LP Askep Leptospirosis KLP 2 D1 - D [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LEPTOSPIROSIS



OLEH KELOMPOK 2 KELAS DI.D 1.



ARYA MUNANG AYU PRIYADARSANI



(C2119146)



2.



DEWA AYU ARI ASTITI



(C2119147)



3.



KOMANG AYU APRIYANTI



(C2119148)



4.



NI KADEK LISNA SUSANTI



(C2119149)



5.



I GUSTI AYU AGUNG WIDYANINGSIH



(C2119150)



6.



FAUZA MADYA HARGIAN



(C2119151)



7.



NI KADEK RUSMALA DEWI



(C2119152)



8.



I KOMANG BUDIARTA



(C2119153)



9.



GUSTI AYU MD SULISTYA ARDININGSIH



(C2119154)



10.



NI PUTU WINI ANDRIANI



(C2119155)



11.



NI MADE DWI ARSITA WATI



(C2119156)



12.



SYARIFAH NUR AFNI HANDAYANI



(C2119157)



13.



NI MADE YULI DWIPAYANI



(C2119158)



PROGRAM ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI TAHUN 2020 LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN 1



PADA PASIEN DENGAN LEPTOSPIROSIS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme, berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan leptospira. Penyakit ini dapat berjangkit pada laki-laki atau perempuan semua umur. Banyak ditemui didaerah tropis, dan biasanya penyakit ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, filed fever, cane cutre fever dan lain-lain (Mansjoer dkk, 2007). Leptospirosis adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia, termasuk penyakit zoonosis yang paling sering di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul karena banjir. Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit Stuttgart, penyakit Weil, demam canicola, penyakit swineherd, demam rawa atau demam lumpur (Judarwanto, 2009) Menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2003), Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman leptospira patogen. 2. Etiologi Penyakit ini merupakan yang terdapat di semua Negara dan terbanyak ditemukan di Negara beriklim tropis, disebabkan oleh Laptosspira Interrogans dengan berbagai sub group yang masing-masing terbagi lagi atas serotif bias terdapat pada ginjal atau air kemih binatang peliharaan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain, maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai. Manusia bias terinfeksi jika kontak pada kulit atau selaput lender yang luka atau erosi dengan air, tanah, lumpur yang tercemar oleh air kemih binatang yang terinfeksi Lapyosspira. (Mansjoer, 2005) Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral genus Leptospira, family leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis, motil obligat dan berkembang pelan anaerob. Genus Leptospira terdiri dari 2 spesies yaitu Leptospira Interrogans yang pathogen dan Leptospira Biiflexa bersifat saprofitik (Judarwanto, 2009). a. Patogen Leptospira Interrogans



2



Terdapat pada hewan dan manusia. Mempunyai sub group yang masing-masing terbagi lagi atas berbagai serotip yang banyak, diantaranya; L. javanica, L. cellodonie, L. australlis, L. Panama dan lain-lain. b. Non Patogen L. Biflexa Menurut beberapa penelitian, yang paling tersering menginfeksi manusia adalah: L. icterohaemorrhagiae dengan resorvoir tikus, L. canicola dengan resorvoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia di antaranya tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Hewan peliharaan yang paling berisiko adalah kambing dan sapi. Resevoar utamanya di seluruh dunia adalah binatang pengerat dan tikus. 3. Patofisiologi Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah 1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke 4 sampai 10 perjalanan penyakit. Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil; sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenitas kuman leptospira yang paling penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Kuman leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel lain yang mengandung fosfolipid. Beberapa strain serovar Pomona dan Copenhageni mengeluarkan protein sitotoksin. In vivo, toksin in mengakibatkan perubahan histopatologik berupa infiltrasi makrofag dan sel polimorfonuklear. Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan



3



hati. Di dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstisium, tubulus ginjal, dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin. Conjungtival suffusion khususnya perikorneal; terjadi karena dilatasi pembuluh darah, kelainan ini sering dijumpai pada patognomonik pada stadium dini. Komplikasi lain berupa uveitis, iritis dan iridosiklitis yang sering disertai kekeruhan vitreus dan lentikular. Keberadaan kuman leptospira di aqueous humor kadang menimbulkan uveitis kronik berulang. Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial serta mekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang dengan meningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman leptospira akan dieleminasi dari semua organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal dan mungkin otak dimana kuman leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan.



4



PATHWAY Leptospira interogens



Masuk kebinatang mamalia mis:tikus, kucing, babi



Berkembang biak di epitel tubulus ginjal



Ikut mengalir dalam urin



Urin dikeluarkan di tanah, air,lumpur



Tanah, air, lumpur Terinfeksi leptospira



Kontak dengan kulit yang luka/ selaput lendir



Masuk ketubuh



Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi)



Mikroorganisme menghilang



IgM muncul, C3 tetap



Menuju pembuluh darah dan cairan cerebrospinal



Fagositosis leptospiral



5 Menuju ke organ dan mengeluarkan toksin



Ginjal.



interstitium,



Pembuluh kapiler



tubular lumen



Ikut aliran urin



Keluar melalui urin



Menyebar di lingkungan Risiko penularan



Bakteri mengendap



Nekrosis tubular



Permeabilitas kapiler meningkat



Ginjal tidak mampu mengkpmpensasi Terjadi gagal ginjal



Infiltrasi sel limfosit



Agglutinin gagal menbunuh kuman



vaskulitis



tubulus renal



Permeabilitas kapiler terganggu



Timbul perdarahan



Muncul ptikie, hiperestesi kulit



Risiko kerusakan integritas kulit



Kebocoran cairan plasma Sirkulasi mikromaskuler terganggu



Hipovolemi sirkulasi



hepatomegali



Proliferasi sel Kupfer



Mendesak lambung



Nekrosis sentilobuler



Mual,muntah



Gangguan pemecahan bilirubin



Nafsu makan turun



BB turun



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Defisiensi volume cairan



Otot rangka



Hepar



edema



Nyeri otot



Nyeri akut



Invasi langsung



Muncul antigen leptospira



lokal nekrotik



Lemah,



vakuolisasi



Ansietas



Kehilangan striata



Bilirubin dalam darah meningkat Ikterus/jaundice



Gelisah ,takut, bingung, sering bertanya pada petugas kesehatan



6



4. Manifestasi Klinis Menurut Anies (2009), gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3 fase yaitu : fase leptospiremia, fase imun dan fase penyembuhan. a. Leptopiremia (berlangsung 4-9 hari) Timbul demam mendadak, diserta sakit kepala (frontal, oksipital atau bitemporal). Pada otot akan timbul keluhan mialgia dan nyeri tekan (otot gastronemius, paha pinggang,) dan diikuti heperestesia kulit. Gejala menggigil dan demam tinggi, mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptisis, penurunan kesadaran, dan injeksi konjunctiva. Injeksi faringeal, kulit dengan ruam berbentuk makular/makolupapular/urtikaria yang tersebar pada badan, splenomegali, dan hepatomegali. b. Fase imun (1-3 hari) Fase imun yang berkaitan dengan munculnya antibodi IgM sementara konsentrasi C3, tetap normal. Meningismus, demam jarang melebihi 39 oC. Gejala lain yang muncul adalah iridosiklitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis, serta neuripati perifer. c. Fase penyembuhan (minggu ke-2 sampai minggu ke-4) Dapat ditemukan adanya demam atau nyeri otot yang kemudian berangsurangsur hilang, ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta splenomegali. Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya, para ahli lebih senang membagi penyakit ini menjadi leptospirosis anikterik (non ikterik) dan leptospirosis ikterik. a. Leptospirosis anikterik Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten, nyeri kepala dan menggigil serta mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan photopobia. Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha. Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga creatinin phosphokinase pada sebagian besar kasus akan meningkat, dan pemeriksaan cretinin phosphokinase ini dapat untuk membantu diagnosis klinis leptospirosis. 7



