LP CA Laring [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CA LARING



A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Laring adalah organ suara yang terletak dibawah dan depan pharynx, serta ujung procsimal trachea. Carcinoma adalah pertumbuhan ganas yang berasal dari sel epitel atau pertumbuhan jaringan yang abnormal (Kamus Keperawatan Edisi 17 Sre Itichlitt). Ca. laring adalah adanya pertumbuhan ganas dijaringan epitel yang menggangu jaringan suara yang terletak diantara larynx atau di ujung prixsimal trachea (Kamus Kedokteran. Dr. Heidra T. Kaksman). Tracheostomy adalah fenetrasi (pembuatan lubang) pada dinding anterior trachea dengan mengangkat kartilago dari cincin traghea katiga dan keempat sehingga terbentuk saluran nafas yang aman dengan bantuan pipe trakeostomi (Kamus Keparawatan, Edisi 17 Sre Itichlitt hal 440). Ca. laring merupakan tumor yang ketiga menurut jumlah tumor ganas dibidang THT dan lebih bannyak terjadi pada pria berusia 50-70 tahun. Yang sering adalah jenis karsinoma sel skuamosa (Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Hal: 136). Karsinoma laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara ( laring ) atau daerah lain di tenggorokan (K.D Jayanto, 2008). Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang meliputi bagian supraglotik, glotis, dan subglotis (Suddart and Brunner). Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.



Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa karsinoma laring adalah suatu keganasan yang menyerang bagian leher tepatnya pada kotak suara (laring). 2. Etiologi Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu diantaranhya merokok, alcohol, dan paparan sinar radio aktif (Kapita Selelcta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, hal : 136). Seseorang yang mengalami kanker dikepala dan dileher sering kali adalah seseorang yang menggunakan alcohol dan tembakau sebelum pembedahan (Buku Ajar. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2 hal. 1015). 3. Patofisiologi Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli. Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan.Terutama neoplasma laringeal 95% adalah karsinoma sel skuamosa. Bila kanker terbatas pada pita suara (intrinsik) menyebar dengan lambat.Pita suara miskin akan pembuluh limfe sehingga tidak terjadi metastase kearah kelenjar limfe.Bila kanker melibatkan epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi. Tumor supraglotis dan subglotis harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara masih dapat digerakan. 4. Pathway



5. Manifestasi Klinis a. Serak Suara serak adalah hal pertama yang akan tampak pada pasien dengan kanker pada daerah glotis karena tumor mengganggu kerja pita suara selama berbicara. Suara mungkin terdengar parau dan puncak suara rendah. b. Dispneu dan stridor. Gejala ini merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massatumor, penumpukkan kotoran atau sekret,maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat dua gejala tersebut. Sumbatan dapat terjaadi secara



perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispneu dan stridor adalah tanda dan prognosis kurang baik. c. Nyeri tenggorok Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam. d. Disfagia ( Kesulitan Menelan) Adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumior ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring. e. Batuk dan hemoptisis. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik. f. Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar jaringan atau metastase lebih jauh. g. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut. h. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kaartilago tiroid dan perikondrium 6. Klasifikasi a. Tumor Ganas Laring 1) Glotis Tis Karsinoma insitu a) T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior. b) T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility). c) T3 Tumor meliputi laring dan pira suara sudah terfiksir.



d) T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring. 2) Subglotis Tis karsinoma insitu a) T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis b) T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir. c) T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir. d) T4 Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua-duanya. b. Metastasis Jauh (M) 1) Mx Tidak terdapat/ terdeteksi 2) M0 Tidak ada metastasis jauh 3) M1 Terdapat metastasis jauh. 7. Komplikasi Berdasarkan pada data pengkajian. potensial komplikasi yang mungkin terjadi termasuk: a. Distres pernapasan (hipoksia, obstruksi jalan napas, edema trakea). b. Hemoragi c. Infeksi 8. Penatalaksanaan Pada kasus karsinoma laring dapat dilakukan pengobatan dengan radiasi dan pengangkatan laring (Laringektomi). Pengobatan dipilih berdasar stadiumnya.Radiasi diberikan pada stadium 1 dan 4. Alasannya mempunyai keuntungan dapat mempertahankan suara yang normal, tetapi jarang dapat menyembuhkan tumor yang sudah lanjut,lebih-lebih jika sudah terdapat pembesaran kelenjar leher. Oleh karena itu radioterapi sebaiknya dipergunakan untuk penderita dengan lesi yang kecil saja tanpa pembesaran kelenjar leher. Kasus yang ideal adalah pada tumor yang terbatas pada satu pita suara, dan masih mudah digerakkan. Sembilan dari sepuluh penderita dengan keadaan yang demikian dapat sembuh sempurna dengan radioterapi serta dapat dipertahankannya suara yang normal.



