bidang studi yang sulit dipahami pada modul



Alhamdulillah semua materi bisa di pahami



3



Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran



Materi yang sering mengalami miskomunikasi adalah pengertian tentang system khilafah yang bayak didsalah artikan.