LP Dan ASKEP Edema Paru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TINJAUAN TEORI EDEMA PARU



A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Edema paru adalah suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi diekstravaskuler dalam paru (Muttaqin, 2008) Edema Paru adalah penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa yang berlebihan dalam ruang intersisial dan alveolus paru (Price, 2005). Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik dirongga intersisialis maupun dalam alveoli (Smeltzer, 2001). 2. Etiologi a. Sindroma Kongesti Vena: edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan intravaskuler. Sindroma ini sering terjadi pada klien yang mendapat cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar terutama pada klien dengan gangguan fungsi ginjal (Muttaqin, 2008). b. Udema Neurogenik : keadaan ini terjadi pada klien dengan gangguan system saraf pusat. Diduga dasar mekanisme edema paru neurogenik adalah adanya rangsangan hipotalamus yang menyebabkan rangsangan pada system adrenergic, yang kemudian menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan penurunan komplien ventrikel kiri (Muttaqin, 2008). c. Perubahan permeabilitas kapiler Infeksi (bakteri atau virus), pneumonia, reaksi imunologis dapat terjadi peningkatan permeabilitas kapiler paru sehingga terjadi pergesaran cairan intravaskuler ke ekstravaskuler (Price, 2005). d. Peningkatan tekanan vaskuler paru (Price, 2005) 1) Penyebab jantung Gagal jantung kiri, stenosis mitral, subakut endokarditis bakterial



2) Penyebab bukan jantung Fibrosis vena pulmonalis, stenosis vena pulmonalis congenital, penyakit oklusi vena pulmonalis. e. Penurunan tekanan onkotik Penyakit gagal Ginjal, gangguan hati dapat terjadi hipoalbumin sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler (Price, 2005). f. Penyebab campuran atau tidak diketahui Emboli paru, bypass kardiopulmoner, kelebihan dosis narkotik (Price, 2005). g. Keracunan inhalasi Edema paru yang disebabkan karena inhalasi bahan kimia toksik dapat menyebabkan lesi paru. Zat yang bersifat toksik seperti klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam dan lain-lain (Muttaqin, 2008). 3. Tanda dan gejala (Ingram and Braunwald, 1988). Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputusputus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas). Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:



a. Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi. b. Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja. c. Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.



Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.



4. Patofisiologi Pathway dan Respon Masalah Keperawatan Pneumonia



Akumulasi cairan di paru-paru



Infeksi pada alveoli



Peningkatan permeabilitas membran alveolokapiler



Gagal ginjal dan gg. hepar hipoalbuminemia



Gangguan Endotelium Kapiler



Hubungan inter endotelial tegang Protein darah mengalir ke interstisial



Kerusakan Ephitelium alveolar



Cairan bocor ke alveoli



Peningkatan permeabilitas membarane alveokapiler



gg. endothelium kapiler



Peningkatan tekanan hidrostatik



Kebocoran cairan kapiler



Gagal jantung kiri



Ketidakmampuan memompa darah ke ventrikel kiri



Darah terhenti di atrium kiri



Kerusakan epitelium alveolar



Darah kembali ke paru2 Cairan bocor ke intersisialis



Penumpukan cairan pada alveoli



Cairan bocor ke alveoli



Edema paru Gangguan difusi O2 & CO2



MRS



Hospitalisas i



Ansietas



B1 (Breathing)



Gangguan difusi O2 & CO2



B3 (brain)



B2 (blood)



Suplai O2 ke jantung ↓ Gangguan difusi O2 & CO2



Gangguan difusi O2 & CO2



Gangguan pertukaran Gas



peningkatan CO2 dan penurunan O2



Kontraksi jantung ↓ Penurunan kesadaran



Peningkatan usaha bernapas, tachipneu Sekresi yang kental atau berlebihan



Ketidakefektifan pola napas



Kapasitas vital dan volume paru menurun



Resiko cidera Suplai O2 ke jaringan ↓ Napas sesak dan berbuhi kemerahan



Kebersihan jalan napas



Tekanan pengisian diastolic ↓



Sianosis, akral dingin, CRT > 2 detik



Volume sekuncup ↓



Perubahan perfusi jaringan perifer



Penurunan curah jantung



B4 (bladder) Suplai O2 ke ginjal ↓



B5 (bowel)



B6 (bone)



Immobolisasi



Suplai O2 ke jaringan otot ↓



Perfusi ginjal ↓



Suplai O2 ke usus 



Metabolism anaerob



GFR ↓ Aktivasi system renin angiotensin Retensi Na dan air oleh ginjal Edema, peningkatan BB, produksi urine ↓ Resiko Kelebihan volume cairan



Peristaltik usus menurun Distensi abdomen



Nafsu makan menurun



Peningkatan asam lambung



Mual, muntah



Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



konstipasi



 katabolisme protein dan lemak



Lemah, lelah



Intoleran aktivitas



5. Komplikasi udema paru a. Dapat terjadi gagal nafas b. Gagal jantung c. Pneumonia d. Syok septik 6. Pemeriksaan penunjang ( Smeltzer, 1997) a. BGA: terjadi penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 akibat adanya hipoksemia. b. Thorax photo: tampak gambaran infiltrate alveolar tersebar di seluruh paru menandakan adanya oedem paru. c. Laboratorium: leukosit meningkat bila terjadi infeksi. d. Echo Cardio Grafi: untuk mengetahui fungsi jantung. Tampak adanya penurunan fungsi jantung yang ditandai dengan penurunan EF. e. EKG: untuk melihat adanya takikardi supraventrikular atau atrial. Juga untuk memprediksi adanya iskemi, IMA dan CVA yang berhubungan dengan edema paru kardiogenik. 7. Penatalaksanaan medis (Price, 2005) a. Oksigenasi Oksigen diberikan dengan konsentrasi yang adekuat untuk mengurangi hipoksia dan dispneu. Bila tanda-tanda hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan tekanan positif intermitten atau kontinu. b. Diuretic (contoh Lasix) Diberikan secara iv untuk memberi efek diuretik yang cepat. c. Posisi semifowler Pasien diposisikan dalam posisi semifowler untuk membantu mengurangi akhir balik vena ke jantung. Pasien diposisikan dengan tungkai dan kaki dibawah, sebaiknya kaki menggantung sisi tempat tidur.



d. Aminofilin Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang berarti, maka perlu untuk merelaksasi bronkospasme e. Morfin Morfin diberikan secara intravena dalam dosis kecil untuk mengurangi kecemasan dan dispnu sehingga darah dapat didistribusikan dari sirkulasi paru ke bagian tubuh yang lain f. Digitalis Untuk meningkatkan kontraksitilitas jantung. perbaikan kontraktilitas akan menurunkan tekanan diastole. g. Antibiotik Diberikan untuk mengatasi infeksi. Pemberian antibiotic sebaiknya diberikan setelah diperoleh hasil kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab.



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan



1. Pengkajian Data Fokus a. Identitas pasien Umur: bayi dan dewasa tua cenderung mengalami, dibandingkan remaja/ dewasa muda. b. Keluhan utama: sesak napas, Mudah lelah, napas cepat dan hipoksia. c. Riwayat penyakit sekarang Sesak nafas, cyanosis, batuk-batuk, slem pink proty disertai dengan demam tidak khas, keringat dingin, gelisah, takikardia, kulit tampak pucat, dan akral dingin d. Riwayat penyakit dahulu Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, penyakit paru, seperti pneumonia, emboli paru, jantung (gagal jantung kiri, penyakit katup jantung), ginjal. e. ADL 1) Nutrisi: sesak nafas akan membuat nafsu makan menurun 2) Eliminasi: dapat terjadi penurunan jumlah urine 3) Aktivitas istirahat: aktivitas istirahat dapat terganggu akibat adanya sesak nafas. 4) Hygiene personal: hygiene personal tidak dapat dilakukan secara mandiri. f. Psikososialspiritual Pasien juga gelisah, cemas, depresi, takut, peningkatan ketegangan. kebiasaan merokok dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung yang nantinya akan menimbulkan terjadinya udema paru. g. pemeriksaan fisik 1) B1 (Breathing) Sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/ non produktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu



pernafasan, SpO2 , PO2 , PCO2 , pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, ronchi pada lapang pandang paru, kulit pucat, cyanosis. 2) B2 (Blood) Denyut nadi meningkat, denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan, banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan, akral dingin dan lembab, CRT> 2 detik, tekanan darah meningkat 3) B3 (Brain) Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, reflex menurun 4) B4 (Bladder) Produksi urine menurun, VU(vesika urinaria) teraba lembek. 5) B5 (Bowel) Kadang mual, muntah, bising usus normal. 6) B6 (Bone) Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, sensasi nyeri sendi berkurang. 2. Diagnosa Keperawatan 1.



Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan sekresi yang kental atau berlebihan sekunder akibat asma yang di tandai dengan takipneu, pernafasan cupping hidung , nadi meningkat. DS: klien mengatakan susah bernapas DO: dyspnea, takhypnea, menggunakan oto bantu pernapasan, napas pendek, adanya retraksi dinding dada.



2.



Ketidakefektifan



Bersihan



jalan



napas



berhubungan



dengan:



intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan DS: mengeluh sesak napas DO: batuk (produktif dan non produktif), ronchy, crakles, demam, hemopitisis dan dispnea.



3.



Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membrane kapiler DS: klien mengeluh nyeri tekan pada dada. DO: edema, penurunan nadi, warna kulit pucat, bradikardi, akral dingin, sianosis, penurunan suplai O2.CRT < 2 dtik, takipnea.



4.



Resiko cedera berhubungan dengan kesadaran menurun.



5.



Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan tubuh. DS: klien mengatakan merasa letih dan merasa lemah pada saat melalukan aktivitas. DO: respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, ketidak nyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah aktivitas,



6.



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas dan penurunan curah jantung. DS: klien mengatakan gelisah, klien mengatakan susah BAK. DO: edema, gangguan elektrolit, perubahan pola pernapasan, penurunan tekanan vena ventrikel, peningkatan BB, produksi urine ↓.



7.



Kostipasi berhubungan dengan berhubungan dengan imobilisasi DS: klien mengatakan tidak dapat mengeluarkan veses, nyeri pada saat devekasi. DO: bising usus hiperaktif, keletihan umum, perkuisi abdomen pekak, muntah,



8.



Kebutuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, anoreksia dan gangguan pencernaan. DS: klien mengatakan merasa mual, kurang selera makan DO: bising usus hiperaktif, ketidak mampuan mencerna makanan, mengeluh gangguan sensasi rasa, membran mukosa pucat, muntah



9.



Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup DS:klien mengeluh pusing pada saat beraktivitas ringan dan berat



DO: vertigo,dispenea,adanya sianosis, aritmia, 10. Ansietas b.d hospitalisasi DS: klien merasa takut pada lingkungan yang baru dihadapinya DO: klien tampak :-cemas,gelisah, ketakutan, bingung, stres.



3. Intervensi Keperawatan a. Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup Goal: klien akan meningkatkan curah jantung yang efektif selama dalam perawatan Objektive: klien tidak akan mengalami perubahan volume sekuncup Outcomes: dalam waktu 3x 24 jam perawatan klien 1) Tidak mengeluh pusing pada saat beraktivitas ringan dan berat 2) Klien tidak akan mengalami vertigo, 3) Klien tidak akan mengalami dispenea, 4) Tidak ada sianosis, 5) Tidak ada aritmia, Intervensi: 1) Ajarkan



kepada



pasien



tentang



bagaimana



melakukan



teknik



pengurangan stres R/. untuk menurunkan ansietas dan menghindari komplikasi cardiac 2) Bantu pasien untuk menghindari aktifitas yang terlalu banyak R./ yang dapat meningkatkan kebutuhan oksingen mio cardia. 3) Berikan oksingen, sesuai instruksi R/.untuk meningkatkan suplai oksingen ke mio kardium. 4)



Berikan obat anti aritmia, bila diprogramkan. R/. Untuk mengurangi atau menghentikan aritmia.



5) Pantau nadi apikal dan radial sekurang-kurangnya setiap 4jam. R./. untuk mendekteksi aritmia secara lebih baik.



6) Observasi irama nadi minimal setiap 4 jam, dan laporkan ketidak teraturannya. R/. Aritmia dapat mengindikasikan komplikasi yang menuntut intervensi yang cepat. b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan dispneu, CRT>2 detik, sianosis, retraksi dada, RR.12-20x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan. Goal : Klien tidak akan mengalami perfusi jaringan selama dalam perawatan. Objective : Klien tidak akan mengalami gangguan transport oksigen dan membrane kapiler. Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam klien akan tidak mengalami perfusi jaringan, setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: 1)



Klien tidak akan mengalami nyeri tekan pada dada



2)



Tidak akan mengalami edema,



3)



Nadi normal (55-90x/mnt),



4)



Warna kulit normal,



5)



Akral hangat,



6)



Tidak mengalami sianosis,



7)



CRT < 3 dtik,



8)



Tidak ada takipnea.



Intervensi: 1) Jelaskan kepada klien tindakan yang akan diberikan kepada klien. Rasional: Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan peran serta dan ketelibatan pasien dan keluarga dalam tindakan keperawatan yang akan dilakukan. 2) Beri posisi semi fowler Rasional: meningkatkan inspirasi dan memperbaiki ventilasi 3) Minta pasien untuk tetap beristirahat



Rasional: mencegah peningkatan penggunaan oksigen sehingga dapat memperparah kekurangn oksigen dijaringan. 4) Observasi kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu dispneu, CRT>2 detik, sianosis, retraksi dada, RR.12-20x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan Rasional : perbaikan kondisi mengindikasikan adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen. 5) Kolaborasi dalam pemberian: oksigen tekanan tinggi. Rasional: oksigen diberikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan oksigen yang kurang. c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan retensi secret/produksi secret yang banyak yang ditandai dengan ekspansi paru tidak maksimal, ronkhi +, takipnoe, batuk dengan secret yang sulit dikeluarkan Goal : Klien akan mempertahankan keefektifan poal napas selama dalam perawatan. Objective : Klien tidak akan mengalami retensi secret selama dalam perawatan. Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien menunjukkan pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: 1) Klien tidak akan mengalami sesak napas 2) Napas normal 12-20x/mnt, 3) Tidak menggunakan otot bantu pernapasan, 4) Tidak ada retraksi dinding dada. Intervensi: 1) Motivasi pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif, fisio terapi nafas R/ Untuk memudahkan secret keluar dan memudahkan upaya bernafas dalam



dan



meningkatkan



pembersihan nafas. 2) Auskultasi bunyi nafas



drainase



secret



untuk



memudahkan



R/ Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder 3) Berikan posisi semi fowler R/ Posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan untuk bernafas. 4) Obsevasi frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada R/ Frekuensi nafas biasanya meningkat dan sesak terjadi karena adanya peningkatan kerja nafas, ekspansi dada terbatas berhubungan dengan atelektasis. 5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.



d. Ketidakefektifan



Bersihan



jalan



napas



berhubungan



dengan:



intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan Goal : klien akan mempertahankan keefektifan bersihan jalan napas selama dalam perawatan. Objective : klien tidak akan mengalami intubasi,ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan selama perawatan. Outcomes : klien tidak akn mengalami sesak napas, tidak mengalami batuk (produktif dan non produktif), tidak ada bunyi napas tambahan, tidak mengalami demam. Intervensi: 1) Jelaskan pada pasien setiap prosedur tindakan dan tujuan dilakukan tindakan. Rasional: dengan penjelasan pasien akan mengerti sehingga kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan. 2) Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar R/ Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½



kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan 3) Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam R/ Monitor produksi sekret 4) Beri fisioterapi dada sesuai indikasi R/ Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama. 5) Beri bronkodilator R/ Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama. 6) Ubah posisi, lakukan postural drainage R/ memberikan kenyamanan klien untuk bernapas 7) Monitor ventilator tekanan dinamis R/



Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya



perlengketan jalan nafas 8)



Monitor status hidrasi klien R/ Mencegah sekresi kental



9) Monitor humidivier dan suhu ventilator R/ Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret. Suhu ideal 3537,80C.



e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas dan penurunan curah jantung. Goal: klien akan mempertahankan keseimbangan volume cairan selama dalam perawatan. Objective : klien tidak akan mengalami peningkatan preload, penurunan kontraktilitas dan penurunan curah jantung selama dalam perawatan. Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien akan mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan criteria hasil: 1) Klien tidak akan merasa gelisah 2) BAK normal



3) Tidak ada edema 4) Tidak mengalami gangguan elektrolit 5) Pernapasan normal 6) Tekanan vena ventrikel normal,bb kembali normal 7) Produksi urine normal Intervensi 1) Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang diberikan 2) Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. R/ mengetahui adanya keseimbangan cairan dalam tubuh 3) Intake cairan peroral harus dibatasi. R/ intake cairan peroral yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume cairan dalam tubuh sehingga dapat memperberat terjadinya edema. 4) Timbang berat badan tiap hari R/ peningkatan berat badan menandakan tidak adanya respon terhadap terapi dalam mengurangi kelebihan cairan. 5) Kolaborasi dalam pemberian diuretic (lasix) R/ mengatasi retensi cairan yang berlebihan dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan kalium pada asenden loop of handle dan selanjutnya dapat mengurangi preload dan tekanan pengisian yang berlebihan. 6) Observasi : a) Tekanan darah R/ hipertensi menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung. b) Tanda-tanda edema, BB, kulit



R/ tidak adanya tanda-tanda edema, BB turun dan kulit tidak mengkilap atau menegang menunjukkan berkurangnya volume cairan dalam tubuh dan membaiknya fungsi kerja jantung.



f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, anoreksia dan gangguan pencernaan. Goal :Klien akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat selama dalam perawatan. Objective : klien tidak akan mengalami muntah, anoreksia, dan gangguan pencernaan selama dalam perawatan. Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan: 1) Klien tidak mengatakan mual, selera makan kembali bertambah 2) Bising usus kembali normal 3) Mampuan mencerna makanan dengan baik 4) Tidak mengeluh gangguan pada sensasi rasa 5) Membran mukosa lembab 6) Tidak muntah Intervensi 1) Jelaskan pentingnya asupan nutrisi bagi tubuh R/ nutrisi dapat membantu metabolisme dalam pembentukan antibody sehingga meningkatkan daya tahan tubuh 2) Ciptakan suasana makan yang nyaman (misal jauhkan pispot) R/ mengurangi mual dan muntah sehingga meningkatkan nafsu makan 3) Pertahankan kebersihan mulut yang baik R/ mulut bersih memberikan rasa nyaman sehingga nafsu makan meningkat 4) Berikan makanan porsi kecil dan sering R/ mencegah mual muntah 5) Kolaborasi dalam pemberian nutrisi parenteral (dextrose)



R/ dextrose mengandung glukosa untuk memperbaiki keseimbangan nutrisi 6) Observasi keluhan nafsu makan, BB dan keadaan umum pasien R/ peningkatan BB, nafsu makan menunjukkan adanya perbaikan asupan nutrisi



g. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan tubuh ditandai dengan sesak nafas saat beraktifitas, RR>24x/menit, nadi>100x/menit, sianosis, kelemahan. Goal : klien akan mempertahankan toleransi aktivitas selama dalam perawatan. Objective : klien tidak akan mengalami ketidakseimbangan suplai O2 selama dalam perawatan. Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien akan mempertahankan toleransi aktivitas dengan criteria hasil: 1) Klien tidak akan merasa letih 2) Klien tidak merasa lemah pada saat melalukan aktivitas 3) Respon frekuensi jantung normal terhadap aktivitas 4) Merasa nyamanan setelah beraktivitas 5)



tidak mengalami dispnea setelah aktivitas



Intervensi: 1) Jelaskan pada pasien tentang keadaan dan tindakan yang akan dilakukan Rasional: dengan penjelasan pasien memahami kondisinya dan akan kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan 2) Ubah posisi pasien tiap beberapa waktu tertentu (miring atau duduk) Rasional: mobilisasi pasif dapat memprtahankan kekuatan otot/ sendi dan meningkatkan sirkulasi 3) Atur posisi slang ventilator dalam kondisi aman



Rasional: slang tidak menghalangi mobilisasisehingga pasien tidak takut untuk bergerak 4) Berkolaborasi dengan petugas fisioterapi untuk latihan pasif Rasional: latihan rentang gerak mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu menurunkan ketegangan otot. 5) Observasi respon fisiologis terhadap peningkatan aktifitas (respirasi, denyut dan irama jantung,tekanan darah.) Rasional: untuk menyakinkan frekuensinya kembali normal.



h. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kesadaran menurun. Goal : Klien tidak akan mengalami resiko cedera selama dalam perawatan. Objective : Klien tidak akan mengalami penurunan kesadaran selama dalam perawatan. Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam klien tidak mengalami resiko cedera selama dalam perawatan, dengan criteria hasil:, tidak ada tanda-tanda cidera.malnutrisi, hipoksia jaringan, fisik( misalnya: integritas kulit tidak utuh, imobilitas fisik.) Intervensi: 1) Jelaskan pada pasien dan kelurga setiap tindakan yang akan dilakukan. Rasioanal : dengan penjelasan diharapkan pasien dan keluarga menjadi kooperatif. 2) Anjurkan pasien minta tolong bila membutuhkan sesuatu. Rasional: supaya kebutuhan pasien terpenuhi dan pasien tidak terlalu banyak bergerak. 3) Pasang alat pengaman/pagar di sekeliling sisi tempat tidur. Rasional: pemasangan pengaman mencegah pasien jatuh dari tempat tidur. 4) Merubah posisi secara bertahap, terlebih dari posisi tidur ke posisi duduk atau berdiri.



Rasional: tidur dalam waktu lama mengakibatkan volume darah yang bersirkulasi sedikit, perfusi ke otak menurun, pasien bisa pusing saat bangun tidur. 5) Hindarkan barang-barang yang membahayakan dari sekitar jangkauan pasien. Rasional: untuk mencegah terjadinya kecelakaan.



i. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi. Goal : klien tidak akan mengalami konstipasi selama dalam perawatan. Objective : klien tidak akan mengalami imobilisasi selama dalam perawatan. Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam klien tidak akan mengalami : konstipasi dengan criteria hasil: 1) Dapat BAB dengan normal 2) Tidak mengalami nyeri saat devekasi 3) Bising usus kembali normal 4) Tidak mengalami keletihan umum 5) Tidak mengalami muntah Intervensi: 1) Jelaskan kepada pasien untuk tidak mengejan saat defekasi Rasional : mengejan dapat meningkatkan kerja otot jantung. 2) Beri diet tinggi serat. Rasional: tinggi serat akan membantu terbentuknya feses. 3) Bantu klien mobilisasi sesuai indikasi. Rasional: mobilisasi memungkinkan meningkatkan peristaltic usus. 4) Kolaborasi dalam pemberian obat pencahar/ minyak pelumas feses. Rasional: mungkin dibutuhkan untuk membantu merangsang fungsi defekasi, kesulitan saat defekasi dapat meningkatkan kebutuhan oksigen. 5) Observasi abdomen klien setiap 4-8 jam terhadap tanda distensi, bising usus, flatus, dan lapor pada dokter jika terdapat perubahan abnormal.



Rasional : konstipasi dapat memicu respon valsava sehingga menurunkan kontraktilitas miokard.



j. Ansietas b.d hospitalisasi Goal: klien akan menurunkan tingkat ansietas selama dalam perawatan Objective: klien tidak akan mengalami hospitalisasi selama dalam perawatan Outcomes: dalam waktu 1x 24 jam perawatan klien: 1) Tidak merasa takut pada lingkungan yang baru dihadapinya 2) Tidak tampak cemas 3) Tidak tampak gelisah 4) Tidak takut 5) Tidak bingung 6) Tidak mengalami stres



Intervensi 1) Motivasi klien untuk mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam aktifitas yang ia rasa menyenangkan R/. untuk membangun rasa kontrol 2) Berikan penjelasan yang benar kepada pasien tentang semua tindakan R/. untuk menghindari terlalu banyak informasi 3) Secara seksama, perhatikan kebutuhan fisik klien.berikan makanan bergizi dan tingkatkan kualitas tidur disertai langkah-langkah yang memberikan rasa nyaman. R./



menciptakan



kesejahtraan



kebutuhannya akan terpenuhi.



4. Implementasi Keperawatan



dan



menyakinkan



klien



bahwa



Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.



5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi



keperawatan



dilakukan



untuk



menilai



apakah



masalah



keperawatan telah teratasi,tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada criteria evaluasi.



DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. 2000. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC.



Donges, Marilynn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Alih Bahasa: Brahm U. Jakarta: EGC.



Latief, Said. A, dkk. 2002. Anesthesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.



Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.



Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi: Konsep-konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 2005. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC



Smeltzer, Suzanne C. 1997. Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol 1. 2002. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Jakarta: EGC.



Raden, Fahmi. 2010 http://forum.um.ac.id/index.php?topic=9246.0