LP Keputusasaan, Irmayanti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bagian Keperawatan Jiwa Program Pendidikan Profesi Ners



LAPORAN PENDAHULUAN KEPUTUSASAAN



OLEH IRMAYANTI 19.04.012 CI LAHAN



(



CI INSTITUSI



)



(



YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PROGRAM STUDI NERS T.A 2019/2020



)



LAPORAN PENDAHULUAN KEPUTUSASAAN A.



Pengertian Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005). Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorang yang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya. Keputusasaan



berkaitan



dengan



kehilangan



harapan,



ketidakmampuan , keraguan .duka cita , apati , kesedihan , depresi , dan bunuh diri. ( Cotton dan Range, 1996 ) Menurut (Pharris, Resnick ,dan ABlum, 1997),mengemukakan bahwa keputusasaan merupakan kondisi yang dapat menguras energi. Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan bersifat subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya alternatif lain atau pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul atau untuk mencapai apa yang diiginkan serta tidak dapat mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan . B. Tanda dan Gejala Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2005) adalah: a. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa (“saya tidak dapat melakukan” b. Sering mengeluh dan Nampak murung c. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali



d. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul. e. Menarik diri dari lingkungan. f. Kontak mata kurang. g. Mengangkat bahu tanda masa bodoh. h. Nampak selalu murung atau blue mood. i. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu) j. Menurun atau tidak adanya selera makan k. Peningkatan waktu tidur. l. Penurunan keterlibatan dalam perawatan. m. Bersikap pasif dalam menerima perawatan. n. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna. Sedangkan menurut, Keliat, Dkk (2006) adalah: a. Mayor ( harus ada) Mengungkapkan



atau



mengekspresikan



sikap



apatis



yang



mendalam , berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan. 1) Fisiologis : 



respon terhadap stimulus melambat







tidak ada energi







tidur bertambah



2) emosional : 



individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan perasaannya tapi dapat merasakan







tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan tuhan







tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup







hampa dan letih







perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.



3) Individu memperlihatkan : 



Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan







Penurunan verbalisasi







Penurunan afek







Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.







Ketidakmampuan mencapai sesuatu







Hubungan interpersonal yang terganggu







Proses pikir yang lambat







Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya sendiri.



4) Kognitif : 



Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan membuat keputusan







Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah yang dihadapi saat ini.







Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir







Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )







Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap







Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang ditetapkan







Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan







Tidak dapat mengenali sumber harapan







Adanya pikiran untuk membunuh diri.



b. Minor ( mungkin ada ) 1. Fisiologis 



Anoreksia







BB menurun



2. Emosional 



Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain







Merasa berada diujung tanduk







Tegang







Muak ( merasa ia tidak bisa)







Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani







3.



Rapuh



Individu memperlihatkan 



Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara







Penurunan motivasi







Keluh kesah







Kemunduran







Sikap pasrah







Depresi



4. Kognitif 



Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima:







Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang







Bingung







Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif







Distorsi proses pikir dan asosiasi







Penilaian yang tidak logis



C. Faktor penyebab



Beberapa faktor penyebab orang mengalami keputusasaan yaitu : a. Faktor kehilangan b. Kegagalan yang terus menerus c. Faktor Lingkungan d. Orang terdekat ( keluarga ) e. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa) f. Adanya tekanan hidup g. Kurangnya iman D. Pohon masalah Ketidakberdayaan



Keputusasaan



Harga diri rendah (Keliat, 2005)



E. Penatalaksaan medis



a. Psikofarmaka Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan keputusasaan. b. Psikoterapi adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya. c. Terapi Psikososial Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka. d. Terapi Psikoreligius Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb. e. Rehabilitasi Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah



sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat. F. Rencana tindakan keperawatan a. Tujuan Umum b. Tujuan Khusus : Klien mampu 1) Membina hubungan saling percaya 2) Mengenal masalah keputusasaannya 3) Berpartisipasi dalam aktivitas 4) Menggunakan keluarga sebagai system pendukung c. Tindakan Keperawatan 1) Bina hubungan saling percaya a) Ucapkan salam b) Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai c) Jelaskan tujuan pertemuan d) Dengarkan klien dengan penuh perhatian e) Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya. 2) Klien mengenal masalah keputusasaannya a) Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan sedih/kesendirian/keputusasaannya. b) Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien. c) Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus asa : pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan



kurangnya partisipasi dalam aktivitas. d) Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah, tanyakan manfaat dari cara yang digunakan. e) Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan oleh klien. f) Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi. g) Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternative. h) Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah factor risiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri) : tanyakan tentang rencana, metode dan cara bunuh diri. 3) Klien berpartisipasi dalam aktivitas a) Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda menelepon RS setiap hari untuk menanyakan keadaanmu ?” b) Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa putus asa. c) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung pikiran dan perasaan yang positif. d) Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien dalam mencapai tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam aktivitas. 4) Klien menggunakan keluarga sebagai system pendukung a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : (1) Ucapkan salam. (2) Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai. (3) Tanyakan nama keluarga, panggilan yang disukai, hubungan dengan klien. (4) Jelaskan tujuan pertemuan.



(5) Buat kontrak pertemuan. b) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien c) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien mengatasi masalah dan bagaimana hasilnya. d) Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien mengatasi masalahnya. e) Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan : (1) Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi. (2) Psikofarmaka yang diperoleh klien : manfaat, dosis, efek samping, akibat bila tidak patuh minum obat. (3) Cara keluarga merawat klien (4) Akses bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien (Puskesmas, RS).



DAFTAR PUSTAKA Azis, R. (2003). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk. (2006). Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan WHO Stuart, G.W. (2007). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.