LP Paraplegia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PARAPLEGIA



DISUSUN OLEH: ULFAH MUTHMAINNAH DERIYANTI NIM 2104041



CI INSTITUSI



CI LAHAN



(……………………..)



(…………….……)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR 2021



A. Pengertian



Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh luka atau penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis. (Sudoyo, 2020). Paraplegia adalah kondisi di mana bagian bawah tubuh (ekstermitas bawah) mengalami kelumpuhan atau paralysis yang disebabkan karena lesi transversal pada medulla spinalis. (Bahrudin, M. (2016). Paraplegia). Paraplegia juga merupakan kehilangan gerak dan sensasi pada ekstermitas bawah dan semua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal atau medulla. Spinalis lumbal atau radiks sakral. (Smeilzer, Suzanne C, 2020). 



Anatomi Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang



seluruhnya terletak dalam kanalis vertebralis. Medula spinalis dikelilingi oleh struktur-struktur yang secara berurutan dari luar ke dalam terdiri atas: 1. dinding kanalis vertebralis yang terdiri atas tulang vertebrae dan ligamen. 2. lapisan jaringan lemak ekstradural yang mengandung anyaman pembuluh darah vena 3. meninges, yang terdiri atas: a) duramater (pachymeninx) b) arachnoid (leptomeninx) yang menempel secara langsung pada duramater, sehingga di antara kedua lapisan ini dalam keadaan normal tidak dijumpai suatu ruangan. c) ruangan subarachnoid yang di dalamnya terdapat cairan serebrospnal (CSF) d) piamater, yang menempel langsung pada bagian luar medula spinalis.



Pada tubuh orang dewasa panjang medula spinalis adalah sekitar 43 cm. Pada masa tiga bulan perkembangan intrauterin, panjang medula pinalis sama dengan panjang korpus vertebrae. Pada masa



perkembangan berikutnya, kecepatan pertumbuhan korpus vertebrae



melebihi kecepatan pertumbuhan medula spinalis. Akibatnya pada masa dewasa, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kranial korpus vertebrae lumbal II atau intervertebral disk I/II. Perbedaan panjang medula spinalis dan korpus vertebrae ini mengakibatkan terbentuknya konus medularis (bagian paling kaudal dari medula spinalis yang berbentuk kerucut dan terutama terdiri atas segmen-segmen sakral medula spinalis) dan cauda equina (kumpulan radiks nervus lumbalis bagian kaudal dan radiks nervus sakralis yang mengapung dalam CSF). Kearah kaudal, ruangan subarachnoid berakhir setinggi segmen sakral II atau III korpus vertebrae. Dengan demikian, di antara korpus vertebrae lumbal II sampai korpus vertebrae sakral III tidak lagi terdapat medula spinalis, melainkan hanya terdapat cauda equina yang terapung-apung di dalam CSF. Hal ini memungkinkan tindakan punksi lumbal di daerah intervertebral disk III/IV atau IV/V tanpa mencederai medula spinalis.



beberapa segmen, yaitu: cervikal (C1-C8), segmen torakal (T1-T12), segmen lumbal (L1-L5), segmen sakral (S1-S5) dan 1 segmen koksigeal yang vestigial. Serabut saraf yang kembali ke medula spinalis diberi nama sesuai lokasi masuk/keluarnya dari kanalis vertebralis pada korpus vertebrae yang bersangkutan. Saraf dari C1-C7 berjalan di sebelah atas korpus vertebrae yang bersangkutan, sedangkan dari saraf C8 ke bawah berjalan di sebelah bawah korpus vertebrae yang bersangkutan. Diameter bilateral medula spinalis selalu lebih panjang dibandingkan diameter ventrodorsal. Hal ini terutama terdapat pada segmen medula spinalis yang melayani ekstremitas atas dan bawah. Pelebaran ke arah bilateral ini disebut intumesens, yang terdapat pada segmen C4-T1 (intumesens cervikalis) dan segmen L2-S3 (intumesens lumbosakral). Pada permukaan medula spinalis dapat dijumpai fisura mediana ventalis, dan empat buah sulkus, yaitu sulkus medianus dorsalis, sulkus dorsolateralis, sulkus intermediodorsalis dan sulkus ventrolateralis. Pada penampang transversal medula spinalis, dapat dijumpai bagian sentral yang berwarna lebih gelap (abu-abu) yang dikenal dengan gray matter. Gray matter adalah suatu area yang berbentuk seperti kupu-kupu atau huruf H. Area ini mengandung badan sel neuron beserta percabangan dendritnya. Di area ini terdapat



banyak



serat-serat saraf yang tidak berselubung myelin serta banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Hal inilah yang mengakibatkan area ini berwarna lebih gelap. Di bagian perifer medula spinalis, tampak suatu area yang mengelilingi grey matter yang tampak lebih cerah dan dikenal dengan white matter. White matter terdiri atas serat-serat saraf yang berselubung myelin dan berjalan dengan arah longitudinal. Pada penampang melintang, white matter dibagi ke dalam beberapa daerah topografik, antara lain: funikulus dorsalis, funikulus lateralis, funikulus ventralis dan komisura alba. Funikulus adalah suatu kumpulan berkas fungsional yang disebut traktus. Serat-serat yang membentuk traktus dalam white matter berasal dari sel-sel ganglion, sel saraf dalam gray matter dan sel saraf dalam korteks serebri atau pusat fungsional lainnya dalam batang otak atau cerebrum.



B. Etiologi



Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi 3 1. Cedera Medula Spinalis akibat kecelakaan 2. Kista / tumor siringomielia, meningioma, Schwannoma, Glioma, Sarkoma. Dan tumor metastase. 3. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster 4. Kelainan tulang vertebra : Kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan tulang akibat kanker, osteroporosis atau cedera yang hebat, Artritis degenerative (asteoatritis) yang menyebabkan terbentuknya penonjolan tulang yang tidak beraturan (taji tulang) yang menekan akar saraf, Stenosis spinalis (penyempitan rongga disekitar korda spinalis), sering terjadi pada usia lanjut. C. Epidemiologi



Pada praktek klinis, lesi total transversal medulla spinalis jarang terjadi, kecuali faktor penyebabnya berupa trauma berat, misalnya peluru dan atau fraktur tulang belakang yang total. Data epidemiologic dan berbagai Negara menyebutkan bahwa angka kejadian cedera medulla spinalis sekitar 11,5-53,4 kasus per 100.000 penduduk pertahun.



C. Patofisiologi Akibat lesi di medulla spinalis dapat terjadi manifestasi : 1. Gangguan fungsi motorik a) Gangguan fungsi motorik di tingkat lesi. Karena lesi total juga merusk komu anterior medulla spinalis dapat terjadi kelumpuhan LMN pada otot-otot yang dipersyarafi oleh kelompok motoneutron yang terkena lesi dan menyebabkan nyeri punggung yang terjadi secara tiba- tiba. b) Gangguan motorik di bawah lesi : dapat terjadi kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral segmen thorakal terputus. Gerakan reflex tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau bahkan meningkat. Contohnya : reflex lutut tetap ada dan bahkan meningkat. Meningkatnya refleks ini menyebabkan kejang tungkai. Refleks yang tetap dipertahankan menyebabkan otot yang terkena menjadi memendek, sehingga terjadi kelumpuhan jenis spastic. Otot yang spastik teraba kencang dan keras dan sering mengalami kedutan. 2. Gangguan fungsi sensorik : karena lesi total juga merusak otak komu posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan atau hilang fungsi sensibilitas di bawah lesi. Sehingga klien tidak dapat merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri, rangsang nyeri, rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis. 3. Gangguan fungsi autonom : karena terputusnya jaras ascenden spinothalamicus maka klien akan terjadi kehilangan perasaan akan kencing.



D.



Pemeriksaan 1. Laboratorium a) Hematology menandakan selain adanya infeksi juga stress fisik ataupun terjadi kematian jaringan. b) Kimia klinik PT / PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum pemberian terapi anti koagulan. Dapat terjadi gangguan elektrolit karena terjadi gangguan dalam fungsi perkemihan, dan fungsi gastrointestinal. Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sumsum tulang vertebra atau perdarahan. Peningkatan leukosit 2. Radiodiagnostik a) CT Scan untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark b) MRI : menunjukan daerah yang mengalami fraktur, infark, hemoragik



c) Rontgen : menunjukan daerah yang mengalami fraktur, dan kelainan tulang, gambaran infeksi TB paru. Telah terjadi kerusakan jaras ascenden spinotalamikus dimana klien sudah tidak bisa merasakan sensasi ingin kencing dan BAB. d) Nyeri yang dirasakan dapat dilakukan dengan teknik masase atau dengan distraksi.



E.Komplikasi  Komplikasi pre operatif 1. Respon sistem saraf simpatis akan vasokontriksi dan bisa terjadi peningkatan curah jantung. 2.



Vasokontriksi memiliki dampak positif yaitu mempertahankan tekanan darah, aliran darah ke jantung dan otak adekuat.



3.



Peningkatan curah jantung yang memiliki dampak positif yaitu mempertahankan tekanan darah.



4. Penurunan aktivitas gastrointestinal memiliki dampak negatif yaitu anoreksia, nyeri karena adanya gas maupun konstipasi. 5.



Respon hormonal juga berpengaruh dalam proses kecemasan pada pasien pre operasi. Respon tubuh terhadap kecemasan pada pasien pre operasi dilihat dari segi perubahan hormonal



 Komplikasi pra operatif 1. Nyeri yang muncul terus-menerus 2. Infeksi luka operasi 3. Perdarahan 4. Stroke 5. Emboli paru akibat penggumpalan darah 6. Sesak napas 7. Serangan jantung 8. Reaksi alergi terhadap obat-obatan yang diberikan 9. Kerusakan saraf tulang belakang 10. Kebocoran cairan di saraf tulang belakang (cairan serebrospinal), akibat robekan pada selaput pelindung saraf tulang belakang (meninges).



F.PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan medis a)



Obat 



Metyl prednisolon 30 mg/kb BB, 45 menit setelah bolus selama 23 jam. Hasil optimal bila pemberian dilakukan