18 0 274 KB
LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS
DISUSUN OLEH : Diah Arum Ningsih SN201110
PRODI STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020 LAPORAN PENDAHULUAN A. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gastritis 1. Definisi Gastritis
adalah
inflamasi
dari
mukosa
lambung
(Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Hal 492). Gastritis adalah segala radang mukosa lambung
(Buku
Ajar
Ilmu
Bedah,
Edisi
Revisi hal749). Gastritis merupakan keadaan peradangan atau pendarahan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difusi atau local (Patofisiologi Sylvia A Price hal 422). Gastritis merupakan inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Sujono
Hadi, 1999, hal : 492).
Gastritis
merupakan peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang di penuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal : 138). Gastritis (penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam lambung sehingga mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. Gejala yang terjadi yaitu perut terasa perih dan mulas. Ada dua jenis penyakit gastritis yaitu : a.
Gastritis Akut Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut. Gatritis Akut paling sering diakibatkan oleh kesalahan diit, mis : makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi.
b.
Gastritis Kronis Gastritis kronik adalah Suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang
menahun yang disebabkan oleh ulkus
lambung jinak maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori.
Bakteri ini berkoloni pada tempat dengan asam lambung yang pekat. 2. Etiologi a. Mekanik 1) Benda tajam Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda dengan sisi tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk. 2) Benda tumpul 3) Ledakan atau tembakan Misalnya luka karena tembakan senjata api Etiologi vulnus b. Non Mekanik 1) Bahan kimia Mekanik : benda tajam, Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat benda tumpul, Non mekanik: tembakan/ledakan, gigitan 2) Trauma fisika bahan kimia, suhu tinggi, radiasi binatang a) Luka akibat suhu tinggi Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion Cidera Jaringan primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan Cidera kulit heat cramps. Traumatic jaringan b) Luka akibat suhu rendah Kerusakan pembuluh Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin darah Terputusnyaedema kontinuitas diantaranya hyperemia, dan vesikel, Rusaknya barrier jaringan c) Luka akibat trauma listrik pertahanan primer Pendarahan berlebih d) Luka akibat petir Kerusakan syaraf perifer 3) Luka akibat perubahan tekanan udara Terpapar lingkungan 4) Radiasi Keluarnya cairan tubuh Stimulasi neurotransmitter (histamine, prostaglandin, bradikinin) 3.Resiko Patofisiologi infeksi Resiko syok :hipovolemik
Nyeri akut
Pergerakan terbatas Gangguan mobilitas fisik
Khawatir pengobatan
Gangguan pola tidur
4. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik dari luka atau vulnus meliputi tanda gejala klinis yang tampak maupun yang dapat dirasakan oleh pasien yaitu : a. Deformitas : Perubahan keseimbangan dan contur terjadi karena adanya daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya seperti : rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang, perubahan posisi tulang. b. Bengkak : Edema timbul dengan cepat pada daerah cidera / luka dan ekstravaksasi darah di jaringan pada lokasi fraktur.
c. Ecchymosis atau memar dari Perdarahan Subculaneous d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur e. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan, adanya cidera jaringan. f. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf / perdarahan g. Pergerakan abnormal h. Krepitasi 1) Vulnus kontusio
2) Memar h. Pendarahan tepi : pendarahan tidak dijumpai pada lokasi yang bertekanan,
tetapi
pendarahan
akan
menepi
sehingga bentuk
pendarahan akan menepi sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang yang berdekatan Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan, setelah sekitar dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi warna kuning (Kartikawati, 2011) 1) Vulnus eksoriasi
Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini menyebabkan luka tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah tergantung pada jaringan yang terekspos / rusak (Kartikawati, 2011) 2) Vulnus laseratum
a) Bentuk luka tidak beraturan b) Tepi tidak rata c) Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut d) Sering tampak luka lecet e) Memar disekitar luka 3) Vulnus morsum
a) Luka mempunyai tepi rata b) Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputusputus, hematoma atau luka robek dengan tepi rata c) Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma, setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit. 4) Vulnus scisum
a) Luka lebar tapi dangkal b) Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur yang lebih dalam (Kartikawati, 2011) 5) Vulnus punctum
a) Kedalaman luka melebihi panjang luka 6) Kerusakan pembuluh darah tepi a) Vulnus sclerotum
Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang berada dibawahnya
Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih lanjut
Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar (Mansjoer, 2000; Kartikawati, 2011)
b) Vulnus combutio
Luka bakar derajat 1
Kerusakan pada epidermis, kulit kering, kemerahan, nyeri sekali, sembuh, dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut
Luka bakar derajat 2 Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema, subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam, 28 hari tergantung komplikasi infeksi.
Luka bakar derajat 3 Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputih-putihan, dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.
5. Klasifikasi a. Berdasarkan derajat kontaminasi luka : 1)
Luka bersih Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.
2)
Luka bersih terkontaminasi Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
3)
Luka terkontaminasi Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Resiko infeksi luka 10% - 17%.
4)
Luka kotor Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka
ini
bisa
sebagai
akibat
pembedahan
yang
sangat
terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama (Saman, 2011; Ismail, 2011). b. Berdasarkan kedalaman dan luas luka ( Baroroh, 2011) : 1) Stadium I (luka superfisial / non blancing erythema) Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit 2) Stadium II (partial thicknes) Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya tanda tanda klinis seperti abrasi, blister, atau lubang yag dangkal 3) Stadium III (full thicknes) Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya 4) Stadium IV (full thickness) Yaitu luka full thicknes yang telah mencapai lapisan otot, tendon, dan tulang dengan adanya destruksi/ keusakan yang luas. c. Berdasarkan penyebab 1) Luka akibat kekerasan benda tumpul a) Vulnus kontusio/ hematom Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul b) Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi) adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh. Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis :
Luka lecet gores Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit
Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion) Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/ miring terhadap kulit
Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit. c) Vulnus laseratum (luka robek) luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot. 2) Luka akibat kekerasan setengah tajam b) Vulnus Morsum Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut c) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam d) Vulnus scisum (luka sayat atau iris) Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur. e) Vulnus punctum (luka tusuk) Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar. f) Vulnus scloperotum (luka tembak) Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api. Luka tembak menyebabkan kerusakan pada jaringan dan organ yang berada dibawahnya (Kartikawati, 2011). 3) Luka akibat trauma fisika dan kimia
a) Vulnus combutio Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa (Mansjoer, 2000 dalam Kartikawati, 2011). 6. Proses penyembuhan luka (Perdanakusuma dan Hariani, 2002). a. Fase inflamsi atau “lagphase“ Berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan. Trombosit dan sel radang ikut keluar. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasokontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meninggikan permeaabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
b. Fase proliferasi atau fase fibriflasi Berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolangen yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarida mengatur deposisi serat-serat kolangen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang
tidak
perlu
dihancurkan
dengan
demikian
luka
mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat
kolagen,
kapiler-kapiler
baru:
membentuk
jaringan
kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka c. Fase “remodeling“ Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan lebih dari satu tahun. bergantung pada kedalaman dan keluasan luka. Jaringan parut terus melakukan reorganisasi dan akan menguat setelah beberapa bulan. Namun, luka yang telah sembuh biasanya tidak memilikidaya elastis yang sama dengan jaringan yang digantikannya. Dikatakan berakhir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal (Potter & Perry, 2005). 7. Komplikasi a. Kerusakan arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. b. Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah c. Infeksi
Invasi bakteri dapat terjadi pada saat trauma selama pebedahan atau setelah pembedahan. Gejala berupa adanya purulent, peningkatan drainage, nyeri, kemerahan,bengkak disekeliling luka,peningkatam suhu, dan peningkatan leukosit d. Perdarahan Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan. e. Shock Shock hypovolemik terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi f. Kontraktur g. Hipertropi jaringan parut h. Dehiscence dan Eviscerasi Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
8. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka a.
Usia Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
b.
Nutrisi Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
c.
Infeksi Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi. Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
d.
Hematoma Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu
untuk
dapat
diabsorbsi
tubuh,
sehingga
menghambat
proses
penyembuhan luka. e.
Benda asing Benda
asing
seperti
pasir
atau
mikroorganisme
akan
menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”). f.
Iskemia Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
g.
Diabetes Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
h.
Keadaan Luka Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
i.
Obat Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka. 1) Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera. 2) Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan. 3) Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah
luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular. B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnese 1) Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. 3) Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya
yang
telah
dilakukan
oleh
penderita
untuk
mengatasinya. 4) Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obatobatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. 6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. b. Pemeriksaan fisik 1) Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital. 2) Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. 3) Sistem integument Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku. 4) Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi. 5) Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis. 6) Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. 7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih. 8) Sistem musculoskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas. 9) Sistem neurologis Terjadi
penurunan
sensoris,
parasthesia,
anastesia,
letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. c. Pengkajian Luka : 1)
Letak anatomi luka
2)
Berapa lama sudah terjadi
3)
UKURAN : lebar, panjang dan dalam
4)
Warna dan penampakan luka dan jaringan sekitar
5)
Tipe jaringan luka (granulasi, subcutan, otot, escar, nanah)
6)
Ada tidaknya eksudat
7)
Teraba panas, dingi, keras, lembut, dan observasi lainnya
8)
Keluhan nyeri, gatal, tertarik
d. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : 1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Darah rutin : HB, AL, AT dan pemeriksaan elektrolit. 2) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. 2. Diagnosa keperawatan (SDKI) a.
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan : 1)
Subjektif : Mengeluh nyeri
2)
Objektif
:
Tampak
meringis,
bersikap
protektif. Kondisi klinis : Kondisi pembedahan, cedera traumatis, infeksi. b.
Resiko
Syok
:
Hypovolemik
dibuktikan
dengan
Hipotensi,
Kekurangan volume cairan. Kondisi klinis : Perdarahan, Trauma multiple. c.
Resiko Infeksi dibuktikan dengan Efek prosedur invasif, penyakit kronis
(Diabetes),
Peningkatan
paparan
organisme
patogen
lingkungan. Kondisi klinis : tindakan invasif, luka bakar, diabetes melitus. d.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, keengganan melakukan pergerakan dibuktikan dengan : 1) Subjektif : Mengeluh nyeri saat bergerak 2) Objektif : Gerak terbatas, fisik lemah. Kondisi klinis : Trauma, Fraktur.
e.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (prosedur pengobatan / tindakan / pemeriksaan) dibuktikan dengan : 1) Subjektif : Mengeluh sulit tidur, sering terjaga 2) Objektif : Kondisi klinis : Nyeri, Kecemasan
3.
Prioritas Diagnosa keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan : 1)
Subjektif : Mengeluh nyeri
2)
Objektif
:
Tampak
meringis,
bersikap
protektif. Kondisi klinis : Kondisi pembedahan, cedera traumatis, infeksi b.
Resiko
Syok
:
Hypovolemik
dibuktikan
dengan
Hipotensi,
Kekurangan volume cairan. Kondisi klinis : Perdarahan, Trauma multiple. c.
Resiko Infeksi dibuktikan dengan Efek prosedur invasif, penyakit kronis
(Diabetes),
Peningkatan
paparan
organisme
patogen
lingkungan. Kondisi klinis : tindakan invasif, luka bakar, diabetes melitus. 4. Perencanaan Keperawatan No 1.
Diagnosa Keperawatan SLKI (SDKI) Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan
SIKI 1) Lakukan Observasi :
dengan agen pencedera tindakan keperawatan
a. Identifikasi skala nyeri
fisik dibuktikan dengan :
b. Identifikasi PQRST
selama 3 X 24 jam
1) Subjektif : Mengeluh maka tingkat nyeri nyeri 2) Objektif : Tampak
menurun, dengan kriteria hasil :
meringis, bersikap
1)Keluhan nyeri 5
protektif.
2)Meringis 5
nyeri. c. Identifikasi respon nyeri non verbal 2) Lakukan Terapeutik a. Berikan terapi non
Kondisi klinis : Kondisi
3)Sikap protektif 5
farmakologis untuk
pembedahan, cedera
4)Kesulitan tidur 5
mengurangi nyeri
traumatis, infeksi
(aromaterapi, guide imajery, relaksasi nafas dalam, dll ). b. Kontrol lingkungan (beri suasana tenang)
c. Fasilitas istirahat tidur 3) Lakukan Edukasi a. Edukasi tentang manajemen nyeri (strategi meredakan nyeri). b. Menganjurkan untuk menggunakan analgetik secara tepat. 4) Lakukan Kolaborasi Kolaborasi pemberian 2.
analgetik dengan dokter. 1) Lakukan Observasi :
Resiko Syok :
Setelah dilakukan
Hypovolemik dibuktikan
tindakan keperawatan
dengan Hipotensi,
selama 1 X 24 jam
Kekurangan volume
maka tingkat syok
b. Status oksigenasi.
cairan.
menurun, dengan
c. Status cairan masuk dan
Kondisi klinis :
kriteria hasil :
a. Status
cardiopulmonal
(vital sign).
keluar.
Perdarahan, Trauma
1) Tingkat kesadaran 5
d. Perdarahan di luka.
multiple
2) Kekuatan nadi 5
e. Tingkat kesadaran dan
3) Akral dingin 5 4) Pucat 5 5) Tekanan darah sistolik dan diastolic 5
respon pupil. 2) Lakukan Terapeutik a. Pertahankan jalan nafas paten. b. Berikan oksigenasi, pertahankan saturasi oksigen >94% c. Hentikan perdarahan dengan lakukan penekanan atau menutup luka
(heacting). d. Berikan posisi syok tenderlenberg. e. Pasang Infus line ukuran besar atau dua jalur. f. Pasang DC. g. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. 3) Lakukan Kolaborasi a. Pemberian infus cairan kritaloid 1 -2 L pada dewasa. b. Pemberian infus cairan kristaloid 20ml/kgBB pada anak c. Pemberian transfusi 3.
Resiko Infeksi dibuktikan Setelah dilakukan
darah bila perlu. 1) Lakukan Observasi :
dengan Efek prosedur
tindakan keperawatan
Tanda dan gejala infeksi
invasif, penyakit kronis
selama 3 X 24 jam
lokal dan sistemik.
(Diabetes), Peningkatan
maka tingkat infeksi
paparan organisme
menurun, dengan
patogen lingkungan.
kriteria hasil :
Kondisi klinis : tindakan
1) Demam 5
invasif, luka bakar,
2) Kemerahan 5
diabetes melitus
3) Nyeri 5
2) Lakukan Terapeutik a. Batasi jumlah pengunjung. b. Lakukan perawatan luka tehnik aceptik. c. Cuci tangan sebelum
4) Bengkak 5
dan setelah kontak
5) Kadar sel darah
pasien dan lingkungan
putih 5
pasien. 3) Lakukan Edukasi a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.. b. Mengajarkan cara cuci tangan yang benar. c. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan. d. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka. 4) Lakukan Kolaborasi Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai jenis infeksi dan atau imunisasi bila perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Baroroh,
Dewi
B.
2011.
Konsep
luka.
Diakses
dari
:
http://s1-
keperawatan.umm. ac.id/files/file/konsep%20luka.pdf. Black & Hawks.2005.Medical - Surgical Nursing, Clinical Management For Positive Outcomes 7th Edition.Missouri : Elsevier Saunders Ismail.
2011.
Luka
dan
Perawatannya.
Diakses
dari
:
http://blog.umy.ac.id/topik/ files/2011/12/Merawat-luka.pdf. Kartikawati, Dewi. 2011. Dasar-dasar keperawatan gawat darurat. Jakarta : Salemba Medika Potter & Parry. Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik: Jakarta: EGC PPNI (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI Saman. 2011. Konsep Luka dan Perawatan Luka, Diakses dari : http://akpertolitoli. com/files/upload/rawat-luka.pdf