Lolita Amelia (Lp+Askep Ny.N, Kasus 4) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STASE MATERNITAS (POSTNATAL) LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN NY. N DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG CEMPAKA RSUD DORIS SYLVANUS



:



OLEH : LOLITA AMELIA 2019. C.11a.1016



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2021



LEMBAR PENGESAHAN



Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh: Nama



: Lolita Amelia



NIM



: 2019.C.11a.1016



Program Studi



: S1 Keperawatan



Judul



: “ Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Diagnosa Medis Post Sectio Caesaria Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini”



Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.



Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :



Pembimbing Akademik



Pembimbing Lahan



Elin Ria Resty,S.Kep.,Ners



Lidya Amiyani S.Kep.,Ners



i



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan POST Sectio Caesarea Di RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK2). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.



Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya



2.



Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.



3.



Ibu Elin Ria Resty, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini



4.



Ibu Lidya Amiyani S.Kep.,Ners selaku dan pembimbing Klinik yang telah memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan.



5.



Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan



jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Palangka Raya,Oktober 2021



Penyusun



ii



DAFTAR PUSTAKA LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................i KATA PENGANTAR..............................................................................................ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................iv 1.1.



Latar Belakang .......................................................................................1



1.2.



Rumusan Masalah ..................................................................................2



1.3.



Tujuan ..................................................................................................... 2



1.4.



Manfaat....................................................................................................2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................4 2.1.



Konsep Dasar Sectio Caesaria (SC).....................................................4



2.1.1. Definisi ........................................................................................................4 2.1.2. Etiologi ........................................................................................................10 2.1.3. Klasifikasi ...................................................................................................10 2.1.4. Manifestasi Klinis........................................................................................11 2.1.5. Penatalaksanaan Medis................................................................................11 2.1.6. Komplikasi ..................................................................................................13 2.1.7. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................13 2.2.



Konsep Ketuban Pecah Dini ................................................................13



2.2.1. Definisi ........................................................................................................14 2.2.2. Etiologi ........................................................................................................14 2.2.3. Klasifikasi ...................................................................................................15 2.2.4. Manifestasi Klinis........................................................................................16 2.2.5. Penatalaksanaan Medis................................................................................16 2.2.6. Komplikasi ..................................................................................................16 2.2.7. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................16 2.3.



Manajemen Asuhan Keperawatan .....................................................19



2.3.1. Pengkajian ...................................................................................................19 2.3.2. Diagnosa ......................................................................................................20 2.3.3. Intervensi .....................................................................................................21 iii



2.3.4. Impelementasi .............................................................................................23 2.3.5. Evaluasi........................................................................................................32 BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................................33 BAB 4 PENUTUP .....................................................................................................56 4.1 Kesimpulan ........................................................................................................56 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................58 LAMPIRAN..............................................................................................................59



iv



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah sectio caesarea (SC) berasal dari bahasa latin caedere yang berarti memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetrik, istilah tersebut mengacu pada tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim ibu (Todman, 2016; Lia et.al, 2015). Menurut Amru sofian, (2011) SC adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut; seksio sesarea juga dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata SC sebuah negara adalah sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia. Rumah Sakit pemerintah kira – kira 11 % sementara rumah sakit swasta lebih dari 30% (Gibbson L. et all, 2010). Menurut WHO peningkatan persalinan dengan sectio caesarea di seluruh Negara selama tahun 2010 – 2012 yaitu 110.000 per kelahiran di seluruh Asia (Kounteya, S. 2010). Angka persalinan melalui SC di Amerika Serikat telah meningkat empat kali lipat, dari 5,5 per 100 kelahiran pada tahun 1970 menjadi 22,7 per 100 kelahiran pada tahun 1985. Insidensi operasi SC dalam masingmasing unit obstetrik bergantung pada populasi pasien dan sikap dokter. Sekarang ini angkanya berkisar antara 10 sampai 40 persen dari semua. kelahiran, karena SC telah ikut mengurangi angka kematian perinatal. Angka persalinan SC yang ada sebenarnya terlalu tinggi sehingga ada berbagai upaya untuk menguranginya karena meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu (Ensor et al., 2010). Pada kasus SC angka mortalitas dua kali angka pada pelahiran pervaginam, disamping itu angka morbiditas yang terjadi akibat infeksi, kehilangan darah, dan kerusakan organ internal lebih tinggi pada persalinan SC (Kulas, 2008). Tindakan SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin seperti proses persalinan normal lama atau kegagalan proses persalinan normal, plasenta previa, panggul sempit, distosia serviks, pre eklamsi berat, ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini, janin 1



letak lintang, letak bokong, fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Angka persalinan dengan SC di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) masih tinggi, sehingga angka ini harus ditekan dengan upaya tindakan SC berdasar indikasi, peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai indikasi SC yang tepat (Selawati L, 2013). Menurut Solehati & kosasih, (2013), masalah yang biasanya muncul setelah dilakukannya operasi SC antara lain: terjadinya aspirasi (25-50%), emboli pulmonari, perdarahan, infeksi pada luka, infeksi uterus, infeksi pada traktus urinarius, cedera pada kandung kemih, tromboflebitis dan gangguan rasa nyaman nyeri. Apabila masalahmasalah tersebut tidak segera diatasi, maka masalahnya menjadi panjang dan dapat menimbulkan masalah baru seperti: pembentukan adhesion (perlengkatan), obstruksi usus, kesulitan penggunaan otot untuk sit-up, dan nyeri pelvik. Pada kasus post SC masalah yang sering muncul setelah tindakan operasi SC adalah nyeri. Rasa nyeri adalah pengalaman sensori tidak menyenangkan. (Smeltzer, 2010). Dari data-data di atas menunjukkan bahwa Post Partum SC ( Section Caesarea) merupakan kasus yang sangat berbahaya saat ini, oleh sebab itu saya mengambil kasus “ Asuhan Keperawatan Pada Ny.N Dengan Post SC (Section Caesarea A/I KPD)”.’ 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea)? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU) Adapun tujuan umum dari laporan ini adalah: Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan Pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea). 1.3.2 Tujuan Intruksional Khusus (TIK) 1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar Post Partum SC (Section Caesarea. 1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea) 1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea).



2



1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea). 1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea). 1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea). 1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Ny.N Dengan Post Patum SC (Section Caesarea). 1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan. 1.4 1.4.1



Manfaat Penulisan Bagi Mahasiswa Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan



dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya Post Partum SC (Section Caesarea). 1.4.2



Bagi Klien dan Keluarga Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya



dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Post Partum SC (Section Caesarea). 1.4.3



Bagi Institusi Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.



1.4.4



Bagi IPTEK Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam



keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan Post Partum SC (Section Caesarea).



3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Sectio Caesarea 2.1.1. Definisi Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut(Kusuma, 2015). Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu. Sectio Caesarea dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus persalinan normal yang berbahaya. Oleh karena itu tindakan ini hanya di lakukan ketika proses persalinan alamiah melalui vagina tidak memungkinkan karena risiko medis tertentu (Wahyudi, 2016). Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2015). Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organorgan reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2015). Post Partum merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post Partum ini antara 6-8 minggu. (Solehati & Kosasih, 2015 yang melaporkan penelitian tahun 2002 oleh Mochtar) 2.1.1. Etiologi 1. Etiologi yang berasal dari ibu Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya). 2. Etiologi yang berasal dari janin



4



Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9 kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015). Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut: a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion ) Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal. b. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. c. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu. d. Bayi Kembar



5



Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal. e. Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas. f. Kelainan Letak Janin 1) Kelainan pada letak kepala a. Letak kepala tengadah , Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB



yang paling rendah. Etiologinya



kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul. b. Presentasi muka , Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. c. Presentasi dahi , Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. g. Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002). 2.1.2. Klasifikasi Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2010). 1. Segmen bawah : Insisi melintang



6



Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric. 2. Segmen bawah : Insisi membujur Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang, insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. 3. Sectio Caesarea klasik Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah. 4. Sectio Caesarea Extraperitoneal Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu. Histerektomi Caesarea Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan denngan pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mmudah dan dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien



7



dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin. 2.1.3. Patofisiologi Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh panggul sempit dan plasenta previa. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi, efek anastesi menyebabkan konstipasi. Dalam proses pembedahan akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya jaringan merangsang area sensorik yang menyebabkan gangguan rasa nyaman yaitu nyeri. Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menyebabkan resiko infeksi. Pada saat post partum mengalami penurunan hormon progesteron dan estrogen akan terjadi kontraksi uterus dan involusi tidak adekuat sehingga terjadi pendarahan dan bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun dan kekurangan O2 mengakibatkan kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan diri (Nurarif & Kusuma, 2015).



8



WOC POST SC



B1



B2



B3



B4



B5



B6



(Breathing)



(Blood)



(Brain)



(Bladder)



(Bowel)



(Bone)



Peningkatan Sekresi Mukosa



Kontraksi Uterus



Nifas



Penurunan kerja PONS



(post pembedahan) Luka terbuka post dientri



Reflex Batuk



Akumulasi sekret



MK : Jalan Nafas Tidak Efektif



Atonia aliran darah uteri



Terputusnya kontinuitas jaringam



Kontraksi berlebihan



Pengeluaran mediator nyeri



Pendarahan Meningkat



Nyeri saat beraktifitas



MK: Resiko Syok Hipolemix



MK : Nyeri Akut



Perawatan Kurang



MK : Resiko Infeksi



9



Penurunan kerja otot-otot eliminasi



MK : Konstipasi



Peningkatan Asam



Mual muntah



Anoreksia



Intake Menurun



MK : Nutrisi Kurang dari tubuh



Kelemahan otot



Bedrest



MK: Hambatan Mobilitas Fisik



2.1.4. Manifestasi Klinis Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis Sectio Caesarea menurut Dongoes 20 yaitu : a. Nyeri akibat ada luka pembedahan b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen c. Fundus uterus terletak di umbilicus d. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000 f. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan g. Biasanya terpasang kateter urinarius h. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah i. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan j. Bonding attachment pada anak yang baru lahir 2.1.5. Komplikasi Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasii (Anggi, 2015). Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan bust



10



abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran luka tersebut. (Valleria, 2016). 2.1.6. Pemeriksaan penunjang 1) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin 2) Pemantauan EKG 3) JDL dengan diferensial 4) Elektrolit 5) Hemoglobin/Hematokrit 6) Golongan Darah 7) Urinalis 8) Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi 9) Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi. 10) Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin,1998. Dalam buku Aplikasi Nanda 2015). 2.1.7. Penatalaksanaan medis a. Pemberian cairan Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. b. Diet Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh. c. Mobilisasi



11



Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi. d. Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. e. Pemberian obat-obatan Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi. f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat 14 diberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu. g. Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit C. k. Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti. l. Pemeriksaan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan. m. Perawatan Payudara



12



Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. 2.2. Konsep Ketuban Pecah Dini (KPD) 2.2.1. Definisi Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014). Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Ida Ayu, 2016). KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan 2.2.2. Etiologi Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain : a. Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri dimana kanalis servikalis selalu terbuka. b. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak. c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic. d. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten.  Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi  Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin  Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat



13



e. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi. f. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. 2.2.3. Klasifikasi Menurut POGI (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok ,yaitu KPD Preterm dan KPD Aterm: 2.2.3.1.



KPD Preterm Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan



vaginal pooling , tes nitrazin dan tes fern atau IGFBP- (+) pada usia 37 minggu. 2.2.4. Patofisiologi Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut: 1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. 2. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan



14



kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. 3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum: a. Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi (Prawirohardjo (2015). 2.2.5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (2016) antara lain : a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi c. Janin mudah diraba d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering f. Kecemasan ibu meningkat. Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini, antara lain: 1.



jadi pembukaan prematur servik



2.



Membran terkait dengan pembukaan terjadi:



a. Devaskularisasi b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang mengeluarkan enzim preteolitik dan kolagenase.



15



2.2.6. Komplikasi Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu (a) peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas, (b) komplikasi selama persalinan dan kelahiran, (c) resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana resiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi (Sarwono, 2016) 2.2.7. Pemeriksaan penunjang Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes. Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan: 1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis. 2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas. (Manuaba, 2013) Menurut Nugroho (2015), pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG): 1. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. 2. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. 2.2.8. Penatalaksanaan medis Menurut Manuaba (2013) dalam buku ajar patologi obstetrik, kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan



insidensi



chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif



16



harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu



pematangan paru, harus bisa memantau



keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis.



Oleh karena itu pada kehamilan



kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada



janin merupakan sebab



utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten (Manuaba, 2013). a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu). Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan



permulaan dari



persalinan disebut periode latent = L, P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar (Manuaba, 2013). Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat



17



diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi (Manuaba, 2013). Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria (Manuaba, 2013). b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu). Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai



pemberian



antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan (Manuaba, 2013). Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tandatanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan (Manuaba, 2013). Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya



pada pengelolaan KPD yang cukup bulan,



tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll (Manuaba, 2013).



18



Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin (Manuaba, 2013). Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 3032 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap 12 jam (Ma nuaba, 2013). 2.3. Manajemen Asuhan Keperawatan 2.3.1. Pengkajian 2.3.1.1.



Anamnesa, Indentitas pasien, riwayat penyakit,keluhan utama



2.3.1.2.



Riwayat Kesehatan



1) Keluhan Utama : Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah abdomen , daerah tangan , telapak kaki,. 2) Riwayat Penyakit Sekarang : Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati 3) Riwayat Kesehatan masa lalu: Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu 19



yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul 4) Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengauhi oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM 2.3.1.3.



Pemeriksaan Fisik



1) Keadaan umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien biasanya baik atau compos mentis (CM) dan umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cema s akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami. 2) B1 (Breathing) Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal. 3) B2 (Blood) Tekanan darah biasanya mengalami peningkatan atau dalam batas normal tidak ada bunyi jantung tambahan dan tidak ada kelainan katup. 4) B3 (Brain) Kaji adanya hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/kehilangan fungsi. Pergerakan mata atau kejelasan penglihatan, dilatasi pupil. Agitasi berhubungan denan nyeri atau ansietas. 5) B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Perubahan pola kemih seperti inkontinesia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan kebersihan. 6) B5 (Bowel) Kaji adanya konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya anoreksia abdomen, dan nyeri tekan abdomen. 7) B6 ( Bone)



20



Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Kaji adannya berat tiba-tiba mungkin teralokasi pada area jaringan dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot ,laserasi kulit dan perubahan warna. 2.3.2. Diagnosa Keperawatan 2.3.2.1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (D.0077. Hal 172) 2.3.2.2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan(D.0129. Hal 282) 2.3.2.3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat. (D.0142. Hal 304) 2.3.2.4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri(D.0055.Hal 126) 2.3.2.5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot(D.0056. Hal 128 ) 2.3.2.6. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.(D.0039. Hal 92)



21



22



2.2.3. Intervensi Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan



Tujuan Setelah



Intervensi



dilakukan selama



tindakan Manajemen Nyeri I.08238, hal 201)



dengan diskontuinitas



keperawatan



1x7



jam Observasi :



jaringan (D.0077.Hal



diharapkan nyeri dapat terkontrol 1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi frekuensi,kualitas,intensitas



172)



dengan kriteria hasil : 1. Keluhan nyeri pasien menurun. (5) 2. Meringis pasien menurun.(5). 3. Skala nyeri berkurang 0-3 4. Kegelisahan pasien menurun.(5) 5. Ketegangan otot pasien.(5) 6. Kesulitan tidur pasien menurun 7. Kemampuan menuntaskan aktivitas pasien meningkat. (5) 8. TTV dalam batas normal



nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri secara non verbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 8. Monitor efek samping penggunaan analgesic Terapeutik : 1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri. 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi : 1. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri 23