Akibat nyeri betis yang menyolok ini, pasien kadangkadang mengeluh sukar berjalan. Mual, muntah dan anoreksia dilaporkan oleh sebagian besar pasien. Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis. Limpadenopati, splenomegali, hepatomegali dan rash macupapular bisa ditemukan, meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik. Gambaran klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering terlewatkan diagnosisnya. Dalam fase leptospiremia, bakteri leptospira bisa ditemukan di dalam cairan serebrospinal, tetapi dalam minggu kedua bakteri ini menghilang setelah munculnya antibodi (fase imun). Pasien dengan Leptospirosis anikterik pada umumnya tidak berobat karena keluhannya bisa sangat ringan. Pada sebagian pasien, penyakit ini dapat sembuh sendiri (self - limited) dan biasanya gejala kliniknya akan menghilang dalam waktu 2-3 minggu. Karena gambaran kliniknya mirip penyakit-penyakit demam akut lain, maka pada setiap kasus dengan keluhan demam, leptospirosis anikterik harus dipikirkan sebagai salah satu diagnosis bandingnya, apalagi yang di daerah endemik. Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama Fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding leptospirosis anikterik harus mencakup penyakit-penyakit infeksi virus seperti influenza, HIV serocon version, infeksi dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus, infeksi mononukleosis dan juga infeksi bakterial atau parasitik seperti demam tifoid, bruselosis, riketsiosis dan malaria. b. Leptospirosis ikterik Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Gagal ginjal akut, ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga fase imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia. Ada tidaknya fase imun juga dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri leptospira yang menginfeksi, status imunologik dan nutrisi penderita serta kecepatanmemperoleh terapi yang tepat. Leptospirosis adalah penyebab tersering gagal ginjal akut.



Perbedaan gambaran klinis leptospirosis anikterik dan ikterik 8



Sindrom, Fase



Manifestasi Klinis



Spesimen Laboratorium



Leptospirosis Anikterik



Demam tinggi, nyeri kepala, Darah, LCS



Fase Leptospiremia (3-7 hari)



myalgia,



Fase Imun (3-30 hari)



nyeri



perut,



mual,



muntah, conjungtiva suffusion. Urine Demam ringan, nyeri kepala, muntah.



Leptospirosis Demam tinggi, nyeri kepala, Darah, LCS (pada minggu Ikterik Fase Leptospiremia mjalgia, ikterik gagal ginjal, pertama) Urine (pada minggu kedua) dan Fase Imun hipotensi, manifestasi (sering mnejadi satu perdarahan, atau



pneumonitis,



overlapping) leukositosis.



terdapat asimptomatik



periode (1-3



hari) 5. Epidemiologi Leptospirosis adalah penyaki infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan dan digolongkan sebagai zoonosis. Leptospirosis adalah zoonosis bakterial berdasarkan penyebabnya, berdasarkan cara penularan merupakan direct zoonosis karena tidak memerlukan vektor, dan dapat juga digolongkan sebagai amfiksenose karena jalur penularan dapa dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penularan leptospirosis pada manusia 17 ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Hewan pejamu kuman leptospira adalah hewan peliharaan seperti babi, lembu, kambing, kucing, anjing sedangkan kelompok unggas serta beberapa hewan liar seperti tikus, bajing, ular, dan lain-lain. Pejamu resevoar utama adalah roden. Kuman leptospira hidup didalam ginjal pejamu reservoar dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Menurut Saroso (2003) penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung yaitu: a. Penularan secara langsung dapat terjadi : 1) Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk kedalam tubuh pejamu. 2) Dari hewan ke manusia merupakan peyakit akibat pekerjaan, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ 18 tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan. 9



3) Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu. b. Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui : 1) Genangan air. 2) Sungai atau badan air. 3) Danau. 4) Selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan. 5) Jarak rumah dengan tempat pengumpulan sampah. c. Faktor resiko Faktor-faktor resiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung atau terpajan air atau rawa yang terkontaminasi yaitu : 1) Kontak dengan air yang terkonaminasi kuman leptospira atau urin tikus saat 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)



banjir. Pekerjaan tukang perahu, rakit bambu, pemulung. Mencuci atau mandi disungai atau danau. Tukang kebun atau pekerjaan di perkebunan. Petani tanpa alas kaki di sawah. Pembersih selokan. Pekerja potong hewan, ukang daging yang terpajan saat memotong hewan. Peternak, pemeliharaan hewan dan dorter hewan yang terpajan karena menangani ternak atau hewan, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta, cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan



berkemih. 9) Pekerja tambang. 10) Pemancing ikan, pekerja tambak udang atau ikan tawar. 11) Anak-anak yang bermain di taman, genangan air hujan atau kubangan. 12) Tempat rekreasi di air tawar : berenang, arum jeram dan olah raga air lain, trilomba juang (triathlon), memasuki gua, mendaki gunung. Infeksi leptospirosis di Indonesia umumnya dengan perantara tikus jenis Rattus norvegicus (tikus selokan), Rattus diardii (tikus ladang), dan Rattus exulans Suncu murinus (cecurt). 6. Pencegahan Menurut Saroso (2003) pencegahan penularan kuman leptospirosis dapat dilakukan melalui tiga jalur yang meliputi : a. Jalur sumber infeksi 1) Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi. 2) Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi, seperti penisilin, ampisilin, atau dihydrostreptomycin, agar tidak menjadi karier kuman 10



leptospira. Dosis dan cara pemberian berbeda-beda, tergantung jenis hewan yang terinfeksi. 3) Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara seperti penggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan rondentisida dan predator ronden. 4) Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan air minum dengan membangun gudang penyimpanan makanan atau hasil pertanian, sumber penampungan air, dan perkarangan yang kedap tikus, dan dengan membuang sisa makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus. 5) Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan memelihara lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput dan semak berlukar, menjaga sanitasi, khususnya dengan membangun sarana pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik, dan menyediakan air minum yang bersih. 6) Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan. 7) Membuang kotoran hewan peliharaan. Sadakimian rupa sehinnga tidak menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan. b. Jalur penularan Penularan dapat dicegah dengan : 1) Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan, pelindung mata, apron, masker). 2) Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester kedap air. 3) Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan percikan urin, tanah, dan air yang terkontaminasi. 4) Menumbuhkan kesadara terhadap potensi resiko dan metode untuk mencegah atau mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai percikan atau aerosol, tidak menyentuh bangkai hewan, janin, plasenta, organ (ginjal, kandung kemih) dengan tangan telanjang, dan jangn menolong persalinan hewan tanpa sarung tangan. 5) Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat kontak dengan urin hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada terhadap kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit. 6) Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi, dengan membersihkan lantai kandang, rumah potong hewan dan lainlain. 7) Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air minum yang baik, filtrasi dan korinasi untuk mencengah infeksi kuman leptospira. 8) Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk aau bahanbahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman leptospira berkurang. 11



9) Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genagan air dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi kuman leptospira. 10) Manajemen ternak yang baik. c. Jalur pejamu manusia 1) Menumbuhkan sikap



waspada



Diperlukan



pendekatan



penting



pada



masyarakat umum dan kelompok resiko tinggi terinfeksi kuman leptospira. Masyarakat



perlu



mengetahui



aspek



penyakit



leptospira,



cara-cara



menghindari pajanan dan segera ke sarana kesehatan bila di duga terinfeksi kuman leptospira. 2) Melakukan upaya edukasi Dalam upaya promotif, untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara-cara edukasi yang meliputi : memberikan selembaran kepada klinik kesehatan, departemen pertanian, institusi militer, dan lain-lain. Di dalamnya diuraikan mengenai penyakit leptospirosis, kriteria menengakkan diagnosis, terapi dan cara mencengah pajanan. Dicatumkan pula nomor televon yang dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut. d. Melakukan penyebaran informasi seperti : 1) Menghimbau jika ada tawaran daging murah, jangan dibeli, mungkin sekali



daging tersebut berasal dari tempat pemotongan gelap yang tidak



terjamin. 2) Jaga lingkungan sekitar secara spesifik seperti air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan penderita leptospirosis 3) Masyarakat agar membeli daging dari rumah pemotongan



hewan



yang mempunyai izin operasi dan ditandai dengan stempel/cap pada daging. Dan juga membeli daging dari pasar swalayan atau kios kios daging yang memiliki izin, bersih dan hygiene. 7. Komplikasi Terdapat beberapa komplikasi dari leptospirosis, diantaranya adalah gagal ginjal akut (95% dari kasus), gagal hepar akut (72% dari kasus), gangguan respirasi akut (38% dari kasus), gangguan kardiovaskuler akut (33% dari kasus) dan pankreatitis akut (25% dari kasus). Komplikasi yang sering terjadi pada penderita leptospirosis adalah : a. Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguria atau poliuria dapat timbul 4-10 hari setelah gejala leptospirosis terlihat. Terjadinya gagal ginjal akut pada penderita leptospirosis melalui 3 mekanisme: b. Invasi/ nefrotoksik langsung dari leptospira 12



Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek langsung dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen menuju kapiler peritubuler kemudian menuju jaringan interstitium, tubulus, dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelas apakah hanya efek migrasi atau efek endotoksin leptospira. c. Reaksi imunologi Reaksi imunologi berlangsung cepat, adanya kompleks imun dalam sirkulasi dan endapan komplemen dan adanya electron dence bodies dalam glomerulus, membuktikan adanya proses immune-complex glomerulonephritis dan terjadi tubulo interstitial nefritis. d. Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain → iskemia ginjal Hipovolemia dan hipotensi sebagai akibat adanya: 1) Intake cairan yang kurang 2) Meningkatnya evaporasi oleh karena demam 3) Pelepasan kinin, histamin, serotonin, prostaglandin, semua ini akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran albumin dan cairan intravaskuler. 4) Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel menyebabkan permeabilitas sel dan vaskuler meningkat. 5) Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan menyebabkan vasokonstriksi. 6) Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan viskositas darah meningkat. 7) Iskemia ginjal, glomerulonefritis, tubulo interstitial nefritis, dan invasi kuman menyebabkan terjadinya nekrosis → gagal ginjal akut. e. Gagal hepar akut Di hepar terjadi nekrosis sentrilobuler fokal dengan proliferasi sel Kupfer disertai kolestasis. Terjadinya ikterik pada leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena kerusakan sel hati, gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan ekskresi bilirubin sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah, terjadinya



perdarahan



pada



jaringan



dan



hemolisis



intravaskuler



akan



meningkatkan kadar bilirubin, proliferasi sel Kupfer sehingga terjadi kolestatik intra hepatik. f. Gangguan respirasi dan perdarahan paru Adanya keterlibatan paru biasanya ditandai dengan gejala yang bervariasi, diantaranya: batuk, dispnea, dan hemoptisis sampai dengan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan Severe Pulmonary Haemorrhage Syndrome 13



(SPHS). Paru dapat mengalami perdarahan dimana patogenesisnya belum diketahui secara pasti. Perdarahan paru terjadi diduga karena masuknya endotoksin secara langsung sehingga menyebabkan kerusakan kapiler dan terjadi perdarahan. Perdarahan terjadi pada pleura, alveoli, trakeobronkial, kelainan berupa kongesti septum paru, perdarahn alveoli multifokal, dan infiltrasi sel mononuklear. Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya kongesti pada septum paru, oedem dan perdarahan alveoli multifokal, esudat fibrin. Perdarahan paru dapat menimbulkan kematian pada penderita leptospirosis. Gangguan kardiovaskuler Komplikasi kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi dari gangguan kardiovaskuler ini sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongestif yang fatal. Selama fase septikemia, terjadi migrasi bakteri, endotoksin, produk enzim atau antigen karena lisisnya bakteri, akan meningkatkan permeabilitas endotel dan memberikan manifestasi awal penyakit vaskuler. g. Pankreatitis akut Sebenarnya pankreatitis akut adalah komplikasi yang jarang ditemui pada pasien leptospirosis berat. Pankreatitis terjadi karena adanya nekrosis dari sel-sel pankreas akibat infeksi bakteri leptospira (acute necrotizing pancreatitis). Selain itu, terjadinya pankreatitis akut pada leptospirosis bisa disebabkan karena komplikasi dari gagalnya organ-organ tubuh yang lain (multiple organ failure), syok septik, dan anemia berat (severe anemia). 8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi. Berikut beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan : a. Urine yang paling baik diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urine sejak awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke tiga. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk isolasi kuman sangat pendek Isolasi kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita adalah standar kriteria baku. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi kuman tetapi isolasi leptospira lebih sulit dan membutuhkan beberapa bulan. 14



b. Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis tetapi lambat karena serum akut diambil 1-2 minggu setelah timbul gejala awal dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test (MAT). c. Titer MAT tunggal 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna. d. Pemeriksaan complete blood count (CBC) sangat penting. Penurunan hemoglobin dapat terjadi pada perdarahan paru dan gastrointestinal. Hitung trombosit untuk mengetahui komponen DIC. Blood urea nitrogen dan kreatinin serum dapat meningkat pada anuri atau oliguri tubulointerstitial nefritis pada penyakit Weil. e. Peningkatan bilirubin serum dapat terjadi pada obstruksi kapiler di hati. Peningkatan transaminase jarang dan kurang bermakna, biasanya obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurnag bermanfaat bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal dan meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul 2. Diagnosa Keperawatan a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi dari perjalanan penyakitnya dibuktikan dengan suhu tubuh klien lebih dari 38 0 C.



17



b. Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi) dibuktikan wajah tegang, kelelahan, gelisah, peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan darah,kontak mata buruk. c.



Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis dibuktikan dengan klien mengeluh nyeri, ekspresi wajah nyeri ,perubahan parameter fisiologis dan perilaku distraksi



d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan diet kurang dibuktikan dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, membrane mukosa pucat,tonus otot menurun e. Defisiensi volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan penurunan turgor kulit, kelemahan, haus, membrane mukosa kering. f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi . 3. PERENCANAAN KEPERAWATAN



No 1



DX. Hipertermi



TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan



INTERVENSI NIC : FEVER TREATMENT :



a



tanda vital



selama 3 x 24 jam, suhu tubuh klien kembali normal. NOC: Thermoregulasi Kriteria hasil : 1. Suhu tubuh 36-370C 2. Nadi dan RR dalam



Pantau (kaji) tanda-



b



Anjurkan memakai baju tipis yang



c



menyerap keringat. Beri kompres hangat pada bagian (Paha dan aksila dan di



60-100 x/menit. RR :



abdomen ). Anjurkan pasien



mata tidak cekung



a Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan



rentang normal (nadi 16-24x/menit,) 3. Akral teraba hangat 4. Mukosa mulut basah,



RASIONAL



d



banyak minum air 1500-2000 ml/hari (sedikit tapi sering)



umum pasien. b Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar c Kompres hangat dapat mengembalikan suhu normal memperlancar sirkulasi. d Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan 18



penguapan tubuh e



Kolaborasi pemberiakn obat antipiuretik



meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. e Membantu menurunkan demam



2



Nyeri akut



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri berkurang sampai dengan hilang NOC : a. Pain level b. Pain control c. Comfort level Kriteria hasil : 1. Klien mengatakan nyeri berkurang sampai dengan hilang 2. Skala nyeri 0-1 3. Ekspresi wajah rileks 4. Tanda-tanda vital dalam batas normal TD : 110-130/60-80 mmHg S : 36-370C N : 70-80 x/menit RR : 16-20 x/menit



NIC : PAIN MANAGEMENT :



a. Kaji skala nyeri,



a. Mengetahui nyeri yang



lokasi nyeri,



dialami pasien sehingga



intensitas nyeri,



perawat dapat



eksrepsi wajah pasien



menentukan cara



b. Monitor tanda-tanda vital c. Berikan posisi yang nyaman dan pertahankan



mengatasinya. b. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. c. Posisi yang nyaman dan



lingkungan yang



situasi yang tenang



tenang



dapat membuat



d. Diskusikan dengan pasien penyebab nyeri e. Lakukan Teknik distraksi / relaksasi f. Kolaborasi pemberian obat analgetik



perasaan yang nyaman pada pasien. d. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah pasien. e. Dapat membantu mengurangi rasa nyeri f. Obat analgetik dapat menekankan rasa nyeri.



3



Ketidaksei



Tujuan : Setelah dilakukan



NIC NUTRITION



19



mbangan



tindakan keperawatan



nutrisi



selama 3 x 24 jam



kurang dari



diharapkan kebutuhan



kebutuhan tubuh



nutrisi pasien terpenuhi. NOC: Nutrition status :food and fluid intake Kriteria hasil : 1. Menunjukkan kebutuhan nutrisi terpenuhi 2. Memperlihatkan



MANAGEMENT :



a. Monitor keadaan umum pasien b. Anjurkan diit makanan TKTP dalam bentuk lunak



a. Untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien b. Makanan dengan komposisi TKTP berfungsi membantu mempercepat proses penyembuhan.



c. Merangsang nafsu c. Diskusikan makanan yang disukai pasien



adanya selera makan d. Berikan makanan sedikit tapi sering



makan pasien sehingga pasien mau makan d. Makanan dalam porsi kecil tapi sering memudahkan organ pencernaan dalam metabolisme.



NUTRITION MONITORING :



e. Timbang berat badan pasien



e. Berat badan merupakan salah satu indikator pemenuhan nutrisi berhasil. f. Untuk mengetahui status nutrisi pasien.



g. Untuk mengetahui diet f. Monitor mual dan muntah pasien.



yang sesuai dengan status kesehatan pasien



g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet 4



Defisiensi volume cairan



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan pasien terpenuhi. NOC : Hydrasi Kriteria hasil : 1. Intake dan output



NIC : FLUID MANAGEMENT :



a. Observasi tanda-tanda a. Tanda-tanda vital vital b. Kaji intake dan output cairan



merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. b. Mengetahui balance cairan dan elektrolit



c. Pantau tanda-tanda



dalam 20



cairan balance 2. Tekanan darah, nadi dan suhu dalam batas normal. TD : 110-130/60-80 mmHg S : 36-370C N : 70-80 x/menit 3. Tidak ada tanda



dehidrasi (rasa haus berlebih dan membran mukosa bibir) d. Kaji tingkat



c. Agar dapat segera dilakukan tindakan jika terjadi dehidrasi



kesadaran, gelisah dan status mental e. Kaji turgor kulit



d. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien



tanda dehidrasi : Elastisitas turgor kulit baik, membran



f. Anjurkan pasien untuk



mukosa lembab dan



banyak minum air.



tidak ada rasa haus yang berlebihan



tubuh/homeostatis.



e. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah



g. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi



terjadinya hipovolemia. f. Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh g. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien yang mengalami defisit volume cairan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.



5



Ansietas



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan rasa cemas berkurang sampai hilang. NOC : a. Anxiety self control b. Anxiety level Kriteria hasil : 1. Klien mampu mengidentifikasi dan



NIC : ANXIETY REDUCTION



a. Observasi tanda-tanda a. Tanda-tanda vital vital



merupakan acuan untuk mengetahui keadaan



b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat. c. Beri kesempatan pada klien untuk



umum pasien. b. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya. c. Dapat menurunkan 21



mengungkapkan gejala cemas 2. Mengidentifikasi mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas 3. Tanda-tanda vital dalam batas normal 4. TD : 110-130/60-80



mengekspresikan rasa



kecemasan klien.



marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai. d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri



mmHg S : 36-370C dalam pengobatan. N : 70-80 x/menit e. Catat koping yang RR : 16-20 x/menit tidak efektif seperti 5. Postur tubuh, ekspresi kurang interaksi wajah, bahasa tubuh sosial, ketidak menunjukkan berdayaan dll. berkurangnya kecemasan



d. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya. e. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberi kan solusi dalam upaya



f. Anjurkan untuk



meningkatkan kekuatan



mengembangkan



dalam mengatasi



interaksi dengan



kecemasan.



support system. g. Berikan lingkungan yang tenang dan



f. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.



nyaman. g. Memberikan h. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.



kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istir ahat. h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong. 22



6



Resiko kerusakan integritas kulit berhubunga n dengan efek kerja



Tujuan : Setelah dilakukan



NIC :



tindakan keperawatan



PERIFER :



selama 3 x 24 jam resiko



perkembangan



tidak terjadi Kriteria hasil : 1. Integritas kulit yang



kerusakan integritas



baik bias



deficit



dipertahankan



imunologik



(sensasi, elastisitas,



, penurunan



temperature, hidrasi,



nutrisi dan anemia.



a. Monitor



kerusakan integritas kulit



penyakit,



intake



MANAGEMENT SENSASI



pigmentasi) 2. Tidak ada luka atau lesi pada kulit 3. Perfusi jaringan baik 4. Mampu melindungi



kulit untuk melihat adanya efek kerusakan kulit. b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal. c. Ubah posisi klien secara teratur.



kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.



a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit. b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi. c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu



d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar



d. Karena pakaian yang ketat akan mengakibatkan adanya gesekan pada kulit sehingga dapat mengakibatkan lecet pada kulit



e. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih



e. Kulit yang bersih dan memperkecil tumbuhnya bakteri pada kulit



f. Monitor kulit akan adanya kemerahan



f. Adanya kemerahan menandakan adanya jaringan kulit yang rusak



g. Oleskan lotion atau



g. Membantu menjaga kelembaban pada kulit 23



minyak/baby oil pada daerah yang tertekan. a. Untuk menjaga a. Memandikan pasien



kebersihan tubuh



dengan sabun dan air hangat 4. Implementasi Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien 5. Evaluasi Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif. Perumusan evaluasi menggunakan komponen SOAP. Keberhasilan suatu asuhan keperawatan ditentukan berdasarkan kriteria hasil dari intervensi yang dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan yang telah disusun. Jika belum teratasi atau tercapai maka intervensi harus dilanjutkan.



DAFTAR PUSTAKA



Anies, Hadisaputro S, Sakundarno M, Suhatono. 2009. Lingkungan dan Perilaku pada Kejadian Leptospirosis. Media Medika Indonesiana. Volume 43, Nomor 6, Tahun 2009. Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.



24



Judarwanto, W.



2009.



Cermin



Dunia



Kedokteran;



Leptospirosis



pada



Manusia.



Jakarta: Allergy Behaviour Clinic, Picky Eaters Clinic Rumah Sakit Bunda. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River. Nanda. 2018. Panduan Diagnosa Keperawatan :Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 edisi 11. Jakarta : EGC. NSW



Multicultural



Health



Communication



Service.



2003. Leptospirosis.



Dimuat



dalam http://mhcs.health.nsw.gov.au (Diakses 07 September 2019). Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika. Saroso, S. 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.



25