LP Mobilisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KDP



LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI PADA PASIEN DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO



oleh: Devi Putwi Hardini, S.Kep NIM 182311101051



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018



LAPORAN PENDAHULUAN



A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal 1. Muskuler/Otot 1.1 Otot Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di bawah permukaan kulit. Fungsi sistem muskuler/otot:  Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.  Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.  Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk mepertahankan suhu tubuh normal. Ciri-ciri sistem muskuler/otot:  Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak melibatkan pemendekan otot.  Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf.  Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang otot saat rileks.  Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau meregang.



Jenis-jenis otot a) Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.



 Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.  Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.  Kontraksinya sangat cepat dan kuat. Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka •



Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabutserabut berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot.







Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak nukleus ditepinya.



• Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut dengan myofibril. • Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda ukurannya :  yang kasar terdiri dari protein myosin  yang halus terdiri dari protein aktin/actin. b) Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah. 



Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.







Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil.







Kontraksinya kuat dan lamban.



Struktur Mikroskopis Otot Polos • Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh myofilamenmyofilamen.



Jenis otot polos Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk berkontraksi.



 Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, pada jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor pili rambut.  Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan dinding organ berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu berkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri atau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf eksternal untuk hasil dari aktivitas listrik spontan. c) Otot Jantung 



Merupakan otot lurik







Disebut juga otot seran lintang involunter







Otot ini hanya terdapat pada jantung







Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.



Struktur Mikroskopis Otot Jantung •



Mirip dengan otot skelet



Gambar .1



Otot Rangka



Otot Polos



Otot Jantung



Kerja Otot Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan) Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup) Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)



Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan) Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan) Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh) 1.2 Tendon Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot. Gambar.2 Tendon



1.3 Ligamen Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi. Beberapa tipe ligamen : a) Ligamen Tipis Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.



b) Ligamen jaringan elastik kuning. Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas. Gambar.3 Ligamen



2. Skeletal 2.1 Tulang/ Rangka Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang. Fungsi Sistem Skeletal : 1) Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis. 2) Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang. 3) Melekat pada tulang 4) Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk darah. 5) Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah misalnya. 6) Hemopoesis



Struktur Tulang 1) Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks). 2) Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang). 3) Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral. 4) Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk. 5) Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang dewasa). 6) Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang). Jaringan tulang terdiri atas : a. Kompak (sistem harvesian  matrik dan lacuna, lamella intersisialis) b. Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah) Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya 1. Tulang Kompak a. Padat, halus dan homogen b. Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone marrow”. c. Tersusun atas unit : Osteon  Haversian System d. Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat pembuluh darah dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae). e. Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut periosteur, membran ini mengandung: 



Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang  Osteoblas 2. Tulang Spongiosa a. Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.



b. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan. c. Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh darah yang memberi nutrisi pada tulang. d. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang lengan dan paha. Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya 1. Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna 2. Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki 3. Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum 4. Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis Pembagian Sistem Skeletal 4. Axial / rangka aksial, terdiri dari : 



tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka







columna vertebralis / batang tulang belakang







costae / tulang-tulang rusuk







sternum / tulang dada



5. Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :  tulang extremitas superior a. korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan clavicula (tulang berbentuk lengkung). b. lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku. c. lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan. d. tangan  tulang extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai bawah, kaki. 2.2 Sendi Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya gerakan. 1. Synarthrosis (suture) Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri atas fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di tengkorak.



2. Amphiarthrosis Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang 3. Diarthrosis Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala dan leher), dan sendi pelana (jempol/ibu jari). Gambar. 4



B. LOW BACK REGION 1. Struktur Ruas tulang punggung dikelompokkan menjadi: 1. Cervical/leher 7 ruas 2. Thoracalis/punggung 12 ruas 3. Lumbalis/pinggang 5 ruas 4. Sakralis/kelangkang 5 ruas 5. Koksigeus/ekor 4 ruas



2. Fungsi Low back region berfungsi untuk menegakkan/menopang postur struktur tulang belakang manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur tulang belakang lumbrosakral.



Gambar 5. Tulang belakang dan lekukuannya Antar tulang belakang diikat oleh intervertebal, serta oleh ligamen dan otot. Ikatan antar tulang yang lunak membuat tulang punggung menjadi fleksibel. Sebuah unit fungsi dari dua bentuk tulang yang berdekatan diperlihatkan dari gambar di bawah ini.



Gambar 6. Fungsi dasar tulang punggung



3. Komponen punggung  Otot punggung Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal.  Diskus Merupakan bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan. Terdapat diantara vertebrae sehingga memungkinkan sendisendi untuk bergerak secara halus. Tiap diskus mengandung cairan yang mengalir ke dalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus bersifat elastis, mudah kembali ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebra. a. Otot-otot punggung 



Spina erektor terdiri dari massa serat otot, berasal dari belakang sakrum dan bagian perbatasan dari tulang inominate dan melekat ke belakang kolumna vertebra atas, dengan serat yang selanjutnya timbul dari vertebra dan



sampai



ke



tulang oksipital



dari



tengkorak.



Otot



tersebut



mempertahankan posisi tegak tubuh dan memudahkan tubuh untuk mencapai posisinya kembali ketika dalam keadaan fleksi. 



Lastimus dorsi adalah otot datar yang meluas pada belakang punggung. Aksi utama dari otot tersebut adalah menarik lengan ke bawah terhadap posisi bertahan, gerakan rotasi lengan ke arah dalam, dan menarik tubuh menjauhi lengan pada saat mendaki. Pada pernapasan yang kuat menekan bagian posterior dari abdomen.



b. Otot-otot tungkai Gluteus maksimus, gluteus medius, dan gluteus minimus adalah otototot dari bokong. Otot-otot tersebut semua timbul dari permukaan sebelah luar ilium, sebagian gluteus maksimus timbul dari sebelah belakang sacrum. Aksi utama otot-otot tersebut adalah mempertahankan posisi gerak tubuh, memperpanjang persendian panggul pada saat berlari, mendaki, dan saat menaiki tangga, dalam mengangkat tubuh dari posisi duduk atau membungkuk, gerakan abduksi dan rotasi lateral dari paha.



C. INTERVERTEBRAL DISC Pada makhluk hidup vertebrata (memiliki ruas tulang belakang) terdapat sebuah struktur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra (vertebral body). Pada setiap dua ruas vertebra terdapat sebuah bantalan tulang rawan berbentuk cakram yang disebut dengan Intervertebral Disc. Pada tubuh manusia terdapat 24 buah Intervertebral disc. Tulang rawan ini berfungsi sebagai penyangga agar vertebra tetap berada pada posisinya dan juga memberi fleksibilitas pada ruas tulang belakang ketika terjadi pergerakan atau perubahan posisi pada tubuh.



Gambar bagian-bagian Intervertebral disc



Gambar 7 Susunan tulang rawan ini terbagi menjadi 3 bagian: 



Nucleus pulposus, memiliki kandungan yang terdiri dari 14% Proteoglycan, 77% Air, dan 4% Collagen.







Annulus fibrosus, mengandung 5% Proteoglycan, 70% Air, dan 15% Collagen.







Cartilage endplate, terdiri dari 8% Proteoglycan, 55% Air, dan 25% Collagen.



D. NECK



Gambar 8 Tulang Leher Tulang leher terdiri dari tujuh ruas, mempunyai badan ruas kecil dan lubang ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat lajunya saraf yang disebut foramen tranvertalis. Ruas pertama vertebra serfikalis disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontois (aksis) yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan ke kanan. Ruas ketujuh mempunyai taju yang disebut prosesus prominan. Taju ruasnya agak panjang. Tulang-tulang yang terdapat pada leher: a. Os. Hyoideum adalah sebuah tulang uang berbentuk U dan terletak di atas cartylago thyroidea setinggi vertebra cervicalis III. b. Cartygo thyroidea c. Prominentia laryngea, dibentuk oleh lembaran-lembaran cartylago thyroidea yang bertemu di bidang median. Prominentia laryngea dapat diraba dan seringkali terlihat. d. Cornu superius, merupakan tulang rawan yang dapat diraba bilamana tanduk disis yang lain difiksasi. e. Cartilagocricoidea, sebuah tulang rawan larynx yang lain, dapat diraba di bawah prominentia laryngea f. Cartilagines tracheales, teraba dibagian inferior leher. g. Cincin-cincin tulang rawan kedua sampai keempat tidak teraba karena tertutup oleh isthmus yang menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister glandulae thyroideae.



h. Cartilage trachealis I, terletak tepat superior terhadap isthmus.



Otot Leher



Gambar 9



Otot bagian leher dibagi menjadi tiga bagian: a. Muskulus platisma yang terdapat di bawah kulit dan wajah. Otot ini menuju ke tulang selangka dan iga kedua. Fungsinya menarik sudut-sudut mulut ke bawah dan melebarkan mulut seperti sewaktu mengekspresikan perasaan sedih dan takut, juga untuk menarik kulit leher ke atas. b. Muskulus



sternokleidomastoideus



terdapat



pada



permukaan



lateral



proc.mastoidebus ossis temporalis dan setengah lateral linea nuchalis superior. Fungsinya memiringkan kepala ke satu sisi, misalnya ke lateral (samping), fleksi dan rotasi leher, sehingga wajah menghadap ke atas pada sisi yang lain; kontraksi kedua sisi menyebabkan fleksi leher. Otot ini bekerja saat kepala akan ditarik ke samping. Akan tetapi, jika otot muskulus platisma dan sternokleidomastoideus sama-sama bekerja maka reaksinya adalah wajah akan menengadah. c. Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis. Fungsinya adalah laterofleksi dan eksorositas kepala dan leher ke sisi yang sama.



Ketiga otot tersebut terdapat di belakang leher yang terbentang dari belakang kepala ke prosesus spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala belakang dan menggelengkan kepala. E. ELBOW Gambar 10



Siku adalah suatu titik yang sangat komplek di mana terdapat tiga tulang yaitu humerus, radius dan ulna. Ketiga tulang tersebut bekerja secara bersama-sama dalam suatu gerakan flexi, extensi dan rotasi. F. SHOULDER (BAHU) 1. Tulang Bahu Gambar 11



Tulang-tulang pada bahu terdiri dari:  Clavicula (tulang selangka), merupakan tulang berbentuk lengkung yang menghubungkan lengan atas dengan batang tubuh. Ujung medial (ke arah tengah) clavicula berartikulasi dengan tulang dada yang dihubungkan oleh sendi sternoclavicular, sedangkan ujung lateral-nya (ke arah samping) berartikulasi



dengan



acromioclavicular.



scapula



Sendi



yang



dihubungkan



sternoclavicular



oleh



merupakan



sendi



satu-satunya



penghubung antara tulang extremitas bagian atas dengan tubuh.  Scapula (tulang belikat), merupakan tulang yang berbentuk segitiga. Tulang ini berartikulasi dengan clavicula dan tulang lengan atas. Ke arah lateral



scapula



melanjutkan



diri



sebagai



acromioclavicular



yang



menghubungkan scapula dengan clavicula.  Sendi glenohumeral, merupakan penghubung antara tulang lengan atas dengan scapula.



2. Otot Bahu



Gambar 12 Otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan scapula.  Muskulus deltoid (otot segi tiga), otot ini membentuk lengkung bahu dan berpangkal di bagian lateral clavicula (ujung bahu), scapula, dan tulang pangkal lengan. Fungsi dari otot ini adalah mengangkat lengan sampai mendatar.  Muskulus subkapularis (otot depan scapula). Otot ini dimulai dari bagian depan scapula, menuju tulang pangkal lengan. Fungsi dari otot ini adalah menengahkan dan memutar humerus (tulang lengan atas) ke dalam.  Muskulus supraspinatus (otot atas scapula). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah atas menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsi otot ini adalah untuk mengangkat lengan.  Muskulus infraspinatus (otot bawah scapula). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah bawah scapula dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan keluar.  Muskulus teres mayor (otot lengan bulat besar). Otot ini berpangkal di siku bawah scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya bisa memutar lengan ke dalam.



 Muskulus teres minor (otot lengan bulat kecil). Otot ini berpangkal di siku sebelah luar scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan ke luar.



B. Definisi Mobilisasi Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri (Mubarak et al 2015 dalam Pradana 2016). Latihan mobilisasi atau rehabilitasi juga bertujuan untuk memperbaiki fungsi neurologis melalui terapi fisik dan tehnik-tehnik lain. Mobilisasi dan rehabilitasi dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur) dan kemunduran pemecahan kekakuan (dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya (Junaidi, 2006 dalam Pradana 2016). Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Aktivitas fisik yang kurang memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal seperti atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ internal lainnya (Potter & Perry, 2006). Menurut Mubarak 2008 jenis mobilisasi sebagai berikut: 1.



Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.



2.



Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas



bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a.



Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.



b.



Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.



3.



Rentang Gerak dalam mobilisasi Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu : a. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. b. Rentang gerak aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya. c. Rentang gerak fungsional Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan



C. Etiologi Penyebab yang dapat mempengaruhi mobilisasi antara lain (Kozier, 1995 dalam Khairani, 2013): 1. Usia dan status perkembangan Perbedaan tingkat mobilisasi salah satunya disebabkan oleh perbedaan usia. Orang dewasa akan mempunyai tingkat mobilitas yang berbeda dengan anakanak. Anak yang sering sakit juga akan mempunyai mobilitas berbeda dengan anak yang sehat.



2. Gaya hidup Masing-masing individu mempunyai gaya hisup sendiri yang berbeda-beda. Hal ini juga dapat bergantung pada tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka perilakunya akan dapat meningkatkan kesehatannya. Apabila pengetahuan tinggi tentunya akan diikuti pengetahuan tentang mobilitas dan akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang sehat. 3. Proses dari suatu penyakit Individu yang dihadapkan dengan penyakit tertentu akan berpengaruh terhadap mobilitasnya. Contohnya seseorang yang menderita patah tulang akan kesulitan dalam melakukan mobilisasi secara bebas. 4. Kebudayaan Suatu budaya dapat mempengaruhi seseorang meliputi pola dan sikap dalam beraktivitas, misalnta seorang anak desa akan biasa dengan jalan kaki berbeda dengan anak kota yang menggunakan kendaraan pribasi. Sehingga dapat disimpulkan mobilitasnya sangat berbeda. 5. Tingkat energi Individu dalam melakukan mobilitas akan membutuhkan sebuah energi. Individu yang sedang sakit akan mempunyai tingkat mobilitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan individu yang sehat.



D. Tanda dan Gejala Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas mengalami beberapa tanda dan gejala antara lain (Herdman dan Kamitsuru, 2015): a. Hambatan mobilitas fisik a) Keterbatasan rentang gerak b) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar c) Instabilitas postur d) Gangguan sikap berjalan e) Gerakan lambat b. Defisit perawatan diri: mandi 1) ketidakmampuan membasuh tubuh



2) ketidakmampuan mengakses kamar mandi 3) ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi 4) ketidakmampuan mengatur air mandi 5) ketidakmampuan menjangkau sumber air c. Defisit perawatan diri: eliminasi 1) Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplit 2) Ketidakmampuan mencapai toilet 3) Ketidakmampuan naik ke toilet



E. Patofisiologi dan Clinical Pathway Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot, isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraki isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrk. Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang (Handiyani, 2013).



Clinical Pathway: Faktor penyebab: usia dan status perkembangan, gaya hidup, proses dari suatu penyakit dan injuri, tingkat energi, kebudayaan



Kekakuan pada sendi Degenerasi tulang rawan sendi Kelainan pada otot skleletal Membatasi pergerakan pada sendi



Ketidakmampuan mengakses kamar mandi dan menjangkau sumber air



Defisit perawatan diri: mandi



Hambatan mobilitas fisik



Ketidakmampuan melakukan pergerakan ke toilet



Defisit perawatan diri: eliminasi



F. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis untuk mobilisasi antara lain: a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien dan keluarga b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya



latihan



bertahap



dan



ambulasi



dini,



serta



mencegah



ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien. c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi. d. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya. e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan. f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral. g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas. h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi. i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan toilet. G. Penatalaksanaan Keperawatan a. Pengkajian 1) Aspek Biologis a) Usia b) Riwayat Keperawatan



Hal yang perlu dikaji antara lain yaitu adanya gangguan pada istem muskuloskeletal,



ketergantungan



terhadap



orang



lain



dalam



melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien c) Pemeriksaan fisik meliputi rentang gerak kekuatan ototkekuatan otot sikap tubuh dan dampak imobilisasi terghadap sistem tubuh. 2) Aspek Psikologis Aspek psikologis yang perlu dikaji antara lain yaitu bagaimana respon psikolofgis terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya. 3) Aspek Sosiokultural Pengkajian



pada



aspek



sosio



kultural



ini



dilakukan



untuk



mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya. 4) Aspek Spiritual Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang. 5) Kemunduran Muskuloskeletal Indikator primer dari keparahan imobilitas pada sistem muskuloskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran dan ketahanan otot, rentang gerak sendi dan kekuatan skeletal 6) Kemunduran Kardiovaskuler Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyakinkan tentang perkenbangan komplikasi imobilitas 7) Kemunduran respirasi Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala eletasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi nafas dan gas arteri mengindikasaikan adanya perluasan kondisi yang terjadi 8) Perubahan-perubahan Integumen Indikator cedera iskhemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terluihat pada permukaan kulit sebagai



daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk diatas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan 9) Perubahan-perubahan Fungsi urinaria Bukti dari perubahan-perubahan fungsiurinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah. 10) Perubahan-perubahan gastrointestinal Sensasi subyektif dan konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasapenuh, tekanan. Pengosongan rectum yang tidak sempurna, anorexia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan dan sakit 11) Faktor-faktor lingkungan Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Didalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidur yang posisinya tinggi dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meniingkatkan mobilitas 12) Pemeriksaan Fisik a) Inspeksi dan Palpasi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui :



fungsi, integritas



tulang, postur, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari.



Sirkulasi perifer



dilakukan dengan mengkaji : denyut perifer, warna, suhu, kapilerry reffill. Pengkajian sistem skelet tubuh ditujukan untuk mengetahui kesejajaran, deformitas, dan krepitus. b) Pengkajian Sistem Tulang Belakang



Inspeksi dilakukan untuk mengetahui Kalainan adanya : skoliosis, lordosis, kifosis. Prosedur yang digunakan untuk pemeriksaan tulang belakang adalah sebagai berikut : 1) Buka baju pasien untuk menampakan seluruh punggung, bokong dan tungkai. 2) Posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk kedepan. 3) Yang diperiksa : kurvatura tulang belakang, simetri batang tubuh dari pandangan antrior, posterior dan lateral. 4) Berdiri di belakang pasien yang diperhatikan : tinggi bahu dan krista iliaka, lipatan bokong(normalnya simetris), simetris bahu dan pinggul, kelurusan tulang belakang. c) Pengkajian Sistem Persendian 1) Memeriksa luas gerak, deformitas, stabilitas, adanya benjolan. Pengukuran luas gerak yang tepat dapat dilakukan dengan geniometer (busur derajat yang dirancang kusus untuk evaluasi gerak sendi. Jika sendi diekstensikan maksimal masih ada sisa fleksi berarti terjadi keterbatasan gerak. 2) Keterbatasan gerak karena : deformitas skeletal, kontraktur otot dan tendon, patologi sendi, patologi sendi pada lansia yang menimbulkan penurunan kemampuan ADL 3) Deformitas



sendi



karena



:



kontraktur,



dislokasi,



subluksasi(lepasnya sebagian permukaan sendi) d) Pengkajian Sistem Otot 1) Meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, ukuran otot. 2) Kelainan otot : polineuropati, miastenia gravis, poliomeilitis, distrofi otot. 3) Penambahan ukuran dilakukan dengan mengukur lingkar ekstrimitas. Pengukuran pada lingkar terbesar ekstrimitas. 4) Berikut skala kekuatan otot untuk mengkaji kekuatan otot



Skala Normal



Nilai 5/5



Baik



4/5



Sedang Buruk



3/5 2/5



Sedikit



1/5



Tidak ada



0/5 e)



Ket. Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh, mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan penuh Mampu menggerakkan persendian dengan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan sedang Hanya mampu melawan gaya gravitasi Tidak mampu melawan gaya gravitas (gerakkan pasif) Kontraksi otot dapat di palpasi tampa gerakkan persendian Tidak ada kontraksi otot



Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan darah lengkap: Haemoglobin, lekosit, waktu pembekuan dan waktu perdarahan. 2) Pemeriksaan kimia darah : -



Kalsium serum. Dilakukan pada pasien osteomalasia, fungsi paratiroid, penyakit piaget, tumor tulang metastase, immobilisasi lama.



-



Fosfor serum. Berbanding terbalik dengan kalsium, menurun pada pasien rikets karena malasorbsi. ◦Fosfatase asam. Meningkat pada piaget dan kanker metastase.



-



Fosfatase alkali. Meningkat pada proses penyembuhan, miningakt pada penyakit dengan peningkatan aktivitas osteoblast, misalnya pada pasien tumor tulang metastase.



3) Radiografi -



X-rays



-



Hasil dari foto rontgen mengambarkan kepadatan, tekstur, erosi,



perubahan



pelebaran,



dan



hubungan/menunjukkan



penyempitan.



Foto



rontgen



adanya sendi



menggambarkan adanya cairan, sput, iregulitas, perubahan struktur sendi. -



Ct scan.



-



Hasil foto yang diperoleh adalah diperiksa.



rincian bidang yang



-



EMG/elektromiografi memberikan informasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang mensarafinya. Tujuan dari EMG adalh untuk menentukan abnormalitas fungsi unit motor end.



-



Arthroscopy/endoskopi sendi



-



Biops dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovium



-



2.



Arteriografi.



Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)



1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kaku sendi, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan: a. Keterbatasan rentang gerak b. Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar c. Instabilitas postur d. Gangguan sikap berjalan e. Gerakan lambat 2) Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan gangguan moskuluskeletal dan kelemahan, ditandai dengan: a. ketidakmampuan membasuh tubuh b. ketidakmampuan mengakses kamar mandi c. ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi d. ketidakmampuan mengatur air mandi e. ketidakmampuan menjangkau sumber air 3) Defisit



perawatan



diri:



eliminasi



berhubungan



dengan



moskuluskeletal, hambatan kemampuan berpindah, ditandai dengan: a. Ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplit b. Ketidakmampuan mencapai toilet c. Ketidakmampuan naik ke toilet



gangguan



b. Perencanaan/Nursing Care Plan : No. 1.



Masalah Keperawatan Hambatan mobilitas fisik



NOC



NIC



Setelah dilakukan Terapi latihan: ambulasi tindakan keperawatan 1. Sediakan tempat tidur yang rendah dan sesuai selama 3x24 jam, 2. Bantu pasien untuk duduk di sisi hambatan mobilitas fisik tempat tidur untuk memfasilitasi pada pasien dapat teratasi, penyesuaian sikap tubuh dengan kriteria hasil: 3. Bantu pasien untuk perpindahan, ii. Klien dapat menopang sesuai kebutuhan berat badan 4. Instruksikan pasien mengenai iii. Klien dan keluarga pemindahan dan teknik ambulasi paham mengenai yang aman manfaat dan tujuan 5. Monitor penggunaan kruk atau alat melakukan latihan bantu berjalan lainnya sendi iv. Klien paham cara Terapi latihan: pergerakan sendi melakukan latihan 6. Tentukan batasan pergerakan sendi ROM aktif atau pasif dan efeknya terhadap sendi; v. Pasien/keluarga paham 7. Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai pemindahan mengenai manfaat dan tujuan dan teknik ambulasi melakukan latihan sendi yang aman 8. Instruksikan klien/keluarga cara melakukan latihan ROM aktif atau pasif. 9. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri. 10. Pakaikan baju yang tidak



Rasional Terapi latihan: ambulasi 1. Mempermudah pasien untuk melakukan perpindahan dari tempat tidur ke kursi roda atau sebaliknya. 2. Mempermudah pasien untuk menyesuaikan sikap tubuh yang diinginkan. 3. Pasien mudah melakukan perpindahan. 4. Membantu pasien dalam melakukan perpindahan dan teknik ambulasi yang aman. 5. Mengetahui kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu. Terapi latihan: pergerakan sendi 6. Mencegah pergerakan sendi yang berlebihan 7. Membantu pasien dan keluarga tentang manfaat dan tujuan melakukan latihan gerak sendi 8. Mencegah terjadinya kekakuan pada sendi 9. Mengontrol nyeri 10. Mempermudah pasien agar



2.



3.



Defisit perawatan Setelah dilakukan diri: mandi tindakan keperawatan selama 3x24 jam, defisit perawatan diri: mandi pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil 1. Pasien dapat mempertahankan kebersihan mulut 2. Pasien dapat mempertahankan kebersihan tubuh Defisit perawatan Setelah dilakukan diri: eliminasi tindakan keperawatan selama 3x24 jam, defisit perawatan diri: eliminasi pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Pasien mampu untuk melakukan aktivitas eliminasi secara mandiri atau tanpa alat bantu. 2. Membersihkan diri setelah eliminasi



menghambat pergerakan pasien Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan 1. Letakkan handuk, sabun, dan alat madi lain yang diperlukan di samping tempat tidur atau kamar mandi 2. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat 3. Fasilitasi pasien untuk mandi sendiri 4. Monitor integritas kulit pasien



mampu bergerak tanpa hambatan



1. Mempermudah pasien dalam melakukan persiapan mandi 2. Mempermudah pasien dalam melakukan oral higyene 3. Membantu pasien untuk lebih mandiri dalam melakukan mandi 4. Menjaga kelembapan kulit



Bantuan perawatan diri: eliminasi 1. Bantu pasien ke toilet pada waktu 1. Mempermudah pasien dalam tertentu menjangkau toilet 2. Instruksikan pasien/keluarga dalam 2. Mengajarkan pasien/keluarga rutinitas toilet. dalam menggunakan toilet dengan 3. Buat jadwal aktivitas terkait dengan tepat dan rutin eliminasi dengan tepat. 3. Melatih pasien agar terbiasa melakukan eliminasi dengan tepat dan terjadwal



4) Penatalaksanaan berdasarkan evidence based practice in nursing Perencanaan pulang (discharge planning) perlu disusun sejak pasien masuk ke rumah sakit. Perencanaan pulang (discharge Planning) yang dilakukan dengan baik bermanfaat antara lain pasien dan keluarga merasa siap untuk kembali ke rumah, mengurangi stress, meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga dalam menerima pelayanan perawatan, serta meningkatkan koping pasien (Kozier, 2010). Keluarga membutuhkan bimbingan untuk mengantisipasi dan memprioritaskan kebutuhan, mempelajari strategi dan mengatasi masalah- masalah yang ditimbulkan. Hasil sebuah penelitian menyebutkan bahwa pelaksanaan model discharge planning berbasis teknologi mempunyai pengaruh terhadap dukungan psikososial keluarga dalam perawatan penyakit stroke di Ruangan Lontara 3 Syaraf RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Discharge planning sangat membantu keluarga dalam perawatan pasien stroke dan mempersiapkan untuk rencana pemulangan pasien ke rumah, selain itu CD media pembelajaran juga membantu perawat dalam memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi rumah sakit dalam melakukan discharge planning yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien (Fuady et al, 2016). Materi yang diberikan dapat berupa latihan Gait. Latihan gait merupakan intervensi yang sangat berpengaruh terhadap fungsi kemandirian pasien. Latihan ini membuat pasien dapat mengembalikan kemampuan untuk duduk dan berdiri. Latihan berjalan bisa melatih distribusi berat badan pada kedua tungkai, sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. dengan latihan gait berupa latihan mobilisasi dini/preambulasi, sitting balance, standing balance, memakai kruk, walker dan tongkat maka diharapkan pasien dapat meningkatkan nilai kemandiriannya serta dapat meningkatkan kemampuan fungsional motorik ((Hickey, 2003; Smeltzer & Bare, 2004, dalam Marlina 2013).



DAFTAR PUSTAKA Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth Edition. United State of America: Mosby Elsevier. Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby Elsevier. Fatkhurrohman, M. 2011. Pengaruh Latihan Motor Imagery Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Dengan Hemiparesis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi. Depok. Program Srudi Magister Keperawatan Kekhusussn Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan. http://lib.ui.ac.id [Diakses pada 7 Maret 2018] Handika, M. D. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Stroke Non Hemoragik (SNH) Di Ruang Matahari Rumah Sakit Umum Daerah Kajen Kabupaten Pekalongan. Karya tulis ilmiah. Pekajangan: prodi DIII keperawatan Stikes muhammadiyah Pekajangan Handiyani, H. 2013. Mobilisasi dan Imobilisasi. http://staff.ui.ac.id [Diakses pada 7 maret 2018] Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Khairani, A. 2013. Laporan pendahuluan tentang https://plus.google.com [Diakses pada 7 Maret 2018]



Mobilisasi.



Mubarak, Wahid Iqbal, Nurul Chayati. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Perry & Potter. 2005. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC. Pradana, M. D. 2016. Upaya peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke NonHemoragik di RSUD dr Soehadi Prijonegoro. Naskah Publikasi Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta [Diakses pada 7 Maret 2018] Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persafan. Salemba Medika: Jakarta. C.Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.



Gibson, John. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003. l'Ergomotricité - Le corps, le travail et la santé - Michel Gendrier - Collection Grenoble Sciences ”Muskuloskeletal



System”.



2006.



http://www.ilo/encyclopaedia/?print&nd=857400009&nh=0 Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.