14 0 467 KB
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS GANGGUAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah “KMB II”
Disusun oleh : Firna Fitriani
PENDIDIKAN DIII KEPERAWATAN STIKES BUDI LUHUR CIMAHI JL.KERKOF NO.243 LEUWIGAJAH 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini sebagai salah satu tugas kelompok Mata Kuliah “Keperawatan Medikal Bedah II”. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal itu di karenakan kemampuan penulis yang terbatas.Namun, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.Dan penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu. Penulis berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca umumnya, serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.
Cimahi, 15 Maret 2021
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i DAFTAR ISI................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN I.
Latar belakang...................................................................................................1
II.
Tujuan umum.....................................................................................................2
III.
Tujuan khusus....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI I. GAGAL GINJAL KRONIK...................................................................................4 A. Definisi....................................................................................................4 B. Anatomi fisiologi.....................................................................................5 C. Etiologi....................................................................................................10 D. Klasifikasi ..............................................................................................10 E. Patofisiologi............................................................................................12 F. Manifestasi klins.....................................................................................13 G. Pathway..................................................................................................15 H. Pemeriksaan diagnostik..........................................................................17 I.
Penatalaksanaan....................................................................................17
J. Komplikasi..............................................................................................18 K. Asuhan keperawatan pada pasien ggk...................................................18 II. HEMODIALISA (HD) A. Definisi ...................................................................................................33 B. Pathway Hemodialisis.............................................................................34 C. Indikasi Hemodialisa (HD).......................................................................37 D. Pembatasan Asupan Cairan...................................................................37 E. Perubahan yang terjadi pada pasien GGK..............................................37 F. Asuhan Keperawatan Pasien Hemodialisis ............................................40 BAB IIITINJAUAN KASUS
ii
I.
Pengkajian......................................................................................................... 62
II.
Analisa Data.......................................................................................................65
III.
Diagnosa Keperawatan......................................................................................67
IV.
Intervensi........................................................................................................... 67
BAB IVPEMBAHASAN
I.
Pembahasan ...................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan extetoriknya untuk mempertahankan homeostatis (Lukman et al., 2013).Gagal Ginjal Kronik secera progresif kehilangan fungsi ginjal nefron nya satu persatu secara bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal (Sjamsuhidajat & Jong, 2011). Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah salah satu penyakit kronik yang merupakan komplikasi dari beberapa penyakit yang tidak menular seperti hipertensi, diabetes melitus dan penyakit renal lainnya (price & wilson, 2002 dalam thaha 2010). Dimana angka kematian pada usia muda mengalami peningkatan yang disebabkan oleh kasus GGK. Hal ini tidak sejalan dengan indikator dalam penilaian derajat kesehatan suatu negara dimana umur harapan hidup 73,7 tahun (BAPPENAS, 2013) Di Indonesia menurut Laporan Indonesia Renal registy (IRR), insiden dan prevalensi gagal ginjal terminal (GGT) dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Dimana angka kematian pasien GGT yang menjalani hemodialisis (HD) mencapai sekitar lebih dari 20% pertahunnya (Santoso, 2012). Data jumlah pasien baru dan pasien lama gagal ginjal dari tahun ketahun terus meningkat, pada tahun 2015 jumlah pasien baru sebanyak 21.050 orang dan pasien yang aktif menjalani HD sebanyak 30.554 orang. Jumlah pasien ini belum menunjukkan data seluruh indonesia tetapi dapat dijadikan reperensi kondisi saat ini, data diambil dari 294 unit pelayanan hemodialisa (Report Of Indonesia Renal Registy 2015). Hasil data kematian kesehatan RI mengenai penyakit katastropik, jumlah penyakit ginjal di indonesia dari tahun 2014-2015 menempati urutan kedua setelah penyakit jantung dalam hal jumlah penderita dengan pertumbuhan hampir 100%. Proporsi pasien terbanyak pada kategori usia 45-64 tahun (Report Of Indonesia Renal Registy 2015). Jawa barat merupakan salah satu provinsi di indonesia yang mempunyai kontribusi cukup besar dalam pelayanan HD pada pasien GGK, serta menjadi peringatan ke dua setelah DKI. Berdasarkan data registrasi Ginjal Indonesia, jumlah pasien tahun 2011 sebanyak 3.038 pasien, pada tahun 2012 meningkat menjadi 13.213 pasien pada tahun 2015 jumlah penderita GGK di Jawa Barat bertambah menjadi 1
16.847 orang yang terdiri dari 7.465 pasien baru dan 9.384 orang adalah pasien lama (Report Of Indonesia Renal Registy 2015). Gagal ginjal kronik (GGK) atau End Stage Renal Progresif dan irreversible (Black&Hawks, 2008). Kondisi GGK membutuhkan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan fungsi tubuh dan mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi sampah metabolik tubuh (Lemone &Burke, 2008; IRR, 2013) Hingga saat ini dialisis baik berupa hemodialisis (HD) ataupun CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) dan transplantasi ginjal adalah tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal kronik. Di Indonesia HD lebih banyak dipilih dibandingkan dengan terapi pengganti ginjal yang lain (Sukandar, 2006 ; Bradbury et al., 2007). Pasien yang menjalani hemodialisa dalam jangka wantu panjang harus menghadapi berbagai masalah, seperti finansial, kesulitan untuk bekerja, dorongan seksual yang menurun, depresi dan ketakutan menghadapi kematian, juga gaya hidup yang harus berubah, sedikit banyak mempengaruhi semangat hidup seseorang. Pasien dengan hemodialisa semangat hidupnya mengalami penurunan karena perubahan yang harus dihadapi dan akan mempengaruhi kualitas hidup pasien CKD (Smeltzer & bare, 2002). Tindakan hemodialisa secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup seorang pasien yang meliputi kesehatan fisik, kondisi psikologis, spiritual, status sosial ekonomi dan dinamika keluarga (Charuwanno dalam Nurani dkk, 2013). II.
Tujuan Umum Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanan asuhan keperawatan pada klien Gagal Ginjal Kronik (GGK) dan hemodialisa dengan menggunakan metode proses keperawatan.
III.
Tujuan Khusus 1. Mampu mengetahui defenisi GGK 2. Mampu mengetahui Etiologi ggk 3. Mampu mengenali manifestasi klinis GGK 4. Mampu mengetahui patway GGK 5. Mampu membuat asuhan keperawatan GGK (pengkajian, analisa data, diagnosa, intervensi) 6. Mampu mengetahui definisi Hemodialisa 2
7. Mampu membuat Asuhan keperawatan GGK dengan Hemodialisa (pengkajian, diagnosa GGK dengan Hemodialisa, intervensi)
3
BAB II TINJAUAN TEORI I.
GAGAL GINJAL KRONIK
A. DEFINISI Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Gagal ginjal kronis dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah 60 ml/men/1.73 m2, atau di atas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan sedimen urine. Selain itu, adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi gagal ginjal kronis pada penderita kelainan bawaan, seperti hioeroksaluria dan sistinuria. Menurut brunner dan suddarth, gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible (tumbuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronis merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada penderita penyakit ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal secara perlahan-lahan. Dengan demikian, gagal ginjal merupakan stadium terberat dari ginjal kronis. Oleh karena itu, penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal, yaitu cuci darah (hemodialisis) atau cangkok ginjal. Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangn kemampuannya untuk mempertahannkan volume dan komposisi cairan tubuh dalam kedaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi 2 kategori, yaitu: 1. Gagal Ginjal Kronik Perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron ( biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible).
2. Gagal Ginjal Akut
4
Seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang pesat dalam hitungan beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya. (Price & Wilson, 2006)
B. ANATOMI FISIOLOGI 1. Anatomi
a. Makroskopis Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,33 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Ginjal Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut 5
kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773). b. Mikroskopis Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 11,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995) Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. c. Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis 6
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 2025% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon
terhadap
perubahan
tekanan
darah
arteri
dengan
demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995). d. Persarafan Pada Ginjal Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.
2. Fisiologi ginjal Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler)
tugasnya
memang
pada
dasarnya
adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Fungsi Ginjal adalah: a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, 7
b. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh c. mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. e. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang. f.
Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g. Produksi hormon erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah. Tahap Pembentukan Urine : 1.
Filtrasi Glomerular Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
8
2. Reabsorpsi Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. a. Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat
mengerti
mengapa
bloker
aldosteron
dapat
menyebabkan
hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik. 9
C. Etiologi Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik Klasifikasi Penyakit Penyakit infeksi tubulointerstitial Penyakit peradangan Penyakit vaskuler hipertensif
Penyakit Pielonefritis kronik atau refluks nefropati Glomerulonefritis Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis maligna Stenosis arteria renalis Lupus eritematosus sistemik
Gangguan jaringan ikat Gangguan
kongenital
Poliarteritis nodosa dan Penyakit ginjal polikistik
herediter Penyakit metabolic
Asidosis tubulus ginjal Diabetes melitus Goat Hiperparatiroidisme
Nefropati toksik
Amiloidosis Penyalahgunaan analgesic
Nefropati obstruktif
Nefropati timah Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah : Hipertrofi prostat, struktur uretra, anomaly congenital, leher vesika urinaria dan uretra.
Sumber: Patofisiologi vol.2 hal 918
D. KLASIFIKASI Secara konsep gagal ginjal kronik, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF. 1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium : a.
Stadium I : Penurunan cadangan ginjal Kreatinin serum dan kadar BUN normal Asimptomatik 10
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR b.
Stadium II : Insufisiensi ginjal Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet) Kadar kreatinin serum meningkat Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal: 1) Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal 2) Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal 3) Kondisi berat 4) 2% - 20% fungsi ginjal normal
c.
Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia 1) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat 2) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit 3) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) : a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2) b. Stadium 2
: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60
-89 mL/menit/1,73 m2) c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2) d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2) e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal. STADIUM
LAJU FILTRASI
Stadium 1
GLOMERULUS >90 mL/menit/1,73m2
DESKRIPSI & MANIFESTASI Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat
Stadium 2
Asimtomatik; BUN dan kreatinin normal Penurunan ringan GFR
60-89
11
mL/menit/1,73m2
Asimtomatik, kemungkinan hipertensi; pemeriksaan darah biasanya dalam
Stadium 3
30-59
batas normal Penurunan sedang GFR
mL/menit/1,73m2
Hipertensi; kemungkinan anemia dan keletihan,
anoreksia,
kemungkinan
malnutrisi, nyeri tulang; kenaikan ringan Stadium 4
15-29
BUN dan kreatinin serum Penurunan berat GFR
mL/menit/1,73m2
Hipertensi,
anemia,
malnutrisi,
perubahan metabolisme tulang; edema, asidosis
metabolik,
hiperkalsemia;
kemungkinan uremia; azotemia dengan peningkatan BUN dan kadar kreatinin Stadium 5
20% dari kondisi istirahat - Tekanan
darah
Oksihemoglobin turun
berubah
>20% dari kondisi istirahat - Gambaran menunjukksn
Suplai O2 kasar turun
EKG aritmia
Intoleransi aktivitas
saat/setelah beraktifitas dan iskemia - Sianosis DS :
Sekresi protein terganggu
-
Kerusakan integritas kulit
DO :
Sindrom uremia
- Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Perpospatemia
- Nyeri - Pendarahan
Pruritis
- Kemerahan - Hematoma
Kerusakan integritas kulit
r
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat 2) Nyeri akut 3) Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium 4) Ketidakseimabangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut 5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran darah keseluruh tubuh 28
29 6) Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah 7) Kerusakan integritas kulit b.d pruritus, gangguan status metabolic sekunder 4. INTERVENSI No 1.
DX Kep
Tujuan
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
Gangguan pertukaran gas b.d kongesti
paru,
penurunan
curah
jantung penurunan perifer
yang
mengakibatkan asidosis laktat
keperawatan
selama
...
tanda-tanda
kelelahan
otot
pasien tidak mengalami nyeri
pernafasan,
Dengan kriteria hasil :
kemampuan
- Bebas dari tanda- tanda distres - Tidak ada sianosis dan dipsnea mampu bernafas dengan mudah - Tanda- tanda vital dan rentan normal
periksa untuk
sapih
di
(meliputi
hemodinamik
stabil,
kondisi optimal, bebas infeksi). 2. Posisikan pasien semi fowler (30-40 derajat) 3. Lakukan
uji
penyapihan menit
coba (30-120
dengan
nafas
spontan yang di bantu ventilator)
dan
pemberian
hindari sedasi
farmakologis
selama
percobaan penyapihan. 4. Ajarkan
cara
pengontrolan nafas saat penyapihan. 5. Kolaborasi
pemberian
obat yang meningkatkan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas. 2.
Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama... jam Diharapkan 29
nyeri
akut
Observasi 1. Identifikasi lokasi nyeri, sekala
nyeri,
respon
30 teratasi
dengan
kriteria
nyeri,
hasil :
kualitas,
dan
intensitas nyeri.
- Nyeri
berkurang
atau
hilang
2. Identifikasi skala nyeri 3.
Identifikasi
respon
nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor yang
3.
Kelebihan
volume
cairan
b.d
penurunan haluaran urine, diet berlebih
memperberat Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan keperawatan Diharapkan
selama... volume cairan
catatan
intake dan output yang akurat
normal dengan kriteria hasil : 2. Monitor hasil lab yang - Terbebas
dan
dari
edema,
efusi, anaskara
retensi cairan serta
dengan
retensi
cairan
(BUN,
Hmt,
osmolalitas urin)
- Tidak ada dyspneu
natrium
sesuai
3. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi 4. Monitor
4.
Ketidakseimabang an nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
b.d
anoreksia, dan
mual muntah,
pembatasan dan
diet,
keperawatan
selama...
kebutuhan nutrisi
Diharapkan asupan nutrisis 2. Kolaborasi dengan ahl gizi tercukupi untuk memenuhi
untuk menentukan jumlah
kebutuhan
kalori dan nutrisi yang
tubuh
dengan
kriteria hasil : -
dibutuhkan pasien
Tidak ada tanda tanda malnutrisi
-
3. Jadwalkan
dan tindakan tidak selama 4. Monitor mual dan mutah
Setelah dilakukkan tindakan 1. Monitor
Ketidakefektifan perfusi
jaringan
perifer
b.d
pengobatan
jam makan
Berat
mulut
5.
dan
elektrolit urine Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan informasi tentang
perubahan
membrane mukosa
serum
adanya
daerah
keperawatan selama ... jam
tertentu yang hanya peka
diharapkan perfusi jaringan
terhadap
perifer
panas/dingin/tajam/tumpul
kembali 30
efektif
31
perlemahan aliran darah
keseluruh
dengan kriteria hasil :
2. Monitor adanya paretese
- Tekanan sistol dan diastol dalam
tubuh
rentang
yang
diharapkan
gerakan
pada
leher
dan
kepala, punggung 4. Kolaborasi
6.
3. Batasi
dalam
pemberian analgetik 1. identivikasi ganggua
Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukkan tindakan
b.d
keperawatan selama ... jam
fungsi
diharapkan
mengakibatkan
keletihan,
anemia,
retensi,
produk sampah
pasien
menyelesaikan
bisa
aktivitas
sehari-hari dengan kriteria hasil :
tubuh
yang
kelelahan. 2. Monitor
emosional,
kelelahan fisik dan pola
- Mampu
melakukan
aktifitas sehari-hari - TTV normal
tidur. 3. Berikan
aktivitas
distraksi
yang
menenangkan
- level kelemahan
4. Anjurkan
tirah
baring
dan melakukan aktivitas secara bertahap. 5. Ajarkan strategi koping untuk 7.
mengurangi
kelelahan 1. observasi
Kerusakan
Setelah dilakukkan tindakan
integritas kulit b.d
keperawatan selama ... jam
pruritus, gangguan
diharapkan
status
kerusakan pada jaringan kulit
berbahan dasar alkohol
dengan kriteria hasil :
pada kulit kering
sekunder
metabolic
- ketebalan
tidak
dan
jaringan normal
ada
tekstur
integritas kulit 2. hindari
3. anjurkan yang
produk
minum cukup
meningkatkan nutrisi.
31
penyebab
air dan
asupan
32 II.
HEMODIALISA (HD) 1. Definisi HD merupakan suatu proses yang digunakan oleh pasien dalam keadaan sait akut dan memerlukan dialysis janka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan gagal ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto dan Madjid, 2009). HD merupakan proses saat solute dan air mengalami difusi secara pasif suatu membrane berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Dimana proses HD merupakan teknik utama yang digunakan dalam dialysis dan prinsip dsarnya yaitu difusi solute dan air dari plasma keluar dialysis sebagai respon terhadap adanya perbedaan konsentrasi (Corwin, 2009). 1.1 Tujuan a. Untuk mengeluarkan zat- zat nitrogen yang toksik dari dalam darah serta mengeluarkan air yang berlebih b. Mengeliminasi sisa- sisa produk metabolism protein dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membrane semipermeable yang berperan sebagai ginjal buatan c. Mengganti fungsi eskresi dari ginjal, sehingga tidak terjadi uremia berat dan mencegah komplikasi yang bersifa berbahaya dan meneyebabkan kematian (PERNEFRI, 2003) 1.2 Bersifat Individual tergantung pada target pembuangan cairan dan solute yang diharapkan (Foote & Manley, 2008). 1.3 Prinsip dasar : A. Difusi B. Osmosis C. Ultrafiltrasi
2. Pathway Hemodialisis Pre HD
Kerusakan fungsi ginjal
32 Fungsi ginjal menurun
Fungsi ginjal menurun
33
Intra HD (komplikasi Inradialitik)
Darah keluar dari tubuh ektracorporeal
Sirkulasi darah ke otak kurang baik
ultrafiltrasi
Kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah Agen infeksi virus Dimakan oleh makrofag leukosit
Dehidrasi Kram otot
Tekanan vaskuler turun
UFR intra dialisis
Tekanan vaskuker otak nervus merangsang muntah
HB /glukosa
Tekanan intrakranial
Albumin tubuh rendah
Asam lambung Mual muntah
Aliran darah ke otak
Penurunan fungsi kognitif
Perpindahan vaskuler menurun
Tekanan pd otot leher
Hipotensi
Stress meningkat
Pengeluaran pirogen endosen Merangsang sel hipotalamus
Pengeluaran prostaglandin
Sel point hipotalamus
Demam
Sesak napas
Sianosis
Gangguan pertukaran gas
Infak jaringan paru
Hipoksia jaringan tubuh
Pusing Penurunan kadar CAMP
Degranulasi sel
Melepaskan mediator kimia
Kontraksi otot polos
Penyumbatan aliran darah
Bronkospasme
Emboli
Sesak napas
33
34 Post HD
Darah keluar melalui sirkulasi ektrakorporeal
Fungsi ginjal
Kerusakan glomerulus
Antigen bagi darah
BUN dan serum meningkat
Resiko terjadinya koagulasi
Sistem imun Diberikan antikoagulan Fungsi menurun Heparin dalam darah Resiko infeksi BTCT memanjang
Pendarahan
34
35 3. Indikasi Hemodialisa (HD) Konsesus Dialisis Pernefri (2003), menyatakan indikasi dilakukan HD pada pasien gagal ginjal dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)