23 0 414 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN THYPOID
OLEH: 1. Ni Nyoman Tri Puspita Dewi
C1116001
2. Ni Made Nita Dwiyanti
C1116002
3. Kadek Haryka Maestriani
C1116003
4. I Gst Agung Istri Dwi Ardi
C1116008
SEMESTER VII A PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI 2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, yang biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini berhubungan erat dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan. Kematian demam tifoid pada anak lebih rendah bila di banding dengan dewasa (Pudiastuti, 2011). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Pertimbangkan demam tifoid pada anak yang demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare, muntah, nyeri perut, dan sakit kepala. Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih (Sodikin, 2011). Demam typoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada fogosit mononuclear dan membutuhkan tatanama yang terpisah (Smeltzer.2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa typoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa ditandai dengan demam satu minggu.
2. ETIOLOGI Etiologi dari demam tifoid adalah salmonella typhi, termasuk dalam genus salmonella. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari / minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54.4° C dalam 1 jam, atau 60° C dalam 15 menit. (Widagdo, 2011)
3. EPIDEMIOLOGI Epidemiologi tifoid termasuk tinggi di Indonesia karena standar higiene dan sanitasi yang buruk. Tifoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak bergantung pada iklim sebab penyebaran penyakit ini bersifat fecal-oral. Tifoid lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang di daerah tropis yang berkenaan dengan ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan kebersihan individu yang kurang baik. Menurut WHO, sekitar 21 juta kasus tifoid dan 222.000
kasus kematian berhubungan dengan penyakit ini terjadi secara global tiap tahunnya, dimana kebanyakan mengenai anak-anak kecil dan usia sekolah di Asia (WHO.2016) Tidak ada perbedaan yang nyata antara insidens tifoid pada pria dan wanita. Di daerah endemik tifoid, insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak, dan orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal Penyebaran secara geografis terjadi di negara-negara yang memiliki standar higiene dan fasilitas air minum yang buruk, seperti Asia selatan dan sebagian daerah Indonesia(WHO.2016). Di Indonesia, tifoid merupakan penyakit endemik yang sering bersifat sporadik, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Karenanya, masalah karier (carrier), relaps, dan resistensi terhadap obat-obatan yang digunakan makin meningkat. Hal ini menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan. Di Indonesia, tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, sehingga tidak terlihat adanya hubungan antara perubahan musim dan peningkatan jumlah kasus tifoid. 4. PATOFISIOLOGI Kuman salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan di telan oleh se-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada didalam laminaprophia. Sebagian dari salmonella thphi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi kejaringan limfoid usus halus (lakpeyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limfa ke saluran limphatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang sistem retikulo endothelial (RES) yaitu: hati, limpa, tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ didalam tubuh antara lain sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa . Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian lain usus halus dalam kolon proksimal juga hinggapi. Pada mulanya, plakatpeyer penuh dengan vagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia dimukosa usus . Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak.
Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plakpeyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (hidayat, 2016 dalam Muttaqin & Sari, 2011). Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini di sebut demam interminten (suhu yang tinggi, naik turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan suhu tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sitemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali, dan hepatomegali. Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fokal intestinal terjadi dengan tandatanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontiu), lidah kotor, tepi lidah hiperemesis, penurunan peristaltik, gangguan digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi, dan peritonisis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik menurun bahkan bhilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran (Muttaqin & sari, 2016).
PATHWAY Kuman Salmonela Thypi
Masuk Kedalam Tubuh Melalui Makanan/Minuman
Saluran Pencernaan
Gastrointestinal
Usus
Anoreksia, Mual dan Muntah
Proses Infeksi
Peristaltik Usus Terganggu
Intake Tidak Adekuat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Limfa dan Hati
Kuman Berkembang Biak Peristaltik Usus Menurun
Peristaltik Usus Meningkat Peradangan Usus
Absorbsi Usus Menurun
Diare
Pelepasan zat Phytogen
Konstipasi
Nyeri Tekan
Nyeri Akut Gangguan Termoregulasi Hipertermia Hipermetabolisme Resiko Kekurangan Volume Cairan
Output Berlebih
5. MANIFESTASI KLINIK Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. ( Widodo Djoko, 2009 )
6. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
DAN
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan leukosit Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi dalam batas normal, terkadang terjadi leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT Jumlah SGOT dan SGPT akan meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh dari demam typhoid. c. Tes widal Tes widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti bodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam typhoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typhoid. Antigen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud dari tes widal
adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typhoid. Akibat infeksi oleh kuman salmonella, pasien membuat anti bodi (aglutinin), yaitu: a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dri tubuh kuman). b) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman). c) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita demam typhoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. d. Biakan darah Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typhoid, karena pada pemeriksaan minggu pertama poenyakit berkurang dan pada minggu-minggu berikutnya pada waktu kambuh biakan akan positif lagi. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemi 2. Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit 3. Pemeriksaan
WIDAL
-
Bila
terjadi
aglutinasi
- Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilai 1/200 atau
peningkatan 4 kali antara masa akut dan konvalesene mengarah kepada demam typhoid (Rahmad Juwono, 1996).
7. PROGNOSIS Bila penderita diobati secara baik dan benar pada minggu pertama demam tifoid, prognosis akan baik karena umumnya penyakit ini akan mereda setelah 2 hari kemudian, dan kondisi penderita membaik dalam 4-5 hari selanjutnya. Bila ada keterlambatan pengobatan risiko komplikasi akan meningkat dan waktu pemulihan akan semakin lama. Umumnya, fatality rate demam tifoid yang tidak diobati adalah 10%-20%. Perkiraan angka case fatality rate penderita demam tifoid sekitar 1-4%. Anak-anak di bawah usia 4 tahun, memiliki fatality rate 4%, sedangkan anak-anak usia > 4 tahun 10 kali lebih kecil kemungkinan kematiannya dari anak-anak usia dibawahnya (Bhutta.2006).
8. KOMPLIKASI Komplikasi tifoid dapat digolongkan menjadi komplikasi intra-intestinal dan ekstra-intestinal. Komplikasi intra intestinal, contohnya adalah perdarahan usus, perforasi usus, dan ileus paralitik. Tanda dari terjadinya komplikasi ini adalah nyeri perut hebat, kesulitan buang angin atau buang air besar, nyeri tekan abdomen yang bisa disertai dengan defans muskular, dan menurun atau hilangnya bising usus. Sedangkan komplikasi ekstra intestinal yang mungkin muncul adalah : A.
Komplikasi kardiak : endokarditis, miokarditis
B.
Komplikasi hematologi : septikemia, pansitopenia, DIC (disseminated intravascular coagulation)
C.
Komplikasi pumunologi : pneumonia, bronkitis akut
D.
Komplikasi gastroenterohepatologi : pankreatitis, hepatitis, kolesistitis
E.
Komplikasi urologi : nefritis, cystitis
Komplikasi lainnya : osteitis, neuropsikiatrik seperti delirium, ensefalopati (Pohan.2004).
B. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT THYPOID 1. Pengkajian 1) PRIMARY SURVEY a. Airway Tidak ada sumbatan jalan nafas b. Breathing RR dalam rentang normal (16-20 x/menit) c. Circulation Nadi : dalam rentang normal 80-100 x/menit CRT : kembali dalam < 2 detik Akral : panas TD
: dalam rentang normal (120/80 x/menit)
Turgor: elastis d. Disability Pupil isokor, GCS: E4 V5 M6 Kesadaran komposmentis e. Exposure Tidak ada trauma 2) SECONDARY SURVEY a. Anamnesis A: (kaji riwayat alergi pasien) pasien mengatakan tidak ada alergi makanan atau obat M: pasien diberikan obat antibiotik Ciprofloxacin P: pasien terakhir kali diberikan obat paracetamol saat kepuskesmas, dan panasnya belum turun L: pasien mengatakan terakhir kali dirinya makan ½ porsi nasi dan lauk pauk E: pasien mengatakan badannya panas , suhunya tidak mau turun selama 4 hari b. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2. Kepala dan leher Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. 3. Dada dan abdomen Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. 4. Sistem respirasi Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung. 5. Sistem kardiovaskuler Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh. 6. Sistem integument Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat. 7. Sistem eliminasi Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam. 8. Sistem muskuloskolesal Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan. 9. Sistem endokrin Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil. 10. Sistem persyarafan Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
2. Diagnosa Keperawatan a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,mual
3. Intervensi N
Diagnosa
Tujuan dan
o
Keperawatan
Kriteria Hasil
1.
Rasional
Setelah dilakukan 1. Berikan
Hipertermi berhubungan dengan
Intervensi
1. Untuk
perawatan selama
kompres
menurunkan
… x
hangat basah
panas klien
proses
infeksi salmonella thypi
… jam
diharapkan
suhu 2. Monitoring
2. Untuk
tubuh klien normal
tetesan
dengan
infuse
20
kebutuhan
tetes
per
nutrisi tubuh
kriteria
hasil : a. Suhu
tubuh
36 C b. Klien terlihat tenang
membantu
menit
3. Untuk
3. Kolaborasi
membantu
pemberian
menurunkan
obat Piresik
panas klien
dan
4. Untuk
Antibiotik 4. Kaji
tanda-
tanda vital
mengetahui apakah tanda-tanda vital
dalam
batas normal
2.
Setelah dilakukan 1. Kaji
Resiko kekurangan volume
tanda vital
1. Untuk mengetahui
cairan
berhubungan dengan
perawatan selama
tanda-
… x
… jam 2. Monitor
asupan diharapkan cairan
cairan yang tidak
apakah
makanan/cair
tanda-tanda
an dan hitung
vital
kriteria hasil:
intake cairan
batas normal
a. Mempertahank
kalori harian
adekuat
dengan
dalam
adekuat
2. Untuk
an urine output 3. Kolaborasi
mengetahui
sesuai dengan
pemberian
makanan/cair
usia dan BB,
cairan
an
BJ
intravena
yang masuk
urine
normal,
HT 4. Monitor
normal b. Tekanan darah, nadi,
suhu
tubuh
dalam
batas normal c. Tidak
ada
3. Untuk
status cairan
memberikan
termasuk
cairan
intake
dan
output cairan
tambahan melalui intravena 4. Untuk cairan
tanda-tanda
masuk
dehidrasi,
keluar
elastisitas turgor baik, membrane
kulit
harian
dan
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan 3.
Ketidakseimbang Setelah dilakukan 1. Kolaborasi an nutrisi kurang perawatan selama dari
kebutuhan … x
… jam tidak
1. Untuk
dengan ahli
menentukan
gizi
jumlah kalori
untuk
tubuh
diharapkan
berhubungan
ada
dengan
malnutrisi dengan
kalori
anoreksia, mual
kriteia hasil:
nutrisi yang 2. Untuk
tanda-tanda
menentukan
yang
jumlah
dibutuhkan dan
oleh pasien
a. Berat
badan
dibutuhkan
meningkatka
ideal
sesuai
pasien
n
asupan
dengan tinggi 2. Anjurkan
protein
badan
pasien untuk
menambah
meningkatk
vitamin C
b. Mampu
dan
mengidentifik
an
asi kebutuhan
dan vitamin
mengetahui
nutrisi
C
berat
c. Menunjukkan
protein 3. Untuk
3. Monitor
badan
pasien
peningkatan
adanya
fungsi
penurunan
mengetahui
pengecapan
berat badan
turgor
kulit
hangat
atau
dari menelan
4. Monitor turgor kulit
4. Untuk
tidak
4. Evaluasi Merupakan tahap akhip dari proses asuhan keprawatan yang dimana pada tahap evaluasi ini kita mengetahui apakah tujuan tercapai atau tidak. Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan
pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA Pudiastuti RD.(2011). Waspadai Penyakit Pada Anak. Jakarta: Permata Puri Media Widagdo. (2011). Masalah Dan Tata Laksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto Pohan, H.T., Clinical and laboratory manifestations of typhoid fever at Persahabatan Hospital, Jakarta. Acta Med Indones, 2004. 36(2): p. 78-83 Bhutta, Z.A., Current concepts in the diagnosis and treatment of typhoid fever. British Medical Journal, 2006. 333(7558): p. 78-82. WHO.
Typhoid.
(2016)
[cited
2016
21
December];
Available
from:
http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/. Hidayat, Isnaeni Nurul, Mutaqqin Sari.2016. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid. Fakultas Kesehatan UMP Widodo Joko. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Johnson Marion, dkk, 2000, Nursing Out Come Classification (NOC), Mosby.Mc. Closkey, Joanne Mc., Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby.Ralph Sheila Sparh S., dkk, Nursing Diagnosis : Definition & Classification 2005-2006, NANDA International