LP Hil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



HERNIA INGUINALIS LATERALIS (HIL) DI RSUD DR. HARYOTO LUMAJANG



Oleh : Ainul Nur Wulansari NIM. 1301460013



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN Februari 2017



BAB I KONSEP DASAR HIL



A. DEFINISI Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut



menonjol



melalui



defek



atau



bagian



lemah



dari



lapisan



muskuloaponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.



Hernia inguinalis lateralis (indirek) merupakan suatu benjolan yang melewati annulus internus dan kanalis inguinalis yang terletak di lateral pembuluh darah arteri dan vena epigastrika inferior dan hernia dapat sampai ke scrotum yang disebut hemia scrotalis. Benjolan ini dapat keluar masuk tergantung dari tekanan di dalam abdomen.



B. ETIOLOGI 1. Factor Congenital Pada pria terdapat suatu processus yang berasal dari peritoneum parietalis, yang dalam masa intra uterin merupakan guide yang diperlukan dalam desenskus testikulorm, processus ini seharusnya menutup. Bila testis tidak sampai ke skrotum, processus ini tetap akan terbuka, atau bila penurunan



baru terjadi 1 – 2 hari sebelum kelahiran, processus ini belum sempat menutup dan pada waktu lahir masih tetap terbuka. 2. Factor utama Terjadi setelah operasi sebagai akibat gangguan penyembuhan luka. 3. Umur dan Jenis Kelamin Orang tua lebih sering daripada anak muda, pria lebih banyak dari pada wanita. 4. Adipositas Pada orang gemuk jaringan lemaknya tebal tetapi dinding ototnya tipis sehingga mudah terjadi hernia.



5. Tekanan Intra Abdominal Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup. Ditemukan pada orang-orang dengan batuk yang kronis, juga pada penderita dengan kesulitan miksi seperti hypertrofi prostat, gangguan defekasi, serta pada orang yang sering mengangkat berat.



C. PATOFISIOLOGI Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah factor congenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis inguinalis faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan factor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari annulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi talis perma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga adayang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap



cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltikusus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntahdan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah.



D. KLASIFIKASI Banyak sekali penjelasan mengenai klasifikasi hernia menurut macam, sifat dan proses terjadinya. 1) Macam-macam hernia menurut letaknya : a. Inguinal Hernia inguinal ini dibagi lagi menjadi : o



Indirek / lateralis: Hernia ini terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Hal ini umumnya terjadi pada pria dari pada wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali.



o



Direk / medialis: Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun anulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada anulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi ireponibilis.



b. Femoral : Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan



hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkarserata dan strangulasi dengan tipe hernia ini. c. Umbilikal : Hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara. Tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat karena masalah pascaoperasi seperti infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi ekstrem atau kegemukan. d. Hernia diafragma : yang terjadi saat ada organ perut yang berpindah ke rongga dada melalui celah pada diafragma. Sama seperti hernia umbilikus, hernia ini juga bisa dialami oleh bayi akibat pembentukan diafragma yang kurang sempurna e. Hernia epigastrik : yang terjadi saat ada jaringan lemak yang mencuat keluar dan menonjol pada dinding abdomen, di antara pusar dan tulang dada bagian bawah f. Hernia otot : yang terjadi saat ada sebagian otot yang mencuat pada abdomen. Jenis hernia ini juga dapat terjadi pada otot kaki akibat cedera berolahraga g. Hernia hiatus : yang terjadi saat ada bagian lambung yang masuk lewat celah pada diafragma (sekat antara rongga dada dan rongga perut) dan mencuat ke rongga dada. Meski terkadang tanpa gejala, nyeri ulu hati (rasa sakit atau tidak nyaman pada dada yang biasanya muncul setelah makan) merupakan indikasi yang mungkin terjadi jika mengalami hernia ini h. Hernia Spigelian : yang terjadi saat ada sebagian usus mendorong jaringan ikat perut (Spigelian fascia) dan menonjol di dinding perut depan kiri atau kanan bawah pusar



i. Incisional : batang usus atau organ lain menonjol melalui jaringan parut yang lemah.



2) Macam-macam Hernia berdasarkan terjadinya: a.



Hernia bawaan atau kongenital Patogenesa



b.



Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat)



3) Macam-macam Hernia menurut sifatnya : a.



Hernia reponibel/reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.



b.



Hernia ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peri tonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus = perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.



b.



Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer = penjara), yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.Secara klinis “hernia inkarserata” lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai “hernia strangulata”. Hernia strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu mendapat pertolongan segera.



E. MANIFESTASI KLINIS 1. Pada Orang Dewasa a) Laki-laki o Benjolan di daerah inguinal dapat mencapai skrotum o Benjolan timbul bila berdiri atau mengejan dan bila berdiri lama/mengejan kuat maka benjolan makin membesar. o Terasa nyeri bila terjadi incarserata dan terasa kram apabila benjolannya besar. b) Wanita Benjolan dapat mencapai labium majus. 2. Pada Anak-anak Bila menangis, timbul benjolan pada abdomen bagian bawah, dapat mencapai skrotum atau labium majus, bila berbaring benjolan akan hilang karena isi kantong hernis masuk ke dalam kavum abdomen.



F. KOMPLIKASI 1. Perlekatan / hernia akreta 2. Hernia irreponibel 3. Jepitan → vaskularisasi terganggu → iskhemi → gangrene → nekrosis 4. Infeksi 5. Obstipasi → obstruksi / konstipasi 6. Hernia incarserata → Illeus



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus. 2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000– 18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit. 3. EKG



4. USG 5. Keadaan umum penderita biasanya baik. bila benjolan tidak tampak makapenderita disuruh menejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila adahernia maka akan tampak benjolan. Bila benjolan itu dapat dimasukan kembali.Penderita dalam posisi tidur, bernafas dengan mulut untuk mengurangi tekananintra abdominal, lalu angkat skrotum perlahanlahan. Bila benjolan itu dapatmasuk, maka diagnosis pasti hernia dapat ditegakan. Diagnosis pasti hernia jugadapat ditegakan bila terdengar bising usus pada benjolan tersebut 6. Keadaan cicin hernia perlu pula diperiksa. Caranya adalah dengan mengikutifasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis interna. Pada keadaan normal,maka jari tangan tidak dapat masuk, maka penderita disuruh mengejan dan rasakanapakah ada massa yang menekan. Bila massa itu menekan ujung jari, maka ituadalah hernia inguinalis lateralis. Sedang bila menekan sisi jari, makadiagnosisnya adalah hernia ingunalis medialis.



H. PENATALAKSANAAN Pengobatan konservatif terbatas mulai tindakan melakukan reposisi. Dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada orang dewasa, pembedahan dianjurkan untuk menghindari kemungkinan komplikasi terutama jika hernia umbilikalis menjadi lebih besar dan terasa sakit. Jenis pembedahan tergantung pada ukuran hernia dan lokasinya serta jika termasuk hernia berulang (kambuh). Pembedahan hanya



satu-satunya pengobatan untuk memperbaiki hernia. Pembedahan dapat dilakukan dengan teknik pembedahan perbaikan terbuka dan Laparoskopi. Perbaikan dapat dilakukan dengan menggunakan jahitan saja atau dengan menambahkan jaringan. 1.



Konservatif a.



Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.



b.



Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali.



c.



Istirahat baring



d.



Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.



e.



Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala.



2.



Reposisi Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es diatas hernia. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi segera.



3.



Operatif Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioraphy.



a.



Herniotomy Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong



b.



Hernioraphy Pada hernioplasti/hernioraphy dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti mencegah terjadinya residif. Dikenal berbagai metode hernioplastik seperti metode Bassini, atau metode McVay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.



BAB II KONSEP KEPERAWATAN



A. PENGKAJIAN 1. Identitas Meliputi nama, unsure, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekrjaan, no register, diagnosa medis, dan tanggal MRS. 2. Keluhan Utama Adanya benjolan di inguinalis masuk bila klien tidur dan klien mengejar, menangis, berdiri, mual – mual, muntah. Bila adanya komplikasi ini menciptakan gejala klinis yang khas pada penderita HIL. 3. Riwayat Kesehatan yang Lalu Biasanya px dengan HIL akan mengalami penyakit kronis sebelumnya. Missal : adanya batuk kronis, gangguan proses kencing (BPH). Kontipasi kronis, ascites yang semuanya itu merupakan factor predis posisi meningkatnya tekanan intra abdominal. 4. Riwayat Kesehatan Sekarang Pada umunya penderita mengeluh merasa adanya benjolan di selangkangan / di daerah lipatan pada benjolan itu timbul bila penderita berdiri lama, menangis, mengejar waktu defekasi atau miksi mengangkat benda berat dsb, sehingga ditemukan rasa nyeri pada benjolan tersebut. Selain itu juga di dapatkan adanya gejala lain seperti mual dan muntah akibat dari peningkatan tekanan intra abdominal. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit HIL atau penyakit menular lainnya.



6. Pengkajian Psikososialspiritual a) Kecemasan praoperatif Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan kecemasan yang terekspresikan dalam berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan. Pasien yang cemas sering mengalami ketakutann atau perasaan tidak tenang. Berbagai bentuk ketakutan muncul seperti keakuratan akan hal yang tidak diketahui, misalnya terhadap pembedahan, anestesi, masa depan, keunangan, dan tanggung jawab keluarga. Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk menggali peran orang terdekat, baik dari keluarga maupun sahabat pasien. Adanya sumber dukungan orang dekat akan menurnkan kecemasan. b) Perasaan Perawat dapat mendeteksi perasaan pasien mengenai pembedahan dari perilaku dan perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya sering bertanya, tampak tidak nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan keluarga. c) Kepercayaan Spiritual Kemampuan yang paling berguna bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah kemampuan untuk mendengarkan pasien, terutama saat mengumpulkan prinsip-prinsip komunikasi dan wawancara, perawat dapat mengumpulkan prinsipprinsip komunikasi dan wawancara, perawat dapat mengumpulkan informasi dan wawasan yang sangat berharga. Perawat yang tenang, memperhatikan, dan pengertian akan menimbullkan rasa percaya pasien. d) Pengetahuan, presepsi, dan pemahaman Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk



menghadapi



pembedahan.



Dengan



mengidentifikasi



pengetahuan, persepsi, dan pemahaman pasien, dapat membantu perawat



merencanakan



mempersiapkan



kondisi



penyuluhan emosional



dan



tindakan



untuk



pasien.



Apabila



pasien



dijadwalkan menjalani bedah sehari, maka pengkajian dapat dilakukan diruang praktik dokter atau rumah pasien. 7. Pemerikasaan Fisik a) Tanda-tanda Vital Pemeriksaan fisik awal adalah pemeriksaan tanda-tanda vital, untuk menentukan status kesehatan atau untuk menilai respon pasien terhadap stres terhadap intervensi pembedahan. Pengukuran TTV memberi data untuk menentukan status kesehatan pasien yang llazim, seperti respon terhadap stres fisik dan psikologis, terapi medis dan keperawatan, atau menandakan perubahan fungsi fisiologis. Perubahan TTV menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan dan medis praoperatif. b) Pengkajian tingkat kesadaran Penilaian tingkat respon kesadaran secara umum dapat mempersingkat pemeriksaan. Pada keadaan emergensi, kondisi pasien dan waktu pengumpulan data penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas. Oleh karena itu Glasgow Coma Scale/GCS dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut memngkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat tiga respon utama pasien terhadap lingkungan, yaitu: membuka mata, mengucapkan kata, dan gerakan. c) Mulut, bibir, lidah dan palatum Kondisi membran mukosa mulut menunjukkan status dehidrasi. Pasien dehidrasi berisiko mengalami ketidak seimbanagn cairan dan elektrolit yang serius selama pembedahan. d) Sistem saraf Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit neurologis kemungkinan menunjukkan gangguan tingkat kesadaran atau perubahan perilaku. Tingkat kesadaran dapat berubah karena



anestesi umum, namun setelah efek anestesi menghilang, tingkat respon pasien akan kembali pada tingkat respon sebelum operasi. e) Sistem pernapasan Pemeriksaan praoperatif sistem pernapasan dapat menjadi data dasar rencana intervensi pascaoperatif. Pemeriksaan dimulai dengan melihat (inspeksi) keadaan umum sistem pernapasan dan tanda-tanda abnormal seperti sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk, dan lainnya. Pada palpasi, perawat menilai adanya kelainan pada dinding toraks dan merasakan perbedaan getaran suara napas. Kelainan yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti: nyeri tekan, adanya emfisema sbkutan, atau terdapat penurunan getaran suara napas pada satu sisi akibat adanya cairan atau udara pada rongga pleura. Untuk



menentukan



kondisi



paru-paru,



perawat



mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan. Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan apakah pasien mengalami kongesti paru atau penyempitan jalan napas. f) Sistem kardiovasklar Pemeriksaan tekanan darah praoperatif dilakukan untuk menilai adanya peningkatan darah di atas normal (hipertensi) yang berpengaruh



pada



kondisi



hemodinamik



intraoperatif



dan



pascaoperatif. Apabila pasien mempunyai penyakit jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. Setelah pembedahan, maka perawat harus membandingkan frekuensi dan irama nadi dengan data yang diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan anestesi, perubahan dalam keseimbangan cairan, dan stimulasi respon stres akibat pembedahan dapat menyebabkan disritmia jantung.



g) Abdomen dan panggul Hepar berperan penting dalam biotransformasi senyawasenyawa anestesi. Oleh karena itu segala bentuk kelainan hepar berefek pada bagaimana anestesi tersebut dimetabolisme. Karena penyakit hepar akut berkaitan dengan mortalitas bedah yang tinggi, maka perbaikan fungsi hepar pada fase praoperatif sangat diperlukan. Pengkajian yang cermat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan fungsi hepar. Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar. Perawat juga menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan memerlukan manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi umum, maka peristaltik tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang atau berkurang selama beberapa hari setelah operasi h) Status Nutrisi Perbaikan jaringan normal da resistensi terhadap infeksi bergantung pada status nutrisi yang cukup. Pembedahan akan meningkatkan kebutuhan nutrisi. Setelah pembedahan pasien membutuhkan minimal 1500 kkal/hari untuk mempertahankan cadangan energi. Namun jika pasien malnutrisi harus menjalani prosedur darurat, maka upaya perbaikan nutrisi dilakukan setelah pembedahan. 8. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan laboratorium o Analisah slarah, untuk mengetahui jumlah darah seluruhnya, Hb faal hemostasis, dan jumlah lekosit. o Analisah urin untuk mengetahui adanya infeksi saluran kencing. b) Pemeriksaan penunjang o foto thorax, untuk mengetahui keadaan dari jantung dan paru. o Pemeriksaan ECG, dilakukan pada pasien yang berusia  45 th.



B. DIAGNOSA 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penyakit, diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi. 2. Ansietas berhubungan dengan tindakan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.



C. INTERVENSI



Ansietas b.d kurang



NOC/Tujuan KH Tujuan: dalam waktu



Ansietas



pengetahuan tentang



1x24 jam tingkat



1. Bantu pasien mengekspresikan



pembedahan yang akan



kecemasan pasien



perasaan marah, kehilangan, dan



dilaksanakan dan hasil



berkurang atau



takut.



akhir pascaoperatif.



hilang.



Do:



Kriteria hasil :



Diagnosa keperawatan



-



Wajah tegang



-



Peningkatan keringat



-



Suara bergetar



-



Kontak mata buruk



mengenali perasaan



Ds:



ansietasnya



-



-



Mengatakan secara



a. Pasien menyatakan kecemasan berkurang b. Pasien mampu



2. Kaji tanda ansietas verbal dan nonvervbal. 3. Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi. 4. Beri dukungan prabedah. 5. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat



Pasien dapat



6. Tingkatkan kontrol sensasi pasien



verbal perasaan takut



mengidentifikasi



7. Orientasikan pasien terhadap



terhadap tindakan



penyebab atau faktor



prosedur rutin dan aktivitas yang



Mengatakan secara



yang memengaruhi



diharapkan.



verbal ketidaksiapan



ansietasnya



akan tindakan



c.



Intervensi / NIC



d. Pasien kooperatif terhadap tindakan e.



Wajah pasien tampak rileks



8. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya. 9. Berikan privasi pada pasien dan orang terdekat. 10. Berikan anticemas sesuai indikasi, seperti diazepam.



Gangguan rasa nyaman Tujuan: dalam waktu Pain Management (nyeri)



berhubungan 2x24 jam pasien nyeri



dengan



penyakit, pasien berkurang.



diskontuinitas



jaringan Kriteria hasil:



akibat tindakan operasi.



a. Pasien mampu mengontrol nyeri b. Pasien kooperatif



1. Lakukan pengkjaian nyeri secara komprehensif 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri



pada setiap



4. Kurangi presipitasi nyeri



intervensi



5. Ajarkan tentang teknik non



keperawatan c. Pasien menyatakan nyeri berkurang d. Pasien mengenali nyeri



farmakologis 6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 8. Tingkatkan istirahat 9. Monitor penerimaan pasien tentang mananjemen nyeri



DAFTAR RUJUKAN



Barbara, E. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC. Carpenito, L. J. 1995. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan. Jakarta: EGC. Doenges, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. Jakarta: EGC. Griffith, H. W. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: EGC. Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC. Newman, W. A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Nurarif, A.H., & Kusuma, A. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction. Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: FKUI.