LP Fetal Disstress [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN FETAL DISTRESS



A. Konsep Dasar Medis 1. Definisi Fetal Distres Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mitayani, 2011). Fetal distress adalah adanya suatu kelainan pada fetus akibat gangguan oksigenasi dan atau nutrisi yang bisa bersifat akut (prolaps tali pusat), sub akut (kontraksi uterus yang terlalu kuat), atau kronik (plasenta insufisiensi). Gawat janin menunjukkan suatu keadaan bahaya yang relatif dari janin yang secara serius, yang mengancam kesehatan janin. Istilah gawat janin (fetal distress) terlalu luas dan kurang tepat menggambarkan situasi klinis. Ketidakpastian dalam diagnosis gawat janin yang didasarkan pada interpretasi pola frekuensi denyut jantung janin menyebabkan



munculnya



istilah-istilah



deskriptif



misalnya



"reassuring"



(meyakinkan) atau "nonreassuring" (meragukan, tidak meyakinkan). Gawat janin juga umum digunakan untuk menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan akan berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin jika tidak diatasi secepatnya atau janin secepatnya dilahirkan. Hipoksia ialah keadaan jaringan yang kurang oksigen, sedangkan hipoksemia ialah kadar oksigen darah yang kurang. Asidemia ialah keadaan lanjut dari hipoksemia yang dapat disebabkan menurunnya fungsi respirasi atau akumulasi asam (Muctar, 2013). 2. Etiologi Fetal Distres a. Penyebab fetal distress (manuaba, 2011) adalah : 1) Kelainan pasokan plasenta : solutio plasenta, plasenta previa, postterm, prolapsus tali pusat, lilitan tali pusat, pertumbuhan janin terhambat, insufisiensi plasenta, kompresi tali pusat. 2) Kelainan arus darah plasenta : hipotensi ibu, hipertensi, kontraksi hipertonik, Saturasi oksigen ibu berkurang: hipoventilasi, hipoksia, penyakit jantung.



b. Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut 1) Kontraksi uterus Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi sirkulasi utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan hipoksia uterus. 2) Kompresi tali pusat Kompresi tali pusat akan mengganggu sirkulasi darah fetus dan dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada prolapsus, lilitan talu pusat. 3) Kondisi tali pusat Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta. Hal ini berhubungan dengan kelainan fetus. 4) Depresi pusat pada sistem pernafasan Depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir sebagai akibat pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada proses kelahiran menyebabkan hipoksia. c. Faktor yang mempengaruhi fetal distress kronis. Fetal distress kronis berhubungan dengan faktor sosial yang kompleks. 1) Status sosial ekonomi rendah Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Status sosial ekonomi adalah suatu gambaran kekurangan penghasilan tetapi juga kekurangan pendidikan, nutrisi, kesehtan fisik dan psikis. 2) Umur maternal Umur ibu yangg sangat muda dan tua lebih dari 35 tahun merupakan umur resiko tinggi. 3) Merokok Nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi, dan menyebabkan penurunan aliran darah uterus dimana karbonmonoksida mengurangi transport oksigen. 4) Penyalah gunaan obat terlarang Penyalah gunaan obat terlarang dalam kehamilan berhubungan dengan banyak komplikasi meliputi IUGR, hipoksia dan persalinan preterm yang semuanya meningkatkan resiko kematian perinatal.



5) Riwayat obstetrik yang buruk Riwayat abortus sebelumnya, persalinan preterm atau lahir mati berhubungan dengan resiko tinggi pada janin dalam kehamilan ini. 6) Penyakit maternal Kondisi yang meningkatkan resiko fetal distress kronis dapat mempengaruhi sistem sirkulasi maternal dan menyebabkan insufisiensi aliran darah dalam uterus seperti: Hipertensi yang diinduksi kehamilan, hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal kronis. Sedangakan faktor yang mempengaruhi penurunan oksigenasi arteri maternal seperti: penyakit skle sel, anemia berat (Hb kurang dari 9% dl atau kurang), penyakit paru-paru, penyakit jantung, epilepsi (jiak tidak terkontrol dengan baik), infeksi maternal berat. Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post matur, perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus. 7) Kondisi plasenta Kondisi tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur, perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan resiko hipoksia intra uterin. Resiko ini mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus. 8) Kondisi fetal Malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan incompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia intra uterin. Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda. 9) Faktor resiko inta partum Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko fetal distress, yaitu: malpresentasi seperti presentasi bokong, kelahiran dengan forcep, SC, sedatif atau analgetik yang berlebihan, komplikasi anastesi (meliputi: hipotensi dan hipoksia), partum presipitatus atau partus lama



3. Anatomi Fisiologi a. Genetalia Eksterna (vulva)



Yang terdiri dari: 1) Tundun (Mons veneris): Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di atas simfisis pubis 2) Labia Mayora: Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia mayora bagian luar tertutp rambut, yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran labia mayora pada wanita dewasa à panjang 7- 8 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm. Pada anak-anak dan nullipara à kedua labia mayora sangat berdekatan. 3) Labia Minora: Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna kemerahan;Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum clitoridis, sementara bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan bersatu membentuk fourchette 4) Klitoris: Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil. Glans clitoridis mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris



sehingga sangat sensitif. Analog dengan penis pada laki-laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm. 5) Vestibulum (serambi): Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora). Pada vestibula terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna, introitus vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi untuk mensekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini juga menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteri-bakteri patogen 6) Himen (selaput dara): Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang menutupi sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar. Bentuk dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior 7) Perineum (kerampang): Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm. Dibatasi oleh otot-otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja dari sphincter ani b. Genetalia Interna



1) Vagina: Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio



2) Uterus: Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung kemih dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika interna). Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng. a) Korpus uteri : berbentuk segitiga b) Serviks uteri : berbentuk silinder c) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal tuba. 3) Tuba Fallopii: Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternya antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi. 4) Ovarium: Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan mengeluarkan ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya, bila habis menopause (Manuaba, 2010). 4. Klasifikasi Fetal Distres Jenis gawat janin menurut muchtar (2013) yaitu : a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah b. Gawat janin iatrogenic Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau



kelalaian



penolong.



Resiko



dari



praktek



yang



dilakukan



telah



mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin. Kejadian yang dapat menimbulkan gawat janin iatrogenik adalah:



1) Posisi tidur ibu: Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava sehingga timbul Hipotensi.Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau semilateral. 2) Infus oksitosin: Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik. 3) Anestesi Epidura: lBlokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina. c. Gawat janin sebelum persalinan 1) Gawat janin kronik: Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila status fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu. 2) Gawat janin akut,yaitu suatu kejadian bencana yang tiba – tiba mempengaruhi oksigenasi janin. d. Gawat janin selama persalinan Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. 5. Patofisiologi Fetal Distres Kontrol fisiologis dari fetal distress dilihat dari denyut jantung janin yang dipengaruhi oleh aliran darah dan atau oksigenasi. Pada kasus insufisiensi plasenta kronik terjadi gangguan mekanisme kontrol fisiologis denyut jantung janin yang disebabkan oleh penurunan kadar oksigenasi pada janin. Pada kasus akut seperti prolaps tali pusat, penurunan aliran darah ke janin lebih berperan dalam proses terjadinya fetal distress. Selain itu proses persalinan normal juga berperan dalam terjadinya fetal distress. Penurunan aliran darah dan atau oksigenasi ke janin akan



mengakibatkan terjadinya hipoksia janin. Keadaan ini akan meningkatkan kadar CO2 dan penurunan kadar O2di dalam tubuh janin. Berkurangnya kandungan oksigen dalam darah (hipoksemia) akan merangsang syaraf simpatis, sehingga akan menimbulkan takikardi. Bila kondisi hipoksemia tidak teratasi dan berlanjut jadi hipoksia, akan menyebabkan perubahan aktivitas biofisik. Menurut Manuaba (2011), respon biofisik terhadap kondisi hipoksia terbagi menjadi 2 kategori yaitu pertama respons akut/intermediat (yakni perubahan atau hilangnya aktivitas yang diregulasi oleh sistim syaraf pusat/SSP), dan kedua respons kronik (yakni berkurangnya produksi air ketuban/ oligohidramnion, gangguan pertumbuhan, dan meningkatnya risiko komplikasi neonatal).



6. Pathway Fetal Distres



Infeksi bakteri vaginosis



vv



Bakteri naik ke uterus melalui vagina



Gemelli/hidramnion



Malpresentasi janin (letak sungsang/lintang)



Overdistensi uterus Pe↓ kandungan kolagen dalam membrane amnion



Ketegangan Rahim ↑ Mikroorganisme menghasilkan enzim proteolitik (fosfolipase A2)



Mengkatalis pemecahan fosfolipid



Inkompetensi serviks Difisiensi pengetahuan



Jarang memeriksaan kehamilan ke fasilitas kesehatan



Asam arachidonic



Degradasi kolagen



Riwayat KPD sebelumnya



Lemahnya karionamnion Usia ibu < 20 tahun



Vaskulopati desidua



Iskemi & nekrosis selaput amnion



Me↓ kadar asam amino, asam askorbat



Mengganggu pembentukan kolagen pada karionamnion



Hamil usia tua



Keadaan uterus kurang matur



Selaput ketuban kurang kuat



Kurang pengetahuan tetang cara merawat & menjaga kehamilan Membrane amnion tipis dan mudah pecah



Penurunan lubrikasi karion & amnion Risiko tinggi ketuban pecah sebelum waktu persalinan



KETUBAN PECAH DINI (PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE)



Cairan amnion merembes dari jalan lahir



Terjadi perubahan flora normal di vagina menjadi bakteri patogen



Bekerja terlalu berat (≥3 jam/hari)



Kelelahan



Dinding ketuban paling bawah mendapatkan tekanan yang semakin tinggi



Merokok



Pekerjaan



Oligohidramnion (cairan amnion ≤500 cc



Ansietas



Tali pusat terdorong ke arah vagina



Mengurangi cairan amoniak



Bakteri pathogen masuk ke rongga intrauterine dan berada di desidua



Terjadi inflamasi lokal



Desiduitis



Infeksi & inflamasi umbilical cord



Invasi mikroba pada ruang amnion/infeksi intra amnion



Aspirasi cairan amnion yang terinfeksi oleh fetus



Pneumonia congenital



Risiko Gangguan Hubungan Ibu/Janin



Infeksi menyebar



Sepsis & fetal Bakteremia



Prolapse tali pusat



Berkurangnya aliran darah pada uterus



Menekan organ-organ janin



Cacat dan/atau Deformitas janin Kelahiran premature



Kompresi tali pusat langsung



Fetal distress



Risiko Infeksi pada janin



Bakteri masuk ke karion dan amnion



Infeksi menyebar ke pembuluh darah (kardiovaskulitis)/melalui amnion (amnionitis) ke dalam amnion



Terhambatnya pertumbuhan janin pert



Janin tidak dapat bergerak dengan leluasa dalam rongga intrauterine



Berkurangnya aliran oksigen ke placenta dan janin



Hipoksia & Asfiksia



Gangguan Pertukaran Gas



7. Tanda dan gejala Fetal Distres a. Gerakan janin menurun DJJ abnormal : 1) Bradikardi : DJJ kurang dari 110 x/menit Terjadi saat kontraksi atau tidak menghilang setelah kontraksi menunjukan adanya kegawatan janin. 2) Taki Kardi : DJJ lebih dari 160 x/menit Dapat merupakan reaksi terhadap adanya : demam pada ibu,obat-obatan yang dapat menyebabkan takhikardi,misalnya :obat tokolitik,amnionitis,bila ibu tidak mengalami takhikardi,DJJ lebih dari 160 x/menit menunjukan adanya anval hipoksia b. Pasien mengalami kegagalan dalam pertambahan berat badan dan uterus tidak bertambah besar. Uterus yang lebih kecil daripada umur kehamilan yang diperkirakan



memberi



kesan



retardasi



pertumbuhan



intrauterin



atau



oligohidramnion. c. Riwayat dari satu atau lebih faktor-faktor risiko tinggi, masalah-masalah obstetri, persalinan prematur atau lahir mati dapat memberi kesan suatu peningkatan risiko gawat janin. Faktor-faktor risiko tinggi meliputi penyakit hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia, isoimunisasi Rh dan penyakit ginjal. d. Mekoneum: Cairan amnion yang hijau kental menandakan jumlah air ketuban yang sedikit (Prawiroharjo, 2010). 8. Komplikasi Fetal Distres Hipoksi dan asidosis yang terjadi pada fetal distress dapat menyebabkan kematian pada janin. Selain itu, keadaan ini bisa menimbulkan kerusakan pada otak janin. Berdasarkan penelitian Rochtar (2004) dalam prawiroharjo (2010) pada spesies primata, oklusi tali pusat menunjukkan gambaran nekrosis pada otak janin yang semakin berat sesuai dengan tingkat oklusi dan lama oklusi yang terjadi.



9. Pemeriksaan diagnostik Fetal Distres a. USG (Ultrasonographi): Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan b. Sinar X: Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagianbagian tubuh dari janin. c. Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan laborat yaitu ada hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal. d. Pengkajian vaginal: Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar. e. Isotop Scanning: Atau lokasi penempatan placenta. Yaitu untuk mengetahu letak atau posisi plasenta (Manuaba, 2011). 10. Penatalaksanaan medis Fetal Distres Prinsip penatalaksanaan fetal distress adalah: a. Meningkatkan oksigenasi janin dan aliran darah uteroplasenta b. Menurunkan aktivitas kontraksi uterus c. Membebaskan kompresi tali pusat d. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau terminasi kehamilan merupakan indikasi. Rencana kelahiran didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetri pasien, dan jalannya persalinan. Bentuk intervensi: 1) Merubah posis ibu dari terlentang menjadi miring, sebagai usaha untuk memperbaiki aliran darah balik, curah jantung, dan aliran darah uteroplasental. Perubahan dalam posisi ini juga dapat membebaskan kompresi tali pusat. 2) Pemberian oksigensi yang adekuat kepada ibu dengan nonrebreathing mask sebanyak 5-10 L/menit, sebagai usaha meningkatkan penggantian oksigen fetomaternal. 3) Pemberian cairan intra vena 500-1000 ml Ringer Laktat dalam waktu > 20 menit.



