LP CHF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT (UGD) RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA



DISUSUN OLEH RAHMAT ARIFIAN PUTERA NIM. 2011133029



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK PRODI PROFESI NERS TAHUN 2021/2022



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG UGD RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA Mata Kuliah



: Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat



Semester



: 10 (Genap)



Institusi



: Poltekkes Kemenkes Pontianak



Prodi



: Profesi Ners



Pontinak, Mahasiswa



RAHMAT ARIFIAN PUTERA NIM. 2011133029



Mengetahui, Clinical Teacher



Clinical Instructure



2



BAB I KONSEP DASAR



A. Definisi Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016). Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru,dkk 2009) didalam (nurarif, a.h 2015). Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2016).



B. Etiologi Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut : (Aspiani, 2016) 1.



Disfungsi miokard



2.



Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload). a.



Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus paten



b.



Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta



c.



Disaritmia



3.



Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)



4.



Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)



3



4



Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah, gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti : 1.



Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .



2.



Aterosklerosis koroner Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)



biasanya



mendahului



terjadinya



gagal



jantung.



Infark



miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung . 3.



Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load) Meningkatkan



beban



kerja



jantung



dan



pada



gilirannya



mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. 4.



Penyakit jantung lain Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, 5



pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan (after load). 5.



Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.



C. Patofisiologi Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanismemekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal. Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila



6



mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun. Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.



Hipertensi



sistemik



atau



pulmonal



(peningkatan



afterload)



meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan .



D. Klasifikasi Pasien gagal jantung dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat keparahan gejala mereka. di bawah ini menggambarkan sistem klasifikasi



7



yang paling umum digunakan,yaitu menurut New York Heart Association (NYHA) Fungsional Classification. Pasien dikelompokkan berdasarkan toleransi mereka terhadap aktivitas fisik.



8



1.



Klasifikasi gagal jantung berdasarkan gejala pada klien Kelas



Gejala Pasien



I



Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan yang berarti, palpitasi, dyspnea (sesak napas).



II



Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisiksehari -hari. Nyaman saat istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea.



III



Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat. Sedikit aktivitas dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea.



IV



Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat



Sumber 2.



: NYHA, 2016



Klasifikasi gagal jantung berdasarkan penilaian Obyektif Kelas A



Penilaian Obyektif Tidak ada tanda objektif penyakit kardiovaskular. Tidak ada gejala dan tidak ada batasan dalam aktivitas fisik biasa.



B



Tanda obyektif penyakit kardiovaskular minimal. Gejala ringan dan keterbatasan sedikit selama aktivitas biasa. Nyaman saat istirahat.



C



Tandao byektif penyakit kardiovaskular cukup parah. Ditandai keterbatasan dalam aktivitas karena gejala yang meningkat, bahkan selama aktivitas yang minimal. Nyaman hanya pada saat istirahat.



D



Tanda obyektif penyakit kardiovaskular yang berat. Keterbatasan parah. Bahkan gejala dapat muncul ketika beristirahat.



Sumber



: NYHA, 2016 9



10



E. Tanda dan Gejala 1.



Gagal jantung kiri Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi. a.



Dyspnea. Dyspnea adalah keadaan dimana seseorang kesulitan dalam bernafas yang disebabkan karena suplai oksigen ke jaringan tubuh tidak sebanding dengan kebutuhan tubuh.



b.



Orthopnea. Merupakan keadaan dimana terjadi sesak nafas saat dalam keadaan berbaring



c.



Paroxysmal nocturnal dyspnea. Keadaan dimana seseorang terbangun pada malam hari karena mengalami sesak nafas akut, Batuk dengan dahak berbusa atau batuk darah.



d.



Mudah lelah. Keadaan dimana klien merasa kelelahan saat melakukan aktivitas fisik sehari – hari.



e.



Ronchi. Ronchi adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran nafas yang berisi skeet atau akibat saluran nafas yang menyempit atau terjadi edema saluran nafas.



2.



Gagal jantung kanan Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. a.



Edema perifer.



11



Pembengkakan akibat akumulasi cairan dalam jaringan terutama pada kaki, Peningkatan BB. b.



Distensi vena jugularis Merupakan peningkatan tekanan pada vena jugularis yang digunakan sebagai indicator kelainan jantung



c.



Hepatomegali. Merupakan penyakit yang disebabkan oleh terjadinya pembesaran ukuran hati melebihi ukuran normal.



d.



Ascites. Ascites merupakan akumulasi atau pengumpulan cairan di dalam rongga perut.



e.



Anorexia. Merupakan gangguan makan yang ditandai dengan berkurangnya keinginan atau nafsu makan, Mual, dll.



3.



Secara umum penurunan curah jantung dapat menyebabkan perfusi oksigen ke jaringan rendah, sehingga menimbulkan gejala sepereti pusing, kelelahan, tidak toleran terhadap aktivitas dan panas, dan ekstremitas dingin.



F. Komplikasi Menurut Wijaya & Putri (2013), komplikasi dari gagal jantung antara lain: 1.



Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.



2.



Syok kardiogenik Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak).



3.



Episode trombolik Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah.



4.



Efusi pericardial dan tamponade jantung



12



Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung tamponade jantung.



13



G. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut : 1.



Elektrokardiogram Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.



2.



Uji stress Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.



3.



Ekokardiografi a.



Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama EKG



b.



Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)



c.



Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal terhadap jantung)



4.



Katerisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi



5.



Radiografi dada Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal



6.



Elektrolit Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik



7.



Oksimetrinadi Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.



8.



Analisa Gas Darah



14



Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir) 9.



Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi



10. Pemeriksaan tiroid Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung



H. Penatalaksanaan Medis Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu terapi secara farmakologi dan non-farmakologi, penjelasannya diterangkan dibawah ini yaitu sebagai berikut : 1.



Terapi farmakologi Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien dengan keluhan konstipasi.



2.



Terapi non farmakologi Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko.



15



16



WEB OF CAUSATION



(Werdhani, 2011)



PROSES KEPERAWATAN



A. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap dasar dari seluruh proses keperawatan dengan tujuan mengumpulkan informasi dan data-data pasien. Supaya dapat mengidentifikasi masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian menurut Amalia Nurin, dkk, 2014 adalah sebagai berikut : 1.



2.



Identitas a.



Identitas pasien



b.



Identitas Penanggung Jawab



Keluhan utama Pada pasien dengan gagal jantung kongestif, biasanya keluhan utama yang dirasakan pasen adalah Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea, Lelah, pusing, Nyeri dada, Edema ektremitas bawah, Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen, Urine menurun



3.



Riwayat penyakit sekarang Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.



4.



Riwayat penyakit dahulu Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien



5.



Riwayat penyakit keluarga Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.



6.



7.



Pengkajian data a.



Aktifitas dan istirahat



b.



Sirkulasi



c.



Respirasi



d.



Pola makan dan cairan



e.



Eliminasi



f.



Neuorologi



g.



Interaksi sosial



h.



Rasa aman



Pemeriksaan fisik a.



Keadaan Umum Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress, sikap dan tingkah laku pasien.



b.



Tanda-tanda Vital : 1) Tekanan Darah 2) Nadi 3) Pernapasan 4) Suhu Badan



c.



Head to toe examination : 1) Kepala : bentuk , kesimetrisan 2) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ? 3) Mulut: apakah ada tanda infeksi? 4) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan 5) Muka; ekspresi, pucat 6) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe 7) Dada: gerakan dada, deformitas 8) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan 9) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan. 10) Pemeriksaan khusus jantung :



a)



Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis (normal : ICS ke5)



b) Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi ventrikel c)



Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra



d) Auskulatsi : bunyi jantung I dan II BJ



I



:



terjadi



karena



getaran



menutupnya



katup



atrioventrikular, yang terjadi pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan systole BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. (BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I) d.



Pemeriksaan penunjang 1) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF 2) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram 3) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat, peninkatan bilirubin dan enzim hati.



B. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif (D.0005) 2. Penurunan curah jantung (D.0008) 3. Nyeri akut (D.0077) 4. Gangguan pola tidur (D.0055) 5.



C. Perencanaan / Intervensi No



SDKI



SLKI



SIKI



1.



Pola nafas tidak



(L.01004)



Manajemen jalan nafas (I.01011)



efektif



Setelah dilakukan tindakan



1. Identifikasi pola nafas



(D.0005)



keperawatan diharapkan pola



2. Pengaturan posisi



nafas membaik dengan



3. Kolaborasi pemberian terapi



Kriteria hasil : 1. Frekuensi nafas dalam rentang normal 2. Tidak ada pengguanaan otot bantu pernafasan 3. Pasien tidak menunjukkan tanda dipsnea 2.



Penurunan



(L.02008)



Perawatan jantung (I.02075)



curah jantung



Setelah dilakukan tindakan



1. Identifikasi jantung



(D.0008



keperawatan diharapkan



2. Pemantauan cairan



curah jantung meningkat



3. Kolaborasi pemberian terapi



dengan Kriteria hasil : 1. Tanda vital dalam rentang normal 2. Kekuatan nadi perifer meningkat 3. Tidak ada edema 3.



Nyeri akut



(L.08066)



(D.0077)



Setelah dilakukan tindakan



1. Identifikasi nyeri



keperawatan diharapkan



2. Ajarkan terapo non



tingkat nyeri menurun dengan Kriteria hasil : 1. Pasien mengatakan nyeri berkurang 2. Pasien menunjukkan



Manajemen nyeri (I.08238)



farmakologis 3. Kolaborasi pemberian terapi



ekspresi wajah tenang 3. Pasien dapat beristirahat dengan nyaman 4.



Gangguan pola



(L.05045)



tidur



Setelah dilakukan tindakan



1. Identifikasi pola tidur



(D.0055)



keperawatan diharapkan pola



2. Modifikasi lingkungan



tidur membaik dengan



3. Edukasi pentingnya tiidur



Kriteria hasil :



Dukungan tidur (I.05174)



yang cukup



1. Tidak ada keluhan sulit tidur 2. Keluhan sering terjaga berkurang 3. Pola tidur membaik



D. Implementasi Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas. Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan yang berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber yang dimiliki pasien. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan pasien dan sumber yang dimiliki pasien (Kucoro Fadli, 2013). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)



E. Evaluasi Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Menurut (Asmadi, 2008) Terdapat 2 jenis evaluasi : 1.



Evaluasi formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.



2.



Evaluasi sumatif (hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan



keperawatan, yaitu : 1.



Tujuan tercapai/masalah teratasi



2.



Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian



3.



Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi



F. Aplikasi Pemikiran Kritis Salah satu penyebab kematian terbesar hingga saat ini adalah penyakit. Congestive Heart Failure (CHF). Di dunia, angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung sebesar 31% atau sebanyak 17,5 juta jiwa dari 58 juta kematian. Peringkat tertinggi kematian akibat penyakit jantung terdapat dibenua Asia dengan jumlah 712,1 ribu jiwa. Sedangkan Indonesia menduduki peringkat kedua se-Asia Tenggara dengan jumlah 371 ribu jiwa. Di Indonesia, prevalensi penyakit Congestive Heart Failure (CHF) berdasarkan diagnosis dokter pada tahun 2013 sebesar 0,13 % atau sebanyak 229.696 orang. Sedangkan berdasarkan gejala sebesar 0,3% atau sebanyak 530.068 orang. Dampak dari congestive heart failure dapat mempengaruhi psikologis pasien Congestive Heart Failure (CHF). Faktor predisposisi seperti pasien mengkhawatirkan kondisi fisiknya yang semakin menurun atau melemah, takut jika penyakit jantung yang dialami tidak segera membaik dikarenakan jantung merupakan salah satu organ yang penting dan jika jantung mengalami masalah maka kesehatan juga ikut memburuk, lamanya menjalani pengobatan dan seringnya penderita keluar masuk rumah sakit, biaya yang akan digunakan, berapa lama proses penyembuhan penyakit, ketakutan akan kematian yang menyebabkan penderita terlihat gelisah, sulit beristirahat dan nafsu makan menurun. Faktor tersebut mengakibatkan masalah psikologis bagi penderita dengan penyakit jantung seperti stress, kecemasan, ketidak berdayaan, ketakukan dan depresi Diantara masalah psikologi tersebut kecemasan dan depresi yang paling sering dijumpai di antara pasien jantung. Prevalensi depresi meningkat pada individu dengan gagal jantung. Bukti menunjukkan prevalensi depresi di antara pasien dengan gagal jantung yang berkisar antara 15% hingga 36%. Pasien gagal jantung dengan tingkat depresi sedang hingga berat dilaporkan memiliki angka kematian lebih tinggi daripada pasein gagal jantung dengan depresi ringan atau tanpa depresi. Mereka yang mengalami depresi berat empat kali lebih mungkin meninggal dalam 2 tahun dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami depresi.