2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat 5. Anjurkan teknik nonfamakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi : Setelah dilakukan tindakan



1. Kolaborasi pemberian analgesic ( Perawatan luka I.14564, Hal.328)



kulit berhubungan



keperawatan selama 1x8 jam



Observasi :



dengan kerusakan



diharapkan keutuhan kulit meningkat 1. Monitor karakteristik luka



jaringan(D.0129 Hal



dengan kriteria hasil :



2. Gangguan integritas



282)



2. Monitor tanda-tanda infeksi



1. Suhu kulit membaik.(5) Terapeutik : 2. Sensasi kulit membaik.(5)



1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan



3. Tekstur kulit membaik.(5)



2. Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu



4. Nyeri menurun.(5)



3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan



5. Kemerahan pada kulit menurun. (5) 6. Elastisitas kulit meningkat.(5)



4. Besihkan jaringan nekrotik 5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu 6. Pasang balutan sesuai jenis luka



24



7. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase 9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien 10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,251,5 g/kgBB/hari 11. Berikan suplemen vitamin dan mineral 12. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu Edukasi : 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein 3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri Kolaborasi : 1. Kolaborasi prosedur debridement 2. Kolaborasi pemberian antibiotik 3. Resiko tinggi infeksi



Setelah dilakukan tindakan



( Pencegahan Infeksi I.14539 Hal.278)



berhubungan dengan



keperawatan selama 1x8 jam



Observasi :



pertahanan primer tubuh



diharapkan pasien mengetahui dan 25



yang tidak adekuat.



mencegah resiko infeksi dengan



(D.0142 Hal 304)



kriteria hasil : 1. Pasien mampu mengidentifikasi resiko meningkat. (5) 2. Kemampuan melakukan strategi kontrol resiko



1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik Terapeutik : 1. Batasi jumlah pengunjung 2. Berikan perawatan kulit pada area edema 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien



meningkat. (5) 3. Kemampuan pasien mengubah prilaku meningkat. (5) 4. Kemampuan pasien menghindari faktor resiko meningkat. (5) 5. Kemampuan mengenali perubahan status kesehatan meningkat.(5)



4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi Edukasi : 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 3. Ajarkan etika batuk 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu 26



4. Gangguan pola tidur



Setelah dilakukan tindakan



(Dukungan Tidur I. 05174, hal 48)



berhubungan dengan



keperawatan selama 1x8 jam



Observasi :



nyeri (D.0055 Hal 126)



diharapkan pola tidur pasien kembali



1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur



membaik dengan kriteria hasil :



2. Identifikasi faktor pengganggu tidur



1. Keluhan sulit tidur menurun.(5)



3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur



2. Keluhan sering terjaga menurun.



4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi



(5) 3. Keluhan tidak puas tidur pasien



Terapeutik : 1. Modifikasi lingkungan



menurun.(5)



2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu



4. Keluhan pola tidur pasien berubah menurun. (5)



3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur



5. Keluhan istirahat tidak cukup



4. Tetapkan jadwal tidur rutin



menurun. (5)



5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan



6. Kemampuan beraktivitas pasien meningkat. (5)



Edukasi : 1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit 2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 3. Anjurkan menghindari makan/ minuman yang mengganggu 27



tidur 4. Anjurkan menggunakan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM 5. Anjarkan faktor-faktor yang berkontrubusi terhadap gangguan pola tidur 6. Ajarkan



teknik



relaksasi



otot



autogenic



atau



cara



nonfarmakologi lainnya 5. Intoleransi aktivitas



Setelah dilakukan tindakan



(Dukungan Mobilisasi I.05173, hal 30)



berhubungan dengan



keperawatan selama 1x8 jam



Observasi :



kelemahan otot(D.0056.



diharapkan mobilisasi fisik



1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya



Hal 128 )



meningkat dengan kriteria hasil : 1. Kekuatan otot pasien cukup meningkat.(5)



2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi



2. Rentang gerak pasien cukup meningkat.(4) 3. Nyeri menurun.(5) 4. Kecemasan pasien menurun. (5) 5. Kelemahan fisik menurun. (5)



4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik : 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu 2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu



28



6. Gerakan terbatas pasien



3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan



menurun. (5) 7. Kekakuan sendi menurun. (5)



pergerakan Edukasi : 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini 3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan



6



Resiko Syok



Setelah dilakukan tindakan



( Manajemen syok hipovolemik I.02050. hal. 222)



Hipovolemik



keperawatan selama 1x8 jam



Observasi :



berhubungan dengan



diharapkan Tingkat syok menurun



perdarahan yang



dengan kriteria hasil :



berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. (D.0039)



1. Monitor status kardiopulmonal 2. Monitor status oksigenasi



1. Kekuatan nadi meningkat. (5)



3. Monitor status cairan



2. Output urine meningkat. (5)



4. Periksa tingkat kesadaran dan respom pupil



3. Tingkat kesadaran



5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS



meningkat. (5) 4. Pucat pada wajah pasien



Terapeutik : 1. Pertahankan jalan napas paten



menurun. (5)



2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturnasi oksigen



5. Tekanan nadi membaik. (5) 29



6. Mean arterial pressure



>94%



membaik.(5)



3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,jika perlu



7. Frekuensi napas membaik.(5)



4. Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada



8. Frekuensi nadi membaik. (5)



pendarahan eksternal 5. Berikan posisi syok 6. Pasang jalur IV berukuran besar 7. Pasang kateter urine untuk dekompresi lambung 8. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dean elektrolit Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada orang dewasa 2. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak 3. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu



30



2.2.4 Implementasi Keperawatan Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi). 2.2.5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.



31



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Jl. Beliang no. 110 Telp. (0536) 3227707 FORMAT PENGKAJIAN POST PARTUM Nama Mahasiswa



: Lolita Amelia



Nim



: 2019.C.11a.1016



Tempat Ujian



:



Tanggal Pengkajian & Jam



: 4 Oktober 2021



A. Pengumpulan data a.



IDENTITAS KLIEN Nama



: Ny. N



Tempat/Tgl lahir



: 27 Februari 2001



Agama



: Islam



Suku/Bangsa



: Banjar



Pendidikan terkahir



: SMA



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Gol. Darah



: AB



Alamat



: Jl. RTA Milono Km 2,5



Diagnosa Medis



: Post SC A/I Ketuban Pecah Dini (KPD)



Penghasilan perbulan



:



Tanggal masuk RS



: 29 September 2021



Tanggal Pengkajian



: 4 Oktober 2021



Nomor Medrek



: 10.48.22



b. IDENTITAS SUAMI Nama



: Tn.R



Umur



: 19 tahun



Jenis kelamin



: Laki-laki



32



Agama



: Islam



Suku Bangsa



: Dayak



Pendidikan terakhir



: SMA



Pekerjaan



: Swasta



Gol. Darah



: -



Alamat



: Jl.RTA Milono Km 2.5



B. Status Kesehatan a. Keluhan utama



: pasien mengatakan nyeri pada luka post SC



b. Riwayat Kesehatan sekarang : Pada tanggal 29 September 2021 pukul 11:21 WIB Ny.N diantar oleh keluarganya ke RSUD Doris Sylvanus sebelumnya pasien dibawa ke PKM Pahandut yang kemudian dirujuk ke RSUD Doris Sylvanus dengan keluhan mules-mules sejak pukul 07.00 WIB ,keluar air sejak pagi pukul 08.00 WIB. Pada tanggal 01 oktober 2021 baru dilakukan prosedur SC ,setelah prosedur SC pasien masuk ke ruang Cempaka. Saat dilakukan pengkajian Di ruang cempaka pada tanggal 4 oktober 2021 klien mengeluh nyeri pada bagian luka post SC. Nyeri pada bagian luka post Sc bagian perut, nyeri yang dirasakan pasien seperti ditusu-tusuk , skala nyeri 7(nyeri berat)nyeri terus menerus. Hasil pemeriksaan awal



kesadaran compos



menthis, Tanda-tanda vital: TD = 120/80, N= 130x/menit, RR=20x/menit, S= 37∘C, , pasien tampak terpasang infus RL Drip oxy ditangan sebelah kiri.. c.



Riwayat Kesehatan yang lalu : pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular/menurun



d.



Riwayat Kesehatan keluarga Genogram 3 generasi : Keterangan: : Perempuan : Laki – laki : Pasien : Meninggal : Tinggal serumah : Garis keturunan



33



e. Riwayat obstetric dan ginekologi 1. Riwayat Ginekologi a. Riwayat Menstruasi : 



Menarche



: 13 tahun







Lamanya haid



: 4-7 hari







Siklus



: 28 hari







Banyaknya



: 2x ganti pembalut







Sifat darah



: merah,kental.







HPHT



: 7 januari 2021







Taksiran persalinan



: 14 oktober 2021



b. Riwayat Perkawinan : (suami dan isteri) 



Lamanya pernikahan



: 4 tahun







Pernikahan yang ke



: 1 (satu)



c. Riwayat Keluarga Berencana : 



Jenis kontrasepsi apa yang digunakan sebelum hamil: Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya







Waktu dan lamanya penggunaan : -







Apakah ada masalah dengan cara tersebut : tidak ada







Jenis, kontrasepsi yang direncanakan setelah persalinan sekarang : belum direncanakan







Berapa jumlah anak yang direncanakan oleh keluarga : 2



2. Riwayat Obstetri a. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu : G P1 A0 Umu No



Tgl



r



partus



ham il



Keada Jenis



Tempat/



Jenis



partu



Penolon



kelami



s



g



n



34



Masalah



an



BB



Anak Ha



Lahi



Nifa



mil



r



s



Bayi



Hamil Ini



b. Riwayat Kehamilan sekarang : 



Keluhan waktu hamil :TM 1 pasien mengalami mual muntah







Imunisasi : 2 kali







Penambahan BB selama hamil : 7 kg







Pemerikasaan Kehamilan :Teratur/Tidak







Tempat pemeriksaan dan hasil pemeriksaan : RS



c. Riwayat Persalinan sekarang : 



P1A0







Tanggal melahirkan



: 1 oktober 2021







Jam



: -







Jenis Persalinan



: Sectio Caesarea







Lamanya persalinan



:-







Penyulit Persalinan



: gagal induksi+KPD+Anemia







Pendarahan



: 400 cc







Jenis kelamin bayi



: Laki-laki







BB



: 3,8 kg







APGAR Score



: 10



3. Pemerikasaan Fisik 3.1.



Ibu



a.



Keadaan umum 



Suhu 370C







Nadi :80x/menit







Pernapasan : 20x/menit



: Baik (Compos Menthis)



35







Tekanan Darah : 120/80 mmHg







BB : 63 Kg







Tinggi badan : 160 Cm



b.



Kepala 



Kesadaran



: Compos Menthis







Turgor Kulit



: Baik



c.



Kepala 



Warna rambut



: hitam







Keadaan



: bersih



d.   e.      f.



: tidak ada :tidak ada :Bersih : normal : normal : bersih : normal







Konjunctiva:



: tidak pucat







Sklera :



: putih dan bersih







Fungsi Pengelihatan



: Normal



g.   h.   i.    j.    



k.



Muka Oedema Cloasma gravidarum Mulut Mukosa mulut & bibir Keadaan gigi Fungsi pengecapan Keadaan mulut Fungsi menelan Mata



Hidung Pendarahan/Peradangan :tidak ada Keadaan/kebersihan : bersih Telinga Keadaan : bersih Fungsi pendengaran : baik Leher Pembesaran kel. Tyroid : tdk ada Distensi Vena Jugularis : tdk ada Pemebesaran KGB : tidak ada Daerah dada Daerah dada : Suara napas : vesikuler Jantung dan paru-paru :Bunyi jantung :S1 dan S2 Normal Retraksi dada : tidak ada



Payudara  Perubahan



:tidak ada 36







Bentuk buah dada



:bulat







Hyperigmentasi areola



:tidak ada







Keadaan puting susu



: kecoklatan







Cairan yang keluar



: putih







Keadaan/Kebersihan



: bersih







Nyeri/Tegang



: nyeri







Skala nyeri



: 2(ringan)



l. Abdomen  Tinggi FU  Kontraksi Uterus  Konsistensi Uterus  Posisi Uterus  Diastasis RA  Bising usus  Lainnya



m.



: 1 jari : ada dan teraba keras : baik : 2 jari dibawah pusat :: 25x/menit :Adanya bekas luka Post Sc ± 10 cm pada bagian perut,tidak terdapat edema atau pun kemerahan pada luka



Genetalia Eksterna 



Keluhan



:-







Oedema



: tdk terdapat edema







Varises



: tidak ada







Pembesaran Kel Bartolin



: tidak ada







Pengeluaran/lochea : Warna



: merah



Jumlah



: sedikit



Bau



: amis



Blas



:



n. Anus  Haemorrhoid o. Ekstermitas Atas & Bawah  Refleks patela  Varises  Oedema  Simetris  Kram 3.2. Bayi 1. Keadaan umum



: tidak ada : baik : : : : : Baik



37



2. Tanda-tanda vital



: Normal



3. Kepala



: Simetris



4. Dada



: Simetris



5. Abdomen



: Normal



6. Genetalia



: Normal



7. Anus



: Normal



8. Ekstremitas



: Normla



4. Pola Aktivitas Sehari-hari a.



b.



Pola Nutrisi Frekuensi makan



: 3x sehari



Jenis makanan



: Nasi,lauk pauk,sayuran dan buah-buahan



Makanan yang disukai



: semua jenis makanan



Makanan yang tidak disukai



: tidak ada



Makanan pantang / alergi



: tidak ada



Nafsu makan



: baik



Porsi makan



: sedang



Minum (jumlah dan jenis)



: air putih , 8-10 gelas



Pola Eliminasi



1. Buang Air Besar (BAB) Frekuensi



: 1 x sehari



Warna



: kecoklatan



Bau



: -



Konsistensi



: lembek



Masalah / Keluhan



: Tidak ada keluhan



2. Buang Air Kecil (BAK)



c.



Frekuensi



: 6x sehari



Warna



: jernih



Bau



: Amoniak



Masalah / Keluhan



: tidak ada keluhan



Pola tidur dan istirahat



38



Waktu tidur



:Pada malam hari dari pukul 09.00-05.0 WIB pada siang hari dari pukul 12.00-04.00 WIB



Lama tidur/hari



:Malam hari 8 jam dan pada siang hari 4 jam



Kebiasaan pengantar tidur



: tidak ada



Kebiasaan saat tidur



: tidak ada



Kesulitan dalam tidur



: tidak ada



d.



Pola aktivitas dan latihan



e.



Kegiatan dalam pekerjaan



:Seperti menyapu,mencuci piring, dan menjemur pakaian



Olah raga



:Pasien mengatakan sesudah melahirkantidak pernah olah raga



Mobilisasi dini



: -



Kegiatan di waktu luang



: Membaca buku,menonton tv Menyusui (posisi, cara, frekuensi)



f. Personel Hygiene



g.



Kulit



:Sawo matang



Rambut



: Hitam lebat



Mulut dan Gigi



: Bersih tidak ada caries gigi



Pakaian



: Rapi



Kuku



: Bersih,pendek



Ketergatungan fisik Merokok



: -



Minuman keras



:-



Obat-obatan



: -



Lain-lain



: -



5. Aspek Psikososial dan Spiritual a.



Pola pikir dan persepsi -Apakah ibu telah mengetahu cara memberi ASI dan memberi makanan tambahan pada bayi : Pasien mengatakan belum mengetahui



39



-Apakah ibu merencanakan pemberiaan ASI pada bayinya : iya - Jenis kelamin yang diharapkan : Laki-laki dan perempuan - Siapa yang membantu merawat bayi dirumah : orang tua - Apakah ibu telah mengetahui nutrisiibu menteteki :Pasien mengatakan pasien tidak mengetahui - Apakah hamil ini diharapkan : sangat diharapkan - Apakah ibu merencanakan untuk mengimunisasikan bayinya :iya - Apakah ibu telah mengetahui cara memandikan dan



merawat tali pusat



:Pasien mengatakan pasien sudah mengetahui cara merawat tali pusat dan memandikan bayi b.



Persepsi diri - Hal yang amat dipikirkan saat ini : nyeri pada bagian luka post SC - Harapan setelah menjalani perawatan : pasien berharap nyeri pada luka post SC berkurang dan pasien mampu melakukan aktifitas seperti biasa Perubahan yang dirasa setelah hamil :Tidak ada



c.



Konsep diri - Body image :pasien mengatakan bahwa pasien bahagia dengan kehidupan nya sekarang - Peran :pasien anak kedua dari 2 bersaudara dan seorang istri, ibu - Ideal diri :pasien adalah seorang yang ramah, pasien berharap dapat cepat pulang dan mengurus anak dan suami nya - Identitas diri : pasien lulusan SMA dan sudah menikah - Harga diri :pasien mengatakan pasien sangat berguna dan berarti



d.



Hubungan/Komunikasi - Bicara



: jelas/relevan/mampu mengekpresikan/mampu mengerti orang lain :



- Bahasa utama : Indonesia - Yang tinggal serumah : Suami - Adat istiadat yang dianut : - Yang memegang peranan penting dalam keluarga :Suami dan istri - Motivasi daru suami : Suaminya selalu menyemangati pasien semoga cepat sembuh - Apakah suami perokok : tidak



40



- Kesulitan dalam keluarga :tidak ada e.



Kebiasaan Seksual - Gangguan hubungan seksual : tidak ada - Pemahaman terhadap fungsi seksual post partum : -



f.



Sistem nilai – kepercayaan - Siapa dan apa sumber kekuatan : pasien mengtakan Tuhan - Apakah Tuhan, agama, Kepercayaan penting untuk anda : Pasien mengatakan penting - Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam frekuensi) sebutkan : Sholat - Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan selama di Rumah Sakit, sebutkan : Membaca Al-quran



6. Pemerikasaan Penunjang a.



Darah



Tanggal 01/10/2021 01/10/2021



b.



c.



Pemeriksaan WBC HGB



Hasil 18.44 (10ˆ3/ uL) 11.6 g/dL



Urine - Protein



: - Sedimen :



- Reduksi



:



Pemeriksaan tambahan - Rontgent



:-



I. PENGOBATAN



41



Nilai Normal 4.50-11.00 10.05-18.0



1.



Injeksi Cetorolax 3x30 mg



2.



Injeksi Cefriaxone 1x2 gr



3.



Injeksi Kainex 3x500mg



4.



Infus RL drip oxy 24 Palangka Raya, 04 Oktober 2021



Lolita Amelia



42



ANALISIS DATA DATA SUBYEKTIF DAN DATA OBYEKTIF



KEMUNGKINAN



MASALAH



PENYEBAB Ds :



(Post Pembedahan SC)



Nyeri Akut



Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka bekas post SC



Terputusnya kontinuitas



P : Nyeri bertambah ketika banyak bergerak



jaringan



Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk R : nyeri pada bagian perut



pengeluaran mediator nyeri



S : 4 ( nyeri sedang) T : Nyeri hilang timbul



nyeri saat beraktivitas



Do : 1. Pasien tampak meringis 2. Pasien tampak gelisah 3. Pasien tampak bersikap protektif TTV : TD : 120/80 mmHg Suhu : 37 0c Nadi : 80 x/menit RR: 20 x/menit , Ds: 



Post SC



b.d prosedur



Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas



invasi



operasi 



Risiko Infeksi



Luka terbuka Post Dientri



Pasien mengatakan Luka post sc belum pernah 43



dilakukan perawatan luka DS:



Perawatan Kurang







Klien post sc hari ke 3







Klien tampak meringis







Terdapat luka post SC kurang lebih 10 cm







Tanda-tanda Infeksi







-



Rubor : Nyeri Skala 5( Nyeri Sedang)



-



Kalor : Suhu pada luka 37∘C



-



Dolor : Tidak terdapat kemerahan



-



Fungsi Laesa : Nyeri saat bergerak



Risiko Infeksi



TTV







-



TD : 120/80 mmHg



-



S: 37 0c



-



N: 80x/menit



-



RR:20x/menit



Pemeriksaan Penunjang (Tgl 1/10/2021) - WBC: 18.44



, Ds :



Luka Post Partum SC



Pasien mengatakan sulit untuk bergerak karena takut



Aktivitas



luka operasi nya akan bertambah lebih nyeri



Nyeri saat beraktivitas



Do : -



Intoleransi



Kelemahan otot



Pasien tampak berhati-hati pada saat



44



melakukan gerakan -



ADL dibantu



Aktifitas ADL pasien tampak dibantu oleh suami,keluarga dan perawat



-



Pasien tampak hanya melakukan aktifitas diatas bed



Ds :



Pasien tampak takut melakukan mobilasis Kurang nya terpapar



Pasien mengatakan pasien tidak memahami tentang



informasi



bagaimana cara memberi ASI Ekslusif pada bayi



Pengetahuan



Do : Kurang nya pengetahuan -



Pasien tampak gelisah



tentang pemberian ASI



-



Pasien tampak cemas



ekslusif



-



Pasien tampak sering bertanya tentang bagaiman pemberian ASI ekslusif pada bayi



-



Defisit



Defisit Pengetahuan



Pasien tampak bingung pada saat ditanya



45



PRIORITAS MASALAH 1.



Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasi yang ditandai dengan adanya luka sc kurang lebih 10 cm pada bagian perut , risiko infeksi dibuktikan dengan adanya efek prosedur invasi , tidak terdapat adanya tanda-tanda infeksi.



2.



Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedara fisik ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada bagian luka post SC,pasien tampak meringis,pasien tampak gelisah SDKI (D.0077)



3.



Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai



dengan pasien



mengatakan sulit untuk bergerak karena takut luka operasi nya akan bertambah lebih nyeri,pasien



tampak



bergerak



hati-hati,



ADL



pasien



tampak



dibantu



oleh



suami,keluarga dan perawat SDKI (D.0058) 4.



Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang nya terpapar informasi ditandai dengan pasien tampak gelisah, pasien tampak bingung dan khawatir SDKI (D.0080)



46



RENCANA KEPERAWATAN Nama Pasien : Ny. N Ruang Rawat : Diagnosa Keperawatan 1.Risiko Infeksi b/d efek prosedur invasi



Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



Setelah Dilakukan tindakan keperawatan 2x8 jam



Perawatan Luka ( I.14564 ) 1. Monitor tanda –tanda



diharapkan :



infeksi 1. Nyeri menurun(5)



2. Batasi Jumlah Pengunjung



2. Sensasi membaik (5)



3. Bersihkan Luka dengan



3. Integritas kulit dan jaringan membaik(5)



cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai kebutuhan 4. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka 5. Jelaskan tandan dan gejala infeksi 6. Kolaborasi pemberian antibiotik



47



Rasional 1. Untuk



melihat



adanya



perubahan suhu tubuh 2. Untuk mengurangi risiko terpapar dari luar 3. Untuk memudahkan melakukan perawatan luka 4. Personal hygiene 5. Mengedukasi



klien



dan



keluarga 6. Kolaborasi untuk tindakan yang bermanfaat untuk pasien



1.



Nyeri Akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x8 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan penedera fisiki yang ditandai kriteria hasil : dengan nyeri dengan skala 1. Keluhan nyeri pasien menurun.(5) 5(sedang) 2. Meringis pasien menurun.(5). 3. Skala nyeri berkurang 0-3 4. Kegelisahan pasien menurun.(5) 5. Ketegangan otot pasien.(5) 6. Kesulitan tidur pasien menurun 7. Kemampuan menuntaskan aktivitas pasien meningkat. (5)



48



1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien 2. Agar pasien mampu memonitor nyeri ketika nyeri tiba-tiba muncul 3. Agar pasien mampu 4. Anjurkan memonitor nyeri mengurangi nyeri dengan secara mandiri tekhnik relaksasi 5. Anjurkan untuk beristirahat 4. Agar dapat mengukur ketika nyeri muncul tingkat nyeri 5. Istirahat akan merelaksasi 6. Memberikan Pendidikan semua jaringan sehingga kesehatan tentang nyeri akan meningkatkan Kolaborasi dalam kenyamanan. pemberian analgesic 6. Agar pasien mengetahui tentang nyeri yang dialami pasien. 7. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dalam mengurangi rasa nyeri pasien. 2. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 3. Ajarkan Tekhnik relaksasi napas dalam



3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien mengatakan sulit untuk bergerak karena takut luka operasi nya akan bertambah lebih nyeri,pasien tampak bergerak hati-hati, ADL pasien tampak dibantu oleh suami,keluarga dan perawat SDKI (D.0058)



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan mobilisasi fisik meningkat dengan kriteria hasil : 1. Kekuatan otot pasien cukup meningkat.(5) 2. Rentang gerak pasien cukup meningkat.(4) 3. Nyeri menurun.(5) 4. Kecemasan pasien menurun. (5) 5. Kelemahan fisik menurun. (5) 6. Gerakan terbatas pasien menurun. (5) 7. Kekakuan sendi menurun. (5)



1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan 3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi 4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 5) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan 6) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi



4. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama berhubungan dengan kurang 2x8 jam diharapkan tingkat tingkat ansietas nya terpapar informasi menurun dengan kriteria hasil : ditandai dengan pasien tampak gelisah,dan bertanya 1. Perilaku gelisah menurun dengan skor 5 mengenai pemberian asi 2. Verbalisasi kebingungan menurun dengan skor 5 ekslusif SDKI (D.0080) 3. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun dengan skor 5



1) Identifikasi masalah yang dialami 2) Ciptakan ruangan yang tenang dan nyaman 3) Anjurkan pasien berdoa 4) Anjurkan pasien melakukan teknik menenangkan hingga perasaan pasien tenang



1) Mengidentifikasi kelemahan pada pasien 2) Mengetahui faktor yang mempengaruhi intoleransi aktivitas 3) Supaya tidak terjadi cedera pada saat melakukan mobilisasi 4) Mencegah terjadi nya cedeara yang dapat memperberat mobilasasi 5) Agar dapat dilakukan oleh keluarga dalam mengajar kan mobilasasi pada pasien 6) Agar menambah pengetahuaan dan wawasan pasien 1) Memudakan mengidentifikasi



masalah



pasien 2) Agar



pasien



merasa



nyaman 3) Agar rasa cemas pasien berkurang 4) Mengurangi rasa cemas pasien terhadap kondisi yang dialami



49



IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN Hari/Tanggal



Implementasi



Evaluasi (SOAP) 50



Tanda tangan



dan Jam Diagnosa 1 Jumat, 04 Oktober 2021 Pukul 09.00-10.00 Wib



Nama Perawat 1. Monitor tanda –tanda infeksi 2. Batasi Jumlah Pengunjung 3. Bersihkan Luka dengan cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai kebutuhan 4. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka



S: Pasien mengatakan luka bekas SC membaik O: 1. Masih tampak luka Post Sc ± 10 cm pada bagian perut 2. Tidak terdapat kemerahan/peradangan 3. Tanda tanda infeksi : Rubor : Awalnya Nyeri Skala 5( Nyeri Sedang)



5. Jelaskan tandan dan gejala infeksi 6. Kolaborasi pemberian antibiotik



-



Kalor : Suhu pada luka 37∘C



-



Dolor : Tidak terdapat kemerahan



-



Fungsi Laesa : Nyeri saat bergerak



4. Pasien dan keluarga mulai paham tanda dan gejala infeksi 5. Berkolaborasi pemberian injeksi antibiotik Cefriaxone 1x2 gr TTV : TD : 120/80 mmHg Suhu : 37 0c Nadi : 80 x/menit



51



Lolita Amelia



RR: 20 x/menit A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi



Diagnosa 2 Jumat, 04 oktober 2021 Pukul Pukul 11.00-12.30 Wib



1. Mengidentifikasi skala nyeri



S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka post SC



2. Menganjurkan memonitor nyeri secara



berkurang



mandiri 3. Mengajarkan Tekhnik relaksasi napas dalam 4. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri



O: 1. Meringis pasien tampak berkurang 2. Pasien tampak lebih rileks 3. Skala nyeri awal :5(nyeri sedang) Setelah diberikan Tindakan: 4( nyeri sedang)



5. Menganjurkan untuk beristirahat ketika nyeri muncul 6. Berkolaborasi dalam pemberian



4. Pasien tampak memonitor nyeri secara mandiri 5. Pasien melakukan teknik napas dalam pada saat nyeri timbul



analgesic



6. Pasien tampak beristirahat pada saat nyeri timbul 7. Pasien tampak diberikan injeksi cetorolax 3x30mg A : Masalah teratasi sebagian P : Melanjutkan Intervensi 3,4



52



Lolita Amelia



Diagnosa 3 Selasa, 05 Oktober 2021 Pukul 09.00-10.00 Wib



1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan 3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi 4. Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 5. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan 6. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi



S : Pasien tampak sudah bisa melakukan aktivitas nya secara bertahap O: 1. Pasien tampak mulai berlatih jalan dan beraktivitas sendiri 2. Pasien tampak mulai bersemangat untuk melakukan aktivitas 3. Tekanan darah pasien tampak normal TD= 120/80 4. Kondisi pasien mulai membaik 5. ADL pasien tampak sesekali dibantu suami. 6. Pasien dan keluarga tampak memahami tujuan dari mobilisasi A : Masalah Teratasi sebagian P : Intervensi Dilanjutkan



53



Lolita Amelia



Diagnosa 4 Rabu , 06 Oktober 2021 Pukul 09.00-10.00 Wib



1) Memberikan penjelasan pada klien tentang Cara pemberian Asi Eksklusif 2) Memberikan informasi pada klien dan keluarga tentang Cara pemberian Asi Eksklusif 3) Meminta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.



S: Pasien mengatakan sudah paham tentang bagaimana cara memberi ASI Ekslusif pada bayi O: 1. Pasien tampak sudah paham dengan cara pemberian ASI Eksklusif 2. Pasien tidak tampak bingung pada saat ditanya tentang Cara pemberian Asi Eksklusif 3. Pasien tidak tampak sering bertanya tentang bagaimana cara pemberian ASI Eksklusif A : Masalah keperawatan teratasi P : Intervensi dihentikan



54



Lolita Amelia



BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Sectio caesarea adalah suatu persalianan buatan di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat badan di atas 500 gram. Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut; seksio sesarea juga dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Amru sofian, 2015). Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito L. J, 2016). 1. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan karena tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit conjugata vera (CV kurang 8 cm). 2. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan sectio. 3. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang. 4. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi. 5. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat. Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2017). Post Partum merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post Partum ini antara 6-8 minggu. (Solehati & Kosasih, 2015 yang melaporkan penelitian tahun 2002 oleh Mochtar). 4.2 Saran 55



4.2.1



Bagi Mahasiswa Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya Post Partum SC (Section Caesarea).



4.2.2



Bagi Klien dan Keluarga Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Post Partum SC (Section Caesarea).



4.2.3



Bagi Institusi Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.



4.2.4



Bagi IPTEK Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan Post Partum SC (Section Caesarea).



56



DAFTAR PUSTAKA Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Armyati, Eky Oktaviana. 2015. Buku Ajar Psikologi Kebidanan. Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press. Ikhtiarini, Dewi Erti. 2015. Keperawatan Klinik VIII: Panduan Praktikum. Jurnal Keperawatan Soedirman Vol. 7, No. 1. Tahun 2015.



57



LAMPIRAN SATUAN ACARA PENYULUHAN



OLEH : Lolita Amelia 2019.C.11a.1016



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2021



58



LAMPIRAN SATUAN ACARA PENYULUHAN SAP : Cara Pemberian ASI EKSKLUSIF Topik Pendidikan Sasaran : Pasien dan Keluarga Tujuan Tujuan Instruksional Setelah mendapatkan penyuluhan 1x30 menit, pasien dan keluarga mampu memahami dan mampu menjelaskan tentang Cara Pemberian ASI Eksklusif. Tujuan Instruksi Khusus: 1. Menjelaskan pengertian ASI Eksklusif. 2. Menjelaskan Cara Pemberian ASI Eksklusif 3. Menjelaskan Tanda gejala bayi cukup ASI Eksklusif. 4. Menjelaskan Manfaat ASI Eksklusif. 5. Menjelaskan Bagaimana Cara menyimpan ASI Eksklusif dengan baik Metode 1. Ceramah dan Tanya Jawab Media 1. Leaflet Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam bentuk selembar mengenai informasi Cara Pemberian ASI Eksklusif. .3.1 Waktu Pelaksanaan 1. Hari/tanggal



: Rabu, 6 Oktober 2021



2. Pukul



: 09.00-09.30 s/d



3. Alokasi



: 20 Menit



59



No 1



Kegiatan



Waktu 3 Menit







Metode Menjawab salam



Memberi salam dan memperkenalkan







Mendengarkan



diri







Menjawab pertanyaan



Pendahuluan :  



Menjelaskan maksud dan tujuan penyuluhan



2



 Melakukan evaluasi vadilasi Penyajian :



7 Menit







1) Menjelaskan pengertian ASI Eksklusif. 2) Menjelaskan



Cara



Pemberian



Mendengarkan



dengan



seksama



ASI







Mengajukan pertanyaan







Menjawab







Mendemontrasi







Mendengarkan







Menjawab salam



Eksklusif 3) Menjelaskan Tanda gejala bayi cukup ASI Eksklusif. 4) Menjelaskan Manfaat ASI Eksklusif. 5) Menjelaskan



Bagaimana



Cara



menyimpan ASI Eksklusif dengan baik 3



Evaluasi :  Memberikan



4



5 Menit pertanyaan



akhir



dan



evaluasi Terminasi : 



5 Menit



menyimpulkan bersama-sama hasil kegiatan penyuluhan







menutup penyuluhan dan mengucapkan salam



.3.2 Tugas Pengorganisasian 1) Moderator : Lolita Amelia Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin sidang (rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau pendiskusi masalah Tugas: 1. Membuka acara penyuluhan. 2. Memperkenalkan diri. 60



3. Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan. 4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi 5. Mengatur jalan diskusi 2) Penyaji



: Lolita Amelia



Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya. Tugas : 1. Menyampaikan materi penyuluhan. 2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan. 3. Mengucapkan salam penutup. 3) Fasilitator: Lolita Amelia Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi. Tugas : 1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan. 2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir. 4) Simulator : Lolita Amelia Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu peralatan kepada audience. Tugas : 1. Memperagakan macam-macam gerakan. 5) Dokumentator : Lolita Amelia Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip. Tugas : 1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan Somatitis. 6) Notulen : Lolita Amelia Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan, seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara. Ditulis oleh seorang Notulis yang



61



mencatat seperti mencatat hal-hal penting. Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan. Tugas : Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan penyuluhan



A. TEMPAT Setting Tempat



:



Keterangan: : Moderator : Leader : Klien : Dokumentator : Fasilitator



: Keluarga klien



B. EVALUASI 1.



Evaluasi Struktur 1) Peserta dan keluarga hadir di tempat penyuluhan 2) Penyelenggaraan di ruang RS 3) Pengorganisasian penyelenggaraan di lakukan sebelumnya 62



2.



Evaluasi Proses 1) Peserta antusiasi terhadap materi penyuluhan tentang “Perawatan Payudara”. 2) Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan 3) Peserta menjawab pertanyaan secara benar tentang materi penyuluhan



3. Evaluasi Hasil 1. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Definisi Perawatan Payudara”. 2. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Manfaat dan Tujuan Perawatan Payudara”. 3. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Waktu Pelaksanaan, Hal-Hal yang Perlu di Perhatikan, Teknik, dan Langkah-Langkah Perawatan Payudara”. 4. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Akibat Tidak Melakukan Perawatan Payudara”.



MATERI PENYULUHAN



1. ASI Eksklusif a. Pengertian ASI Ekslusif



63



ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,lactose dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Haryono dan Setianingsih, 2014). Pada usia 6 bulan pertama, bayi hanya perlu diberikan ASI saja atau dikenal dengan sebutan ASI eksklusif (Maryunani, 2010). ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi 0-6 bulan tanpa pemberian tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, dan nasi tim (Haryono dan Setianingsih, 2014). ASI diproduksi dalam korpus alveolus yaitu unit terkecil yang memproduksi susu, selanjutnya dari alveolus air susu akan diteruskan ke dalam saluran yang disebut duktus laktiferus. Setelah persalinan, produksi susu dipengaruhi oleh isapan mulut bayi yang mampu merangsang prolaktin keluar. ASI merupakan cairan susu yang diproduksi ibu yang merupakan makanan terbaik untuk kebutuhan gizi bayi. Pengertian ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu, segera setelah persalinan sampai bayi berusia 6 bulan tanpa tambahan makanan lain, termasuk air putih. Pemberian mineral, vitamin, maupun obat boleh diberikan dalam bentuk cair sesuai anjuran dokter. Hal ini dikarenakan sistem pencernaan bayi masih belum sempurna, khususnya usus halus pada bayi masih berbentuk seperti saringan pasir, pori-pori pada usus halus ini memungkinkan protein atau kuman akan langsung masuk dalam sistem peredaran darah dan dapat menimbulkan alergi. Poripori dalam usus bayi ini akan menutup setelah berumur 6 bulan. Setelah usia bayi mencapai 6 bulan, bukan berarti pemberian ASI dihentikan, bayi diberikan makanan pendamping lain secara bertahap sesuai dengan usianya dan ASI tetap boleh diberikan sampai anak berusia 2 tahun. b. Komposisi ASI Eksklusif Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi ASI adalah stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi dan diit ibu. Air susu ibu menurut stadium laktasi adalah kolostrom, ASI transisi/peralihan dan ASI matur (Fikawati dkk, 2015). 1) Kolostrom Cairan pertama kali yang keluar dari kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar



64



payudara sebelum dan sesudah masa puerperium.Kolostrom keluar pada hari pertama sampai hari keempat pasca persalinan.Cairan ini mempunyai viskositas kental, lengket dan berwarna kekuning-kuningan. Cairan kolostrom mengandung tinggi protein, mineral garam,vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi dibandingkan dengan ASI matur. Selain itu, kolostrom rendah lemak dan laktosa.Protein utamanya adalah immunoglobulin (IgG, IgA, IgM) berguna sebagai antibodi untuk mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit. Volume kolostrom antara 150-300 ml/24 jam. Meskipun kolostrom hanya sedikit volumenya, tetapi volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Kolostrom berfungsi sebagai pencahar ideal yang dapat mengeluarkan zat-zat yang tidak terpakai dari usus bayi baru lahir dan mempersiapkan kondisi saluran pencernaan agar siap menerima makanan yang akan datang (Nugroho, 2011). 2) ASI Peralihan Merupakan peralihan dari kolostrom sampai menjadi ASI matur. ASI peralihan keluar sejak hari ke 4-10 pasca persalinan.Volumenya bertambah banyak dan ada perubahan warna dan komposisinya. Kadar immunoglobulin menurun, sedangkan kadar lemak dan laktosa meningkat (Nugroho, 2011). 3) ASI Matur ASI yang keluar dari hari ke 10 pasca persalinan sampai seterusnya.Komposisi relative konstan (adapula yang menyatakan bahwa komposisi ASI relative mulai konstan pada minggu ke 3 sampai minggu ke 5), tidak mudah menggumpal bila dipanaskan.ASI pada fase ini yang keluar pertama kali atau pada 5 menit pertama disebut sebagai foremilk. Foremilk lebih encer, kandungan lemaknya lebih rendah namun tinggi laktosa, gula protein, mineral dan air (Nugroho, 2011). c. Kandungan Zat Gizi ASI 1) Karbohidrat Karbohidrat pada ASI berbentuk laktosa (gula susu) yang sangat tinggi dibandingkan dengan susu formula. Jumlah laktosa yang lebih banyak terkandung dalam ASI membuat rasa ASI menjadi lebih manis dibandingkan dengan susu formula. Laktosa akan difermentasikan menjadi asam laktat dalam pencernaan bayi, suasana asam memberi beberapa keuntungan bagi pencernaan bayi, antara lain:



65



a) Menghambat pertumbuhan bakteri patologis. b) Memacu pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi asam organik dan mensitesis protein. c) Memudahkan terjadinya pengendapan dari Ca-caseinat. d) Memudahkan absorbsi dari mineral seperti kalsium, fosfor, dan magnesium 2) Protein ASI mengandung protein yang lebih rendah dibandingkan dengan susu formula, namun protein ASI yang diebut “whey” ini bersifat lebih lembut sehingga mudah dicerna oleh pencernaan bayi. Protein dalam ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung laktoglobulin dan bovibe serum albumin yang lebih sering menyebabkan alergi pada bayi. (Rukiyah Aiyeyeh,dkk,2011) 3) Lemak Kadar lemak antara ASI dengan susu formula relatif sama, namun lemak dalam ASI mempunyai beberapa keistimewaan antara lain: a) Bentuk emulsi lemak lebih sempurna karena ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi digliserida kemudian menjadi monogliserida sehingga lemak dalam ASI lebih mudah dicerna dalam pencernaan bayi. b) ASI mengandung asam lemak tak jenuh yaitu omega-3, omega-6, dan DHA yang dibutuhkan oleh bayi untuk membentuk jaringan otak. 4) Mineral ASI mengandung mineral yang lengkap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sampai berusia 6 bulan. Kandungan mineral dalam ASI adalah konstans, tetapi ada beberapa mineral spesifik yang kadarnya dipengaruhi oleh diit ibu. Kandungan zat besi dan kalsium paling stabil dan tidak dipengaruhi oleh diit ibu. Mineral lain adalah kalium, natrium, tembaga, mangan, dan fosfor 5) Vitamin Vitamin dalam ASI cukup lengkap, vitamin A, D, dan C cukup, sedangkan golongan vitamin B, kecuali riboflavin dan asam pantothenik kurang. Vitamin lain yang tidak tekandung dalam ASI bergantung pada diit ibu



66



6) Air ASI terdiri dari 88% air, air berguna untuk melarutkan zat-zat yang terkandung dalam ASI. Kandungan air dalam ASI yang cukup besar juga bisa meredakan rasa haus pada bayi. d. Manfaat ASI Eksklusif Menurut Haryono dan Setianingsih (2014) manfaat ASI Eksklusif bagi bayi, antara lain: 1) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi, mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. 2) Membantu mengeluarkan mekonium (feses bayi) 3) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas terkontaminasi, Immunoglobin A (IgA) dalam ASI kadarnya tinggi yang dapat melumpuhkan bakteri pathogen E.Coli dan berbagai virus di saluran pencernaan. 4) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. 5) Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri E.Coli, salmonella dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. 6) Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 1.000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam, yaitu: Bronchus Asociated Lympocite Tisue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocite Tisue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocite Tisue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu. 7) Faktor Bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen untuk menunjang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. 8) Interaksi antara ibu dan bayi dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi. Pengaruh kontak langsung ibubayi: ikatan kasih saying ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh



67



ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih di dalam rahim. 9) Interaksi antara ibu-bayi dan kandungan gizi dalam ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. ASI mengandung berbagai zat gizi yang bisa meningkatkan kecerdasan bayi, seperti asam lemak esensial, protein, vitamin B kompleks, yodium, zat besi, dan seng. Manfaat ASI Eksklusif bagi ibu antara lain: 1) Mengurangi terjadinya perdarahan dan anemia 2) Menunda kehamilan 3) Mengecilkan rahim 4) Lebih cepat langsing kembali 5) Mengurangi resiko terkena kanker 6) Tidak merepotkan dan menghemat waktu 7) Memberi kepuasan bagi ibu. 8) Risiko osteoporosis dapat dipastikan lebih kecil bagi wanita yang telah hamil dan menyusui bayinya. Selama hamil dan menyusui akan terjadi proses pengeroposan tulang, namun tulang akan cepat pulih kembali bahkan akan lebih baik dari kondisi tulang semula karena absorpsi kalsium, kadar hormon paratiroid, dan kalsitriol serum meningkat dalam jumlah besar. 9) ASI lebih murah dan ekonomis dibandingkan dengan susu formula. 10) ASI lebih steril dibadingkan dengan susu formula yang terjangkit kuman dari luar. 11) Ibu yang menyusui akan memiliki hubungan emosional yang lebih kuat dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui bayinya. 12) ASI merupakan kontrasepsi alami yang dapat menunda kehamilan ibu. e. Dampak tidak diberikan ASI Eksklusif Dampak bayi yang tidak diberikan ASI Eksklusif akan lebih rentan untuk terkena penyakit kronis, seperti jantung, hipertensi, dan diabetes setelah ia dewasa serta dapat menderita kekurangan gizi dan mengalami obesitas (Arifa Y, dan Shrimarti R.D, 2017). Sementara untuk ibu sendiri akan beresiko mengalami kanker payudara, mengeluarkan biaya lebih mahal apabila bayi maupun ibu terkena penyakit , karena memang beresiko



68



rentan terhadap penyakit. Selain itu untuk biaya susu formula menggantikan ASI pada bayi. f. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dibedakan menjadi tiga yaitu faktor pemudah (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors)dan faktor pendorong (reinforcing factors) (Haryono dan Setianingsih, 2014).



69



Cara Pemberian ASI Eksklusif



ASI EKSKLUSIF



MANFAAT ASI



ASI eksklusif yaitu ASI yang diberikan pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan pertama tanpa disertai makanan tambahan.



a. Manfaat Bagi bayi  Memberikan kekebalan pada bayi  Mudah dicerna  Komposisi ideal  Memberi ikatan kasih sayang



MANFAAT ASI EKSKLUSIF



Oleh: Nama



:Lolita Amelia



Nim



:2019.C.11a1016



Tingkat



: III A



Adanya zat anti infeksi yang terkandung dalam ASI akan memberikan adanya daya tahan terhadap penyakit.Pemberian ASI eksklusif mulai BBL 6 bulan akan memberikan kekebalan bagi bayi.



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2021 70



b. Manfaat Bagi ibu  Murah dan mudah di dapat  Involusi jadi lebih baik  Memberikan kasih sayang  Praktis



TANDA-TANDA BAYI CUKUP ASI  Kenaikan BB sesuai  Bayi tidur pulas  Bayi tenang dan aktif TANDA-TANDA BAYI KURANG ASI  Penurunan BB  Dehidrasi  Urin berwarna gelap CARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF ASI eksklusif diberikan pada bayi sampai 6 bulan pertama, bayi hanya mendapat ASI saja tanpa diberi makanan tambahan.



Terima Kasih Semoga Bermanfaat



71