Log Book - Suction Ett [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LOG BOOK PRAKTIK APLIKASI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP Dr. SOETOMO SURABAYA



Nama mahasiswa



: Murjani



NPI



: 17141110009



Ruang



: Ruang Observasi Intensif (ROI) - IGD RSUD Dr. Soetomo



Hal yang dipelajari



: Suctioning Endotrakheal Tube



Penyakit



: Pneumothorax on WSD Dextra + Flail Chest ec Multiple Fraktur Costae VC 6-7



Analisis dan sintesis keterampilan klinik yang dilakukan Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah : Suctioning Endotrakheal Tube Data pasien: Nama Klien



: Tn. H



Tanggal MRS



: 17 Mei 2019 jam 11.05 WIB



Diagnosa medis



: Pneumothorax on WSD Dextra + Flail Chest ec Multiple Fraktur Costae VC 6-7



Diagnosa Keperawatan : Ketidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan membersihkan



sekresi



atau



obstruksi



dari



saluran



pernafasan



untuk



mempertahankan kebersihan jalan nafas. (NANDA International Inc, 2018 - 2020)



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan (NANDA International Inc, 2018 - 2020)



Tujuan tindakan suctioning endotrakheal tube: 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas 2. Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk



3. Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnosa.



Tujuan melakukan suction endotrakeal adalah menghapus sekret dari paru pada pasien yang tidak mampu batuk dan mengalami penurunan kesadaran. Sekresi dibersihkan dari pasien saluran udara ini untuk mempertahankan patensi jalan nafas, untuk mencegah atelektasis sekunder untuk penyumbatan saluran udara lebih, dan untuk memastikan bahwa pertukaran gas yang memadai (terutama oksigenasi). (Sole et al., 2011)



Prinsip: Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki.



Karena sekresi cenderung mengumpul di balon selang endotrakeal, sekret dalam selang endotrakeal dapat menjadi stagnan dan berfungsi sebagai media untuk pertumbuhan bakteri. Penerapan teknik aseptik saat melakukan suction endotrakeal sangat penting untuk mencegah kontaminasi saluran napas (Singh N, 2000). Tekanan dalam balon juga harus diukur dan dipertahankan. Tekanan yang berkurang memungkinan sekret akan bocor di sekitar balon sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri di paru. (American Association for Respiratory, 2010)



Studi yang dilakukan Kollef pada epidemiologi dan pencegahan VAP menekankan peran sekresi subglotis dalam peningkatan kejadian VAP. Penumpukan sekresi di atas balon selang endotrakeal, bakteri dan sekresi dapat memperoleh akses ke bagian bawah saluran pernapasan oleh karena adanya celah di sekitar balon. Sekresi oral dapat menjadi sekresi subglotis dengan penumpukan di atas balon selang endotrakeal dan mengakibatkan mikroaspirasi sekresi ke bagian bawah jalan napas. Oleh karenanya pembersihan saluran napas dengan suction subglotis menjadi penting dan dapat menurunkan kejadian VAP sebesar 50%. (Sole et al., 2011).



Setelah 24 jam pemakaian ventilator, peralatan hisap yang paling memiliki potensi patogen VAP meliputi peralatan suction 94%, selang suction 83%, dan konektor kateter suction 61%. Peralatan yang terkontaminasi dengan banyak kuman patogen yang mempunyai kultur yang sama dengan sekresi oral dan / atau dahak yaitu bakteri Gram-positif. (Sole et al., 2011).



Tindakan suction endotrakeal disarankan untuk menggunakan kateter dengan ukuran yang kecil bila memungkinkan, karena tekanan hisap akan memiliki pengaruh sedikit pada volume paru. Ukuran yang ideal adalah kurang dari setengah diameter tabung endotrakeal. Untuk diameter tertentu selang endotrakeal (ETT), tingkat tekanan negatif ditentukan oleh kombinasi dari ukuran kateter dan tekanan hisap (Ruben, 2010).



Keputusan untuk melakukan suction endotrakeal harus didasarkan pada penilaian pasien yang komprehensif bukan didasarkan atas pertimbangan pelaksanaan tindakan suction dilakukan dengan frekuensi yang teratur (Higgin, 2005).



Komplikasi: a. Hipoksia b. Trauma jaringan c. Meningkatkan resiko infeksi d. Stimulasi vagal dan bronkospasm



Suction endotrakeal adalah prosedur yang sangat diperlukan untuk pasien dengan bantuan ventilator mekanis. Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk endotrakeal suction, karena keputusan menahan suction untuk menghindari reaksi negatif yang mungkin timbul, pada kenyataannya, akan berakibat fatal (Ruben, 2010). Namun demikian bahaya atau komplikasi telah teridentifikasi dalam penggunaan suction endotrakeal dan harus tetap diperhatikan selama pelaksanaan tindakan. Adapun komplikasi tersebut dapat meliputi penurunan kapasitas pengembangan paru, kapasitas residu fungsional, atelektasis, hipoksia / hipoksemia, trauma jaringan



pada trakea dan atau mukosa bronkial, bronkokonstriksi /bronkospasme, peningkatan kolonisasi mikroba saluran napas bagian bawah, perubahan aliran darah serebral dan tekanan intrakranial meningkat. Disamping itu hipertensi, hipotensi, disritmia jantung merupakan komplikasi yang selalu mengancam (Higgin, 2005; Ruben, 2010).



Indikasi : 1.



Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan



2.



Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya mucus pada alat bantu nafas.



3.



Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral



Prinsip tindakan (Fidianto, 2013) Pelaksanaan tindakan suction endotrakeal semestinya mengikuti standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Adapun Standar Prosedur Operasional yang telah ditetapkan meliputi : A. Standar alat 1.



Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai



2.



Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa



3.



Pinset steril atau sarung tangan steril



4.



Cuff inflator atau spuit 10 cc



5.



Klem arteri



6.



Alas dada atau handuk



7.



Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam alat



8.



Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter



9.



Cairan aquadest steril dalam tempatnya untuk merendam kateter yang telah digunakan



10. Ambubag/ air viva dan selang O2 11. Pelicin/ jelly 12. NaCl 0,9% 13. Spuit 5 cc



B. Standar pasien 1.



Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan



2.



Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.



C. Prosedur 1.



Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan



2.



Sebelum dilakukan penghisapan sekresi : Memutar tombol oksigen menjadi 100%



3.



Menggunakan air viva dengan memompa 4-5 kali dengan oksigen 10 lpm



4.



Menghidupkan mesin penghisap sekresi



5.



Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahanlahan dimasukkan ke dalam selang pernapasan melalui selang endotrakeal (ETT)



6.



Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke ETT



7.



Menarik kateter penghisap kira-kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk mencegah trauma pada carina



8.



Menutup lubang dengan melipat pangkal kateter penghisap kemudian kateter penghisap ditarik dengan gerakan memutar



9.



Mengobservasi hemodinamik pasien



10. Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara bagging 11. Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernapas 3-7 kali 12. Melakukan bagging 13. Mengempiskan cuff, sehinggaa sekresi yang lengket disekitar cuff dapat terhisap 14. Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff inflator setelah



Itu ventilator dipasang kembali 15. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan desinfektan dalam tempat yang telah disediakan 16. Mengobservasi dan mencatat : a. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan b. Hipoksia c. Tanda perdarahan, warna bau, konsentrasi d. Disritmia



Gagal nafas merupakan ketidakmampuan untuk mempertahankan pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat. Adekuat berarti pH lebih besar dari 7,25, PaCO2 kurang dari 50 mmHg, dan PaO2 lebih besar dari 50 mmHg pada pasien yang diberikan oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Gagal nafas terjadi ketika pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat melebihi laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Zukhri, Suciana, & Herianto, 2018) dalam Smeltzer & Bare, 2002).



Pengisapan trakea adalah aktivitas yang sering dan tidak terpisahkan dari manajemen jalan nafas di unit perawatan intensif orang dewasa. Pengisapan jalan nafas dapat memiliki efek buruk pada variabel fisiologis pasien. Keragaman dalam patofisiologi antara pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik dan efek samping potensial dari prosedur mengharuskan pengisapan disesuaikan untuk masingmasing pasien. (Armstrong et al., n.d. 2017).



Salah satu peralatan standar minimal di Intensive Care Unit (ICU) diantaranya ventilasi mekanik yang berfungsi untuk membantu pasien bernafas melalui Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. Pasien yang menggunakan ventilator rmekanik mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat dan relaksan otot. Hal ini



membuat pasien tidak mampu mengeluarkan sekret secara spontan sehingga pasien dapat berisiko terkena pneumonia (Musliha,2010). Kejadian pneumonia nasokomial di ruangan ICU (Intensif Care Unit) lebih banyak dijumpai kurang lebih 25% dari semua infeksi dan menyebabkan mortalitas sebesar 33-50%. (Dick, A et al, 2012).



Pada pasien yang terpasang Endotrakeal Tube pasti akan dilakukan tindakan hisap lendir atau suction. Suction dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kateter atau kanul suction melalui mulut/hidung/Endotrakeal Tube (ETT) untuk membersihkan serta memperlancar jalan nafas, mengurangi retensi sputum dan mencegah terjadinya infeksi paru. Pada umumnya, pasien dengan ETT memiliki reflek tubuh yang kurang untuk mengeluarkan benda asing, sehingga perlu suatu tindakan penghisapan lendir. (Nurachmah & Sudarsono, 2000). tubuh yang kurang untuk mengeluarkan benda asing, sehingga perlu suatu tindakan penghisapan lendir. (Nurachmah & Sudarsono, 2000).



Wiyoto tahun 2010 mengatakan bila tindakan hisap lendir (suction) tidak segera dilakukan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan nafas maka dapat menyebabkan pasien tersebut mengalami kekurangan suplai O2 (hipoksemia), yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen bila tidak terpenuhi O2 selama 4 menit. Cara untuk mengecek hipoksemia adalah dengan memantau kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat menggambarkan prosentase O2 yang mampu dibawa oleh hemoglobin.



Referensi



American Association for Respiratory, C. (2010). Endotracheal suctioning of mechanically ventilated patients with artificial airways 2010. Respiratory Care, 55(6), 758–764. https://doi.org/10.4037/ajcc2014424. (diakses tanggal 27 Mei 2019 pukul 22.05)



Armstrong, L., Reddy, N., Boyle, M., Thackray, N., Griffiths, K., Icu, C., … Kelly, S. (n.d.). Suctioning an Adult ICU Patient with an Artificial Airway: A Clinical Practice Guideline ii Suctioning an Adult ICU Patient with an Artifcial Airway: A Clinical Practice Guideline, 2014 Full title Suctioning an Adult ICU Patient with an Artificial Airway: Retrieved from https://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0010/239554/ACI1 4_Suction_2-2.pdf. (diakses tanggal 27 Mei 2019 pukul 22.15)



Sole, M. Lou, Penoyer, D. A., Bennett, M., Bertrand, J., & Talbert, S. (2011). Oropharyngeal secretion volume in intubated patients: The importance of oral suctioning. American Journal of Critical Care, 20(6). https://doi.org/10.4037/ajcc2011178. (diakses tanggal 27 Mei 2019 pukul 22.30)



Zukhri, S., Suciana, F., & Herianto, A. (2018). Pengaruh Isap Lendir (Suction) Sistem Terbuka Terhadap Saturasi Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilator. 014. (diakses tanggal 27 Mei 2019 pukul 22.45)