Salah satu cara unutk megatasi permasalahan Depresi yang dialami pasien Dengan Gagal jantung yaitu musik, Salah satu musik yang disarankan adalah musik spiritual atau murottal. Mendengarkan ayat suci Al-Quran atau biasa disebut sebagai murottal dapat memberikan kedamaian kepada pendengar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Al Qadhi di klinik besar Florida Amerika serikat, membuktikan bahwa hanya dengan mendengarkan bacaan Al-Quran, baik mereka yang bisa berbahasa arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan psikologis yang sangat besar . Penurunan kesedihan, ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penelitian lain juga dilakukan oleh Jabbari dkk, yang memberikan rekaman bacaan Al-Quran kepada 168 wanita selama hamil yang mengalami stres, kecemasan, dan depresi kehamilan. Didapatkan penurunan tingkat stres, kecemasan dan depresi kehamilan pada kelompok perlakuan, setelah diberikan intervensi hingga proses persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Harisa, dkk (2020) yang berjudul Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Depresi Pada Pasien Congestive Heart Failure Di Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian Quasi experimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Time Series With Control Group Design, pada penelitian tersebut mengikutsertakan Responden sebanyak 36 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok 18 responden dengan Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dalam penelitian tersebut didapatkan hasil secara umum ada pengaruh intervensi terapi murottal terhadap skor depresi maka dapat disimpulkan terapi murottal Al-Quran dapat menurunkan skor depresi pada pasien Congestive Heart Failure Oleh karena itu, diharapkan pemberi pelayanan perawatan dalam memberikan intervensi keperawatann dengan menggunakan bacaan Al-Quran sebagai terapi komplementer untuk menurunkan skor depresi terutama pada pasien dengan Gagal Jantung Kongestif.



DAFTAR PUSTAKA Aspaiani, RY.



(2016). Buku



Ajar



Asuhan



Keperawatan



Pada pasien



Gangguan Kardiovaskuler: aplikasi nic & noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ananda Putra, R. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Congestive Heart Failure (CHF) Di Bangsal Jantung RSUP Dr.Djamil Padang. Retrieved



From Http://Pustaka.Poltekkespdg.Ac.Id/Index.Php?P=Show



Detail&Id= 5245&Keywords= Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1–172. Retrieved from http://bppsdmk. kemkes.go.id/ pusdiksdmk /wpcontent /uploads/2017/11 /praktika-dokumen keperawatan - dafis. pdf. Gledis, M., & Gobel, S. (2016). Hubungan Peran Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Rs Gmibm Monompia Kota Mabagu Kabupaten Bolaang Mongondow. Elektronik Keperawatan, 4(2), 1–6. Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart Rate Variability Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia Melanie, R. (2012). Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur Dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, 15. Nugroho, F. A. (2018). Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Jantung dengan Metode Forward Chaining. Jurnal Informatika Universitas Pamulang, 3(2), 75. https://doi.org/10.32493/informatika.v3i2.1431. NYHA. (2016). Classes of Heart Failure. New York: New York Heart Association. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.