LP Juvenile Diabetes [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK JUVENILE DIABETES



DISUSUN OLEH : Annisa Maulidya Sismoyo 30901800015



DOSEN PEMBIMBING : Ns. Kurnia Wijayanti, M.Kep



PRODI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2019/2020



A. PENGERTIAN Diabetes merupakan kondisi kadar gula darah yang lebih tinggi dari seharusnya akibat kurang insulin. Diabetes juvenile atau di sebut juga diabetes type-1, merupakan diabetes militus yang terjadi pada anak-anak akibat pancreas (organ dalam tubuh yang menghasilkan insulin) tidak menghasilkan insulin sebagaimana mestinya. Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan denganrusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhanssehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe inidapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.



B. ANATOMI FISIOLOGI PANGKREAS Membahas fisiologi insulin tidak lepas dari pangkreas sebagai produsen insulin, secara anatomispangkreas merupakan glandular retroperitonial yang terletak dekat dengan duodenum, memiliki 3 bagianyaitu kepala badan dan ekor. Vaskularisasi pangkreas berasal dari arteri splenica dan arteri pancreaticoduodenalis superior dan interior sedangkan islet sel pangkreas dipersyarafi oleh syaraf sympatis,syaraf parasympatis dan syaraf sensoris serta neurotransmiter dan meuropeptida yangdilepaskan oleh ujung terminal syaraf tersebut memegang peranan penting pada sekresi endokrin selpulau langerhans. Aktivasi nervus vagus akan mengakibatkan sekresi insulin, glukagon dan polipetidapangkreas. Sebagian besar pankreas tersusun atas sel eksokrin yang tersebar pada lobulus ( acinus )dipisahkan oleh jaringan ikat dan dihubungkan oleh ductus pancreatikus yang bermuara padaduodenum. Bagian eksokrin pangkreas memproduksi enzim - enzim bersifat basa yang membantupencernaan. Bagian endokrin pankreas merupakan bagian kecil dari pangkreas dengan massa sekitar 1 - 2% massa pangkreas dengan bentuk granulagranula yang terikat pada acinus oleh jaringan ikat yang kayaakan pembuluh



darah dengan 2 jenis sel yang predominan yaitu sel A dan Sel B, sel B membentuk 73% -75% bagian endokrin pankreas merupakan dengan insulin sebagai hormon utama yang di sekresikan. SelA membentuk 18 - 20 % massa endokrin dengan glukagon sebagai hormon sekresi utama, sedangkan selD membentuk 4 - 6% massa endokrin pangkreas dengan sekresi hormone somatostatin. 1% bagian kecildari pangkreas mensekresikan polipeptida pangkreas. Secara khusus tulisan ini hanya membahas 2hormon regulator kadar glukosa diatas yaitu Insulin dan Glukagon C. ETIOLOGI Dalam eadaan normal saat makan tubuh akan memecah-mecah makanan yang dikonsumsi menjadi glukosa dan diserap usus menjadi gula darah. Saat gula darah meningkat, organ pancreas akan mengeluarkan insulin yang akan mengantarkan gula darah tersebut ke dalam sel tubuh untuk di ubah menjadi sumber energy. Pada diabetes juvenile, urutan mekanisme tersebut tidak terjadi karena adanya gangguan system imun yang menyebabkan pancreas rusak dan tidak mampu menghasilkan insulin. Karena tidak mampu menghasilkan insulin, maka gula darah akan menumpuk di dalam darah dan tidak dapat masuk ke dalam sel. Hingga saat ini, penyebab diabetes juvenile belum diketahui dengan jelas. Namun diduga faktor genetic mempengaruhi terjadinya diabetes pada anakanak. Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe1 Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe-1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe-1 akan diwariskan melalui faktor genetik. 1. Faktor Genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe-1 itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. 2. Faktor-faktor Imunologi Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.



3. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.



D. MANIFESTASI KLINIS Diabetes juvenile dapat terjadi secara perlahan maupun secara mendadak. Namun biasanya pada tahap awal penyakit, diabetes juvenile tidak menunjukkan gejala apa pun juga. Bila ada gejala yang muncul, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut: 1. Buang air kecil lebih sering dari biasanya, bahkan harus terbangun beberapa kali di malam hari untuk buang air kecil. 2. Minum lebih banyak dari anak seusianya pada umumnya. 3. Terlihat lemas dan lebih cepat lelah. 4. Berat badan turun, atau peningkatan berat badannya tak seperti yang seharusnya. 5. Pada anak perempuan, kadang gejala yang muncul berupa pubertas yang terlambat, atau adanya keputihan di vagina akibat infeksi jamur. Bila diabetes tidak terkendali, tak jarang menimbulkan komplikasi berupa ketoasidosis diabetik (KAD). Kondisi ini ditandai dengan penumpukan zat kimia yang disebut keton, menimbulkan gejala mual, muntah, nyeri perut, gangguan pernapasan, bahkan bisa menyebabkan kesadaran menurun. Selain itu, dalam jangka panjang, kadar gula darah yang terus menerus tinggi bisa menyebabkan stroke, penyakit jantung, gangguan penglihatan, dan gagal ginjal. Dan bila komplikasi-komplikasi ini terjadi, umumnya tak dapat disembuhkan.



E. PATHWAY Reaksi Autoimun



Sel pancreas hancur



Definisi insulin



hiperglikemia



Katabolisme protein meningkat Pembatasan diet



Liposis meningkat



Penurunan BB



Fleksibilitas darah merah Intake tidak adekuat



Resiko nutrisi kurang



Pelepasan O2 poliura Hiipoksia perifer



Nyeri



Perfusi jaringan perifer tidak efektif



Deficit volume cairan



F. KOMPLIKASI Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006): Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi : 1. Hipoglikemia Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat antidiabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebiha. 2. Koma Diabetik Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:  Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)  Minum banyak, kencing banyak  Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton  Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-5) berupa : a. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1. b. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina. Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) : a. b. c. d.



Gangguan pertumbuhan dan pubertas. Katarak. Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun). Hepatomegali



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dan PEMERIKSAAN FISIK a. Pemeriksaan fisik



Diabetes Melitus Tipe 1 Inspeksi : Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalami penurunan tonus otot. Palpasi : Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakanterjadi hipertensi. Auskultasi : Adanya peningkatan tekanan darah b. Pemeriksaan penunjang 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa. a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L). c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4. Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena Darah kapiler Kadar glukosa darah pada puasa Plasma vena Darah kapiler



2. 3. 4. 5.



Belum DM



Pasti DM



200



110



Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l. Elektrolit: a. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun. b. Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. c. Fosfor : lebih sering menurun. 6. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. 7. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 8. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal.



9. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody (autoantibody) 10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. 11. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.



H. PENATALAKSANAAN Terapi DM tipe-1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin. Penatalaksanaan DM tipe-1, menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu : 1. Fase akut/ketoasidosis Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin. 2. Fase subakut/ transisi Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM / keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani. 3. Fase pemeliharaan Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi. Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe-1, diantaranya :   



Bebas dari gejala penyakit. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya



Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya anak-anak :      



Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal Mengalami perkembangan emosional yang normal. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya.



Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.



I.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Pengkajian pada klien dengan gangguan system endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisikk, pola kegiatan sehari-hari. a. Identitas Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. b. Keluhan utama Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Ds yg mungkin timbul : - Klien mengeluh sering kesemutan. - Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari - Klien mengeluh sering merasa haus - Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia) - Klien mengeluh merasa lemah - Klien mengeluh pandangannya kabur Do : - Klien tampak lemas. - Terjadi penurunan berat badan - Tonus otot menurun - Terjadi atropi otot - Kulit dan membrane mukosa tampak kering - Tampak adanya luka ganggren - Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam c. Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien. d. Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan:  Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.  Pulse rate  Respiratory rate  Suhu



e. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :  Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan.  Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.  Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah. f. Pemeriksaan penunjang  Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL  Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok  Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat  Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l  Elektrolit : 1. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun 2. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. 3. Fosfor : lebih sering menurun g. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru) h. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. i. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. j. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal) k. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA. l. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody) m. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. n. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. o. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka. p. Riwayat Kesehatan



 



Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya



Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus: 1. Aktivitas/ Istirahat Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 2. Sirkulasi Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah 3. Integritas Ego Stress, ansietas 4. Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare 5. Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. 6. Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan. 7. Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) 8. Pernapasan Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) 9. Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi: a. PK: Ketoasidosis b. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus c. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah. d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl e. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketunadayaan fisik ditandai dengan gangguan pertumbuhan fisik , keterlambatan dalam melakukan keterampilan umum kelompok usia.



f.



Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi limfosit). g. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori. 3. RENCANA INTERVENSI Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994) Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus (Doenges, 1999) meliputi : a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastric, berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental). Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal. Kriteria Hasil : pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah. Intervensi / Implementasi : 1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik. R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. 2. Kaji pola napas dan bau napas. R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. 3. Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit. R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari dehidrasi. 4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa. R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. 5. Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine. R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan. 6. Ukur berat badan setiap hari. R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 7. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi



R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress. Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi. Kriteria Hasil :  pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).  Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi / Implementasi : 1. Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat. 2. Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien. R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan. 3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi. R : mempengaruhi pilihan intervensi. 4. Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing. R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani secara tepat. 5. Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet. R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah. c. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. Tujuan : Infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil :  mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.  pertahankan lingkungan aseptik yang aman. Intervensi / Implementasi : 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.



R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial. 2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik, setiap kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya sendiri. R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial. 3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter folley, dsb). R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4. Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik. R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih. 5. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak berkerut). R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi. 6. Posisikan pasien pada posisi semi fowler. R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan terjadinya risiko hipoventilasi. 7. Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi. 8. penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme/infeksi. Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah Kriteria Hasil :  Menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.  mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.  Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas. Intervensi / Implementasi : 1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan. R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. 2. Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa terganggu. R : mencegah kelelahan yang berlebihan. 3. Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas. R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.



R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak kegiatan. 4. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan / toleransi pasien. R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien. e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan. Kriteria Hasil :  Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.  Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan. Intervensi / Implementasi : 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. 2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas. 3. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan. 4. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan. EVALUASI 1. Tanda-tanda ketoasidosis teratasi tidak ada mual , muntah, nafas klien tidak berbau keton, AGD normal. 2. Glukosa darah terpantau stabil dalam rentang normal. Puasa (70-110 mg/dl) , 2 jan PP (120-200 mg/dl), sewaktu (< 200 mg/dl) 3. Keseimbangan energi memenuhi kebutuhan aktivitas , klien tampak tidak lemas, dan bertoleransi terhadapa aktivitas. 4. Keseimbangan nutrisi adekuat , glukosa darah dalam rentang normal, berat badan normal.



5. Mencapai pertumbbuhan dan perkembangan yang optimal, memiliki koping individu dan keluarga yang baik. 6. Tidak terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi, tidak terjadi infeksi, tanda-tanda infeksi tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas eritema dan demam. 7. Cidera tidak terjadi, keamanan pasien terjaga, tidak terjadi cidera



HEALTH EDUCATION a. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya. b. Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat. c. Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda hipodlikemia. d. Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang ditoleransi klien. e. Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala



DAFTAR PUSTAKA Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus.http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologidm-dan-isumutakhirnya/. (Akses 17 Maret 2010) Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. 2010/02/diabetestipe1. html. (Akses 17 Maret 2010)



http://



www.



pediatrik.com/



Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Ikrimah. 2009. Dibetes millitus. http://ikrimah.blogspot.Com/2009/04/diabetes milltus. html . (Akses 17 Maret 2010) Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 . http://www.rafani.co.cc/2010/01/ Askep Diabetes Mellitus.html. (Akses 17 Maret 2010) Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC