LP Hiperkalemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN DENGAN HIPERKALEMI A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi / Pengertian Hiperkalemia adalah suatu keadaan abnormal, dimana konsentrasi serum potassium (kalium) dalam tubuh terlalu tinggi. Hiperkalemia terjadi ketika asupan kalium untuk tubuh tidak mampu mengimbangi kerja ginjal untuk mengeluarkan kadar kalium dari dalam tubuh. Penyakit yang dapat mengakibatkan akumulasi kelebihan kalium karena penurunan eksresi kalium urine, diantaranya adalah gagal ginjal baik gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis, penggunaan obat kalium diuretik, dan sekresi aldosteron yang tidak cukup. Hiperkalemia juga dapat terjadi akibat pergeseran intraseluler kalium ke dalam sirkulasi. Hal ini dapat terjadi karena pecahnya sel darah merah (hemolisis) atau terjadinya kerusakan jaringan seperti pada trauma atau luka bakar yang parah. Gejala hiperkalemia diantaranya, kesemutan pada tangan dan kaki, kelemahan otot, dan terjadinya lumpuh yang bersifat sementara (Aung, S., 2016). Hiperkalemia adalah konsentrasi dimana kalium serum lebih tinggi daripada normal. Hiperkalemia dapat terjadi pada kerusakan jaringan seperti pada cedera mekanis yang berat. Selain itu, pasien dengan gagal ginjal dan gangguan eksresi kalium dapat mengalami kelebihan kalium apabila asupan kalium melalui makanan tidak dibatasi. Hyperkalemia adalah suatu kondisi dimana terlalu banyak kadar kalium didalam darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel organ, sisanya beredar dalam aliran darah. Kalium membantu sel sel saraf dan otot, termasuk fungsi jantung. Ginjal adalah organ yang berfungsi mempertahankan konsentrasi kalium dalam darah tetap dalam kadar yang normal, namun pada kondisi tertentu seperti pada kasus gagal ginjal kronik dapat menyebabkan hyperkalemia. Obat atau diet yang tidak sehat juga dapat mempengaruhi kadar kalium darah. Hyperkalemia dapat mengancam kehidupan dan harus diobati (Wendro B, 2015) 2. Anatomi Fisiologi a.



Anatomi Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan



meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal (Snell, 2006). Menurut



Baradero,



dkk.



(2005),



ginjal



adalah



sepasang



organ



retroperitoneal yang integral dengan homeostasis tubuh dalam mempertahankan keseimbangan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme dan menyesuaikan ekskresi air dan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal. Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal dexter terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior b.



Fisiologi Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potasium, serta keseimbangan asam-basa dari tubuh. (Ganong, 2009). Menurut Prabowo dan Pranata (2014), ginjal memiliki fungsi sebagai berikut: 1.



Mengekskresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh, antara lain: urea, asam urat, amoniak, kreatinin, garam anorganik, bakteri dan juga obat-obatan. Jika zat-zat ini tidak diekskresikan oleh ginjal, maka tubuh akan diracuni oleh kotoran yang dihasilkan oleh tubuhnya sendiri. Bagian ginjal yang berfungsi untuk menyaring adalah nefron.



2.



Mengekskresikan kelebihan gula dalam darah.



3.



Membantu keseimbangan air dalam tubuh, yaitu mempertahankan tekanan osmotik ekstraseluler.



4.



Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.



5.



Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidtronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.



3. Penyebab Hiperkalemia Hiperkalemia bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari gangguan kesehatan hingga efek samping obat-obatan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar kalium dalam darah: a.



Gangguan fungsi ginjal Segala penyakit atau kondisi yang bisa menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal dapat mengakibatkan hiperkalemia. Pasalnya, salah satu fungsi ginjal adalah membuang kelebihan kalium dari dalam tubuh. Maka ketika fungsi ginjal terganggu, kadar kalium di dalam tubuh akan meningkat. Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal adalah: 1) Gagal ginjal akut 2) Gagal ginjal kronis 3) Lupus nefritis 4) Penyakit saluran kemih, seperti batu saluran kemih (urolithiasis) 5) Reaksi penolakan dari transplantasi organ



b.



Penyakit kelenjar adrenal Kelenjar adrenal adalah kelenjar kecil di atas ginjal yang berfungsi menghasilkan hormon kortisol dan aldosteron. Hormon aldosteron membantu mengatur jumlah natrium dan cairan di ginjal, serta mengeluarkan kalium melalui urine. Jika kadar hormon aldosteron berkurang, maka jumlah kalium dalam darah akan meningkat. Oleh sebab itu, penyakit kelenjar adrenal yang menyebabkan penurunan kadar hormon aldosteron, seperti penyakit Addison, dapat menyebabkan kadar kalium dalam darah meningkat.



c.



Pelepasan kalium ke aliran darah Normalnya, kalium lebih banyak berada di dalam sel-sel tubuh daripada di luar sel-sel tubuh. Oleh karena itu, segala kondisi yang meningkatkan pelepasan kalium ke luar sel-sel tubuh dapat menyebabkan hiperkalemia. Kondisi tersebut antara lain: 1)



Diabetes tipe 1



2)



Anemia hemolitik



3)



Ketoasidosis diabetik



4)



Rhabdomyolysis



5)



Sindrom tumor lisis



6)



Cedera



d.



7)



Luka bakar



8)



Tindakan operasi



9)



Donor darah



Penggunaan obat-obatan Sejumlah obat-obatan dapat menurunkan kemampuan tubuh dalam mengeluarkan kalium melalui urine. Akibatnya, kadar kalium dalam darah menjadi meningkat. Obat-obatan tersebut antara lain: 1) Diuretik hemat kalium, seperti spironolactone 2) Obat antiflamasi nonsteroid (OAINS), seperti ibuprofen dan aspirin 3) ACE inhibitors, seperti captopril 4) Obat penghambat reseptor angiotensin (ARBs), seperti candesartan 5) Penghambat BETA, seperti propanolol 6) Heparin 7) Suplemen kalium



4. Manifestasi Klinis Gejala hiperkalemia tergantung pada tingginya kadar kalium dalam darah. Pada beberapa kasus, penderita hiperkalemia tidak mengalami gejala apapun. Namun bila kadar kalium di dalam darah naik cukup tinggi, dapat muncul keluhan berupa: a.



Lemas atau lemah otot



b.



Mual dan muntah



c.



Kesemutan dan mati rasa



d.



Nyeri dada



e.



Gangguan pernapasan



f.



Jantung berdebar



g.



Kelumpuhan



h.



Henti jantung yang dapat menyebabkan kematian



5. Patofisiologi Terjadinya Penyakit Patofisiologi terjadinya Hiperkalemia berwal dari pasien memiliki penyakit bawaan yaitu GGK (Gagal Ginjal Kronik) yang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal salah satunya yaitu terjadinya Hiperkalemia. Hiperkalemia merupakan kelebihan kalium atau hiperkalemia biasanya akibat dari disfungsi ginjal sementara atau permanen. Kelebihan ini sering terjadi dalam kaitannya dengan gagal ginjal. Kelebihan ini juga dapat terjadi sementara (dengan fungsi ginjal normal) setelah trauma jaringan mayor atau setelah tranfusi cepat darah yang disimpan di bank darah. Kalium serum akan meningkat karena penyerapan kalium yang meningkat, penurunan eksternal ginjal, kematian sel dan pelepasan kalium serta keadaan yang menimbulkan



hipoaldosteronisme. Pada hiperkalemia terpenting pada klinik gagal ginjal akut (ARF). Tidak bijaksana untuk melakukan operasi, kecuali bila kalium dapat dibuang terlebih dahulu. Hemodialisis atau dialysis peritoneum merupakan pilihan terbaik (Tambayong, 2016). 6. Klasifikasi Hiperkalemia Kadar kalium normal di dalam darah adalah 3,5ꟷ5,0 mEq/L. Seseorang baru dikatakan menderita hiperkalemia apabila kadar kalium di dalam darah lebih dari 5,0 mEq/L. Berdasarkan tingginya kadar kalium dalam darah, hiperkalemia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: a.



Hiperkalemia ringan, yaitu kadar kalium dalam darah 5,1ꟷ6,0 mEq/L



b.



Hiperkalemia sedang, yaitu kadar kalium dalam darah 6,1ꟷ7,0 mEq/L



c.



Hiperkalemia berat, yaitu kadar kalium dalam darah di atas 7,0 mEq/L



7. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat menunjukkan diagnosis hiperkalemia adalah pemeriksaan elektrolit. Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan mencakup EKG dan fungsi ginjal. a.



Elektrolit Pemeriksaan elektrolit yang dilakukan meliputi evaluasi kadar kalium, natrium, dan kalsium dalam serum. Kadar kalsium serum penting untuk diperiksa karena hipokalsemia dapat memperburuk efek hiperkalemia pada jantung. Nilai referensi kadar kalium dalam darah adalah 3,5-5,0 meq/L. Jika kadar kalium lebih dari 5,0-5,5 mEq/L maka diagnosis hiperkalemia dapat ditegakkan.



b.



Elektrokardiografi (EKG) Peningkatan kalium ekstrasel memiliki beberapa efek pada elektrofisiologi miokard yang berkontribusi pada gangguan konduksi jantung. Ketika terjadi peningkatan kalium ekstrasel, gradien kalium intrasel ke ekstrasel menurun, sehingga menurunkan potensi membran istirahat. Peningkatan kalium ekstrasel juga meningkatkan permeabilitas membran terhadap kalium, menurunkan resistensi membran, meningkatkan arus repolarisasi, dan memperpendek potensial aksi transmembran. Kelainan EKG klasik yang dapat ditemukan pada kasus hiperkalemia adalah gelombang T yang tinggi yang merefleksikan penurunan ambang batas depolarisasi cepat dan pemanjangan interval QT. Kemudian, akan terjadi pemanjangan interval PR secara progresif, dan gelombang P akan menghilang, bradikardia, dan QRS melebar.



Pada kasus yang lebih jarang, hiperkalemia dapat membentuk perubahan segmen ST non-spesifik yang menyerupai sindroma Brugada. Pola EKG ini terjadi pada pasien sakit kritis dengan hiperkalemia yang signifikan dan dapat dibedakan dari sindrom Brugada genetik dengan tidak adanya gelombang P, pelebaran QRS, atau sumbu QRS yang abnormal. c.



Fungsi Ginjal Pemeriksaan fungsi ginjal penting untuk dilakukan sebab gangguan ekskresi kalium di ginjal merupakan hal yang sering mendasari hiperkalemia. Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi pengukuran kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum untuk menilai fungsi ginjal, serta urinalisis untuk skrining penyakit ginjal.



d.



Pemeriksaan Lain Selain untuk keperluan diagnostik, pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penyebab dari hiperkalemia. Bergantung pada temuan klinis dan hasil laboratorium, pemeriksaan berikut dapat bermanfaat: 1) Kadar glukosa: pada pasien dengan kecurigaan diabetes melitus atau riwayat penyakit diabetes mellitus yang sudah diketahui 2) Kadar digoxin: jika pasien dalam pengobatan digitalis 3) Gas darah arteri atau vena: jika terdapat kecurigaan asidosis 4) Kadar kortisol dan aldosteron serum: untuk memeriksa defisiensi mineralokortikoid ketika penyebab lain telah dieliminasi 5) Tes asam urat serum dan fosfor: untuk sindrom lisis tumor 6) Pengukuran serum kreatinin fosfokinase (CPK): untuk rhabdomyolysis



8. Komplikasi Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia atau gangguan irama jantung. Kondisi ini dapat memicu terjadinya ventrikel fibrilasi yang menyebabkan jantung bagian bawah berdetak cepat namun tidak memompa darah. Hiperkalemia yang tidak segera ditangani juga dapat menyebabkan henti jantung, kelumpuhan, hingga kematian 9. Terapi / Tindakan Penanganan Pengobatan hiperkalemia tergantung pada penyebab, tingkat keparahan, dan kondisi pasien secara keseluruhan. Pasien hiperkalemia ringan biasanya tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit, terutama jika hasil EKG normal dan tidak ada penyakit penyerta seperti gagal ginjal.



Sebaliknya, jika EKG menunjukkan hasil tidak normal dan gejala yang dialami cukup parah, pasien perlu dirawat di rumah sakit, agar kondisi irama jantungnya tetap terpantau. Beberapa metode pengobatan hiperkalemia adalah: a.



Infus insulin dan glukosa, untuk menarik kalium kembali ke dalam sel tubuh



b.



Infus kalsium, untuk melindungi jantung dan otot



c.



Infus sodium bikarbonat, untuk melawan kondisi asidosis dan menarik kalium kembali ke dalam sel tubuh



d.



Hemodialisis atau cuci darah, untuk menyaring dan membuang kalium yang berlebih dari dalam darah



e.



Pemberian obat-obatan, seperti diuretik, kalsium glukonat, albuterol, efinephrine, dan resin, untuk menurunkan kadar kalium dalam darah atau meringankan gejala yang muncul



Ada beberapa terapi mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien hiperkalemia ringan untuk menurunkan kadar kalium dalam darah. Terapi ini juga berguna bagi pasien hiperkalemia berat untuk mempercepat proses penyembuhan. Beberapa terapi tersebut adalah: a.



Mengonsumsi makanan rendah kalium



b.



Minum banyak air putih untuk mencegah dehidrasi



c.



Menghentikan konsumsi obat yang meningkatkan risiko hiperkalemia



B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a.



Identitas Mengkaji identitas pasien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, agama, dan pekerjaan alamat.



b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Penyakit yang diderita oleh klien saat masuk rumah sakit, untuk kasus gagal ginjal kronis, penurunan output urine, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi 3) Riwayat Kesehatan Terdahulu Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita oleh klien sebelumnya seperti DM, glomerulonefritis, hipertensi, rematik, hiperparat iroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD. 4) Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita oleh angggota keluarga klien seperti ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga. c.



Pola fungsi kesehatan 1.



Pola nutrisi metabolik Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.



2.



Pola eliminasi Mengalami penurunan frekuensi urine(kurang dari 400 cc/hari), perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria, abdomen kembung, diare atau konstipasi.



3.



Pola aktivitas-latihan Klien biasanya mengalami kelemahan pada otot, mudah kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.



4.



Pola tidur - istirahat Cenderung mengalami gelisah, cemas, dan gangguan pada pola tidurnya.



5.



Pola kognitif perseptual Cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma, memiliki komunikasi yang baik dengan orang lain, pendengaran dan penglihatan baik dan tidak menggunakan alat bantu.



6.



Pola toleransi - koping stress Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif



7.



Persepsi diri/konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya



perawatan



dan pengobatan



menyebabkan



pasien



mengalami



kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem). 8.



Pola seksual - reproduksi Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.



9.



Pola hubungan dan peran Kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran), sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya HDR (Harga Diri Rendah).



10. Pola nilai kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta mempengaruhi pola ibadah klien. d.



Pemeriksaan fisik 1.



Keadaan umum. Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.



2.



Tanda-tanda vital. Tekanan darah naik, respirasi naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.



3.



Antropometri. Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.



4.



Kepala Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.



5.



Leher dan tenggorok Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.



6.



Dada Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada  jantung.



7.



Abdomen. Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.



8.



Genital. Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.



9.



Ekstremitas Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.



10. Kulit Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis. 2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul: a.



Ketidak Efektifan Pola Nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi.



b.



Ganggguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru penurunan curah jantung, penurunan perifer yang menyebabkan asidosis laktat.



c.



Ketidakefektian perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perlemahan aliran darah keseluruh tubuh.



d.



Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan dan natrium.



e.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan (anoreksia mual muntah).



f.



Kerusakan



integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan status



metabolik sekunder. g.



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.



3. Perencanaan Keperawatan : a.



Ketidak Efektifan Pola Nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi. Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil : NOC Label >>> Respiratory Status : Breathing 1) pasien melaporkan sesak napas berkurang 2) pernafasan teratur 3) takipneu atau bradipneu tidak ada 4) pengembangan dada simetris antara kanan dan kiri 5) tanda vital dalam batas normal 6) penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada 7) napas cuping hidung tidak ada 8) tidak ada suara nafas tambahan Intervensi : NIC Label >>> Oxygen Therapy 1) Bersihkan secret yang ada di mulut, hidung, dan trakea yang sesuai 2) Mempertahankan jalan napas patency 3) Siapkan peralatan oksigenasi dan hidupkan panaskan humidifier 4) Mengelola oksigen tambahan seperti yang diperintahkan 5) Monitor aliran oksigen 6) Monitor efektivitas terapi oksigen seperti nadi, ABGs yang benar NIC Label >>> Respiratory Monitoring 1) Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas 2) Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan 3) Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll 4) Palpasi kesamaan ekspansi paru 5) Monitor kelelahan otot diafragma 6) Auskultasi suara paru setelah pengobatan diberikan 7) Catat nilai SaO2, tidal CO2 dan ABG yang sesuai



b. Ganggguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru penurunan curah jantung, penurunan perifer yang menyebabkan asidosis laktat. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg) dengan kriteria hasil: 1) Tidak sesak nafas 2) Tidak gelisah 3) GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) Intervensi : 1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan Ventilasi 2) Pasang mayo bila perlu 3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 4) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 7) Monitor respirasi dan status O2 8) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostals 9) Monitor suara nafas, seperti dengkur 10) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 11) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 12) Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental 13) Observasi sianosis khususnya membrane mukosa 14) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi) 15) Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung c. Ketidakefektian perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perlemahan aliran darah keseluruh tubuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Perfusi jaringan efektif dengan kriteria hasil : 1) TTV dalam batas normal 2) Warna kulit normal 3) Suhu kulit hangat 4) Kekuatan fungsi otot 5) Nilai laboratorium dalam batas normal



Intervensi : 1) Kaji secara komprehensif terhadap sirkulasi perifer(misalnya nadi perifer,edema) 2) Pantau status cairan ,termasuk asupan dan haluaran 3) Ajarkan pasien untuk pentingnya mematuhi program diet dan program pengobatan. 4) Anjurkan pasien untuk memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui perubahan integritas kulit. 5) Kolaborasi pemberian obat antitrombosit atau antikoagulan jika diperlukan 6) Kolaborasi pemberian obat nyeri d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan dan natrium. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan mengalami keseimbangan cairan dan elektrolit dengan kriteria hasil : 1) Bebas dari edema 2) Tidak ada suara nafas tambahan 3) TTV dalam batas norma 4) Turgor kulit elastis Intervensi : 1) Kaji komplikasi pulmonal yang diindikasikan dengan peningkatan tanda gawat nafas, peningkatan TTV 2) Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan integritas kulit 3) Manejemen Cairan : - Timbang berat badan setiap hari - Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat - Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi cairan 4) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema 5) Anjurkan pasien untuk puasa sesuai dengan kebutuhan 6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium 7) Kolaborasi pemberian diuretic e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan (anoreksia mual muntah). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil : 1) pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.



Intervensi : 1) Kaji adanya alergi makanan 2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 3) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 4) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 5) Monitor adanya penurunan BB dan gula darah 6) Monitor lingkungan selama makan 7) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 8) Monitor turgor kulit 9) Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht 10) Monitor mual dan muntah 11) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 12) Monitor intake nuntrisi 13) Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi 14) Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan. 15) Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan 16) Kelola pemberan anti emetik 17) Anjurkan banyak minum 18) Pertahankan terapi IV line 19) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan status metabolik sekunder. NOC Label >>> Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Kriteria Hasil : 1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,  temperatur, hidrasi, pigmentasi)Tidak ada luka/lesi pada kulit 2) Perfusi jaringan baik 3) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang 4) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Intervensi : NIC Label >>> Pressure Management 1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering



3) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 4) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu mentoleransi aktivitas dengan kriteria hasil : 1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, RR 2) Mampu melakukan ADL secara mandiri 3) Keseimbangan aktivitas dan istirahat Intervensi : 1) Observasi Keadaan umum klien 2) Tentukan keterbatasan gerak Klien 3) Lakukan ROM sesuai Kemampuan 4) Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan klien 5) Kolaborasi dengan terapis untuk melaksanakan latihan



DAFTAR PUSTAKA NANDA Internasional. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7. Jakarta : EGC