LP Dan Instek HIL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA INGUINALIS LATERALIS



A. Konsep Dasar 1. Pengertian Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000). Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. (Cecily L. Betz, 2004). Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004).



2. Anatomi Fisiologi Otot-otot dinding perut dibagi empat yakni musculus rectus abdominis, musculus, obliqus abdominis internus, musculus transversus abdominis. Kanalis inguinalis timbul akibat descensus testiculorum, dimana testis tidak menembus dinding perut melainkan mendorong dinding ventral perut ke depan. Saluran ini berjalan dari kranio-lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum inguinalis, panjangnya : + 4 cm. (Brunner & Suddarth, 2000) Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas bagian proksimedial (Martini, H 2001). Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversal



yang kuat yang menutupi triganum hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Martini, H 2001).



3. Klasifikasi Hernia inguinalis, terdiri dari 2 macam yaitu : 1) Hernia inguinalis indirect atau disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia yang terjadi melalui cincin inguinal dan mengikuti saluran spermatik melalui kanalis inguinalis (Lewis,SM, 2003). 2) Hernia inguinalis direct yang disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia yang menonjol melalui dinding inguinal posterior di area yang mengalami kelemahan otot melalui trigonum hesselbach bukan melalui kanalis, biasanya terjadi pada lanjut usia (Ignatavicus,dkk 2004).



4. Etiologi Menurut Black,J dkk (2002).Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania: W.B Saunders, penyebab hernia inguinalis adalah : 1) Kelemahan otot dinding abdomen.  Kelemahan jaringan  Adanya daerah yang luas diligamen inguinal  Trauma 2) Peningkatan tekanan intra abdominal.  Obesitas  Mengangkat benda berat  Mengejan à Konstipasi  Kehamilan  Batuk kronik  Hipertropi prostate 3) Faktor resiko: kelainan congenital



5. Patofisiologi Hernia berkembang ketika intraabdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi



kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren (Oswari, E. 2000). Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen (Nettina, 2001).



Pathway Hernia Inguinalis Lateralis



6. Manifestasi Klinik a. Penonjolan di daerah inguinal b. Nyeri pada benjolan/bila terjadi strangulasi. c. Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen seperti kram dan distensi abdomen.



d. Terdengar bising usus pada benjolan e. Kembung f. Perubahan pola eliminasi BAB g. Gelisah h. Dehidrasi i. Hernia biasanya terjadi/tampak di atas area yang terkena pada saat pasien berdiri atau mendorong.



7. Pemeriksaan Penunjang a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus. b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih (Leukosit: >10.000– 18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit.



8. Komplikasi a. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus. b. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata. c. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata. d. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis. e. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan obstipasi. f. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki, g. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah, h. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi. i. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.



9. Manajemen bedah 1) Perawatan pre operasi Persiapan fisik dan mental pasien dan pasien puasa dan dilavamen pada malam sebelum hari pembedahan. 2) Perawatan post operasi



a. Hindari batuk, untuk peningkatan ekspansi paru, perawat mengajarkan nafas dalam. b. Support scrotal dengan menggunakan kantong es untuk mencegah pembengkakan dan nyeri. c. Ambulasi dini jika tidak ada kontraindikasi untuk meningkatkan kenyamanan dan menurunkan resiko komplikasi post operasi. d. Gunakan tehnik untuk merangsang pengosongan kandung kemih. e. Monitoring intake dan output. f. Palpasi abdomen dengan hati-hati. g. Intake cairan > 2500 ml/hari (jika tidak ada kontraindikasi) untuk mencegah dehidrasi dan mempertahankan fungsi perkemihan. h. Bila pasien belum mampu BAK, dapat dipasang kateter karena kandung kemih yang distensi dapat menekan insisi dan menyebabkan tidak nyaman. i. Pemakaian celana suppensoar. 3) Discharge Planning : a. Hindari mengejan, mendorong atau mengangkat benda berat. b. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan bersih, mengganti balut steril setiap hari dan kalau perlu. c. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi diet tinggi serat dan masukan cairan adekuat.



B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 



Pengumpulan data Identitas klien Meliputi nama, unsure, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekrjaan, no register, diagnosa medis, dan tanggal MRS.







Keluhan utama Adanya benjolan di inguinalis masuk bila klien tidur dan klien mengejar, menangis, berdiri, mual – mual, muntah. Bila adanya komplikasi ini menciptakan gejala klinis yang khas pada penderita HIL







Riwayat kesehatan lalu Biasanya kx dengan HIL akan mengalami penyakit kronis sebelumnya. Missal : adanya batuk kronis, gangguan proses kencing (BPH). Kontipasi kronis, ascites yang semuanya itu merupakan factor predis posisi meningkatnya tekanan intra abdominal.







Riwayat kesehatan sekarang Pada umunya penderita mengeluh merasa adanya benjolan di selangkangan / di daerah lipatan pada benjolan itu timbul bila penderita berdiri lama, menangis, mengejar waktu defekasi atau miksi mengangkat benda berat dsb, sehingga ditemukan rasa nyeri pada benjolan tersebut. Selain itu juga di dapatkan adanya gejala lain seperti mual dan muntah akibat dari peningkatan tekanan intra abdominal.







Riwayat kesehatam keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit HIL atau penyakit menular lainnya.







Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran, GCS, Vital sigh, bb dan Tb







Pemeriksaan laboratorium Analisah darah, untuk mengetahui jumlah darah seluruhnya Hb faal hemostasis, dan jumlah lekosit. Analisah urin untuk mengetahui adanya infeksi saluran kencing.







Pemeriksaan penunjang foto thorax, untuk mengetahui keadaan dari jantung dan paru. Pemeriksaan ECG, dilakukan pada pasien yang berusia³ 45 th.



2. Diagnosa Pre Op a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik b. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, rencana operasi c. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi, terbatasnya kognitif pasien. intra operasi a. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan b. Risiko cidera berhubungan dengan pemasangan plat diatermi (arde) Post Op a.



Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, lika post pembedahan



b. Defisit / syndrom defisit self care berhubungan dengan kelamahan



3. Rencana Keperawatan Diagnosa Pre Op dan Post Op



Diagnosa keperawatan intra operasi 1.



Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan



2.



Risiko cidera berhubungan dengan pemasangan plat diatermi (arde)



DIAGNOSA Risiko perdarahan b/d tindakan pembedahan



Risiko cidera b/d pemasangan plat diatermi (arde)



TUJUAN DAN KRITERIA HASIL NOC:  Blood lose severity  Blood koagulation KH:  Tidak ada hematuria dan hematemesis  Kehilangan darah yang terlihat  Tekanan darah dalam batas normal sistole dan diastole  Tidak ada distensi abdominal  Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal NOC:  Risk control KH:  Klien terbebas dari cidera



INTERVENSI NIC: 1. Monitor ketat tanda-tanda perdarahan 2. Identifikasi penyebab perdarahan 3. Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan 4. Monitor trend tekanan darah dan parameter hemodinamik (CVP, pulmonary capillary/artery wedge pressure) 5. Monitor status cairan yang meliputi intake dan output 6. Pertahankan patensi IV line 7. Kolaborasi dalam pemberian produk darah



NIC: 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya



LAPORAN TEKNIK INSTRUMENTASI DENGAN TINDAKAN HERNIOTOMY HERNIORAPHY ATAS INDIKASI HERNIA INGUINALIS LATERALIS DEXTRA DI KAMAR OPERASI LAVALETTE



OLEH : ALFIANA TIRTA NINGRUM 1601460017



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG 2020



A. Pengertian Hernia adalah merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo apeneurotik dinding perut (R. Sjamsuhidayat, 2004). Hernia Inguinalis adalah visera menonjol ke dalam kanal inguinal pada titik di mana tali spermatik muncul pada pria,dan di sekitar ligamen wanita (Monika Ester, 2004).Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi penonjolan dibawah inguinalis,di daerah lipatan paha. B. Terapi Herniotomy adalah pemotongan untuk memperbaiki hernia (Dorland, 1998). Hernioraphy adalah membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastic untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis. C. Indikasi :  Indikasi Herniotomi dilakukan pada pasien yang mengalami hernia dimana tidak dapat kembali dengan terapi konservatif.  Kontraindikasi Adanya peninggian tekanan intra abdomen: hipertrofi prostat, kelainan paru-paru. D. PERSIAPAN LINGKUNGAN 1) Mengatur dan mengecek fungsi mesin couter, lampu operasi, meja mayo dan meja instrument. 2) Memasang U- Pad on steril dan doek pada meja operasi. 3) Mempersiapkan linen dan instrument steril yang akan dipergunakan. 4) Mempersiapkan dan menempatkan tempat sampah medis agar mudah dijangkau. 5) Mengatur suhu ruangan. E. PERSIAPAN PASIEN 1) Pasien dipersiapkan dalam kondisi bersih dan mengenakan pakaian khusus masuk kamar operasi. 2) Pasien harus puasa. 3) Pasien / Keluarga telah menandatangani persetujuan tindakan kedokteran yaitu operasi. 4) Lepas gigi palsu dan semua perhiasan bila ada. 5) Vital sign dalam batas normal. 6) Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi supine di meja operasi. 7) Pasien dilakukan tindakan pembiusan dengan anastesi Spinal. F. PERSIAPAN ALAT a) Instrument Meja Mayo  Desinfeksi klem  Towel klems (duk klem)  Surgical scissor curve (gunting kasar bengkok)  Metzenbaum scissor (gunting mebzemboum)  Tissue forceps (pinset cirurgis)  Dissecting forceps (pinset anatomis)



: : : : : :



1 5 1 1 2 2



 Handle (handvat mess) no. 3  Delicate hemostatic forcep (musquito klem)  Hemostatic forceps pean  Delicate hemostatic forcep Kocher (klem kokher)  Needle holder  Langen beck (retractor US army)  Kokher sonde b) Instrument penunjang Instrumen penunjang steril di meja instrumen  Bengkok  Cucing  Mangkok / kom  Handpiece couter Instrumen penunjang on steril  Mesin couter  Lampu operasi  Meja operasi  Meja instrumen  Meja mayo  Troli waskom  Viewer rontgen  Tempat sampah Persiapan linen  Duk besar  Duk kecil  Gaun operasi  Sarung meja mayo  Handuk Persiapan bahan habis pakai  Handscoon 6/7/7,5/8  Mess no. 10  NS 1000cc  Povidon iodine  Spuit 10 cc  Hypavix  Kassa steril  Kassa roll  Deppers  Still deppers  Sufratul  DC no. 16  Urobag  Jelly  Vicryl 2-0  Premiline 2-0  Under pad on & steril  Hibiscrub  Poly proprolene Mesh 6 x 12 cm  Towel



: : : : : : :



1 1 4 5 2 2 1



: : : :



2 2 1 1



: : : : : : : :



1 1 1 1 1 1 1 1



: : : : :



6 4 5 1 6



: Secukupnya : 1 : 1 : 100 cc : 1 : secukupnya : 20 lembar : 1 : 3 buah : 1 buah : 1 : 1 : 1 : secukupnya : 1 : 1 : 1/1 : 60 cc : 1 : 1



INSTRUMENTASI TEKNIK



Sign In (konfirmasi identitas, informed consent pasien, sign mark area operasi, kesiapan mesin anastesi dan pulse oksimetri). 1) Pasien datang, cek kelengkapan data pasien. 2) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi. 3) Setelah tim anasthesi melakukan induksi (SAB), pasien diposisikan terlentang kemudian pasang screen anastesi dan ground couter di kaki kanan pasien. 4) Kemudian perawat sirkuler memasang folley chateter no. 16 + urobag, lalu mencuci daerah operasi dengan cairan antiseptic (hibiscrub). 5) Perawat instrumen melakukan surgical scrub, gowning dan gloving selanjutnya membantu operator dan asisten untuk gowning, dan gloving. 6) Perawat instrument membantu gowning dan gloving pada operator dan asisten. 7) Berikan desinfeksi klem dan 3 deppers dengan iodine povidone dalam cucing ke operator untuk melakukan desinfeksi lapangan operasi. 8) Melakukan drapping : a. Duk kecil (1) atau underpad steril untuk bagian bawah skrotum. b. Duk besar (1) untuk bagian bawah area operasi c. Duk besar (1) untuk bagian atas area operasi. d. Duk sedang (2) untuk kanan dan kiri, fiksasi dengan 4 duk klem. e. Duk besar tipis (1) untuk melapisi bagian bawah. 9) Pasang kabel couter dan fiksasi dengan towel klem, lalu dekatkan meja mayo dan meja instrumen. 10) Berikan kasa kering pada operator untuk membersihkan lapangan operasi dari larutan desinfektan. Time out (konfirmasi nama tim operasi, pemberian antibiotik profilaksis, tindakan darurat di luar standart operasi, estimasi lama operasi, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus selama pembiusan, sterilitas alat instrumen bedah). 11) Berikan pincet cirurgis dan betadine ke operator untuk marking area insisi. 12) Berikan handvat mess no 3 dengan mess no. 10 melalui bengkok ke operator untuk melakukan insisi kulit, dan berikan mosquito, kasa dan pincet cirurgis ke asisten untuk membantu operator. 13) Berikan couter & pincet cirurgis ke operator untuk memperdalam insisi pada fat sampai tampak fasia.



14) Berikan langen beck (2) untuk memperlebar area operasi, lalu berikan mess no. 10 untuk membebaskan fasia, dan kokher (2) untuk menjepit fasia yang terbuka, kemudian berikan gunting jaringan kasar/mayo untuk melebarkan insisi fasia. 15) Setelah ditemukan muskulus, berikan still deppers basah + kokher untuk split mencari funikulus spermatikus. Kemudian berikan kassa rol yang telah dibasahi dengan NS sebagai tegel funikulus (ujung kassa rol dijepit dengan kokher). 16) Berikan pinset anatomis (2) untuk mencari kantong, setelah ditemukan kantong dibuka dengan gunting metzembaum. 17) Berikan kokher (4) untuk menjepit kantong di 4 tempat. Setelah itu operator mengecek apakah isi hernia sudah keluar dari kantong hernia atau belum dengan cara memasukkan jari kedalam kantong atau dengan cara kantong dipluntir. 18) Lalu berikan kassa basah untuk membebaskan sampai tampak preperitonial fat, lalu berikan needle holder + vicryl 2-0 untuk jahit bagian pangkal kantong hernia dengan tehnik tabagzaknat, lalu dipotong dengan couter. 19) Berikan kassa dan pean untuk mengecek / merawat perdarahan. Setelah dipastikan tidak ada perdarahan, tutup luka operasi lapis demi lapis. 20) Berikan poly proprolene mesh untuk hernioraphy pada dinding abdomen yang difiksasi ke tuberculum pubicum, ligamentum inguinalis & con joint tendon dengan jahitan prolene 2-0. Sign Out (hitung jumlah kasa, dan jumlah alat, kesesuaian jenis tindakan). 21) Pasang kokher di kedua sisi untuk mempermudah menjahit. 22) Berikan needle holder + vicryl 2-0 + pincet cirurghis untuk jahit fasia sampai fat, klem + gunting mayo ke asisten. 23) Berikan needle holder + premiline 2-0 untuk jahit kulit. 24) Setelah area operasi selesai dijahit, berikan kasa basah dan kering untuk membersihkan area operasi. 25) Tutup luka dengan sufratul, lalu kasa dan hypavix sesuai ukuran. 26) Operasi selesai, bereskan semua instrument, dan kabel couter dilepas. 27) Rapikan pasien, bersihkan bagian tubuh pasien dari bekas betadin yang masih menempel dengan menggunakan towel. 28) Pindahkan pasien ke brankart, dorong ke ruang recovery.



Dekontaminasi dan pengelolaan 29) Semua instrument didekontaminasi menggunakan larutan enzymatic detergent. Rendam selama 10 - 15 menit lalu cuci, bersihkan dan keringkan, kemudian alat diinventaris dan diset kembali bungkus dengan kain siap untuk disterilkan. 30) Bersihkan ruangan dan lingkungan kamar operasi, rapikan dan kembalikan alatalat yang dipakai pada tempatnya.



31) Inventaris bahan habis pakai pada depo farmasi.



DAFTAR PUSTAKA



Cameron, J.L. 1997. Terapi Bedah Mutakhir. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Doenges, M.E. Moorhouse, M.F.Geissles A.C. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Alih Bahasa : I Made Karrasa N, Made Sunarwati. Jakarta : EGC. Engram, B. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Alih Bahasa : Sumaryati Sembu. Jakarta : EGC. Johnson, Marion, 1997, IOWA INTERVENTION PROJECT, Nursing Outcome Classification ( NOC ), St. Louis: Mosby. Mc. Closkey, Joanne C., 1996, IOWA INTERVENTION PROJECT, Nursing Intervention Classification ( NIC ). St. Louis: Mosby. Nanda, A. 2000. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta :P Prima Medika. Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : FKUI. Sjamsuhidayat, R. Jong, W.D. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC.



LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PASIEN HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI IBS RUMAH SAKIT LAVALETTE MALANG



Oleh : ALFIANA TIRTA NINGRUM NIM . 1601460017



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG 2020