LP Keamanan Proteksi Infeksi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KEAMANAN DAN PROTEKSI INFEKSI



Disusun Oleh: Nurul Febrian Bintari Putri 202102040032



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN 2021



1. PENGERTIAN Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud



adalah



aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis.Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing. Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan.Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat di duga dan tidak di harapkan yang dapan menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Menurut Mubarak dkk (2015) kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah suatu keadaan seseorang agar terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan. 2. TINJAUAN ANATOMI DAN FISIOLOGI Kulit yang merupakan lapisan terluar yang menutupi seluruh tubuh sangat rawan terkena kerusakan. Kulit yang mengalami kerusakan mudah mengalami regenerasi atau perbaikan, tetapi jika kerusakan lebih dalam dari lapisan dermis, biasanya tempat yang rusak akan diisi oleh jaringan ikat. Kerusakan pada kulit ini umumnya disebut dengan luka. Luka dapat diartikan sebagai rusaknya struktur jaringan normal, baik di dalam atau di luar tubuh (Stevens, 1999). Ada beberapa cara untuk membuat klasifikasi luka. Namun yang umum, luka dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu : a. Healing by primary intention Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke eksternal. b. Healing by secondary intention. Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.



c. Delayed primary healing (tertiary healing) Penyembuhan



luka berlangsung lambat,



biasanya sering



disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual. 2. Berdasarkan usia luka (wound age) atau lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu : a. Luka akut Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu atau luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati atau diharapkan. Luka akut biasanya terjadi pada individu yang normal, sehat, dan dapat dilakukan penutupan luka secara primer atau dibiarkan menyembuh secara sekunder. Sebagian besar luka yang terjadi akibat trauma pada organ atau jaringan dapat dikategorikan sebagai luka akut. b. Luka kronik Luka kronik adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka kronik adalah luka yang tidak sembuh dalam waktu yang diharapkan. Hal yang penting adalah pada luka kronik proses penyembuhan melambat atau berhenti dan luka tidak bertambah kecil atau tidak bertambah dangkal. Meskipun dasar luka tampak merah, lembab, dan sehat tetapi bila proses penyembuhan luka tidak mengalami kemajuan maka dikategorikan sebagai luka kronik. Pada penyembuhan



luka yang



kronik



terjadi



diharapkan



kegagalan dalam



untuk



waktu



mencapai



tertentu



untuk



menghasilkan pemulihan integritas anatomi dan fungsi. Penyembuhan luka kronik biasanya berkepanjangan dan tidak lengkap. Luka kronik terjadi karena kegagalan proses penyembuhan luka akibat ada kondisi patologis yang mendasarinya. Luka kronik tidak akan sembuh bila penyebab yang mendasarinya tidak dikoreksi. Seringkali luka kronik mengalami rekurensi. Beberapa kondisi patologis tersebut adalah penyakit vaskuler, oedema, diabetes mellitus, malnutrisi, dan



tekanan (pressure). Luka



insisi



bisa



dikategorikan



luka



akut



jika



proses



penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi 3. Berdasarkan waktu terjadinya luka a. Luka kontaminasi Luka kontaminasi yakni luka yang belum melewati batas waktu kontaminasi atau golden periode (kurang dari 6 jam). Pembagian luka ini berdasarkan waktu kontaminasi (golden periode) yaitu 6-8 jam. b. Luka infeksi Luka infeksi yakni luka yang sudah melewati batas waktu kontaminasi atau golden periode (lebih dari 6 jam), dimana setelah waktu 6-8 jam setelah terjadi luka maka bakteri yang ada telah mencapai koloni tertentu dan mengadakan invasi ke dalam jaringan sekitar luka atau pembuluh darah. Pada kondisi ini luka disebut sebagai luka infeksi. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel. Perbaikan jaringan yang mengalami jejas atau mati sangat penting bagi kelangsungan hidup. Begitu terjadi jejas, hospes meresponnya dengan mengeliminasi agen penyebab jejas, mengisolasi kerusakan, dan mempersiapkan sel-sel yang masih hidup untuk mengadakan replikasi. Hal inilah yang disebut dengan penyembuhan luka. Penyembuhan



(healing) adalah



perbaikan yang meliputi



kombinasi regenerasi dan pengendapan jaringan ikat (fibrosis atau parut). Regenerasi adalah pertumbuhan sel atau jaringan yang menggantikan struktur yang hilang; umumnya regenerasi melibatkan proliferasi jenis sel yang sama kendati sel sel induk (stem cells) dapat



berproliferasi dan berdiferensiasi untuk menggantikan sel-sel yang mati. Regenerasi memerlukan kerangka jaringan ikat yang utuh. Penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase diantaranya : a. Fase Inflamasi : Hemostasis dengan menghentikan pendarahan yang berlebihan, vasodilatasi terjadi migrasi netrofil untuk melawan infeksi, netrofil menarik makrofag membantu mengeluarkan debris, dan makrofag menarik fibroblast ke daerah luka untuk mulai sintesa kolagen. b. Fase Proliferasi : Fibroblast terlihat di daerah luka dan memulai sintesis kolagen, pembentukan jaringan granulasi terdiri dari lengkung-lengkung kapiler (angiogenesis) yang membentuk lipatan-lipatan serabut kolagen. c. Fase Maturasi : Reorganisasi matrik jaringan konektif, fibril-fibril kolagen konsolidasi menjadi lebih tebal dan serabut yang lebih padat, sel-sel menjadi lebih kuat dan kencang. Dalam waktu 24 jam sesudah jejas, sel-sel fibroblast dan sel-sel endotel pembuluh darah mulai berproliferasi membentuk jaringan granulasi yang merupakan suatu tanda utama kesembuhan. Istilah jaringan granulasi berasal dari gambarannya yang lunak, granular, dan berwarna merah muda pada permukaan luka. Secara histologi, pada jaringan ini terdapat sel-sel fibroblas yang tengah berproliferasi disertai sejumlah pembuluh darah baru didalam matriks yang longgar. Penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase diantaranya : 1. Fase Inflamasi : Hemostasis dengan menghentikan pendarahan yang berlebihan, vasodilatasi terjadi migrasi netrofil untuk melawan infeksi, netrofil menarik makrofag membantu mengeluarkan debris, dan makrofag menarik fibroblast ke daerah luka untuk mulai sintesa kolagen. 2. Fase Proliferasi : Fibroblast terlihat di daerah luka dan memulai sintesis kolagen, pembentukan jaringan granulasi terdiri dari lengkunglengkung kapiler (angiogenesis) yang membentuk lipatan-lipatan serabut kolagen. 3. Fase Maturasi : Reorganisasi matrik jaringan konektif, fibril-fibril



kolagen konsolidasi menjadi lebih tebal dan serabut yang lebih padat, sel-sel menjadi lebih kuat dan kencang. Dalam waktu 24 jam sesudah jejas, sel-sel fibroblast dan sel-sel endotel pembuluh darah mulai berproliferasi membentuk jaringan granulasi yang merupakan suatu tanda utama kesembuhan. Istilah jaringan granulasi berasal dari gambarannya yang lunak, granular, dan berwarna merah muda pada permukaan luka. Secara histologi, pada jaringan ini terdapat sel-sel fibroblas yang tengah berproliferasi disertai sejumlah pembuluh darah baru didalam matriks yang longgar. 3. TINJAUAN MEDIS a. Pemberian antibiotic b. Perawatan luka c. Tindakan pembedahan 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI a. Usia Pada anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang di lakukan. Pada orang tua atau lansia akan mudah sekali terjatuh atau kerapuhan tulang b. Tingkat kesadaran Pada pasien koma, menurunnya respon terhadap rangsangan, paralisis, disorentasi, dan kurang tidur. c. Emosi Emosi seperti kecemasan, depesi, dan marah akan mudah sekali terjadi dan berpengaruh terhadapmasalah keselamatan dan keamanan. d. Status mobilisasi Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan terjadinnya risiko injuri atau gangguan integritas kulit. e. Gangguan presepsi sensori Kerusakan sensori akan memengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan. f. Informasi atau komunikasi



Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca menimbulkan kecelakaan. g. Penggunaan antibiotic yang tidak rasional Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik. h. Keadaan imunitas Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang sehinggamudah terserang penyakit. i. Ketidakmampuan tubuh dalam tubuh dalam memproduksi sel darah putih. Sel darah putih berfugsi sebagai pertahanan tubuh terhadap sesuatu penyakit. j. Status nutrisis Keadaan nutrisis yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah terserang penyakit, demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi berisiko terhadap penyakit tertentu. k. Tingkat pengetahuan Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan dapat di prediksi sebelumnya. 5. MEKANISME PROSES KERJA Mikroba pathogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan pejamu yang rentan, melaluio dan menyelesaikan tahap tahap sebagai berikut : a. Tahap 1 Mikroba pathogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu atau penderita) melalui mekanisme penyebaran (mode off transmition). Semua mekanisme penyebaran mikroba pathogen tersebut dapat terjadi dirumah sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut. 1. Penularan langsung melalui droplet, nuclei yang berasal dari petugas, keluarga atau pengunjung dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah saat ntransfusi darah. 2. Penularan tidak langsung



Seperti yang telah diuraikan, penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai b erikut. a. Fehical boom, yaitu penyebaran atau penularan mikroba pathogen melalui benda benda mati (footnite) seperti peralatan medis instrument, bahan bahan atau material medis atau peralatan makan minum penderita b. Faktor



borne



yaitu



penyebaran/penularan



mikroba



patogen dengan perantara vector seperti lalat 6. KELUHAN YANG SERING MUNCUL a. Nyeri b. Tekanan darah meningkat c. Suhu meningkat atau demam d. Gangguan tidur 7. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah rutin atau laboratorium (leukosit) untuk mengetahui adanya infeksi atau tidak 8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN a. Perilaku non verbal b. Faktor presipitasi c. Pengkajian Luka Menurut (Hess, 1999) dalam Wijaya (2018) 1.) Tipe penyembuhan luka Tipe penyembuhan luka adalah klasifikasi proses kulit dan jaringan tubuh yang mengalami ciderauntuk memperbaiki diri dan melakukan proses penyembuhan luka (type of wound repair) dapat di bagi menjadi tiga tipe dimana setiap tipe tergantung pada luka dapat diuraikan sebagai berikut : a) Tipe primer Type penyembuhan primer merupakan perbaikan jaringan tubuh dalam proses penyebuhan luka dibantu dengan suatu alat atau bahan.tipe ini terjadi pada luka pascabedah dimana tepi luka satu dan lainnya, penyembuhannya dibantu dengan jahitan



benang (suture), surgical staples, tape (plaster), lem atau gel (perekat). b) Tipe sekunder Tipe penyembuhan sekunder adalah perbaikan jaringan tubuh dalam proses penyembuhan luka tanpa bantuan alat tetapi dengan menumbuhkan jaringan baru (granulasi) dari dasar luka sampai luka menutup. Tipe penyembuhan ini menggunakan berbagai balutan luka yang dapat menstimulasi pertumbuhan jaringan granulasi dari dasar luka sampai epitelisasi menutup seluruh permukaan luka. c) Tipe tersier Tipe penyembuhan tersier tersebut sebegai tipe penyembuhan primer yang lambat (delayed primary intention) yaitu perbaikan jaringan tubuh dalam proses penyembuhan luka dengan menghilangkan infeksi atau benda asing yang terjadi pada tipe penyembuhan primer. Ketika infeksi atau benda asing dapat di hilangkan, maka tipe penyembuhannya dapat menggunakan tipe penyembuhan sekunder atau primer. Pada tipe penyembuhan ini, perawat dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional lainnya untuk mengatasi infeksi, sehingga tujuan penyembuhan luka akan cepat tercapai. 2) Lokasi anatomi luka Pengkajian lokasi anatomi luka dilakukan untuk memberikan deskripsi luka secara akurat pada kolega dan menjadi tanda terkait penyebab dari luka. Lokasi anatomi luka juga memberikan gambaran bagaimana rencana perawatan yang di butuhkan.pada klien dengan diabetes yang memiliki luka pada telapak kaki akibat neuropati akan membutuhkan control glukosa darah adekuat dan off-loading serta perawatan kaki secara berkelanjutan (Wijaya, 2018).



3) Dimensi luka Dimensi luka adalah hasil pengukuran luas luka menggunakan parameter standar melupiti dua dimensi (panjang dan lebar) atau Tiga dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Pengkajian dimensi luka dilakukan untuk memberikan gambaran perubahan ukuran luka sebagai indikasi adanya proses penyembuhan luka lebih baik (Wijaya, 2018). 4) Stadium luka Pengkajian stadium luka adalah pengukuran seberapa luas lapisan kulit dan jaringan yang rusak.menyatakan bahwa pengukuran luka dapat di gunakan untuk memilih intervensi yang tepat dalam mengembalikan integritas kulit dan memberikan informasi berapa lama waktu yang dibutukan dalam proses penyembuhan luka. Stadium luka di bagi menjadi empat berdasarkan kerusakan lapisan kulit. Pada luka yang di tutupi oleh slough atau nekrotik (jaringan mati) maka pengkajian stadium luka tidak dapat dilakukan sehingga pada keadaan tersebut diklasifikasikan sebagai unstadium atau tidak terstadiumkan. a) Stadium 1: lapisan kulit epidermis utuh hanya kemerahan b) Stadium 2: lapisan epidermis hilang sampai mengenai sebagian dermis c) Stadium 3: kerusakan sampai ke lapisan subkutan d) Stadium 4: kerusakan sampai terlihat tendon, kapsul sendi, tulang dan fasia e) Tidak terstadiumkan, tertutup jaringan nekrotik (Wijaya, 2018). 5) Warna dasar luka dan tipe jaringan Dasar luka memiliki tiga tipe jaringan yang di bedakan berdasarkan warnanya.System warna yang digunakan untuk membedakan tipe jaringan luka di kenal dengan system RBY (red yellow black).System ini digunakan karena lebih mudah dan konsisten dalam penggunaanya. System warna dasar luka tersebut



yaitu : merah (granulasi), kuning (slough), hitam (nekrotik). Pada umumnya luka terdiri dari kombinasi dari berbagai tipe jaringan dan harus harus digambarkan dengan presentase, misalnya 50% granulasi, 50% slough (Wijaya, 2018). 6) Eksudat Eksudat atau cairan luka atau drainage adalah akumulasi caira yang di keluaran oleh luka yang terdiri dari serum, debris selular, bakteri dan leukosit. Pengkajian eksudat meliputi; jumlah, warna, konsistensidan baunya. Menurut Bates-Jensen (1997) membagi jumlah eksudat menjadi tidak ada eksudate, lembap, sedikit, sedang dan banyak Jumlah eksudat dan efek pada luka : a) Tidak ada, jaringan luka kering. b) Lembap, jaringan lua lembab. c) Sedikit, jaringan luka basah,kelembapan merata pada luka, cairan sekitar 25% dari dressing. d) Sedang, jaringan luka jenih (saturasi), kelembapan mungkin merata atau tidak pada luka, cairan sekitar 25%75% dari dressing. e) Banyak, jaringan luka sangat basah, cairan sekitar membasahi seluruh dressing atau merembes. Eksudat juga termasuk memeriksa warna dan kosistensinya yang dapat dibagi menjadi empat yaitu : a) Serous : eksudat bening atau kuning pucat yang berisi plasma cair. b) Sanguineus



:



eksudat



berisi



darah



segar



dengan



konsistensi kental atau cair. c)



Serosanguineus : eksudat berisi plasma dan sel darah merah.



d) Purulen : eksudat mengandung sel darah putih, organisme hidup atau mati, warna kuning, hijau atau coklat sebagai tanda infeksi serta konsistensi kental atau cair dan berbau (Wijaya, 2018).



7) Odor Odor atau bau pada luka atau cairan luka (eksudat) dapat menandakan



adanya



pertumbuhan



mikroorganisme



pada



luka.karakteristik bau pada luka akan bervariasi tergantung pada kelembapan luka, organisme, jumlah jaringan mati. Menurut Hugton dan Young (1995), bau dapat dikaji dengan Odour Assessment Scoring Tool yang di bagi menjadi 4 sector yaitu : a) Kuat : bau ketika memasuki ruangan (6-10 kaki atau 2-3 meter dari klien) dengan dressing utuh tidak di buka. b) Moderate : bau ketika memasuki ruangan (6-10 kaki atau 2-3 meter dari klien) dengan dressing sudah di buka. c) Ringan : bau ketika berada didekat klien dengan balutan dibuka. d) Tidak ada : tidak ada bau walaupun di samping klien dengan dressing di buka (Wijaya, 2018). 8) Pinggiran luka Pinggiran luka harus di kaji sebagai bagian integral dari evaluasi luka. Pinggiran luka akan memberikan gambaran proses epiteisasi berkembang, kronisitas dan bahkan etiologi. Baranoski dan Ayello (2012) menyatakan bahwa proses migrasi luka di mulai dari pinggir luka menuju ke tengah sampai menutupi seluruh luka (Baranoski dan Ayello, (2012) dalam Wijaya, 2018). 9) Kulit sekitar luka Pengkajian kulit sekitar luka harus di lakukan secara rutin setiap mengganti dressing atau balutan. Parameter dalam pengkajian kulit sekitar luka sebagai berikut; a) Warna : eritema, pucat atau kebiruan. b) Tekstur : lembab, kering, maserasi dan mengeras. c) Suhu kulit : hangat atau dingin. d) Integritas kulit : maserasi, ekskoriasi, mengelupas, lesi, edema atau erosi (Wijaya, 2018).



10) Infeksi Ada tidaknya tanda infeksi local harus didokumentasikan sebagai bagian dari pengkajian.Infeksi local yang klasik dapat di tandai dengan peningkatan slough, eksudat berlebih disertai perubahan warna dan konsistensi, jaringan granulasi pucat, kemerahan dan hangat sekitar luka, nyeri atau nyeri tekan, bau yang tidak sedap dan luka semakin meluas (Wijaya, 2018). 11) Nyeri Nyeri pada luka dapat di identifikasi adanya infeksi atau kerusakan luka lebih parah akibat pilihan tindakan yang tidak tepat atau insufisiensi vascular.Pengkajian nyeri perlu dilakukan secara teratur untuk membantu penyembuhan luka.Nyeri tidak hanya di ungkapkan tetapi juga dapat di ekspresikan dari raut wajahnya, sehingga perawat dalam melakukan perawatan luka harus memperhatikan respon non verbal klien (Wijaya, 2018). 9. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL Menurut SDKI (2016) diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami diabetes melitus adalah: a. Kerusakan integritas kulit atau jaringan Kerusakan kerusakan integritas kulit atau jaringan adalah Kerusakan kulit (dermis, dan epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,kartilago, kapsul sendi atau ligament). Gejala dan tanda 1. Kerusakan jaringan dan lapisan kulit 2. Nyeri 3. Pendarahan 4. Kemerahan 5. Hematoma (SDKI, 2016) Faktor yang berhubungan 1. perubahan sirkulasi



2. perubahan status nutrisi (kelebihan dan kekurangan) 3. kekurangan atau kelebihan volume cairan 4. penurunan mobilitas 5. bahan kimia iritatif 6. faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi) 7. suhu lingkungan yang ekstrem 8. efek samping terapi radiasi 9. proses penuaan 10. perubahan pigmentasi dan perubahan hormonal 11. kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau melindungi integritas jaringan (SDKI, 2016). b. Resiko infeksi Resiko infeksi adalah dimana luka beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik (SDKI, 2016). Faktor resiko 1. Ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan integitas kulit, perubahan sekresi PH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama) 2.



Ketidakadekuatan



pertahanan



tubuh



sekunder-penurunan



hemoglobin, leukopenia, respons imun tertekan. 3. Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus) 4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan 5. Malnutrisi



10. INTERVENSI KEPERAWATAN



DAFTAR PUSTAKA Mubarak dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta : Salemba Medika. Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Devinisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Devinisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI Wijaya. 2018. Perawatan Luka Dengan Pendekatan Multidisiplin Edisi 1. Yogyakarta: Andi.