4) Menurunkan frekuensi kontraksi uterus dengan menghentikan pemberian oksitosin atau prostaglandin. Hal ini dilakukan karena kontraksi uterus akan mengganggu sirkulasi darah keruang intervilli. 5) Memberikan



tokolitik



sesuai



rekomendasi



American



College



of



Obstetricians and Gynecologist tahun 2013, seperti injeksi terbutalin sulfat subkutan 0,25 mg atau injeksi nitrogliserin intravena dosis rendah 60-180 μg. e. Pemantauan DJJ, untuk gawat janin saat persalinan: 1) Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan: 8 a) Setiap 15 menit selama kala I b) Setiap setelah his pada kala II c) Hitung selama satu menit bila his telah selesai 2) Kasus resiko tinggi – penggunaan pemantauan DJJ elektronik secara berkesinambungan dengan penyediaan sarana pemeriksaan pH darah janin (muchtar, 2013).



B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian a. Sirkulasi: hipertensi, terdapat perdarahan vagina b. Integritas ego: dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. c. Makanan cairan: nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, dan edema sebagai tanda-tanda hipertensi karena kehamilan d. Nyeri/ketidaknyamanan: distosia, persalinan lama/disfungsional, kegagalan induksi, terdapat nyeri tekan uterus. e. Keamanan: penyakit hubungan seksual aktif, prolaps tali pusat, distres janin, ancaman kelahiran janin yang prematur, presentasi bokong dengan versi sefalik eksternal yang tidak berhasil, ketuban pecah selama 24 jam atau lebih lama, adanya komplikasi ibu seperti HKK, diabetes, penyakit ginjal atau jantung serta infeksi asendens. f. Seksualitas: disproporsi sefalopelvik, kehamilan multiple atau gestasi, melahirkan secara bedah uterus atau servik sebelumnya, tumor yang menghambat pelvis.



g. Penyuluhan/pembelajaran: kelahiran caesar yang tidak direncanakan, dapat memengaruhi kesiapan dan pemahaman ibu terhadap prosedur (Mitayani, 2011). 2. Diagnosis keperawatan a. Kurang pengetahuan mengenai prosedur pembedahan, harapan, regimen pascaoperasi yang berhubungan dengan kurang pemahaman tidak mengenal informasi, kesalahan interpretasi b. Ansietas yang berhubungan dengan kritis situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang



dirasakan/aktual



dari



kesejahteraan



maternal



dan



janin



transmisi



interpesonal. c. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif, pecah ketubah, kerusakan kulit, penurunan HB (Mitayani, 2011). 3. Intervensi Keperawatan a. Ansietas berhubungan dengan kriris situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang dirasakan/aktual dari kesejahteraan maternal dan janin transmisi interpersonal Tujuan: ansietas pada ibu dapat teratasi Kriteria hasil: 1) Mengungkapkan rasa takut pada keselamatan ibu dan janin 2) Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran caesar 3) Klien tampak benar-benar rileks 4) Menggunakan sumber pendukung dengan efektif Intervensi: 1) Kaji respons psikologi pada kejadian dan ketersediaan sistem pendukung 2) Pastikan apakah prosedur direncanakan atau tidak direncanakan 3) Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati 4) Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin 5) Anjurkan ibu pasangan mengungkapkan perasaan 6) Dukung atau arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan b. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan HB Tujuan: infeksi tidak terjadi Kriteria hasil: 1) Klien bebas dari infeksi 2) Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi



Intervensi: 1) Tinjau ulang kondisi faktor risiko yang ada sebelumnya 2) Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah 3) Catat HB dan HT catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan 4) Berikan antibiotik spektrum luas parenteral pada pra-operasi 5) Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (mitayani, 2011).



DAFTAR PUSTAKA



Manuaba, I.B.G. 2010. Memahami Kesehatan Reroduksi Wanita Edisi 2. Jakarta: Penerbit EGC Manuaba, I.B. 2011. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC Muctar, R. 2013. Sinopsis Obstetri. 3rd. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba medika Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. 2010. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka