LP Fibroma Fik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN FIBROMA RUANG BOUGENFIL RSUD BANYUMAS



KUWAT SUSANTO, S.Kep 2011040027



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2020



LAPORAN PENDAHULUAN FIBROMA A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Defenisi Fibroadenoma adalah suatu tumor jinak yang merupakan pertumbuhan yang meliputi kelenjar dan stroma jaringan ikat (Brunner & Suddath, 2001) Fibroma adalah tumor jinak yang terdiri dari jaringan ikat atau fibrosa. Terdapat dua jenis fibroma yang paling sering ditemukan pada kulit yakni soft fibroma (akrokordon) dan hard fibroma (dermatofibroma). Akrokordon atau dikenal dengan nama lain skin tag adalah tumor yang berukuran 2–3 mm, berwarna menyerupai warna kulit atau coklat muda, berbentuk kubah atau bertangkai dan paling sering muncul pada leher dan ketiak. Sedangkan dermatofibroma adalah tumor dengan ukuran 3-10 mm, berwarna cokelat keunguan, terkadang disertai nyeri tekan dan paling sering muncul pada bagian ekstremitas pada orang dewasa. Penyebab



dari soft fibroma



(akrokordon)



dan hard fibroma



(dermatofibroma) sangat berbeda. Akrokordon pada umumnya disebabkan oleh faktor usia (penuaan), obesitas, ketidakseimbangan hormon (peningkatan hormon estrogen, progesteron dan growth hormone pada kasus akromegali), infeksi virus (virus Human Papilloma),  diabetes melitus



(resistensi



insulin),



dan



sindroma Birt-Hogg-Dube (BHD).



Sedangkan pada dermatofibroma, penyebabnya masih belum diketahui, namun pada beberapa studi, dermatofibroma erat kaitannya dengan proses trauma pada kulit seperti akibat gigitan serangga, tato, pemeriksaan tuberkulin, atau infeksi kulit seperti folikulitis. Diagnosis pasti fibroma, baik pada soft fibroma (akrokordon) maupun hard fibroma (dermatofibroma), tetap mengandalkan hasil dari pemeriksaan histopatologi jaringan selain dari pemeriksaan fisik atau dengan bantuan dermaskopi. Dalam hal penanganan penyakit, pada



sebagian besar kasus baik pada akrokordon maupun dermatofibroma tidak membutuhkan terapi karena tidak menimbulkan gejala. Namun, apabila mengganggu secara kosmetik atau menimbulkan gejala, maka tata laksana yang dapat diberikan yakni dengan teknik pembedahan yakni eksisi tumor, cryotherapy,  atau laser ablasi. ata epidemiologi di Indonesia mengenai penyakit fibroma masih sangat sulit ditemukan. Namun secara keseluruhan, tumor kulit cukup sering ditemukan di Indonesia. Dari data Riskesdas pada tahun 2007 hingga 2008, didapatkan hasil bahwa tumor kulit menduduki peringkat ke9 dari 12 jenis tumor yang paling sering ditemukan di Indonesia. Secara global, kasus akrokordon dan dermatofibroma sering ditemukan. Global Fibroma kulit, baik tipe soft maupun hard, adalah jenis tumor jinak pada kulit yang sering ditemukan di seluruh dunia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Demirci GT, et al pada 4.126 kasus tumor kulit di Turki, soft fibroma atau akrokordon menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah kasus terbanyak. Sedangkan sebuah studi lain mengatakan bahwa 3% dari seluruh spesimen pada pemeriksaan histopatologi di salah satu



laboratorium



dermatopatologi



di



Amerika



Serikat



adalah



dermatofibroma. Jumlah pasien dengan akrokordon akan semakin meningkat seiring pertambahan usia. Sedangkan dermatofibroma lebih sering ditemukan pada pasien dengan rentang usia 20–40 tahun. Indonesia Data di Indonesia mengenai penyakit fibroma masih sangat ditemukan. Namun secara keseluruhan, tumor kulit cukup sering ditemukan di Indonesia. Dari data Riskesdas pada tahun 2007 hingga 2008, didapatkan hasil tumor kulit menduduki peringkat ke-9 dari 12 jenis tumor yang paling sering ditemukan di Indonesia. Selain itu, menurut hasil studi yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado, dari 478 pasien dengan tumor kulit, 3 di antaranya adalah pasien dengan



dermatofibroma. 2. Etiologi Etiologi



soft



(dermatofibroma)



tentu



fibroma berbeda.



(akrokordon) Hard



dan



fibroma



hard



fibroma



(dermatofibroma)



disebabkan oleh proses trauma pada kulit, sedangkan soft fibroma (akrokordon) disebabkan oleh banyak faktor seperti proses penuaan, obesitas, ketidakseimbangan hormon, resistensi insulin pada penderita diabetes melitus dan berkaitan dengan sindroma Birt-Hogg-Dube (BHD). Akrokordon Akrokordon disebabkan oleh berbagai macam faktor, berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya akrokordon: 3. Patofisiologi Patofisiologi pada soft fibroma (akrokordon) dan hard fibroma (dermatofibroma) memiliki perbedaan. Hal ini dikarenakan hard fibroma (dermatofibroma) disebabkan oleh proses trauma pada kulit, sedangkan soft fibroma (akrokordon) disebabkan oleh banyak faktor seperti proses penuaan, obesitas, ketidakseimbangan hormon, resistensi insulin pada penderita diabetes melitus dan berkaitan dengan sindroma Birt-HoggDube (BHD). Akrokordon Terdapat berbagai macam teori yang diduga menjelaskan patofisiologi dari akrokordon, dua di antaranya ada kaitannya dengan resistensi insulin pada penderita diabetes mellitus dan tekanan atau gesekan berulang pada permukaan kulit hingga jaringan elastik pada kulit menjadi terganggu (terutama bagian leher dan lipatan-lipatan lainnya pada bagian tubuh). Resistensi Insulin Resistensi insulin adalah sebuah kondisi di mana terjadinya target organ ataupun sel tidak responsif terhadap paparan atau konsentrasi insulin. Sebagai bentuk kompensasi, pankreas akan terus mensekresi



insulin



sehingga



tubuh



akan



mengalami



hiperinsulinemia.



Hiperinsulinemia akan mengaktivasi reseptor IGF-1 (Insulin Growth Factor–1) yang terdapat pada fibroblas serta keratinosit baik secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya hiperinsulinemia bersamaan dengan peningkatan kadar IGF-1 akan menginduksi epitel untuk melakukan pertumbuhan atau proliferasi fibroblas, yang kemudian akan menyebabkan hiperplasia pada epidermal. Dermatofibroma Mekanisme terjadinya dermatofibroma masih belum terlalu jelas. Namun beberapa studi menyatakan bahwa pada hasil pemeriksaan imunohistokimia, ditemukan clonal markers pada sel-sel yang ada pada dermatofibroma. Clonal marker berkaitan dengan proses neoplasma pada umumnya dan perubahan jaringan kulit yang reaktif, terutama akibat proses inflamasi seperti trauma pada kulit dan lainnya. 4. Manifestasi Klinis Diagnosis fibroma dimulai dengan anamnesis yang meliputi karakteristik lesi dari tumor berupa morfologi, lokasi, bentuk, ukuran, gejala tambahan, onset, dan faktor-faktor pencetus. Sedangkan pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan dengan inspeksi karakteristik morfologi dari tumor dimulai dari jenis lesi, warna, ukuran dan lokasi muncul tumor. Pemeriksaan fisik dapat dibantu dengan menggunakan alat dermaskopi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi yang berguna untuk menegakkan diagnosis pasti dari fibroma. Anamnesis Anamnesis pada tumor fibroma pada prinsipnya sama dengan anamnesis pada penyakit tumor jinak kulit lainnya, yaitu anamnesis mengenai karakteristik lesi tumor dan faktor penyebab.



a. Secara makroskopik : tumor bersimpai, berwarna putih keabu-abuan, pada penampang tampak jaringan ikat berwarna putih, kenyal b. Nyeri terkadang dirasakan c. Ada bagian yang menonjol ke permukaan d. Ada penekanan pada jaringan sekitar e. Ada batas yang tegas f. Bila diameter mencapai 10 – 15 cm muncul Fibroadenoma raksasa ( Giant Fibroadenoma) g. Memiliki kapsul dan soliter h. Benjolan dapat digerakkan i. Pertumbuhannya lambat j. Mudah diangkat dengan lokal surgery k. Bila segera ditangani tidak menyebabkan kematian 5. Pemeriksaan Penunjang a. Biopsi Biopsi bedah dilakukan dibawah anastesi lokal. Biopsi mencakup eksisi lesi dan mengirimkannya ke laboraturium untuk dilakukan pemeriksaan patologis. Bila ukuran tumor tidak terlalu besar, maka semua benjolan diangkat dengan cara operasi yang dilakukan dalam pembiusan total, disebut biopsi eksisi. Bila tumor ukurannya besar, biasanya diambil sampel dari benjolan yang ada, disebut biopsi insisi. Setelah dilakukan biopsi, jaringan tumor dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi (PA) untuk penentuan tumor jinak atau ganas (kanker). Bila hasil PA jinak maka dengan pengangkatan tumor berarti pengobatan sudah selesai. Namun bila hasilnya adalah kanker , harus dilanjutkan oleh operasi kedua yaitu dengan tindakan bedah kuratif 6. Penatalaksanaan Medis



Penatalaksanaan definitif pada fibroma adalah pembedahan. Walau demikian, pembedahan tidak wajib untuk dilakukan selama tidak timbul gejala seperti perubahan ukuran atau warna, lesi mengalami iritasi, atau berdarah. Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan yakni berupa eksisi tumor, cryosurgery, dan ablasi laser. Tindakan pembedahan yang dilakukan sekaligus mengambil jaringan untuk dilakukan biopsi. Prinsip Penatalaksanaan Fibroma merupakan tumor jinak sehingga umumnya tidak membutuhkan penatalaksanaan. Walau demikian, terdapat beberapa pertimbangan untuk melakukan pembedahan pada fibroma: Edukasi dan promosi kesehatan fibroma terutama dilakukan untuk meyakinkan pasien bahwa tumor ini merupakan tumor jinak yang umumnya tidak memerlukan tata laksana. Dokter harus menjelaskan pertimbangan untuk melakukan pembedahan dan tanda bahaya yang harus diwaspadai, misalnya perubahan warna dan munculnya gejala iritasi atau perdarahan pada tumor.[11,20] Edukasi Pasien Akrokordon dan dermatofibroma adalah tumor jinak kulit yang sebenarnya tidak memerlukan terapi, dan pasien tidak perlu khawatir, kecuali jika terdapat beberapa gejala seperti perubahan ukuran atau warna, lesi mengalami iritasi, berdarah atau lesi sangat mengganggu secara kosmetik. 7. Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit fibroma bukan disebabkan oleh penyakit itu sendiri, melainkan biasanya disebabkan oleh prosedur tindakan bedah yang dilakukan. Komplikasi dapat berupa perdarahan, infeksi, dan muncul bekas luka akibat eksisi tumor. 1. Prognosis Prognosis pada fibroma baik pada akrokordon dan dermatofibroma pada umumnya sangat baik. Namun khusus pada pasien dengan akrokordon, terdapat hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk menilai



prognosisnya yakni apabila pasien juga memiliki penyakit seperti diabetes melitus atau sindrom Birt-Hogg-Dube.



B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktivitas / Istirahat Gejala



: Kelemahan dan / keletihan Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur, misalnya : nyeri, ansietas. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsiogen lingkungan.



b. Sirkulasi Gejala



: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja Kebiasaan : Perubahan pada TD



c. Integritas Ego Gejala



: Factor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan



cara mengatasi



stress



(misalnya



merokok,minum



alcohol,



mununda mencari pengobatan, keyakinan religius / spiritual) Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bernakna, rasa bersalah, kehilangan control,



depresi.



Kebiasaan : Menyangkal, menarik diri, marah d. Eliminasi Gejala



: Perubahan pada pola defekasi, misalnya nyeri pada



defekasi Perubahan eliminasi urinarius, misalnya sering berkemih.



Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen. e. Makanan / cairan Gejala



: Kebiasaan diet buruk, misalnya rendah serat tinggi lemak bahan



pengawet.



Anoreksi,



mual



/



muntah



Perubahan pada berat badan ; penurun berat badan Tanda



: Perubahan pada kelembaban / turgo kulit ; edema



f. Neurosensori Gejala



: Pusing ; sinkope



g. Nyeri / Kenyamanan Gejala



: Derajat nyeri bervariasi, misalnya ketidak nyamanan



ringan sampai nyeri berat. h. Pernapasan Gejala



: Merokok, hidup dengan seseorang yang merokok. Pemajanan asbes



i. Keamanan Gejala



: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen Pemanjana matahari lama / berlebihan.



Tanda



: Demam Ruam kulit, ulserasi



j. Seksualitas Gejala



: Masalah seksual, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.



k. Interaksi Sosial Gejala



: Ketidakadekuatan / kelemahan system pendukung. Masalah tentang fungsi / tanggung jawab peran



l. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala



: Riwayat kaker pada keluarga, misalnya ibu / Bibi dengan kanker payudara, kanker ovarium, kanker kolo Riwayat pengobatan : Pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan yang diberikan.



2. Diagnosa Keperawatan NYERI AKUT DEFINISI Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. PENYEBAB 1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma) 2. Agen pencedra kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan) 3. Agen pencidra fisik (mis. Abses, trauma, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,prosedur operasi,trauma, latihan fisik berlebihan OUTCOME TINGKAT NYERI MENURUN INTERVENSI KEPERAWATAN A. MANAJEMEN NYERI 1. Observasi 



lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri







Identifikasi skala nyeri







Identifikasi respon nyeri non verbal







Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri







Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri







Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri







Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup







Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan







Monitor efek samping penggunaan analgetik



2. Terapeutik 



Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)







Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)







Fasilitasi istirahat dan tidur







Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri



3. Edukasi 



Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri







Jelaskan strategi meredakan nyeri







Anjurkan memonitor nyri secara mandiri







Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat







Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri



4. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu



B. PEMBERIAN ANALGETIK 1. Observasi 



Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)







Identifikasi riwayat alergi obat







Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, nonnarkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri







Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik







Monitor efektifitas analgesik



2. Terapeutik 



Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu







Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum







Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien







Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan



3. Edukasi 



Jelaskan efek terapi dan efek samping obat



4. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi



ANXIETAS DEFINISI Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. PENYEBAB 



Krisis situasional







Kebutuhan tidak terpenuhi







Krisis maturasional







Ancaman terhadap konsep diri







Ancaman terhadap kematian







Kekhawatiran mengalami kegagalan







Disfungsi sistem keluarga







Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan







Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)







Penyalahgunaan zat







Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan, dan lain-lain)







Kurang terpapar informasi OUTCOME Tingkat Ansietas menurun INTERVENSI KEPERAWATAN A. REDUKSI ANXIETAS



1.  Observasi 



Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)







Identifikasi kemampuan mengambil keputusan







Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)



2. Terapeutik 



Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan







Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan







Pahami situasi yang membuat anxietas







Dengarkan dengan penuh perhatian







Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan







Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan







Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang



3. Edukasi 



Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami







Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis







Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu







Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan







Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi







Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan







Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat







Latih teknik relaksasi



4. Kolaborasi 



Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu



B. TERAPI RELAKSASI 1. Observasi 



Identifikasi



penurunan



tingkat



energy,



ketidakmampuan



berkonsentrasi, atau gejala lain yang menganggu kemampuan kognitif 



Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan







Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik sebelumnya







Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan







Monitor respons terhadap terapi relaksasi



2. Terapeutik 



Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan







Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi







Gunakan pakaian longgar







Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama







Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai



3. Edukasi 



Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis, relaksasi yang tersedia (mis. music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)







Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih







Anjurkan mengambil psosisi nyaman







Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi







Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih’







Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam, pereganganm atau imajinasi terbimbing )



DAFTAR PUSTAKA John M, Chirayath S, Paulson S. Multiple soft fibromas of the lid. Indian J Ophthalmol. 2015;63(3):262-4. Shimizu H. Shimizu’s Textbook of Dermatology. 2nd ed. New Jersey: Wiley Blackwell. 2017 Medscape. Acrochordon. 2018. Diunduh dari: https://emedicine.medscape.com/article/1060373-overview#a4 Goyal A, Raina S, Kaushal SS, Mahajan V, Sharma NL. Pattern of cutaneous manifestations in diabetes mellitus. Indian J Dermatol. 2010; 55(1):39-41. Lobato-Berezo A, Churruca-Grijelmo M, Martínez-Pérez M, Imbernón-Moya A, VargasLaguna ME, Fernández-Cogolludo E, et al. Dermatofibroma Arising within a Black Tattoo. Case Rep Dermatol Med. 2014; 745304. Watanabe K, Fukuda H, Niiyama S, Oharasaki T, Mukai H. Multiple dermatofibromas subsequent to folliculitis. Eur J Dermatol. 2013; 23(6):890-1. Nomura E, Yamamoto T. Photoletter to the editor: Fibrous histiocytoma developing at the site of tuberculin skin test. J Dermatol Case Rep. 2012; 6 (4):130-1. Medscape. Dermatofibroma. 2018. Diunduh dari: https://emedicine.medscape.com/article/1056742-treatment PPNI(PPNI).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI(PPNI). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI(PPNI). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI