LP Paraplegia Mawar Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PARAPLEGIA A. Pengertian Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh luka atau penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan atau dibawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Paraplegia adalah kondisi di mana bagian bawah tubuh (ekstermitas bawah) mengalami kelumpuhan atau paralysis yang disebabkan karena lesi transversal pada medulla spinalis. Paraplegia merupakan kehilangan gerak dan sensasi pada ekstermitas bawah dan semua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal atau medulla. B. Anatomi dan Fisiologi Muskuloskeletal 1. Anatomi sistem muskuloskeletal a. Tulang – tulang ekstermitas bawah Menurut Silvia,dkk. Tahun 2018, berpendapat bahwa tulang–tulang eskstemitas bawah terdiri : 1) Pelvis Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih. Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubisdan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. 2) Femur Femur merupakan



tulang betis, yang di bagianproksimal



berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melaluicondyles. Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanterminor, dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle



lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa intercondylar. 3) Tibia Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial di banding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. 4) Fibula Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral di banding dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia, Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal. 5) Tarsal Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan tibia di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus berperan sebagai tulang penyanggah berdiri. 6) Metatarsal Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus ditulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid. 7) Tulang-tulang phalangs Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksi belibu jari tangan.



Gambar. Tendon Achiles 2. Fisiologi sistem muskuloskeletal Sistem musculoskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan ngurus pergerakan. Komponen utama dari sistem musculoskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan strukturstruktur ini. a. Fungsi khusus tulang Secara khusus mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sinus-sinus paranasalis dapat menimbulkan nada khusus pada suara. 2) Email gigi dikhususkan un tuk memotong, menggigit, dan menggilas makanan. Email merupakan struktur yang terkuat dari tubuh manusia. 3) Tulang-tulang kecil telinga berfungsi sebagai pendengaran dalam mengonduksi gelombang suara. 4) Panggul wanita dikhususkan untuk memudahkan proses kelahiran bayi. b. Sendi Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Fungsi utama sendi adalah untuk memberikan gerakan fleksibel dalam tubuh. c. Otot



1) Tonus otot -



Adalah kondisi dimana otot sedikit kontraksi



-



Fungsi: mempertahankan posisi tegak tubuh



-



Pengaturan tonus otot oleh Cerebellum



2) Kontraksi otot -



Sumber energi :



-



ATP (Adenosine Tri Phosphat)  Sumber energy primer Creatinie Phosphat Glycogen  paling banyak = Sumber energy sekunder.



3) Fungsi otot rangka -



Menghasilkan gerakan rangka.



-



Mempertahankan sikap & posisi tubuh



-



Menyokong jaringan lunak.



-



Menunjukkan pintu masuk & keluar saluran dalam sistem tubuh.



-



Mempertahankan suhu tubuh; kontraksi otot:energi  panas



C. Etiologi Cidera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan. 1. Kecelakaan



otomobil,



industri



Kecelakaan



yang



hebat



dapat



menyebabkan suatu benturan dari organ tubuh salah satu yang terjadi adalah cidera tulang belakang secara langsung yang mengenai tulang belakang dan melampui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf –saraf yang berada didalamnya.



2. Terjatuh, olahraga Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga yang berat contohnya adalah olahraga motor GP , lari, lompat. 3. Luka tusuk, tembak Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi faktor terjadinya cidera karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk atau luka tembak. 4. Tumor Tumor merupakan suatu bentuk peradangan, jika terjadi komplikasi pada daerah tulang belakang spinal ini merupakan bentuk cidera tulang belakang. D. Klasifikasi Klasifikasi cedera medula spinalis meliputi: 1. Tetraplegia (kuadriplegia) merupakan cedera medula spinalis di bagian servikal yang menyebabkan hilangnya kekuatan otot pada keempat ekstremitas. 2. Paraplegia merupakan cedera medula spinalis, segmen torakolumbal atau sakral termasuk cauda equina dan conus medullaris. E. Patofisiologi Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area cerfical dan kerusakan terjadi akibat kekuatan akselerasi sampai deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan / tarikan yang berlebihan, kopresi dan perubahan bentuk dan modula spinalis secara tiba-tiba. Trauma kopresi vertical umumnya terjadi pada area thorak lumbal dari T12 – L2, terjadi akibat kekuatan gaya sepanjang aksis tubuh dari atas sehingga mengakibatkan kompresi medula spinalis kerusakan akar syaraf disertai serpihan vertebrata. Kerusakan medula spinalis akibat kompersi tulang, herniasi disk, hematoma, edema, regangan dari jaringan syaraf dan gangguan sirkulasi pada



spinal. Adanya perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter menurunkan perfusi vaskuler dan menurunnya kadar oksigen mengakibatkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut mengabatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan kembali normal kurang lebih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi adalah meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara cepat 30 menit setelah trauma, meningkatnya kosentrasi norepprinehine. Meningkatnya norepprinehine disebabkan karena evek iskemia rupture vaskuler atau nekrosis jaringan syaraf. Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock). Jika terjadi keruskan secara transfersal sehingga mengakibatkan pemotongan



komplit



rangsangan.



Pemotongan



komplit



rangsangan



menimbulkan semua fungsi refloktorik pada semua sgemen dibawah garis kerusakan akan hilang. Fase rejatan ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan (3-6 minggu).



PATHWAY



(Sumber: Suara & dkk 2019) F. Manifestasi klinis 1. Keluhan berupa kelemahan otot 2. Tidak dapat mengangkat badan untuk berdiri dari sikap duduk ataupun sujud. 3. Gangguan fungsi motorik dan sensorik ekstremitas 4. Gangguan fungsi bladder dan bowel 5. Gangguan fungsi seksual 6. Gangguan peredaran darah di bawah G. Pemeriksaan penunjang



1. Foto rongcen : adanya fraktur vertebrata. 2. CT Scan : adanya edema medula spinalis 3. MRI : kemungkinan adanya kompresi, edema medula spinalis 4. Serum kimia : adanya hiperglikemia atau hipoglikemia ketidak seimbangan elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan hemotoktrit. 5. Urodinamik : proses pengosongan bladder. H. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir. 2. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT. 3. Terapi Pengobatan : a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema. b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat autonomic hiperrefleksia akut. c. Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder. d. Anti



depresan



seperti



imipramine



hyidro



chklorida



untuk



meningkatkan tonus leher bradder. e. Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder dan uretra. f. Agen antiulcer seperti ranitidine g. Pelunak fases seperti docusate sodium. h. Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian  Data demografi: Nama, Umur, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.  Riwayat penyakit dahulu: trauma; tumor, masalah medis yang lain (misalnya, kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus );merokok dan penggunaan alcohol.  Pemeriksaan fisik: fungsi motorik ( pergerakan, kekuatan, tonus): funngsi sensorik; reflex; status pernapasan; gejala gejala spinal syok; tidak adanya keringat di batas luka; fungsi



bowel dan bldder; gejala autonomic



dysreflexia.  Keadaan umum : Pada keadaan cidera tulang belakang umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.  Psikososial: usia, jenis kelamin,gaya hidup, pekerjaan, peran dan tanggung jawab, sistem dukungan, strategi koping, reaksi emositerhadap cidera. B. Diagnosa keperawatan 1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot 2. Nyeri akut berhubungan dengan 3. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan sensorik. 4. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan autonomik. 5. Ketidak kelemahan



efektifan



pola



/paralisis



pernapasan



otot-otot



yang



abdomen



ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.



berhubungan dan



dengan



intertiostal



dan



6. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan.



C. Perencanaan No



Diagnosa



Tujuan (NOC)



Intervensi (NIC)



Keperawatan 1.



Gangguan mobilitas



Setelah dilakukan



fisik berhubungan



tindakan keperawatan



dengan kelemahan otot



selama 3 x 24 jam, klien mampu mencapai Kriteria hasil : 



Tidak ada kontrakstur



 



 Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan  Kaji fungsi sensori



kekuatan otot



dan motorik klien



meningkat



setiap 4 jam



pasien mampu beraktifitas



 Ajarkan pasien



kembali secara



bagaimana merubah



bertahap.



posisi dan berikan bantuan jika perlu  Ganti posisi klien tiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien.  Gunakan alat



ortopedrik, colar, handspilts  Lakukan ROM pasif setelah 48-72 jam setelah cedera 4-5 2



Setelah dilakukan



- Lakukan pengkajian



tindakan keperawatan



nyeri secara



selama  3 x 24 jam,



komprehensif termasuk



klien mampu



lokasi, karakteristik,



mencapai kriteria hasil



durasi, frekuensi,



:



kualitas dan faktor  Mampu



presipitasi



mengontrol nyeri (tahu



penyebab



nyeri,



mampu



menggunakan



- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Gunakan teknik



teknik



komunikasi terapeutik



nonfarmakologi



untuk mengetahui



untuk



pengalaman nyeri



mengurangi



pasien



nyeri,



mencari



bantuan)



mempengaruhi respon



 Melaporkan bahwa



nyeri nyeri



berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri  Mampu mengenali



- Kaji kultur yang



- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau - Evaluasi pasien



bersama dan



tim



kesehatan lain tentang nyeri



ketidakefektifan



(skala, intensitas,



kontrol



frekuensi



lampau



dan



tanda nyeri)  Menyatakan rasa nyaman



setelah



nyeri berkurang



nyeri



masa



- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan - Kurangi faktor presipitasi nyeri - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan interpersonal) - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menetukan intervensi - Tingkatkan istirahat - Beriakn untuk



analgetik mengurangi



nyeri - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil



3



Resiko gangguan



Setelah dilakukan



intergritas kulit yang



tindakan keperawatan



terjadinya gangguan



berhubungan dengan



selama  3 x 24 jam,



integritas kulit



penurunan immobilitas,



klien mampu



penurunan sensorik.



mencapai kriteria hasil :



 Kaji faktor resiko



 Kaji keadaan pasien setiap 8 jam  Gunakan tempat tidur







mengidentifika si faktor resiko







 Pertahankan kebersihan



individual.



dan kekeringan tempat



Mengungkapka



tidur dan tubuh pasien.



n







khusus (dengan busa)



pemahaman  Lakukan pemijatan



tentang



khusus / lembut diatas



kebutuhan



daerah tulang yang



tindakan.



menonjol setiap 2 jam



Berpartisipasi



dengan gerakan



pada tingkat



memutar



kemampuan



 Kaji status nutrisi pasien



untuk



dan berikan makanan



mencegah



dengan tinggi protein



kerusakan



 Lakukan perawatan kulit



kulit.



pada daerah yang lecet / rusak setiap hari



D. Implementasi Menurut (Wilkinson,2018).Implementasi keperawatan adalah insiatif dari rencana tindakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan yang telah mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan



kesehatan,



dan



memfasilitasi



koping.



Pelaksanaan



keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksaan keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu : a. Tindakan Observasi b. Tindakan Mandiri c. Tindakan healt education d. Tindakan Kolaborasi E. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Namun, evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap akhir proses keperawatan. Pada tahap evaluasi perawat dapat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apakah sasaran dari rencana keperawatan telah dapat diterima (Suara & Dkk, 2019). Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektifitas tindakan keperawatan. Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan diamana kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan klien dapat diketahui. Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang menentukan keperawatan selanjutnya yaitu : a. Masalah klien dapat dipecahkan. b. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan. c. Masalah klien tidak dapat dipecahkan. d. Dapat muncul masalah baru



DAFTAR PUSTAKA



Sudoyo, Aru W dkk. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Smeltzer C, Suzanne, dan Brenda G. Bare. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Alih Bahasa Agung Waluyo. Jakarta: EGC Carpenito L. J. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC Wilkinson, J. M. 2018. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC, Edisi 9. Jakarta: EGC NANDA International. 2019. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC