LP Snake Bite 2022 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GIGITAN ULAR (SNAKE BITE)



A. Konsep Dasar 1.



Pengertian Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)



Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor



letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan. (Retno Aldo. 2010). Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan. 2010).



2.



Ciri-Ciri Ular Berbisa Dan Tidak Berbisa Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring. Tabel 2.1. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa



3.



Ciri Ular



Tidak Berbisa



Berbisa



Bentuk Kepala



Bulat



Elips



Gigi Taring



Gigi kecil



2 Gigi Taring Besar



Bekas Gigitan



Lengkung Seperti U



Terdiri dari 2 Titik



Warna



Warna-Warni



Gelap



Etiologi Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap



dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .



Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam : a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus



pembuluh-pembuluh



darah,



mengakibatkan



timbulnya



perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain. b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic) Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan selanjutnya



dan



hitam



mempengaruhi



(nekrotis). susunan



Penyebaran saraf



pusat



dan



peracunan



dengan



jalan



melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe. c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot. d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung. e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.



f. Bisa ular yang bersifat cytolitik Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan. Enzim-enzim g. Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa. (Deddyrin. 2009. Intoxicasi).



Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa, (Dona. 2009). Famili Elapidae



Lokasi Sifat Seluruh



dunia,



Bisa



kecuali Neurotoksik dan nekrosis



Eropa Hydrophidae



Pantai



(ular cobra) perairan



Asia-



Pasifik



Myotoksik



Viperidae: Viperonae



Seluruh



dunia



kecuali



Amerika dan Asia- Pasifik Crotalidae



4.



Vaskulotoksik



Asia dan Amerika



Patofisiologi Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan. Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas. Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan



dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.



5.



Manifestasi Klinis Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).



Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular, (Ifan. 2010) : a. Gigitan Elapidae Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: 1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut. 2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak. 3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam. b. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya: 1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan. 2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam. 3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.



c. Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya: 1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah. 2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung. d. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya: 1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin. 2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.



Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori: a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka. b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organorgan abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian. c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.



d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal. e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata, (Deddyrin. 2009. Intoxicasi).



6.



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular)



7.



Penatalaksanaan a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: 1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular. 2) Menetralkan bisa. 3) Mengobati komplikasi. (Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular). b. Pertolongan pertama : Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu: R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.



I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressureimmoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan). G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin. T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban. c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan): 1) Balut tekan pada kaki: a. Istirahatkan (immobilisasikan) Korban. b. Keringkan sekitar luka gigitan. c. Gunakan pembalut elastis. d. Jaga luka lebih rendah dari jantung. e. Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas. f. Biarkan jari kaki jangan dibalut. g. Jangan melepas celana atau baju korban. h. Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink). i. Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki. 2) Balut tekan pada tangan: a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut). b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat. c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan. d) Pasang papan sebagai fiksasi. e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan, (Foruniverse, Nursing. 2010).



d. Penatalaksanaan selanjutnya: 1) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%. 2) IVFD RL 16-20 tpm. 3) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore. 4) ATS profilaksis 1500 iu. 5) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.Heparin 20.000 unit per 24 jam. 6) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc). 7) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV. 8) Kalau perlu dilakukan hemodialise. 9) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen. 10) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin. e. Pemberian ABU Tabel 2.2 Pemberian ABU sesuai derajat parrish Derajat Parrish



Pemberian ABU



0-1



Tidak perlu



2



5-20 cc (1-2 ampul)



3-4



40-100 cc (4-10 ampul)



Tabel 2.3 Klasifikasi derajat parrish Derajat



Ciri



Parrish 0



1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan. 2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm



I



1. Bekas gigitan 2 taring 2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm. 3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam



II



1. Sama dengan derajat I 2. Petechie, echimosis 3. Nyeri hebat dalam 12 jam



III



1. Sama dengan derajat I dan II 2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh



IV



Sangat cepat memburuk.



(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular). B. Konsep Asuhan Keperawatan 1.



Pengkajian Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data pengkajian pasien, yaitu: a. Aktivitas dan Istirahat Gejala: Malaise. b. Sirkulasi Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok). c. Integritas Ego Gejala: Perubahan status kesehatan. Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri.



d. Eliminasi Gejala: Diare. e. Makanan/cairan Gejala: Anoreksia, mual/muntah. Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi). f. Neorosensori Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan. Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma. g. Nyeri/Kenyamanan Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum. h. Pernapasan Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan. Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh. i. Seksualitas Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran. j. Integumen Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat. k. Penyuluhan Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.



2.



Diagnosa Keperawatan Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan sepsis. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu: a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.



Gangguan Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga dari gangguan jalan napas. (Nanda, 2005: 4). b. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital. Nyeri akut adalah. Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya sensasi tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik sampai kurang dari 6 bulan. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 209). Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi. c. Hipertermi adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari 37,8oC secara oral dan 38,8oC secara rectal yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. (Lynda Jual Carpenito, 2009: 152). d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan. Ketakutan/ansietas adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok mengalami



suatu



perasaan



gangguan



fisiologis/emosional



yang



berhubungan dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 134). e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka. Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. (Nanda, 2005: 12).



3.



Intervensi keperawatan Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000).



No. 1.



Diagnosa



Tujuan dan kriteria hasil



diharapkan  Pertahankan jalan napas klien



Gangguan jalan



Hasil



yang



napas tidak efektif



atau



kriteria



berhubungan



pasien akan:



dengan reaksi



 Menunjukkan



endotoksin.



Rasional  Meningkatkan ekspansi paru-paru.



evaluasi  Pantau frekuensi dan kedalaman  Pernapasan cepat/dangkal terjadi pernapasan. bunyi



karena



hipoksemia,



stres,



dan



sirkulasi endotoksin.  Auskultasi bunyi napas



napas jelas,  Frekuensi



Intervensi keperawatan



pernapasan



 Kesulitan



pernapasan



munculnya



bunyi



dan



adventisius



dalam rentang normal,



merupakan indikator dari kongesti



bebas



pulmonal/edema



dispnea



atau



sianosis.



interstisial,



atelektasis  Beri posisi yang nyaman



 Bersihan



pulmonal



sangat



diperlukan



mengurangi



yang



baik untuk



ketidakseimbangan



ventilasi/perfusi  Berikan O2 melalui cara yang



 O2 memperbaiki hipoksemia atau



tepat, misal masker wajah



asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum



2.



diharapkan  Kaji tanda-tanda vital



Nyeri akut



Hasil



yang



berhubungan



atau



kriteria



dengan proses



pasien akan :



infeksi



 Melaporkan nyeri



evaluasi  Kaji karakteristik nyeri  Ajarkan tehnik distraksi dan



berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh tubuh rileks,



3.



Hipertermia b/d



 Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik



untuk menentukan intervensi selanjutnya  Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui penyebab nyeri  Membuat klien merasa nyaman dan tenang



berpartisipasi dalam



 Menurunkan spasme otot



aktivitas dan



 Memblok lintasan nyeri sehingga



tidur/istirahat dengan



berkurang dan untuk membantu



baik



penyembuhan luka



Hasil



peningkatan tingkat atau metabolisme,



relaksasi



 Mengetahui keadaan umum klien,



yang kriteria



diharapkan  Pantau suhu klien evaluasi  Pantau asupan dan haluaran serta



pasien akan:



penyakit, dehidrasi,  Mendemonstrasikan



berikan minuman yang disukai untuk mempertahankan



 Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut  Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu



efek langsung dari



suhu dalam batas o



sirkulasi



normal (36-37,5 C),



endotoksin pada



bebas dari kedinginan



keseimbangan antara asupan dan haluaran  Pantau suhu lingkungan,



hipotalamus,



batasi/tambahan linen tempat



perubahan pada



tidur sesuai indikasi  Berikan mandi kompres hangat,



regulasi temperatur, proses



hindari penggunaan alkohol  Berikan selimut pendingin



infeksi



tubuh  Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal  Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit kering  Digunakan untuk mengurangi demam



 Berikan Antiperitik sesuai program



 Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus



4.



diharapkan  Berikan penjelasan dengan sering  Pengetahuan apa yang diharapkan



Ansietas



Hasil



yang



berhubungan



atau



kriteria



dengan krisis



pasien akan:



situasi, perawatan



 Menyatakan kesadaran



evaluasi



dan informasi tentang prosedur



menurunkan ketakutan dan



perawatan



ansietas, memperjelas kesalahan



 Tunjukkan keinginan untuk



di rumah



perasaan dan



mendengar dan berbicara pada



sakit/prosedur



menerimanya dengan



pasien bila prosedur bebas dari



isolasi, mengingat



cara yang sehat,



nyeri



konsep dan meningkatkan kerja sama  Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan



pengalaman



mengatakan



trauma, ancaman



ansietas/ketakutan



kematian atau



menurun sampai



kecacatan



tingkat dapat ditangani,



 Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek



tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya merawat luka  Pada awal, pasien dapat



menunjukkan



menggunakan penyangkalan dan



keterampilan



represi untuk menurunkan dan



pemecahan masalah



menyaring informasi keseluruhan.



dengan penggunaan



Beberapa pasien menunjukkan



sumber yang efektif



tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan  Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari



 Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan



 Jelaskan pada pasien apa yang



 Pernyataan kompensasi



terjadi. Berikan kesempatan untuk



menunjukkan realitas situasi yang



bertanya dan berikan jawaban



dapat membantu pasien/orang



terbuka/jujur



terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi



5.



Resiko infeksi b/d



Hasil



yang



penurunan sistem



atau



kriteria



imun, kegagalan



pasien akan:



untuk mengatasi



 Mencapai



diharapkan  Kaji tanda-tanda infeksi evaluasi



infeksi, jaringan



penyembuhan luka



traumatik luka



tepat waktu bebas



 Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi



 Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik



 Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme infeksius



 Ingatkan klien untuk tidak



eksudat purulen dan



memegang luka dan membasahi



tidak demam



daerah luka  Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien  Periksa luka setiap hari,



 Mencegah kontaminasi luka  Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi  Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan)



perhatikan/catat perubahan



dan memberikan deteksi dini



penampilan, bau luka



infeksi luka



 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik



 Untuk mencegah terjadinya infeksi



4.



Implementasi Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen (mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain (Tarwoto Wartonah, 2004 )



5.



Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi (Tarwoto Wartonah, 2004)



DAFTAR PUSTAKA



Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University Press, 1992 Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996 Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, 2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991. Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998. Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997. Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990 Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 1996 Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, 2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1991. Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 1998. Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997. Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990 (Dona. 2009.



Gigitan Ular Berbisa. (Online), http : // askepterlengkap.



blogspot.com/



2009/08/gigitan-ular-



berbisa.html?zx=5ed0a49ebb52d550, diakses 25 November 2016).



(Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online), http:// ifan 050285 .wordpress. com/2010/03/24/ penatalaksanaan keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa/, diakses 25 November 2016). (Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular, (Online), http://nursing



foruniverse.



blogspot.



Com/2010/01/pertolongan-



pertama-pada-gigitan-ular_18.html, diakses 25 November 2016). http://ellamarthalaudya.blogspot.co.id/2015/10/keperawatan-gadar-asuhankeperawatan.html