Fiksasi pita suara menunjukkan penyebaran sudah mencapai lapisan otot. Jika tumor belum menyebar kedaerah supraglotik atau subglotik, lesi ini masih dapat diobati dengan radioterapi, tetapi dengan prognosis yang lebih buruk. Penderita dengan tumor laring yang besar disertai dengan pembesaran kelenjar limfe leher, pengobatan terbaik adalah laringektomi total dan diseksi radikal kelenjar leher.Dalam hal ini masuk stadium 2 dan 3. Ini dilakukan pada jenis tumor supra dan subglotik.Pada penderita ini kemungkinan sembuh tidak begitu besar, hanya satu diantara tiga penderita akan sembuh sempurna. Laringektomi diklasifikasikan kedalam : a. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau. b. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu benar dan satu salah.Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago tiroid.Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah pembedahan. c. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap normal.Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral meningkat. d. Laringektomi total. Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3



cincin



trakea,



dan



otot



penghubung



ke



laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral, dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara – pencernaan.Suatu sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini.



Hal ini meliputi pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus, vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar parotis (Sawyer, 1990). Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan



pada



mereka



berbicara



menggunakan



esofagus



(Esofageal speech), meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring.Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas diri Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, kepercayaan, status pendidikan dan pekerjaan klien. b. Identitas penaggung jawab Identitas yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, kepercayaan, status pendidikan dan pekerjaan penanggung jawab dan hubungan dengan klien. c. Keluhan utama Keluhan utama pada klien ca. Laring meliputi nyeri tenggorok. sulit menelan,sulit bernapas,suara serak,hemoptisis dan batuk ,penurunan berat badan, nyeri tenggorok, lemah. d. Riwayat penyakit sekarang Biasanya suara serak adalah hal yang akan Nampak pada pasien dengan kanker pada daerah glottis, pasien mungkin mengeluhkan nyeri dan rasa terbakar pada tenggorokan, suatu gumpalan mungkin teraba di belakang leher. Gejala lanjut meiputi disfagia, dispnoe, penurunan berat badan. e. Riwayat Penyakit Dahulu 1) Tanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi kronis 2) Tanyakan pola hidup klien (merokok, minum alkohol) f. Riwayat Penyakit Keluarga



Tanyakan pada klien apakah ada keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama. Atau adakah keluarga yang meninggal akibat penyakit ini g. Pemeriksaan Fisik 1) Sistem pencernaan Adanya Kesulitan menelan. Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, sakit menelan, sakit tenggorok yang menetap. Bengkak, luka. Inflamasi atau drainase oral, kebersihan gigi buruk. Pembengkakan lidah dan gangguan reflek. 2) Neurosensori Gejala: Diplopia (penglihatan ganda), ketulian. Tanda: Hemiparesis wajah (keterlibatan



parotid



dan



submandibular). Parau menetap atau kehilangan suara (gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik). Kesulitan menelan. Kerusakan membran mukosa 3) Sistem pernapasan a) Adanya benjolan di leher b) Asimetri leher c) Nyeri tekan pada leher d) Adanya pembesaran kelenjar limfe e) Dipsnoe f) sakit tenggorokan g) suara tidak ada 2. Pemeriksaan Penunjang a. Laringoskop Untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor b. Foto thoraks Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. c. CT-Scan Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher. d. Biopsi laring Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa



3. Diagnosa a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan sebagian atau seluruh glotis, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi banyak dan kental. b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan defisit anatomi (pengangkatan batang suara). c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan serabut syaraf oleh sel-sel tumor. d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan saluran pencernaan (disfagia). e. Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan suara,perubahan anatomi wajah dan leher. 4. Intervensi a. Dx 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan sebagian atau seluruh glotis, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan, serta sekresi banyak dan kental. Tujuan : Klien akan mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Kriteria hasil : Bunyi napas bersih dan jelas, tidak sesak, tidak sianosis, frekwensi napas norma. Intervensi: 1) Awasi frekwensi atau kedalaman pernapasan. Auskultasi bunyi napas. Selidiki kegelisahan, dispnea, dan sianosis. R: Perubahan pada pernapasan, adanya ronki,mengi,diduga adanya retensi sekret. 2) Tinggikan kepala 30-45 derajat R: Memudahkan drainase sekret, kerja pernapasan dan ekspansi paru. 3) Dorong menelan bila pasien mampu. R: Mencegah pengumpulan sekret oral menurunkan resiko aspirasi. Catatan : menelan terganggu bila epiglotis diangkat atau edema paskaoperasi bermakna dan nyeri terjadi. 4) Berikan humidifikasi tambahan, contoh tekanan udara atau oksigen dan peningkatan masukan cairan. R: Fisiologi normal ( hidung) berarti menyaring atau melembabkan udara



yang



lewat.Tambahan



kelembaban



menurunkan



mengerasnya mukosa dan memudahkan batuk atau penghisapan sekret melalui stoma. 5) Awasi seri GDA atau nadi oksimetri, foto dada. R: Pengumpulan sekret atau adanya ateletaksis dapat menimbulkan pneumonia yang memerlukan tindakan terapi lebih agresif. b. Dx 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan defisit anatomi (pengangkatan batang suara) dan hambatan fisik (selang trakeostomi). Tujuan: Komunikasi klien akan efektif . Kriteria hasil: Mengidentifikasi atau merencanakan pilihan metode berbicara yang tepat setelah sembuh



Intervensi dan Rasional: 1) Kaji atau diskusikan praoperasi mengapa bicara dan bernapas terganggu, gunakan gambaran anatomik atau model untuk membantu penjelasan. R: untuk mengurangi rasa takut pada klien. 2) Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain seperti pendengaran dan penglihatan R: adanya masalah lain mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi. 3) Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien misalnya papan dan pensil, papan alfabet atau gambar, dan bahasa isyarat. R: memungkingkan pasien untuk menyatakan kebutuhan atau masalah. Catatan: posisi IV pada tangan atau pergelangan dapat membatasi kemampuan untuk menulis atau membuat tanda. 4) Konsul dengan anggota tim kesehatan yang tepat atau terapis atau agen rehabilitasi (contoh patologis wicara, pelayanan sosial, kelompok laringektomi) selama rehabilitasi dasar dirumah sakit sesuai sumber komunikasi (bila ada). R: Kemampuan untuk menggunakan pilihan suara dan metode bicara (contoh bicara esofageal) sangat bervariasi, tergantung pada



luasnya prosedur pembedahan, usia pasien, dan motivasi untuk kembali ke hidup aktif. Waktu rehabilitasi memerlukan waktu panjang dan memerlukan sumber dukungan untuk proses belajar. c. Dx 3 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, pembengkakan jaringan,adanya selang nasogastrik atau orogastrik. Tujuan : Nyeri klien akan berkurang atau hilang. Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri hilang, tidak gelisah, rileks dan ekpresi wajah cerita. Intervensi dan Rasional: 1) Sokong kepala dan leher dengan bantal. Tunjukkan pada pasien bagaimana menyokong leher selama aktivitas. R: kelemahan otot diakibatkan oleh reseksi otot dan saraf pada struktur leher dan atau bahu. Kurang sokongan meningkatkan ketidaknyamanan dan mengakibatkan cedera pada area jahitan. 2) Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau penghisap mulut dengan hati-hati bila tidak mampu menelan R: menelan menyebabkan aktivitas otot yang dapat menimbulkan nyeri karena edema atau regangan jahitan. 3) Catat indikator non verbal dan respon automatik terhadap nyeri. R: alat menentukan adanya nyeri dan keefektifan obat 4) Evaluasi efek analgesik. R: derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh.Diharapkan dapat menurunkan atau menghilangkan nyeri. 5) Kolaborasi dengan pemberian analgesik, contoh codein, ASA, dan Darvon sesuai indikasi. d. Dx 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan jenis masukan makanan sementara atau permanen, gangguan mekanisme umpan balik keinginan makan, rasa, dan bau karena perubahan pembedahan atau struktur, radiasi atau kemoterapi. Tujuan : Klien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat. Kriteria hasil : Membuat pilihan diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu, menunjukkan peningkatan BB dan penyembuhan jaringan atau insisi sesuai waktunya.



Intervensi dan Rasional: 1) Auskultasi bunyi usus R: makan dimulai hanya setelah bunyi usus membik setelah operasi. 2) Pertahankan selang makan, contoh periksa letak selang : dengan mendorongkan air hangat sesuai indikasi. R: selang dimasukan pada pembedahan dan biasanya dijahit. Awalnya selang digabungkan dengan penghisap untuk menurunkan mual dan muntah. Dorongan air untuk mempertahankan kepatenan selang. 3) Ajarkan pasien atau orang terdekat teknik makan sendiri, contoh ujung spuit, kantong dan metode corong, menghancurkan makanan bila pasien akan pulang dengan selang makanan. Yakinkan pasien dan orang terdekat mampu melakukan prosedur ini sebelum pulang dan bahwa makanan tepat dan alat tersedia di rumah R: membantu meningkatkan keberhasilan nutrisi



dan



mempertahankan martabat orang dewasa yang saat ini terpaksa tergantung pada orang lain untuk kebutuhan sangat mendasar pada penyediaan makanan. 4) Berikan diet nutrisi seimbang (misalnya semikental atau makanan halus) atau makanan selang (contoh makanan dihancurkan atau sediaan yang dijual) sesuai indikasi. R: macam-macam jenis makanan dapat dibuat untuk tambahan atau batasan faktor tertentu, seperti lemak dan gula atau memberikan makanan yang disediakan pasien e. Dx 5 : Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan suara,perubahan anatomi wajah dan leher Tujuan : Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif pada diri sendiri. Kriteria hasil : menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi positip dengan orang lain.Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang perubahan peran yang telah terjadi.Mulai mengembangkan



rencana untuk perubahan pola hidup. Berpartisipasi dalam tim sebagai upaya melaksanakan rehabilitasi Intervensi dan Rasional: 1) Diskusikan arti kehilangan atau perubahan dengan pasien, identifikasi persepsi situasi atau harapan yang akan datang R: alat dalam mengidentifikasi atau mengartikan masalah untuk memfokuskan perhatian dan intervensi secara konstruktif. 2) Catat bahasa tubuh non verbal, perilaku negatif atau bicara sendiri. Kaji pengrusakan diri atau perilaku bunuh diri. R: dapat menunjukkan depresi atau keputusasaan, kebutuhan untuk pengkajian lanjut atau intervensi lebih intensif. 3) Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, depresi, marah R: pasien dapat mengalami depresi cepat setelah pembedahan atau reaksi syok dan menyangkal. Penerimaan perubahan tidak dapat dipaksakan dan proses kehilangan membutuhkan waktu untuk membaik. 4) Kolaboratif dengan merujuk pasien atau orang terdekat ke sumber pendukung, contoh ahli terapi psikologis, pekerja sosial, konseling keluarga. R: pendekatan menyeluruh diperlukan untuk membantu pasien menghadapi rehabilitasi dan kesehatan. Keluarga memerlukan bantuan dalam pemahaman proses yang pasien lalui dan membantu mereka dalam emosi mereka. Tujuannya adalah memampukan mereka untuk melawan kecendrungan untuk menolak dari atau isolasi pasien dari kontak sosial.



DAFTAR PUSTAKA Bedah Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal, Ed. 8. Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3. Jakarta: EGC. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC.