LP Kraniotomi Icu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN POST KRANIOTOMI I.



KONSEP DASAR PENYAKIT A. Definisi Kraniotomi Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak. Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak. Craniotomy adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan hematom di dalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan intrakranial dari bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang tengkorak kepala (Siska & Zam, 2017) Craniotomy adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan sebagai penanganan untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan pengangkatan bagian tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater dibebaskan agar otak dapat membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari tulang tengkorak kepala yang diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone flap ini dapat disimpan pada perut pasien dan dapat dipasang kembali ketika penyebab dari peningkatan ICP tersebut telah disingkirkan. Material sintetik digunakan sebagai pengganti dari bagian tulang tengkorak yang diangkat. Tindakan pemasangan material sintetik ini dkenal dengan Cranioplasty(Eccher,2004 ,Gulli. Dkk, 2010). Craniotomy adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak.Operasi ini paling banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak. Operasi ini juga sering digunakan untuk mengangkat bekuan darah (hematom), untuk mengontrol perdarahan, aneurisma otak, abses otak, memperbaiki malformasi arteri vena, mengurangi tekanan intrakranial, atau biopsi (Gulli. dkk, 2010). Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.



B. Klasifikasi Kraniotomi a. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. b. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantara lapisan duramater dengan araknoidea C. Indikasi Kraniotomi Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut : a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker. b. Mengurangi tekanan intrakranial. c. Mengevakuasi bekuan darah . d. Mengontrol bekuan darah, e. Pembenahan organ-organ intrakranial, f. Tumor otak, g. Perdarahan (hemorrage), h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms) i.



Peradangan dalam otak



j.



Trauma pada tengkorak.



D. Etiologi Kraniotomi a. Oleh benda tajam b. Pukulan benda tumpul c. Pukulan benda tajam d. Kecelakaan lalu lintas e. Terjatuh f. Kecelakaan kerja



E. Patofisiologi Kraniotomi Setelah dilakukannya op kraniotomi terjadi insisi pada bagian kepala frontalis sehingga timbul luka pada daerah kepala yang dilakukan operasi. Akibat adanya luka insisi pada kepala timbul gejala seperti gatal, panas, nyeri, kulit mengelupas atau kemerahan, bahkan terjadi perdarahan. Dari gejala-gejala tersebut sehingga timbul masalah resiko terjadinya infeksi, nyeri akut, kerusakan intregitas kulit, terjadi gangguan perfusi jaringan, bahkan bisa kehilangan atau kekurangan volume cairan. Akibat adanya luka insisi pada bagian kepala timbul gejala dan masalah seperti yang disebutkan diatas. Karena adanya luka insisi supaya keadaan lebih membaik, biasanya diberikan obat anestesi sesuai indikasi yang diberikan oleh dokter. Namun pemberian obat anestesi juga menimbulkan efek samping pada tubuh maupun pada luka yang dialami. Efek pada obat anestesi bisa menimbulkan masalah yang bermacam-macam. Sebagai contoh pola nafas yang tidak efektif terjadi akibat diberikannya obat anestesi sehingga bisa timbul penekanan pada pusat pernapasan. Karena terjadi penekanan sehingga kerja organ pernapasan tidak bisa bekerja secara efektif sehingga ekspansi paru mengalami penurunan dan suplai O2 untuk tubuh menjadi berkurang. Selain ekspansi paru akibat fungsi organ pernapasan tidak bisa bekerja secara efektif, bisa timbul penumpukan secret pada organ pernapasan sehingga timbul masalah ketidakbersihan jalan napas. Selain organ pernapasan yang terganggu, efek obat anestesi juga bisa mengganggu sistem perkemihan. Efek dari obat-obatan biasanya bisa menimbulkan masalah pada ginjal kita. Karena terjadi gangguan pada ginjal, reflek berkemih bisa mengalami penuran sehingga seseorang tidak bisa menahan reflek berkemihnya. Kemudian timbul masalah perubahan pola eliminasi urin. Tidak hanya sistem perkemihan, sistem pencernaan juga bisa terganggu akibat diberikannya obat anestesi. Efek dari obat sendiri biasanya menyebabkan nafsu makan pada seseorang menjadi menurun. Sehingga menstimulasi medulla kemudian bisa terjadi reflek muntah atau mual. Karena makanan yang sudah dicerna dikeluarkan kembali sehingga tubuh bisa menjadi kekurangan nutrisi.



F. PATHWAY



Ganggua n memori Gangguan Mobilitas Fisik



Ansietas



Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif



Pola Napas Tidak Efektif



Defisit Nutrisi



G. Manifestasi Klinis Kraniotomi Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF). 1. Sakit kepala 2. Nausea atau muntah proyektil 3. Pusing 4. Perubahan mental 5. Kejang Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) : 1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil edema. 2. Perubahan bicara, misalnya : aphasia 3. Perubahan sensorik, misalnya : hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik. 4. Perubahan motorik, misalnya : ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis. 5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi. 6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness. 7. Perubahan dalam seksual H. Komplikasi Pascabedah Kraniotomi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau kraniotomi adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan tekanan intrakranial 2. Perdarahan dan syok hipovolemik 3. Perdarahan epidural: Yaitu penimbunan darah dibawah durameter. Terjadi secara akurat dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa. 4. Perdarahan subdural 5. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit 6. Kejang 7. Edema cerebral 8. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. 9. Infeksi: Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi



10. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Factor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan I. Pemeriksaan Diagnostik Kraniotomi Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi : (Sjamsuhidajat , R. Wim de Jong. 2012) 1. Tomografi komputer (pemindaian CT) Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik. Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma. 2. Pencitraan resonans magnetik (MRI) Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain. 3. Sinar-X Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang 4. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang otak 5. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid 6. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK J. Penatalaksanaan Medis 1. Praoperasi Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum



pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas.



Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi. 2. Pascaoperasi Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan. Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap. Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik. Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan



serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tampak tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior. II.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan 1. Identitas Klien dan Keluarga (Penanggung Jawab) Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, dll. 2. Pengkajian Primary Survay a. Airway Pasien dengan post op craniotomy akan terpasang ventilator sebagai penunjang alat pernafasan serta juga terpasang ETT, OPA. Pada jalan akan tertumpuk secret karena terjadi penurunan kesadaran. b. Breathing Terpasang ventilator. Suara nafas ronchi. Pernafasan pada pasien dengan post op craniotomy tidak teratur dan kedalamannya juga tidak teratur. c.



Circulation Pasien dengan post op craniotomy tekanan darahnya tidak menentu. Akralnya dingin, warna kulitnya pucat karena ketika operasi banyak menghabiskan darah dan menyebabkan Hb nya menjadi renda.



d.



Disability Kesadaran akan menurun karena telah di lakukan pembedahan pada otak. Besar pupil normal (±2 mm). Reflek terhadap cahaya ada. Semua aktifitas di bantu karena mengalami penurunan kesadaran serta harus bedrest total.



3. Pengkajian Secondary Survey a. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya pasien dengan post op craniotomy mengalami penurunan kesadaran atau masih d bawah pengaruh obat (GCS < 15), lemah, terdapat luka di daerah kepala, terdapat secret pada saluran pernafasan kadang juga kejang. b. Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat kesehatan dahulu harus diketahui baik berhubungan dengan sistem persarafan maupun riwayat penyakit sistematik lainnya. Biasanya pasien



mempunyai riwayat penyakit seperti kepala terbentur atau jatuh, riwayat hipertensi, riwayat stroke. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien dengan post op craniotomy mempunyai riwayat keturunan seperti penyakit hipertensi dan stroke. 4. Pengkajian Fokus B6 a. B1 Breathing Hal yang perlu dikaji diantaranya : -



Adakah sumbatan jalan karena penumpukan sputum dan kehilangan reflek batuk



-



Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang



-



Adakah suara nafas tambahan dengan cara melakukan auskultasi suara nafas



-



Catat jumlah dan irama nafas



b. B2 (Blood/sirkulasi) Kaji adanya tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan tekanan darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi. c. B3 (Brain/persarafan otak) -



Kaji adanya keluhan nyeri kepala hebat, periksa adanya pupil unilateral dan observasi tingkat kesadaran



-



Kaji status mental Observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah dan aktifitas motorik



-



Kaji fungsi intelektual Observasi adanya penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang serta penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi



-



Kaji kemampuan bahasa Kaji adanya disfasia baik disfasia reseptif maupun disfasia ekspresif, disartria dan apraksia



-



Kaji Lobus Frontal Kaji adanya kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis seperti kesulitan dalam pemahaman, mudah lupa, kurang motivasi, frustasi dan depresi.



-



Hemisfer Stroke hemisfer kiri didapatkan hemiparase pada sisi sebelah kanan dan sebaliknya.



d. B4 (Bladder/Perkemihan) Kaji adanya tanda-tanda inkontinensia uri akibat ketidakmampuan untuk



mengendalikan kandung kemih karena adanya kerusakan kontrol motorik dan postural e. B5 (Bowel/Pencernaan) Kaji adanya kesulitannya menelan, nafsu makan menurun, mual muntah & konstipasi f. B6 (Bone/Tulang dan integumen ) Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan, kaji adanya dekubitus, warna kulit dan turgor



5. Pemeriksaan fisik head to toe a. Kepala Pasien dengan post op craniotomy tampak luka bekas operasi pada kepala klien dan terpasang drain, tidak terdapat pembengkakan pada kepala b. Mata Pasien dengan post op craniotomy akan terjadi pengeluaran darah yang berlebih jadi conjuntiva pucat, ukuran pupil (2 mm). Reaksi terhadap cahaya ada, tidak ada edema pada palpebra, palpebra tertutup, sklera tidak ikterik. c.



Hidung



Pasien akan terpasang NGT untuk pemenuhan nutrisi, hidung bersih, tidak ada perdahan pada hidung. Tidak ada pembengkakan pada daerah hidung. d.



Mulut



Mukosa bibir tampak kering, pasien akan terpasang ETT dan OPA, mulut. Tidak ada pembengkakan di sekitar mulut. e.



Leher Pasien dengan post op craniotomy tidak mengalami kelainan pada leher.



f. Dada -



Inspeksi : Dada tampak simetris, gerkan sama kiri dan kanan, tidak ada tampak luka atau lesi, tampak terpasang elektroda kardiogram.



-



Palpasi : Tidak ada pembengkakan



-



Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru



-



Auskultasi : Suara nafas ronchi karena penumpukan secret pada jalan nafas, irama tidak teratur



g. Kardiovaskuler



-



Inspeksi : Arteri carotis normal , tidak terdapat ditensi vena jungularis, ictus cordis tidak terlihat



-



Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial lateral mid clavicula sinistra



-



Perkusi : Letak jantung normal yaitu batas atas jantung : ICS II parasternal sinistra, batas kanan jantung : linea parasternal dextra, batas kiri jantung : midclavicula sinistra



-



Auskultasi : tidak mengalami kelainan pada suara jantung : S1 dan S2 normal reguler, tidak ada suara jantung tambahan seperti gallop kecuali pasien mengalami riwayat penyakit jantung.



h. Abdomen -



Inspeksi : Perut datar, tidak ada lesi pada abdomen



-



Auskultasi : Bising usus normal 12 x/i



B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul 1.



Pola Napas Tidak Efektif



2.



Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif



3.



Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial



4.



Risiko Cedera



5. Gangguan Mobilitas Fisik 6.



Gangguan Memori



7.



Konfusi Akut



8.



Nyeri Akut



9.



Ansietas



10. Defisit Nutrisi



C. Rencana Asuhan Keperawatan No



Diagnosa Keperawatan



1. Pola Napas Tidak Efektif Definisi :



Tujuan & Kriteria



Intervensi Keperawatan



Hasil Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas selama ... x... jam, maka



Inspirasi dan/atau ekspirasi yang pola napas membaik



Observasi :  Monitor pola napas



tidak memberikan ventilasi



dengan



(frekuensi, kedalaman, usaha



adekuat.



kriteria hasil :



napas)



Penyebab :



1. Pola Napas



 Monitor bunyi napas



 Depresi pusat pernapasan



 Ventilasi semenit (5)



tambahan (mis. gurgling,



 Hambatan upaya napas (mis.



 Kapasitas vital (5)



mengi, wheezing, ronkhi kering)



nyeri saat bernapas, kelemahan  Diameter thoraks anterior otot pernapasan)



posterior (5)



 Monitor sputum (jumlah,



 Deformitas dinding dada



 Tekanan ekspirasi (5)



 Deformitas tulang dada



 Tekanan inspirasi (5)



Terapeutik :



 Gangguan neuromuscular



 Dispnea (5)







 Gangguan neurologis (mis.



 Penggunaan otot bantu



elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala, gangguan kejang)



napas (5)  Pemanjangan fase ekspirasi (5)



 Imaturitas neurologis



 Ortopnea (5)



 Penurunan energy



 Pernapasan pursed-tip (5)



warna, aroma) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)  Posisikan semi-Fowler atau Fowler  Berikan minum hangat



 Lakukan fisioterapi dada,  Pernapasan cuping hidung jika perlu  Posisi tubuh yang menghambat (5)  Lakukan penghisapan lendir ekspansi paru  Frekuensi napas (5) kurang dari 15 detik  Sindrom hipoventilasi  Kedalaman napas (5)  Lakukan hiperoksigenasi  Kerusakan inervasi diafragma  Ekskursi dada (5) sebelum penghisapan (kerusakan saraf C5 ke atas) endotrakeal  Cedera pada medulla spinalis  Keluarkan sumbatan benda  Efek agen farmakologis padat dengan forsep McGill  Kecemasan  Berikan oksigen, jika perlu Gejala dan Tanda Mayor Edukasi : Subjektif :  Obesitas



 Dispnea



 Anjurkan asupan cairan



Objektif :



2000ml/hari, jika tidak



 Penggunaan otot bantu



kontraindikasi



pernapasan



 Ajarkan teknik batuk efektif



 Fase ekspirasi memanjang



Kolaborasi :



 Pola napas abnormal (mis.



 Kolaborasi pemberian



takipnea, bradipnea,



bronkodilator, ekspektoran,



hiperventilasi, kusmaul,



mukolitik, jika perlu



cneyne-stokes) Gejalan dan Tanda Minor



Pemantauan Respirasi



Subjektif :



Observasi :



 Ortopnea



 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas



Objektif :  Pernapasan pursed-lip







Monitor pola napas (seperti :



 Pernapasan cuping hidung



bradipnea, takipnea,



 Diameter thoraks anterior-



hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)



posterior meningkat  Ventilasi semenit menurun



 Monitor kemampuan batuk efektif



 Kapasitas vital menurun  Tekanan ekspirasi menurun



 Monitor adanya produksi sputum



 Tekanan inspirasi menurun  Ekskursi dada berubah Kondisi Klinis Terkait :  Depresi sistem saraf pusat  Cedera kepala  Trauma thoraks



 Gullian barre syndrome  Multiple sclerosis  Myastenial gravis  Stroke  Kuadriplegia  Intoksikasi alcohol







Monitor adanya sumbatan jalan napas



 Paplasi kesimetrisan ekspansi paru  Auskultasi bunyi napas  Monitor saturasi oksigen 



Monitor nilai AGD







Monitor hasil X-ray thoraks



Terapeutik :  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien



 Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu 2. Risiko Perfusi Serebral Tidak



Setelah dilakukan asuhan



Manajemen



Efektif (D.0017)



keperawatan selama



Tekanan Intrakranial



Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi daerah otak. Faktor Risiko  Keabnormalan masa prothrombin dan/atau masa tromboplastin parsial



…….x……. maka Perfusi Observasi :



 Penurunan kinerja ventrikel kiri



Serebral Meningkat



Peningkatan



 Identifikasi



dengan kriteria hasil :



peningkatan



 Tingkat kesadaran meningkat (5)



Lesi,



 Kognitif meningkat (5)



serebral)



 Sakit kepala menurun (5)  Monitor



 Agitasi menurun (5)



bradikardi,



 Fibrilasi atrium



 Demam menurun (5)



ireguler,



 Tumor otak



menurun)  Tekanan arteri rata-rata membaik (5)  Monitor



tekanan



TIK



(mis.



nadi



melebar,



pola



nafas



kesadaran MAP



(Mean



Arterial Pressure)  Monitor



 Tekanan darah sistolik membaik (5)  Koagulopati (mis.anemia sel sabit)  Tekanan darah diastolit  membaik (5)  Dilatasi kardiomiopati   Koagulasi intravaskuler  Reflex saraf membaik (5)  diseminata  Embolisme



/gejala



Tekanan darah meningkat,



 Diseksi arteri



 Aneurisma serebri



edema



tanda



peningkatan



 Gelisah menurun (5)



 Tekanan intra kranial membaik (5)



(mis.



metabolisme,



 Kecemasan menurun (5)



 Miksoma atrium



TIK



gangguan



 Aterosklerosis aorta



 Stenosis karotis



penyebab



Venous



CVP



(Central



Pressure),



jika



perlu Monitor PAWP, jika perlu Monitor PAP , jika perlu Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia



 Monitor



CPP



(Cerebral



 Cedera kepala  Hiperkolesteronemia  Hipertensi  Endocarditis infektif  Katup prostetik mekanis



Perfusion Pressure)  Monitor gelombang ICP  Monitor setatus pernapasan  Monitor intake dan ouput cairan  Monitor



cairan



serebro-



 Stenosis mitral



spinalis



(mis.



Warna,



 Neoplasma otak



konsistensi)



 Infark miokard akut  Sindrom sick sinus



Terapeutik  Minimalkan



stimulus



 Penyalahgunaan zat



dengan



 Terapi tombolitik



lingkungan yang tenang



 Efek samping tindakan (mis. Tindakan operasi bypass) Kondisi Klinis Terkait:  Stroke  Cedera kepala  Aterosklerotik aortic  Infark miokard akut  Diseksi arteri  Embolisme 



Endocarditis infektif



 Fibrilasi atrium  Hiperkolesterolemia  Hipertensi  Dilatasi kardiomiopati  Koagulasi intravascular diseminata



menyediakan



 Berikan posisi semi Fowler  Hindari maneuver valsava  Cegah terjadinya kejang  Hindari penggunaan PEEP  Hindari pemberian cairan IV hipotonik  Atur ventilator agar PaCO2 optimal  Pertahankan suhu tubuh normal Kolaborasi  Kolaborasi



pemberian



sedasi dan anti konvulsan, jika perlu  Kolaborasi



pemberian



diuretik osmosis, jika perlu  Kolaborasi



pemberian



pelunak tinja , jika perlu Pemantauan



Tekanan



 Miksoma atrium



Intrakranial



 Neoplasma otak



Observasi



 Segmen ventrikel kiri akinetic  Sindrom sick sinus  Stenosis karotid



 Identifikasi



penyebab



peningkatan TIK (mis. Lesi menempati



ruang,



gangguan



metabolisme,



edema serebraltekann vena,



 Stenosis mitral



obstruksi



 Hidrosefalus



serebrospinal,



 Infeksi otak (mis. Meningitis, ensefalitis, abses serebri)



intracranial idiopatik)



aliran



cairan



hipertensi,



 Monitor peningkatan TD  Monitor pelebaran tekanan nadi



(selisih



TDS



dan



TDD)  Monitor



penurunan



frekuensi jantung  Monitor ireguleritas irama napas  Monitor penurunan tingkat kesadaran  Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan



respon



pupil  Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan  Monitor tekanan perfusi serebral  Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal  Monitor



efek



stimulus



lingkungan terhadap TIK



Terapeutik  Ambil



sampel



drainase



cairan serebrospinal  Kalibrasi transduser  Pertahankan



sterilitas



sistem pemantauan  Pertahankan posisi kepala dan leher netral  Bilas sistem pemantauan, jika perlu  Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien  Dokumentasikan



hasil



pemantauan Edukasi  Jelaskan



tujuan



dan



prosedur pemantauan  Informasikan



hasil



Setelah dilakukan asuhan



pemantauan, jika perlu Manajemen Peningkatan



Intrakranial



keperawatan selama



Tekanan Intrakranial



Definisi :



…….x……. maka



Observasi :



3. Penurunan Kapasitas Adaptif



Gangguan mekanisme dinamika Kapasitas Adaptif



 Identifikasi



penyebab



intrakranial dalam melakukan



Intrakranial membaik



peningkalan TIK (mis. lesi,



kompensasi terhadap stimulus



dengan kriteria hasil



gangguan



yang dapat menurunkan kapasitas1. Kapasitas Adaptif intrakranial.



Intrakranial:



Penyebab :



 Tingkat kesadaran meningkat (5)



 Lesi menempati ruang (mis.



metabolisme,



edema serebral  Monitor



tanda



peningkstan



TIK



(mis.



Ktekanan darah meningkat,



space-occupaying lesion- akibat  Sakit Kepala menurun (5)



tekanan



tumor, abses)



bradikardia,



 Bradikardia menurun (5)



gejala



nadi pola



melebar, napas



 Gangguan metabolisme (mis. akibat hiponatremia,



 Papiladema menurun (5)



ireguler,



 Gelisah menurun (5)



menurun)



kesadaran



 Monitor MAP (Mean  Tekanan darah membaik ensefalopati hepatikum, Arterial Pressure) (5) : (systole: 100-130 mmHg, diastole : 70-90  Monitor CVP (Central ketoasidosis diabetik, mmHg) septikemia) Venous Pressure), jika  Tekanan nadi membaik  Edema serebral (mis. akibat periu (5) : 60-100 x/menit cedera kepala [hematoma  Monitor PAWP, jika pertu epidural, hematoma subdural,  Pola napas membaik (5):  Monitor PAP, jika perlu 16-20 x/menit hematoma subarachnoid, Monitor ICP (Intra Cranial  Refleks neurologis hematoma intraserebral], stroke Pressure), jika tersedia membaik (5) iskemik, stroke hemoragik,  Monitor CPP (Cerebral  Respon pupil membaik hipoksia, ensefalopati iskemik, Perfusion Pressure) (5) pascaoperasi)  Monitor gelombang ICP  Peningkatan tekanan vena (mis.  Monitor status permapasan ensefalopati uremikum,



akibat trombosis sinus vena serebral, gagal jantung, trombosis/obstruksi vena jugularis atau vena kava superior)  Obstruksi aliran cairan serebrospinalis (mis. hidosefalus)  Hipertensi intrakranial idiopatik Gejala dan Tanda Mayor Subjektif :  Sakit kepala Objektif :  Tekanan darah meningkat dengan tekanan nadi (pulse pressure) melebar  Bradikardia  Pola napas ireguler



 Monitor intake dan ouput cairan  Monitor



cairan



serebro-



spinalis



(mis.



warna,



konsistensi) Terapeutik  Minimalkan dengan



stimulus menyediakan



lingkungan yang tenang  Berikan posisi semi Fowler  Hindari manuver Valsava Cegah terjadinya kejang  Hindari penggunaan PEEP  Hindari pemberian cairan IV hipotonik  Atur ventilator agar PaCO2 optimal  Pertahankan



suhu



tubuh



 Tingkat kesadaran menurun



nomal



 Respon pupil melambat atau



Kolaborasi :



tidak sama



 Kolaborasi



pemberian



 Refleks neurologis terganggu



sedasi dan anti konvulsan,



Gejalan dan Tanda Minor



jika perlu



Subjektif :



 Kolaborasi



pemberian



diuretik osmosis, jika periu



Objektif :  Gelisah



 Kolaborasi



pemberian



pelunak tinja, jika perlu



 Agitasi  Muntah (tanpa disertai mual)



Pemantauan



 Tampak lesu/lemah



Intrakranial



 Fungsi kognitif terganggu



Observasi



 Tekanan intrakranial (TIK) ≥220



 Identifikasi



mmHg  Papiledema  Postur deserebrasi (ektensi)



Tekanan



penyebab



peningkatan TIK (mis. Lesi menempati



ruang,



gangguan



metabolisme,



Kondisi Klinis Terkait :



edema serebraltekann vena,



 Cedera kepala



obstruksi



 Iskemik serebral



serebrospinal,



 Tumor serebral



intracranial idiopatik)



aliran



cairan



hipertensi,



 Hidrosefalus



 Monitor peningkatan TD



 Hematoma kranial



 Monitor pelebaran tekanan



 Pembentukan arteriovenous



nadi



 Edema vasogenik atau



TDD)



sitotoksik serebral  Hiperemia  Obstruksi aliran vena



(selisih



 Monitor



TDS



dan



penurunan



frekuensi jantung  Monitor ireguleritas irama napas  Monitor penurunan tingkat kesadaran  Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan



respon



pupil  Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan  Monitor tekanan perfusi serebral  Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal  Monitor



efek



stimulus



lingkungan terhadap TIK Terapeutik  Ambil



sampel



drainase



cairan serebrospinal  Kalibrasi transduser  Pertahankan



sterilitas



sistem pemantauan  Pertahankan posisi kepala dan leher netral  Bilas sistem pemantauan, jika perlu  Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien  Dokumentasikan



hasil



pemantauan Edukasi  Jelaskan



tujuan



prosedur pemantauan 4. Risiko Cedera



Setelah dilakukan asuhan



Definisi: keperawatan selama seseorang tidak lagi sepenuhnya



 Informasikan hasil Pencegahan Cedera Observasi



dan



sehat atau dalam kondisi baik …….x……. maka Risiko Berisiko mengalami bahaya atau Cedera membaik dengan kerusakan fisik kriteria hasil Faktor Risiko  Terpapar patogen  Terpapar zat kimia toksik



1. Tingkat Cedera:  Kejadian Cedera menurun (5)



 Terpapar agen nosokomial  Luka/Lecet membaik(5)  Ketidakamanan  Gangguan Mobilitas transportasi Internal  Ketidaknormalan profil darah  Perubahan orientasi afektif  Perubahan sensasi  Disfungsi autoimun  Disfungsi biokimia  Hipoksia jaringan



menurun (5)  Gangguan kognitif menurun (5)  Perdarahan menurun (5)



 Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera .  Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera  Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elasis peda skstremitas besah Terapeutik  Sediakan pencahayaan yang memadai Gunakan lampu tidur selama jam tidur .  Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan



 Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh



ingkungan ruang rawet



 Malnutrisi Perubahan fungsi psikomotor



tempat tidur, penerangan



 Perubahan fungsi kognitif



mandi)



(mis cenggunaan telepon, ruangan dan lokasi kamar  Gunakan alas lantai jika



Kondisi Klinis Terkait:  Kejang  Sinkop  Vertigo



berisiko mengalami cedera serius .Sediakan alas kaki antislip  Sediakan pispot atau urinal



 Gangguan penglihatan



untuk eliminasi di tempat



 Gangguan pendengaran



tidur, jika pertu



 Penyakit Parkinson  Hipotensi



 Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau



 Kelainan nervus vestibularis



 Pastikan barang-barang



 Retardasi mental



 Pertahankan posisi tempat



pribadi mudsh dijangkau tidur di posisi terendah saat digunakan  Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam kondisi terkunci  Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kasshatan  Pertimbangkan penggunaan alam elektronik pribadi atau alam sensor pada tempat tidur atau  Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan  Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sasuai (mis. tongkat atau alat bantu jalan)  Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi pasien  Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan Edukasi  Jelaskan alas an intervensi pencegahan jatuh ke



pasien dan keluarga  Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit 5. Gangguan Mobilitas Fisik



sebelum berdiri Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi keperawatan selama … x … Observasi jam, maka diharpkan:



□ Identifikasi adanya nyeri



Mobilitas Fisik membaik, dengan kriteria hasil :



atau keluhan fisik lainnya □ Identifikasi toleransi fisik



□ Peningkatan



melakukan ambulasi



ekstremitas meningkat □ Monitor frekuensi jantung (5) □ Kekuatan



dan tekanan darah otot



sebelum memulai



meningkat (5)



ambulasi



□ Rentang gerak (ROM) □ Monitor kondisi umum meningkat (5)



selama melakukan ambulasi Terapeutik □



Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)



□ Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu □ Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi □ Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi □ Anjurkan melakukan ambulasi dini □ Ajarkan ambulasi sederhana yang harus



dilakukan (mis. berjalan dari temapt tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi) Dukungan Mobilasi Observasi □ Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya □ Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan □ Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi □ Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik □ Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat tidur) □ Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu □ Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi □ Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi □ Anjurkan melakukan mobilisasi dini □ Ajarkan mobilisasi



sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk di sis tempat tidur, pindah dari 6. Gangguan Memori (D.0062) Definisi :



tempat tidur ke kursi) Setelah dilakukan asuhan Latihan Memori (I.06188) keperawatan selama



Observasi:



mengingat …… x …….jam diharapkan  Identifikasi



Ketidakmampuan



beberapa informasi atau perilaku Memori



Meningkat



masalah



memori yang dialami



(L.09079) dengan kriteria  Identifikasi Penyebab :



hasil:



 Ketidakadekuatan



terhadap orientasi



stimulasi  Verbalisasi kemampuan  Monitor



intelektual



mempelajari



 Gangguan sirkulasi ke otak  Gangguan



hal



baru



meningkat (5) mengingat



perubahan memori selama



informasi  Rencanakan



 Verbalisasi kemampuan



 Hipoksia  Gangguan neurologis (mis.



mengingat tertentu



gangguan kejang)



dilakukan meningkat (5)



yang



mengingat



 Penyalahgunaan zat psikologis



pernah



 Verbalisasi kemampuan



 Efek agen farmakologis



(mis.



metode



mengajar



sesuai



kemampuan pasien



perilaku  Stimulasi memori dengan



EEG positif, cedera kepala,



mengulang pikiran yang terakhir



kali



jika perlu



peristiwa  Koreksi



meningkat (5)



diucapkan, kesalahan



orientasi



mengingat stres  Melakukan kemampuan  Fasilitasi yang dipelajari kembali pengalaman masa berduka,



depresi,



berlebihan,



meningkat (5)



gangguan tidur)



lalu, jika perlu



 Verbalisasi pengalaman  Fasilitasi



 Distraksi lingkungan



lupa menurun (5)



tugas



pembelajaran



(mis.



Gejala dan Tanda Mayor



mengingat



Subjektif :



verbal dan gambar)



 Melaporkan



dan



terapi



factual meningkat (5)



 Proses penuaan



kecemasan,



perilaku



cairan  Verbalisasi kemampuan Terapeutik :



volume



dan/atau elektrolit



 Faktor



kesalahan



pernah



mengalami pengalaman lupa



 Fasilitasi pembelajaran



informasi tugas (mis.



 Tidak mampu mempelajari mampu



mengingat



mampu



mengingat



perilaku tertentu yang pernah



kemampuan



kartu pasangan), jika perlu  Stimulasi memori



dilakukan  Tidak



 Fasilitasi



konsentrasi (mis. bermain



informasi faktual  Tidak



informasi



verbal dan gambar)



keterampilan baru  Tidak



mengingat



mampu



mengingat



menggunakan pada



peristiwa



yang baru terjadi (mis. bertanya ke mana saja ia



peristiwa



pergi akhir-akhir ini), jika



Objektif :  Tidak



mampu



melakukan



perlu



kemampuan yang dipelajari



Edukasi :



sebelumnya



 Jelaskan



tujuan



dan



prosedur Latihan  Ajarkan



Gejala dan Tanda Minor :



memori



yang tepat (mis. imajinasi



Subjektif :  Lupa pada



teknik



melakukan waktu



yang



dijadwalkan



perilaku telah



visual,



perangkat



mnermonik,



permainan



memori, isyarat memori,



 Merasa mudah lupa



teknik asosiasi, membuat



Objektif : -



daftar, komputer, papan nama)



Kondisi Klinis Terkait:



Kolaborasi



 Stroke



 Rujuk pada terapi okupasi,



 Cedera kepala



jika perlu



 Kejang



Orientasi Realita



 Penyakit Alzheimer



Observasi



 Depresi



 Monitor



 Intoksikasi alkohol Penyalahgunaan zat



perubahan



orientasi  Monitor



perubahan



kognitif dan perilaku Terapeutik :  Perkenalkan



nama



saat



memulai interaksi  Orientasikan



orang,



tempat, dan waktu  Hadirkan realita (mis. beri penjelasan



alternatif,



hindari perdebatan)  Sediakan lingkungan dan rutinitas secara konsisten  Atur stimulus sensorik dan lingkungan



(mis.



kunjungan, pemandangan, suara, pencahayaan, bau, dan sentuhan)  Gunakan



simbol



dalam



mengorientasikan lingkungan



(mis.



tanda,



gambar, warna)  Libatkan



dalam



terapi



kelompok orientasi  Berikan



waktu



dan tidur



istirahat



yang cukup,



sesuai kebutuhan  Fasilitasi akses informasi (mis. televisi, surat kabar, radio), jika perlu Edukasi  Anjurkan perawatan diri secara mandiri  Anjurkan penggunaan alat bantu (mis. kacamata, alat bantu dengar, gigi palsu)  Ajarkan keluarga dalam perawatan orientasi realita



7. Konfusi Akut (D.0064)



Setelah dilakukan asuhan Manajemen



Definisi :



keperawatan selama



Delirium



(I.06189)



Gangguan kesadaran, perhatian, …… x …….jam diharapkan Observasi kognitif,



dan



persepsi



yang Tingkat Konfusi Menurun  Identifikasi faktor risiko



reversibel, berlangsung tiba-tiba dengan kriteria hasil :  Fungsi



dan singkat.



delirium (mis. usia >75



kognitif



meningkat (5) Penyebab :



 Tingkat



 Delirium



 Aktivitas



 Fluktuasi siklus tidur-bangun  Penyalahgunaan zat



psikomotorik



motivasi



untuk



memulai/menyelesaikan perilaku berorientasi tujuan memulai/menyelesaikan Objektif :  Fluktuasi fungsi kognitif  Fluktuasi tingkat kesadaran  Fluktuasi



stres)



terarah



Subjektif :  Salah persepsi Objektif:  Halusinasi



efek



obat,



gangguan



tidur,



 Identifikasi tipe delirium (mis. hipoaktif, hiperaktif, campuran)



meningkat (5)



 Memori jangka panjang  Monitor status neurologis dan tingkat derilium meningkat (5) menurun (5)



halusinasi Terapeutik  Berikan pencahayaan yang baik



 Interpretasi membaik (5)  Sediakan jam dan kalender yang mudah terbaca  Fungsi sosial membaik  Hindari stimulus sensorik



(5) terhadap



stimulus membaik (5)  Persepsi membaik (5)



Gejala dan Tanda Minor:



infeksi,



perilaku



aktivitas  Respons



psikomotorik



fungsional,



toksin,



 Gelisah menurun (5)



perilaku terarah



kemampuan,



memulai/menyelesaikan



untuk  Perilaku



motivasi



penurunan



malnutrisi,



 Memori jangka pendek



Subjektif:



penglihatan/pendengaran,



hipo/hipertermia, hipoksia,



meningkat (5)



meningkat (5)



Gejala dan Tanda Mayor:



 Kurang



kesadaran



 Motivasi



 Usia lebih dari 60 tahun



 Kurang



gangguan



meningkat (5)



 Demensia



tahun, disfungsi kognitif,



 Fungsi otak membaik (5)



berlebihan (mis. televisi, pengumuman interkom)  Lakukan



pengekangan



fisik, sesuai indikasi  Sediakan informasi tentang apa yang terjadi dan apa yang



dapat



selanjutnya



terjadi



 Gelisah



 Batasi



pembuatan



keputusan Kondisi Klinis Terkait :



 Hindari



memvalidasi



 Cedera kepala



mispersepsi



 Stroke



interpretasi



 Penyakit Alzheimer



tidak



 Penyalahgunaan zat



halusinasi, waham)



 Demensia  Delirium



atau realita



yang



akurat



(mis.



 Nyatakan persepsi dengan cara



yang



meyakinkan,



tenang, dan



tidak



apa



yang



argumentatif  Fokus



pada



dikenali dan bermakna saat interaksi interpersonal  Lakukan reorientasi  Sediakan lingkungan fisik dan rutinitas harian yang konsisten  Gunakan



isyarat



lingkungan untuk stimulasi memori, reorientasi, dan meningkatkan



perilaku



yang sesuai (mis. tanda, gambar, jam, kalender, dan kode



warna



pada



lingkungan)  Berikan secara



informasi perlahan,



baru sedikit



demi sedikit, diulang-ulang Edukasi  Anjurkan



kunjungan



keluarga, jika perlu  Anjurkan penggunaan alat



bantu



sensorik



kacamata,



(mis.



alat



bantu



dengar, dan gigi palsu) Kolaborasi  Kolaborasi pemberian obat ansietas atau agitasi, jika perlu 8. Nyeri Akut (D.0077)



Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)



Definisi:



keperawatan



Pengalaman



selama



.... Observasi



atau X .... jam menit diharapkan  Identifikasi



sensorik



emosional yang berkaitan dengan tingkat



nyeri



menurun



lokasi,



karakteristik,



durasi,



kerusakan jarigan actual atau (L.08066) dengan kriteria



frekuensi,



fungsional,



intensitas nyeri



dengan



mendadak



atau



onset hasil:



lambat



dan Keluhan nyeri (5)



 Identifikasi respons nyeri



yang berlangsung kurang dari 3  Sikap protektif (5) bulan  Gelisah (5)



 Agen



pencedera



(mis.



fisiologis



 Agen



memperingan nyeri



Menarik diri (5)



diri  Identifikasi



pada



dan



sendiri (5)



kimiawi







iritan)  Agen pencedera fisik (mis. amputasi,



terbakar,



Perasaan (tertekan) (5)



nyeri



dan



pengetahuan



keyakinan



tentang



pengaruh depresi  Identifikasi budaya terhadap respon



 Perasan takut mengalami cedera berulang (5) 



yang



nyeri



 Diaforesis (5)



pencedera



faktor







(mis. Terbakar, bahan kimia



Abses,



 Identifikasi memperberat



Inflamai,iskemia,



neoplasma



non verbal



 Kesulitan tidur (5)  Berfokus



,



 Identifikasi skala nyeri



berintensitas ringan hingga berat  Meringis (5)



Penyebab:



kualitas



Anoreksia (5)



nyeri  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup



terpotong, mengangkat berat, prosedur



operasi,



latihan fisik berlebih)



keberhasilan  Perineum terasa tertekan  Monitor trauma, terapi komplementer yan (5)



Gejala dan Tanda Mayor Subjektif



 Uterus teraba membulat (5)  Ketegangan otot (5)



sudah diberikan  Monitor



efek



samping



penggunaan analgetik



 Mengeluh nyeri



 Pupil dilatasi (5)



Terapeutik



Objektif



 Muntah (5)







 Tampak meringis







 Bersikap



protektif



Mual (5)



(mis.  Frekuensi nadi (5)



Berikan



teknik



nonfarmakologis



untuk



mengurangi



nyeri



rasa



Waspada, posisi menghindari  Pola napas (5)



(mis.



nyeri)



akupresur, terapi music,



 Tekanan darah (5)



 Gelisah



 Proses berpikir (5)



 Frekuensi nadi meningkat



 Fokus (5)



 Sulit tidur



 Fungsi kemih (5)  Perilaku (5)



Gejala dan Tanda Minor



 Nafsu makan (5)



Subjektif



 Pola tidur (5)



Objektif  Tekanan darah meningkat  Pola napas berubah  Nafsu makan berubah  Proses berpikir terganggu  Menarik diri  Berfokus pada diri sendiri  Diaforesis Kondisi klinis terkait  Kondisi pembedahan  Cedera traumatis  Infeksi  Sindrom koroner akut  Glaukoma



TENS,



hypnosis,



biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,



teknik



imajinasi



terbimbing,



kompres



hangat/dingin,



terapi bermain)  Kontrol lingkungan yang memperberat (mis.



rasa



Suhu



nyeri



ruangan,



pencahayaan, kebisingan)  Fasilitas istirahat dan tidur  Pertimbangkan jenis dan sumber



nyeri



pemilihan



dalam strategi



meredakan nyeri Edukasi  Jelaskan



penyebab,



periode, dan pemicu  Jelaskan



strategi



meredakan nyeri  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri  Anjurkan



menggunakan



analgetik secara tepat  Ajarkan nonfarmakologis



teknik untuk



mengurangi rasa nyeri Kolaborasi







Kolaborasi



pemberian



analgetik, jika perlu 9. Ansietas (D.0080)



Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas



Definisi:



keperawatan selama



Kondisi emosi dan pengalaman ……



x



…….jam



subyektif individu terhadap objek Tingkat



Observasi maka  Identifikasi



Ansietas



yang tidak jelas dan spesifik Menurun dengan kriteria akibat antisipasi bahaya yang hasil: melakukan



tindakan



untuk



menghadapi ancaman



menurun (5)  Verbalisasi



Penyebab:



akibat



 Krisis situasional



dihadapi menurun (5)



 Kebutuhan tidak terpenuhi  Krisis maturasional



kondisi



 Perilaku



yang



 Kekhawatiran kegagalan



 Disfungsi system keluarga  Hubungan



orang



tua-anak



ansietas



(verbal



dan



nonverbal) Terapeutik suasana untuk



menumbuhkan kpercayaan



membaik



pasien



mengurangi



untuk



kecemasan,



jika memungkinkan



 Pola tidur membaik (5)  Pahami



situasi



membuat



yang ansietas



dengarkan dengan penuh



tidak memuaskan  Faktor



tanda-tanda



 Temani



(5)



mengalami  Konsentrasi (5)



mengambil keputusan



terapeutik



 Ancaman terhadap konsep diri  Perilaku tegang menurun  Ancaman terhadap kematian



kemampuan



gelisah  Ciptakan



menurun (5)



(mis.



Kondisi, waktu, stressor)



 Monitor khawatir



tingkat



berubah



 Identifikasi



individu  Verbalisasi kebingungan



memungkinkan



ansietas



saat



keturunan



(temperamen,



mudah



teragitasi sejak lahir)  Penyalahgunaan zat  Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksik, polutan, dan lain-lain)  Kurang terpapar informasi



perhatian  Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan  Tempatkan barang pribadi yang



memberikan



kenyamanan  Motivasi mengidentifikasi situasi



yang



memicu



kecemasan Gejala dan Tanda Mayor:



 Diskusikan



perencanaan



Subjektif:



realistis tentang peristiwa



 Merasa bingung



yang akan datang



 Merasa akibat



khawatir dari



dengan



kondisi



yang



Edukasi  Jelaskan termasuk



dihadapi



prosedur, sensasi



yang



mungkin dialami



 Sulit berkonsentrasi



 Informasikan



Objektif:



secara



 Tampak gelisah



faktual



 Tampak tegang



diagnosis, pengobatan, dan



 Sulit tidur



prognosis



Gejala dan Tanda Minor:



mengenai



 Anjurkan keluarga untuk bersama pasien, jika perlu



Subjektif:



 Anjurkan



 Mengeluh pusing



kegiatan



 Anoreksia



melakukan yang



kompetitif,



 Palpitasi



tidak sesuai



kebutuhan



 Merasa tidak berdaya



 Anjurkan mengungkapkan



Objektif:  Frekuensi nadi meningkat  Frekuensi napas meningkat  Tekanan darah meningkat  Diaphoresis



perasaan dan persepsi  Latih kegiatan pengalihan untuk ketegangan  Laruhan



 Tremor



mengurangi penggunaan



mekanisme pertahanan diri



 Muka tampak pucat



yang tepat



 Suara bergetar



 Latih teknik relaksasi



 Kontak mata buruk



Kolaborasi



 Sering berkemih



 Kolaborasi pemberian obat



 Berorientasi pada masa lalu



antlansietas, jika perlu



Kondisi Klinis Terkait:  Penyakit (mis.



kronis Kaner,



progresif



Terapi Relaksasi



penyakit



Observasi



autoimun)



 Identifikasi



 Penyakit akut



tingkat



penurunan energy,



 Hospitalisasi



ketidakmampuan



 Rencana operasi



berkonsentrasi, atau gejala



 Kondisi diagnosis penyakit



lain



belum jelas  Penyakit neurologis  Tahap tumbuh kembang



yang



mengganggu



kemampuan kognitif  Identifikasi



teknik



relaksasi



yang



pernah



efektif digunakan  Identifikasi



kesediaan,



kemampuan,



dan



penggunaan



teknik



sebelumnya  Periksa ketegangan otot, frekuensi



nadi,



tekanan



darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan  Monitor respons terhadap terapi relaksasi Terapeutik  Ciptakan



lingkungan



tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan  Berikan informasi tertulis tentang



persiapan



dan



prosedur teknik relaksasi  Gunakan pakaian longgar  Gunakan lembut



nada



suara



dengan



irama



lambat dan berirama  Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik



atau



tindakan



medis lain, jika sesuai Edukasi  Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. Music, meditasi,



napas



dalam,



relaksasi otot progresif)  Jelaskan



secara



rinci



intervensi relaksasi yang dipilih  Anjurkan



mengambil



posisi nyaman  Anjurkan



rileks



merasakan



dan sensasi



relaksasi  Anjurkan



sering



mengulangi atau melatih teknik yang dipilih  Demonstrasikan dan latih teknik



relaksasi



(mis.



Napas dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)



10. Defisit Nutrisi (D.0019) Definisi:



keperawatan



selama



.... Observasi



Asupan nutrisi tidak cukup untuk X .... jam menit diharapkan  Identifikasi status nutrisi memenuhi



kebutuhan status



nutrisi



membaik  Identifikasi



metabolisme.



dengan kriteria hasil:



Penyebab:



 Porsi



 Ketidakmampuan



menelan



makanan  Ketidakmampuan



mencerna



yang Identifikasi



kebutuhan



kalori dan jenis nutrien otot Identifikasi



perlunya



penggunaan



sela



pengunyah (5)  Kekuatan otot menelan (5)



dan



intoleransi makanan



dihabiskan (5)  Kekuatan



makanan  Ketidakmampuan



makanan



alergi



nasogastric  Monitor asupan makanan



 Serum albumin (5)



mengabsorbsi nutrient  Peningkatan



kebutuhan Verbalisasi



metabolisme  Faktor



ekonomi



untuk (mis.



finansial tidak mencukupi)  Faktor psikologis (mis. stres, keengganan untuk makan) Gejala dan Tanda Mayor



 Monitor berat badan



keinginan Monitor hasil pemeriksaan



meningkatkan



nutrisi (5)  Pengetahuan



Terapeutik tentang  Lakukan



pilihan makanan yang  Pengetahuan



tentang



pilihan minuman yang



-



sehat (5)



 Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal Gejala dan Tanda Minor



 Pengetahuan



tentang



standar asupan nutrisi  Penyiapan



 Cepat kenyang setelah makan



yang aman (5)



dan makanan



menentukan



pedoman



diet



piramida makanan) menarik dan suhu yang sesuai serat



untuk



 Penyiapan



dan



kalori dan tinggi protein



penyimpanan minuman Berikan  Sikap



suplemen



makanan, jika perlu terhadap Hentikan



pemberian



makanan/minuman



makan



 Otot pengunyah lemah



sesuai



nasogastric



 Otot menelan lemah



kesehatan (5)



 Sariawan



dengan



tujuan



melalui jika



selang asupan



oral dapat ditoleransi



 Perasaan cepat kenyang Edukasi  Anjurkan



(5)



 Serum albumin turun



 Nyeri abdomen (5)



 Rambut rontok berlebihan



 Sariawan (5)



 Diare



 Rambut rontok (5)



Kondisi Klinis Terkait



 Diare (5)



Kolaborasi



 Stroke



 Berat badan (5)



 Kolaborasi



 Parkinson



 Indeks



 Mobius syndrome



mencegah



konstipasi



 Bising usus hiperaktif



 Membran mukosa pucat



(mis.



 Berikan makanan tinggi



yang aman (5) Objektif



sebelum makan, jika perlu



 Berikan makanan tinggi



yang tepat (5) penyimpanan



 Nafsu makan menurun



hygiene



 Sajikan makanan secara



Subjektif  Kram/nyeri abdomen



oral



 Fasilitasi



sehat (5)



Subjektif Objektif



laboratorium



Massa



posisi



duduk,



diet



yang



jika mampu  Anjurkan diprogramkan



Tubuh



(IMT) (5)  Frekuensi makan (5)



pemberian



medikasi sebelum makan (mis.



Pereda



nyeri,



antipiretik), jika perlu



 Cerebral palsy



 Nafsu makan (5)



 Cleft lip



 Bising usus (5)



gizi



 Cleft palate



 Tebal lipatan kulit trisep



jumlah kalori dan jenis



 Amvotropic lateral sclerosis



 Kolaborasi untuk



dengan



menentukan



nutrien yang dibutuhkan,



(5)



jika perlu



 Luka bakar  Kanker  Infeksi  AIDS  Penyakit Cronhn’s D. Implementasi



Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan



yang



telah



ditetapkan



ahli



meliputi



tindakan



independent,



depedent,



interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencan keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan. E. Evaluasi a. Evaluasi Formaatif (Mereflesikan observasi perawat dan analisi terhadap pasien terhadap respon langsung pada ntervensi keperawatan) b. Evaluasi Sumatif (Mereflesikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan pasien terhadap waktu)



DAFTAR PUSTAKA Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. 2006. The Localizing Value Of Asymmetry In Pupillary Size In Severe Head Injury: Relation To Lesion Type And Location. Neurosurgery. Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI. 2007. Chronic Subdural Hematoma: The Role For Craniotomy Reevaluated. Neurosurgery. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.