LP HIDROSEFALUS Fitri Handayani [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HYDROCEPHALUS DIRUANG POLI ANAK RSD dr.SOEBANDI KABUPATEN JEMBER



Disusun guna memenuhi tugas praktik profesi keperawatan anak



Oleh : Fitri Handayani, S.Kep NIM 202311101102



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN HIDROCEFALUS Oleh: Fitri Handayani, S.Kep 1. Kasus Masalah Utama Hidrocefalus communikans 2. Proses Terjadinya Masalah a. Definisi Hidrosefalus merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada anak. Kasus hidrosefalus bervariasiantara 0,8-3 per 1000 kelahiran. Di Indonesia, insiden hidrosefalus mencapai 10 permil.4 Hidrosefalus dapat menyebabkan konsekuensi yang serius pada anak meliputi penurunan kapasitas intelektual, defisit motorik, kesulitan perilaku sehingga mempengaruhi kualitas hidup anak yang terbawa hingga dewasa. Penyebab hidrosefalus dapat terjadi pada masa prenatal dan perinatal, tetapi hal-hal apa saja yang memicu terjadinya kelainan tersebut sebagian besar belum diketahui secara pasti, Hidrosefalus komunikan terjadi karena kelebihan produksi cairan serebrospinal (jarang), gangguan penyerapan dari cairan serebrospinal (paling sering) (Rahmayani, 2017). Hidrosefalus komunikan apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam system ventrikel sampai ketempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP (Rahmayani, 2017).



b. Etiologi Secara teoritis, pembentukan cairan serebrospinal yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomatapleksuskoroidalis. Penyebab penyumbatan aliran cairan serebrospinal yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan (Dermawaty,2017). 1. Kelainan bawaan a. Stenosis Akuaduktus Sylvius, merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak( 60-90% ). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umum nya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. b. Spina bifida dan cranium bifida, hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. c. Sindrom Dandy-Walker,merupakan atresia kongenital foramen Luschka dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa posterior. d. Kista arakhnoid, dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma sekunder suatu hematoma. e. Anomaly pembuluh darah, dalam kepustakaan dilaporkan terjadi hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeniatau sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus. 2. Infeksi, akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase



akut meningitis purulenta terjadi bila aliran cairan serebrospinal terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atausisterna basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat



di



daerah



basal



sekitar



sisternakiasmatika



dan



interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar. 3. Neoplasma, hidrosefalus oleh obstruksimekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran cairan serebrospinal. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak bisa dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan cairan serebrospinal melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kranio faringioma. 4. Perdarahan, telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis lepto meningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. c. Patofisiologi Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana



sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan



absorbsi.Produksi



liquor



yang



berlebihan



hampir



semua



disebabkan oleh tumor pleksuskhoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbsi liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihantanpaadanya tumor pada pleksuskhoroid 8,11,17 Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor ada kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik



berpengaruh



pada



penampilan



klinis



(Afdhalur



rahman,2013). d. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala Hidrocefalus communikans , yaitu: 1. TIK yang meninggi: muntah, nyerikepala, edema pupil sarafotak II 2. Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak 3. Kepala bayi terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh 4. Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya terabategang dan mengkilatdenganperebaran vena di kulitkepala 5. Suturatengkorakbelummenutup dan terabamelebar 6. Terdapat sunset sign pada bayi (pada mata yang kelihatanhitamhitamnya, kelopakmatatertarikkeatas) 7. Bola matter dorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang suborbita 8. Sklera mata tampak di atas iris 9. Pergerakan mata yang tidak teratur dan nistagmus



10. Kerusakan saraf yang member gejala kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran motorik atau kejang-kejang, kadangkadang gangguan pusat vital.



e. Pemeriksaan Penunjang Saat ini hidrosefalus dapat didiagnosis sebelum lahir dengan pemeriksaan ultrasonografi prenatal rutin. Hidrosefalus yang timbul stelah lahir dapat dideteksi dengan pemeriksaan dan dokumensai serial rutin lingkar kepala anak; jika kepala berkembang lebih cepta menurut diagram kurva referensi,harus di curigai adanya hidrosefalus. Setelah lahir,hidrosefalus



dapat



dideteksi



dari



beberapa



pemeriksaan



penunjang seperti X-ray konvensional, CT Scan, USG , dan MRI : a. USG prenatal dapat diandalkan dan cukup akurat dalam janin dapat mulai dideteksi pada akhir trimester pertama kehamilan,tetapi pelebaran abnorml dari sisitim ventrikel akan lebih jelas terlihat setelah usia 20-24 minggu gestasi. Meskipunpemerisaan USG kurang akurat untuk melihat keadaan ventrikel III,IV, dan ruang subarakhnoid, USG memiliki kelebihan dalam haal peraalatanya lebih mudah dibawa, tidaakmemerlukan sedasi, tidak memberikan radiasi serta lebih murah dibandingkan CT Scan/ MRI b. Tanda



hidrosefaluskongenital/



infantil



pada



rontgen



polos



kepalaberupatanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti makro krania,pelebaran suture tengkorak (pada bayi dengan ubunubun sutura yang belum menutup). Gambaran alur pembuluh darah yang semakin jelas, tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa pendataran sellaturaika/erosidariprocessus clinoid posterior dan gambaran impressio digitate (gambaran seperti bekas penekanan jari jari akibat tekanan permukaan tak pada tengkorak) c. CT Scan yang menjadi alat diagnostic terpilih pada kasus-kasus ini adalah CT Scan di mana CT Scan kepala dapat memperlihatkan secara akura tbentuk dan ukuran dari ventrikel, adanya gambaaran



perdarahan, klasifikasi, kista dan alatshunt,CT scan juga dapat memperlihatkan dengan jelas tanda-tanda peningkatan tekanan intrakrakranial hilangnya



seperti



gaambaran



hilangnya ruang



gambaran



subarakhnoid



sulkus di



serebri,



konveksitas,



imbibisidaricaairanserebro spinal di substansial baperi ventrikel. Gambaranini yang membedaakan hidrosefalus dengan ventrikel ulomegali karena atrofi serebri (tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial) d. MRI merupakan pemeriksaan terpilih untuk meneliti penyebab anatomis yang mendasari hidrosefalus.Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran anatomi sotak dan lesiintrakranial ( tumor,vaskuler) dengan lebih baik.Dengan MRI dapatdiliha tgambaranmembran akuaduktus



sylvius



pada



loculated



yang



bermanfaat



ventricle,danpatensi pada



penilaian



pre



operasiendoskopi.Namun, mengingat waktu pemeriksaanya yaang cukup lama, pada bayi perlu dilakukan pembiusan.Keuntungan dari pemeriksaan MRI ini adalah tidak ada bahaya radiasi. f. Penatalaksanaan Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni : 1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obatazetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal. 2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid. 3. Pengeluaran cairan serebrospinal kedalam organ ekstrakranial, yakni:



a. Drainase ventrikule-peritoneal b. Drainase Lombo-Peritoneal c. Drainase ventrikulo-Pleural d. Drainase ventrikule-Uretrostomi e.Drainase ke dalam anterium mastoid mengalirkan cairan serebrospinal kedalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal kesatu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksisekunder dan sepsis. f. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubungkan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. Hidrosefalus Komunikan , secara khusus:  Pemberian acetazolamide (inhibitor karbonikan hidrase) akan menurunkan produksi LCS  Fungsi lumbal berulang untuk mengevakuasi LCS yang berlebihan  Pintasan



ventrikul



peritoneal



atau



lumbo



periotoneal



diindikasikan pada sekitar sepertiga kasus dan merupakan terapi definitif.



Perdarahan cerebral g.



Pohon Masalah



Infeksi



Neoplasma



Kongenital -



Peradangan pada selaput meningen



-



Terbentuknya jaringan parut



-



Stenosis akuaduktus sylvi Spina bifida dan cranium bifida Sindrom dandy walker



Proliferasi sel secara abnormal



Fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak



Terbentuk massa didalam otak



Keluarnya cairan (darah) Masuk keruang intrakranial



Obstruksi aliran CSS Infeksi



Pemasangan shunt



Resiko infeksi



Akumulasi CSS di ventrikel



Peningkatan TIK



Ventrikel dilatasi dan menekan organ-organ yang terdapat didalam otak



Nyeri kepala



Desakan pada otak (SSP)



Pembesaran kepala



Desakan pada otak dan selaput



Diplopia, sunset eye, strabismus



Gangguan mobilitas



Vasokontriski pembuluh darah otak



Penurunan kapasitas adaptif intrakranial



Gangguan perkembangan



Suplai oksigen dan nutrisi ke otak terganggu Hipoksia cerebral



Nyeri akut



Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral



h. Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji 1. Pengkajian -



Anamnesa



a. Pengumpulan data : -



Nama: Merupakan panggilan yang menjadi sebagai identitas diri klien



-



Usia : Pada dasarnya Hidrosefalus komunikan dapat terjadi pada semua kalangan usia namun angka paling terbesar kasusnya terjadi pada usia bayi



-



Jenis Kelamin: Jumlah pasien hidrosefalus banyak berjenis kelamin laki-laki , sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Denisa Dwi Rahmayani yang mengatakan jumlah jenis kelamin bayi laki-laki lebh banyak



-



Suku/bangsa : Merupakan etnis yang menjadi keturunan suatu suku yang mencirikan suatu kebudayaan.



-



Agama : Merupakan keyakinan yang dianut oleh setiap individu sebagai pedoman dalam kehdupan.



-



Pendidikan : Merupakan suatu jenjang keilmuan atau pengetahuan yang dipelajari di bangku sekolah secara formal.



-



Pekerjaan



: merupakan aktifitas



sehari-hari yang menjadi mata



pencaharian untuk menghidupi ekonomi dan kebutuhan sehari-hari. b. Kaji Riwayat penyakit / keluhan utama Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer. c. Kaji Riwayat Perkembangan Kelahiran :Prematur. Pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur. Keluhan sakit perut. -



PemeriksaanFisik



a. Inspeksi : 1) Anak dapat melihat keatas atau tidak. 2) AdanyaPembesarankepala. 3) Dahi menonjol dan mengkilat. Serta pembuluh darah terlihat jelas. b. Palpasi : 1) Ukur lingkar kepala :Kepala semakin membesar. 2) Fontanela :fontanela tegang keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak. c. Pemeriksaan Mata :



1) Akomodasi. 2) Gerakan bola mata. 3) Luas lapang pandang 4) Konvergensi. Didapatkan hasil :alismata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.Stabismus, nystaqmus, atropi optic. i. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko infeksi 2. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial 3. Gangguan mobilitas 4. Gangguan perkembangan 5. Nyeri akut 6. Ketidakefektifan perfusi jaringan 7.



j. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa Nyeri akut



SLKI Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama



SIKI 1 Manajemen nyeri (1.08238)



X 24 jam maka tingkat nyeri dapat menurun



1. Identifikasi lokasi, karakteristik,



dengan kriteria hasil:



durasi,



Tingkat nyeri (L.08066)



intensitas nyeri



No.



Indikator



1.



Keluhan nyeri Frekuensi



2.



Skor Awal 2 2



nada 3. Tekanan darah Keterangan: 1. Meningkat 2. Cukup meningkat 3. Sedang 4. Cukup menurun 5. Menurun (Indikator nomor 1)



2



frekuensi,



kualitas,



2. Identifikasi skala nyeri Skor Akhir 4 4 4



3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi



faktor



yang



memperberat dan memperingan nyeri 5. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 7. Fasilitasiistirahat dan tidur Terapi Relaksasi (1.09326)



1. Gunakan



relaksasi



sebagai dengan



1. Memburuk



strategi



penunjang



2. Cukupmemburuk



analgesic



atautindakan



3. Sedang



lainnya, jika diperlukan



4. Cukupmembaik



2. Jelaskan



5. Meningkat



tujuan,



media manfaat,



batasan, dan jenis relaksasi yang



(Indikatornomor 2,3)



tersedia 3. Anjurkan



mengambil



posisi



nyaman 4. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi 5. Anjurkan rileks dan merasakan Risiko infeksi



sensasi relaksasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x Pencegahan infeksi (1.14539) 24 jam dapat Risiko Infeksi diatasi dengan kriteria Observasi hasil:



-



Tingkat Infeksi (L.14137) 1. Demam menurun (skala 5) 2. Kemerahan menurun(skala 5)



Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik



Terapeutik -



Batasi jumlah pengunjung



3. Nyeri menurun (skala 5)



-



4. Bengkak menurun (skala 5) 5. Kadar sel darah putih membaik (skala 5)



Berikan perawatan kulit pada area edema



-



Cuci



tangan



sebelum



dan



sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien -



Pertahankan teknik aseptik pada asien berisiko tinggi



Edukasi -



Jelaskan tanda gejala infeksi



-



Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar



-



Ajarkan etika batuk



-



Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi



-



Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi



-



Anjurkan meningkatkan asupan cairan



Kolaborasi



Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1



Kolaborasi pemberian imunisasi Manajemen Peningkatan Intrakranial



efektif (D.0017)



(1.06194)



x 24 jam, maka Risiko perfusi serebral tidak efektif Menurun dengan kriteria hasil :



Observasi -



Identifikasi penyebab TIK



-



Monitor tanda dan gejala TIK



1. Tingkat kesadaran meningkat(skala 5)



-



Monitor MAP



2. kognitif meningkat(skala 5)



-



Monitor CVP



3. sakit kepala menurun(skala 5)



-



Monitor PAWP



-



Monitor PAP



-



Monitor ICP



-



Monitor CPP



-



Monitor gelombang ICP



-



Monitor status pernafasan



-



Monitor intake dan output cairan



-



Monitor cairan serebro-spinalis



Perfusi Serebral



4. kecemasan menurun (skala 5) 5. nilai rata-rata tekanan darah membaik(skala 5)



