LP GEA (Melinda-1714201110077-6B-kel10-CI) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT ( GEA )



Oleh : NAMA



: Melinda



NPM



: 1714201110077



KELAS/SEMESTER



:B/6



KELOMPOK



: 10



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIAH BANJARMASIN 2020



LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT ( GEA )



1. Anatomi Fisiologi a.



Lambung



Lambung berawal dari esophagus dan berakhir pada duodenum usus halus. Terdiri dari 3 bagian yaitu: o Kardia di sekitar sfingter esophageal bawah o Fundus pada bagian puncak o Antrum di bagian bawah Bagian lambung terdiri dari: o Fundus Ventrikuli adalah bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri osteum kardium dan biasaya berisi gas. o Korpus Ventrikuli, adalah suatu lekukan pada bagian bawah kurbatura minor. o Antrum pylorus adalah bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus. o Kurvatura minor terdapat di sebelah kanan lambung,terbentang dari osteum kardiakm sampai ke pylorus.



o Kurvatura mayor terbentang dari sisi kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa. o Osteum Kardiak merupakan tempat esofagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik. 



Cara Kerja Lambung Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :



o Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung. o Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. o Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) b. Usus halus (Usus kecil)



Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh



darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri atas : lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ) Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). 1. Usus dua belas jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus ini memiliki panjang sekitar 25 cm,berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selpaut lendir yang membukit di sebut papila vateri.. pada papila vateri bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pakreas (duktus wirsungi/ duktus pankreatikus). Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. 



Cara Kerja usus duodenum Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.



2. Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Latin, jejunus, yang berarti “kosong”. 3. Usus Penyerapan (illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. c.



Usus Besar (Kolon)



Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari : o Usus Buntu (sekum)



Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing. o Umbai Cacing (Appendix)



Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2



sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Apendiks berfungsi dalam sistem limfatik. o Kolon asendens (kanan) Panjangnya sekitar 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan, membujur keatas dari dari ileum ke bawah hati. o Kolon transversum Panjangnya sekitar 38 cm,membujur dari kolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. o Kolon desendens (kiri) Panjangnya sekitar 25 cm ,terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan kolon sigmoid o Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum) Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri,bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum d.



Rektum dan anus







Rektum



Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar. 



Anus Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Anus terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter.



a) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menuruti kehendak. b) Sfingter levator ani , bekerja juga tidak menuruti kehendak c) Sfingter ani eksternus ( sebelah bawah), bekerja menuruti kehendak. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagiannya lagi dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) , yang merupakan fungsi utama anus.



2. Defenisi



Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Prof. Sudaryat, dr.SpAK, 2007). Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA, 2006). Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan  dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009). Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah. 3.  Etiologi 1.    Faktor infeksi -       Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina, Aeromonas, dan sebagainya. -       Infeksi virus : Eterovirus (virus ECHO, Coxsackie Poliofelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain. -       Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba Hstolitica, Glardialambia, Trichomonas Hominis). 2.    Faktor malabsorbsi: Malabsorbsi karbohidrat, lemak, atau protein. 3.    Faktor makanan, Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan. 4.    Factor psikologis, Rasa takut dan cemas. 5.    Imunodefisiensi, Dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan bakteri.



6.    Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan. 4.   Patofisiologi Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.     



PATHWAYS Faktor makanan                      faktor malabsorpsi                     Faktor infeksi ( Makanan basi, beracun,



(karbonhidrat,protein, lemak)



(bakteri & virus)



 alergi terhadap makanan )               Masuk kedalam tubuh                  Makanan tidak terserap           Masuk kedalam tubuh Mencapai usus halus            



oleh vili usus                      bersama makanan dan minuman yang tercemar



                                                 Peningkatan tekanan osmotik Merangsang/menstimulasi                 dalam lumen usus              



 Mencapai usus halus



dinding usus halus                                                Pergeseran air dan elektrolit          



Menyebabkan infeksi



Peningkatan isi (rongga)              kedalam lumen usus                     pada usus halus



malabsorpsi makanan dan cairan Hiperperistaltik



Peningkatan percepatan kontak antara makanan dan air dengan mukosa usus Penyerapan makanan, air, dan elektrolit terganggu GASTROENTERITIS AKUT



Kehilangan cairan defekasi                  Reflek spasme



dan



elektrolit         Muntah



&



sering



otot pada dinding perut Diare         Dehidrasi    Perubahan integritas kulit



                           



 



feses dan muntah



  



Sirkulasi darah menurun                     Merangsang hypothalamus



Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Hipertermi                                                                        



5.  Manifestasi Klinik 1.    Diare. 2.    Muntah. 3.    Demam.



Kehilangan yang



intake tidak adekuat               aktif melalui



Defisit volume cairan



Nyeri



4.    Nyeri abdomen 5.    Membran mukosa mulut dan bibir kering 6.    Fontanel cekung 7.    Kehilangan berat badan 8.    Tidak nafsu makan 9.    Badan terasa lemah 6.   Pemeriksaan Diagnostik 1.    Pemeriksaan darah tepi lengkap 2.    Pemeriksaan, ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma 3.    Pemeriksaan urine lengkap 4.    Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur 5.    Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik 6.    Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi helicobacter jejuni sangat dianjurkan 7.    Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif tentang pada diare kronik. 8.    Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (gda) & elektrolit (na, k, ca, dan p serum yang diare disertai kejang) Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan : 1.    Kehilangan BB a.    Tidak ada dehidrasi : menurun BB < 2 % b.    Dehidrasi ringan



: menurun BB 2 - 5%



c.    Dehidrasi sedang



: menurun BB 5 - 10%



d.   Dehidrasi berat



: menurun BB 10%



2.    Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk (selama 30-60 detik) kemudian dilepaskan, jika kulit kembali dalam : a.    1 detik ; turgor agak kurang (dehidrasi ringan) b.    1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang) c.    2 detik: turgor sangat kurang (dehidrasi berat) Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung lebih dari beberapa hari, di perlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,



leukosit, hitung jenis leukosit), kadar eliktrolit serum,ureum dan kretinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan enzyme- linked immunorsorbent assay (ELISA) menditeksi giardiasis dan tes serologic amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus,biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukost yang normal atau limfositosis. pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang infasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neurotropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin di periksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh pemeriksaaan tinja dilakukan untuk mellihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri,adanya telur cacing dan parasit dewasa.. (Sudoyo,2007:408) 7.  Penatalaksanaan Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Menurut John (2004:234) 1.    Penggantian cairan intra vena ( IV bolus 500ml normal salin untuk dewasa, 1020ml 2.    Pemberian suplemen nutrisi harus diberikan segera pada pasien mual muntah. 3.    Antibiotik yang diberikan pada pasien dewasa adalah cifrofloksasin 500mg. 4.    Pemberian metronidazole 250-750mg selama 5-14 kali. 5.    Pemberian obat anti diare yang dikomendasikan antibiotic 6.    Obat antiemetic yang digunakan pada pasien yang muntah dengan dehidrasi 8.  Pengkajian Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah : 1.    Identitas klien. 2.    Riwayat keperawatan. a.    Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare. b.    Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer. 3.    Riwayat kesehatan masa lalu. 4.    Riwayat penyakit keluarga.



5.    Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi intravena, dan antibiotic. 6.    Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan). a.    Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas pasien sehari-sehari kurang baik. b.    Nutrisi metabolic : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat badan pasien. c.    Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK sedikit atau jarang. d.   Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain. e.    Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. f.     Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun kurang berkonsentrasi karena nyeri abdomen. g.    Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit. h.    Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada penyakit. i.      Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan. j.      Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat. k.    Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena gejala penyakit. 9.  Diagnosa 1.    Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis 2.    Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat diare 3.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi 4.    Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis 5.    Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi



6.    Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder terhadap kelembapan. 10.  Intervensi Dx 1. Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis Tujuan : Mencapai BAB normal yang ditunjukkan dengan : 1.    Penurunan frekuensi BAB sampai kurang dari 3 kali sehari 2.    Faeses mempunyai bentuk Intervensi: 1.    Kaji faktor penyebab yang mempengaruhi diare. 2.    Ajarkan pada klien penggunaan yang tepat dari obat – obat anti diare. 3.    Dapatkan sediaan faeses untuk pemeriksaan kultur bila diare bertambah. 4.    Pertahankan tirah baring 5.    Pantau keefektifan dan efek samping dari obat anti diare 6.    Kolaborasi untuk mendapat antibiotik           Dx.2 Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat diare Tujuan: 1.    Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit 2.    Tidak terjadi dehidrasi Intervensi: 1.    Monitor output cairan 2.    Monitor intake cairan 3.    Berikan oralit tiap habis BAB 4.    Kaji tanda – tanda dehidrasi 5.    Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit Dx.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi Tujuan: 1.    Nutrisi terpenuhi 2.    Berat badan sesuai usia 3.    Nafsu makan meningkat



Intervensi: 1.    Beri diit yang tidak merangsang 2.    Motivasi keluarga untuk memberikan makanan yang tidak bertentangan dengan diare dan sesuai waktu 3.    Pertahankan kebersihan mulut 4.    Timbang berat badan tiap hari 5.    Beri diit tinggi kalori, protein, dan mineral serta rendah zat sisa Dx.4 Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis Tujuan : nyeri dapat berkurang  Intervensi: 1.    Beri kompres hangat di perut 2.    Ubah posisi klien bila nyeri, arahkan ke posisi yang paling aman. 3.    Kaji nyeri 4.    Kolaborasi pemberian obat analgesik      Dx.5 Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi Tujuan : mempertahankan normotermia Intervensi: 1.    Ajarkan klien dan keluarga pentingnya mempertahankan masukan yang adekuat sedikitnya 2000 ml/ hari kecuali terdapat kontra indikasi penyakit jantung atau ginjal untuk mencegah dehidrasi. 2.    Monitor intake dan output dehidrasi 3.    Monitor suhu dan tanda vital   Dx.6 Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder terhadap kelembapan Tujuan : gangguan integritas kulit dapat teratasi dengan ditandai tidak adanya lecet dan kemerahan di sekitar anal Intervensi: 1.    Bersihkan sekitar anal setelah defekasi dengan sabun yang lembut. Bilas dengan air, keringkan dan taburi talk 2.    Beri udara bebas pada daerah anal tiap 10 – 15 menit



3.    Beri stik laken di atas perlak klien 4.    Gunakan pakaian yang longgar.



DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta : EGC Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United States of America : Mosby North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC. Nurmasari, Mega. 2010.  Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari - Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 : http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/) Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia. (Diakses 12 Desember 2011 : www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).