Terapeutik -



Minimalkan stimulus dengan



menyediakan lingkungan yang tenang -



Berikan posisi semi fowler



-



Hindari maneuver valsava



-



Cegah terjadinya kejang



-



Hindari penggunaan PEEP



-



Hindari pemberian cairan IV hipotonik



-



Atur ventilator agar PaCO2 optimal



-



Pertahankan suhu tubuh normal



Kolaborasi -



Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan



-



Kolaborasi pemberian dieretik osmosis



Gangguan mobilitas fisik



- Kolaborasi pemberian pelunak tinja Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x Dukungan mobilisasi (1.09262) 24 jam Gangguan mobilitas fisik dengan kriteria hasil:



dapat diatasi Observasi -



Identifikasi adanya nyeri atau



Mobilitas fisik (L.05042) 1. Pergerakan ekstremitas meningkat skala 5.



keluhan fisik lainya. -



2. Kekuatan otot skala 5. 3. Rentang gerak meningkat skala 5.



Identifikasi



toleransi



fisik



melakukan pergerakan -



Monitor frekuensi jantung dan



4. Kelemahan fisik menurun skala 5.



tekanan darah sebelum memulai



5. Gerakan terbatas menurun skala 5.



mobilisasi. -



Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.



Terapeutik -



Fasilitasi



aktivitas



mobilisasi



dengan alat bantu -



Fasilitasi melakukan pergerakan.



-



Libatkan membantu



keluarga



untuk



pasien



dalam



meningkatkan pergerakan. Edukasi -



Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.



-



Anjurkan melakukan mobilisasi



dini. Gangguan perkembangan



Ajarkan



mobilisasi



sederhana



yang harus di lakukan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x Perawatan perkembangan 24 jam diharapkan gangguan tumbuh kembang pada klien dapat diatasi dengan kriteria hasil:



pencapaian



tugas



perkembangan anak



Status perkembangan (L.10101) 1. Keterampilan/perilaku



a. Identifikasi



b. Identifikasi isyarat perilaku dan sesuai



usia



meningkat 2. Kemampuan melakukan perawatan diri meningkat.



fisiologis anak c. Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positifn atau umpan balik atas usahanya



3. Respon sosial meningkat



d. Pertahankan kenyamanan anak



4. Kontak mata meningkat



e. Bacakan cerita atau dongeng



5. Afek membaik Penurunan intrakranial



kapasitas



6. Pola tidur membaik adaptif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x Manajemen Peningkatan Intrakranial 24 jam diharapkan Penurunan kapasitas adaptif (1.06194) intrakranial pada klien dapat diatasi dengan kriteria hasil: Kapasitas adaptif intrakranial (L.06049)



Observasi



1. Tingkat kesadaran meningkat skala 5



-



Identifikasi penyebab TIK



2. Fungsi kognitif meningkat skala 5



-



Monitor tanda dan gejala TIK



3. Tekanan darah membaik skala 5



-



Monitor MAP



4. Tekanan nadi membaik skala 5



-



Monitor CVP



5. Pola nafas membaik skala 5



-



Monitor PAWP



-



Monitor PAP



-



Monitor ICP



-



Monitor CPP



-



Monitor gelombang ICP



-



Monitor status pernafasan



-



Monitor intake dan output cairan



-



Monitor cairanserebro-spinalis



6. Tekanan intrakranial membaik skala 5



Terapeutik -



Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang



-



Berikan posisi semi fowler



-



Hindari maneuver valsava



-



Cegah terjadinya kejang



-



Hindari penggunaan PEEP



-



Hindari pemberian cairan IV hipotonik



-



Atur ventilator agar PaCO2 optimal



-



Pertahankan suhu tubuh normal



Kolaborasi -



Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan



-



Kolaborasi pemberian dieretik osmosis



-



Kolaborasi pemberian pelunak tinja



DAFTAR PUSTAKA Afdhalurrahman. 2013. GAMBARAN NEUROIMAGING HIDROSEFALUS PADA ANAK.JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013 Dermawaty, Dessy Eva. 2017. Hematom Intraventrikular Disertai Hidrosefalus Obstruktif. J Medula UnilaVolume 7Nomor 1Januari 2017| Rahmayani, Denisa Dwi. 2017.Profil Klinis dan Faktor Risiko Hidrosefalus Komunikans dan Non Komunikans pada Anak di RSUD dr. Soetomo. Sari Pediatri, Vol. 19, No. 1, Juni 2017 Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart luaran Keperawatan Indoneisa. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indoneisa. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI