15 0 187 KB
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE INFARK Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah (KMB) Dosen Pengampu : Ida Rosidawati, M.Kep
Disusun Oleh : Rivan Fadlur Rohman
NIM C1814201067
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA 2021
A. Definisi Stroke Infark Stroke atau CVD (Cerebro Vascular Disease) merupakan salah satu penyakit serebrovaskluer yang mengacu pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Price, 2006). Sedangkan menurut Muttaqin, (2008), CVD merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih dan menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses pikir, daya ingat dan bentuk kecacatan lain hingga kematian. Menurut Bahrudin (2013) stroke merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan gangguan fungsi otak, fokal atau global, yang timbul mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa penyebab yang jelas selain vascular. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa stroke adalah kelainan jaringan otak yang disebabkan oleh gangguan aliran darah. Sedangkan stroke infark/ Iskemik/ non Hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat berupa bekuan yang terbentuk dalam jantung/ pembuluh darah (thrombus ) maupun benda asing berbentuk padat/ cair/ gas yang tersangkut dalam sirkulasi darah (embolus) (Price, 2006). Selain itu, menurut Barret & Meschia (2013). Stroke infark adalah salah satu jenis stroke yang ditandai dengan deficit neurologi fokal atau global yang berlangsung akut pada pembuluh darah serebrovaskular. B. Epidemiologi Berdasarkan laporan WHO diperkirakan 5,54 juta orang meninggal akibat stroke. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di dunia. Selain itu, stroke juga mengakibatkan kecacatan. Pada 2010, 50 juta orang mengalami kecacatan akibat stroke (Bahrudin, 2013). Stroke merupakan
penyebab kematian nomor tiga di Amerika dan terdapat 750.000 orang terserang stroke (Davis, 2005). Data stroke di Indonesia menunjukan peningkatan terus, baik dalam
kejadian,
kecacatan,
maupun
kematian.
Angka
kematian
berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 5 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65 tahun ). Kejadian stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan 4,3% dan semakin memberat, penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan (Misbach dkk, 2011). C. Etiologi Menurut Muttaqin (2008), beberapa penyebab CVD Infark adalah sebagai berikut : 1. Trombosis Serebri Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Thrombosis serebri ini disebabkan karena adanya : a. Aterosklerostic : pengerasan/berkurangnya elastisitas dinding pembuluh darah b. Hiperkoagulasi : pengentalan darah yang menyebabkan viskositas hematokrit meningkat dan melambatkan aliran darah serebral c. Arteritis radang pada arteri 2. Emboli Emboli terjadi akibat penyumabatan pada pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udarah. Biasanya emboli berasal daro thrombus di Jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri. Adapun beberepa keadaan yang dapat menimbulkan emboli antara lain:
a. Penyakit jantung, reumatik b. Infark Miokardium c. Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalangumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli serebri d. Endocarditis: menyebabkan gangguan pada endocardium Menurut Muttaqin, 2008 adapun factor resiko terjadinya stroke infark adalah sebagai berikut : 1. Hipertensi 2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif). 3. Kolesterol tinggi 4. Obesitas 5. Peningkatan hematokrit 6. Diabetes Melitus 7. Merokok
D. Patofisiologi Berbagai kondisi seperti obesitas, kolesterol tinggi, Diabetes mellitus, Hipertensi, peningkatan hematokrit dan embolisme jantung merupakan factor risiko terjadinya stroke. Klien dengan obesitas akan memiliki kadar leptin dalam darah yang lebih tinggi. Hal tersebut meningkatkan tahanan vascular jantung. Akibatnya terjadi hipertensi. Kondisi hipertensi menyebabkan disfungsi endotel pembuluh darah, dimana pada keadaan normal endotel menghasilkan Nitrit Oksida (NO) yang berfungsi dalam relaksasi vascular. Akibat disfungsi endotel, terjadi penurunan NO yang mengakibatkan vaskontriksi dan penurunan
permeabilitas sel endotel yang berimplikasi pada terjadinya arterioklerosis (Astuti, 2012). Selain itu, kondisi lain yang memicu terjadinya stroke adalah kolesterol tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah menyebabkan plek-plek lipid yang menempel pada tunika intima dan menyebabkan atherosclerosis. Kondisi atherosclerosis juga dapat dipicu oleh penyakit misalnya Diabetes Mellitus. Defisiensi insulin yang terjadi pada klien DM akan menurunkan pemakaian glukosa dan menyebabkan hiperglekimia dan peningkatan
kadar
gula
dalam
urin
(Glikosuria).
Hal
tersebut
menyebabkan klien mengalami dehidrasi. Kondisi tersebut dipercaya dapat memicu terbentuknya thrombosis akibat peningkatan viskositas darah ( Gofir, 2009). Peningkatan viskositas darah juga dapat terjadi pada klien dengan kadar hematokrit yang tinggi dalam darah. Perilaku yang menyumbang potensi terbesar terjadinya stroke adalah merokok. Merokok dapat menyebabkan vaskontriksi dan penurunan permeabilitas vascular. Selain itu, aktivitas merokok dapat menyebabkan peningkatan fibrinogen dalam darah. Akibatnya darah akan mudah menggumpal dan beresiko menjadi thrombus. Thrombus merupakan produk gumpalan yang terbentuk dalam vascular itu sendiri. Jika produk gumpalan berasal dari tempat lain selain otak dan pembuluh darah, missal jantung maka disebut dengan istilah embolus. Embolis biasanya terbentuk akibat beberapa kondisi penyakit seperti infark miokard, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup jantung
buatan,
dan
kardiomiopati
iskemik
akan
menyebabkan
terbentuknya bahan trombotik di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Bahan trombotik biasanya berukuran sangat kecil sehingga dapat hanyut bersama aliran darah ke otak melalui arteri karotis dan vertebralis. Thrombus embolik sewaktu-waktu dapat menyangkut pada pembuluh darah yang mengalami stenosis. Hal tersebut menyebabkan hambatan aliran darah ke otak dan mengakibatkan serangan stroke.
Stroke merupakan kondisi yang mengacu pada setiap gangguan neurologis mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Price, 2006). Terhentinya aliran darah ke otak menyebabkan iskemi pada daerah otak yang terkena. Selanjutnya iskemi dapat berkembang menjadi infark pada jaringan serebral. Hal tersebut akan menimbulkan masalah pada perfusi jaringan serebral dan menyebabkan berbagai kerusakan pada organ-organ yang dipersyarafiinya. Gejala yang muncul pada klien dengan stroke infark akan bergantung pada area otak yang terkena. Infark pada hemisfer kiri akan menimbulkan gejala pada Sebagian besar fungsi tubuh seperti kerusakan menelan (disfagia), kesulitan dalam berbicara (afasia), kelainan pada visual kanan, gangguan emosi, dan hemiflegi pada tubuh bagian kanan. Sebaliknya, infark pada hemister otak kanan akan menyebabkan kelainan visual kiri dan hemiplegi pada tubuh bagian kanan. Sedangkan, jika infark terjadi pada batang otak, gejala ynag ditimbulkan akan muncul pada 12 fungsi syaraf cranial. Kerusakan pada Nervis 1 akan mempengaruhi daya penciuman dan kerusakan pada Nervus II akan berpengaruh pada daya penglihatan. Selain itu kerusakan pada Nervus 3 dan 4 akan menyebabkan gangguan pergerakan bola mata, penurunan visus dan penurunan reflex terhadap cahaya. Kerusakan serupa juga akan terjadi pada nervus lain dan menimbulkan gejala sesuai dengan fungsi organ yang dipersarafi oleh Nervus terkait. E. Data Fokus Menurut Muttaqin & Sari (2011), pada pengkajian anamnesis didapatkan sesuai dengan kondisi klinik perkembangan penyakit : 1. Anamnesa a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah kelemahan anggota
gerak
sebelah
kanan,
bicara
pelo,
tidak
dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran.
b. Pengkajian Riwayat dahulu Perawat menanyakan factor predisposisi yang berhubungan dengan stroke infark. Seperti, Riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), pengguanaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alcohol dan penyalahgunaan obat (kokain). c. Pengkajian Psikososial Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi, intervensi keperawatan, pengobatan, dan rencana pembedahan. d. Pemeriksaan Keadaan Umum Keadaan umum bisa terlihat sakit ringan, sampai gelisah akibat menahan sakit. TTV bisa normal atau bisa didapatkan perubahan, seperti takikardi, peningkatan pernapasan. 2. Pemeriksaan Fisik a. Tingkat kesadaran : Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmenti – coma) untung mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien. Kesadaran : composmentis tingkat GCS : E : 4, V : 5, M : 6. b. Tanda – tanda vital 1) Tekanan darah : normalnya 120/80 mmHg 2) Suhu : normalnya 36,5 C – 37,2 C 3) Nadi : normalnya 60 – 100 x/menit
4) Respirasi rate : normalnya 16 – 24x/menit. c. Pemeriksaan kepala dan muka 1) Kepala a) Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara : kasar dan halus b) Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi c) Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur d) Muka/wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah. d. Pemeriksaan telinga 1) Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kanan kiri 2) Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter lubang 3) Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan dan masih dapat bervariasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi sekunder 4) Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bisikan atau tes garputala dapat mengalami penurunan. e. Pemeriksaan mata Yang perlu di kaji yaitu lapang pandang dari masing-masing mata (ketajaman menghilang). Inspeksi : 1) Posisi dan kesejajaran mata : mungkin muncul eksoftalmikus, strabismus 2) Alis mata : dermatitis, seborea 3) Sklera dan konjungtiva : seklera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada penderita yang sulit tidur karena merasakan nyeri setelah operasi 4) Pupil : miosis, midriasis atau anisokor. f. Pemeriksaan mulut dan faring Inspeksi 1) Bibir : sianosis, pucat
2) Mukosa oral : mungkin kering, basah 3) Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis 4) Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral hygiene 5) Faring mungkin terlihan kemerahan akibar peradangan. g. Pemeriksaan leher Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik. h. Pemeriksaan thorak dan paru 1) Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain : takipnea, hipernea, dan pernafasan chyne stoke (pada kondis ketoasidosis) 2) Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest dan pigeon chest 3) Dengarkan pernafasan pasien 4) Stidor pada obstruksi jalan nafas 5) Mengik (apabila penderita mempunyai riwayat asma atau bronchitis kronik). i. Pemeriksaan jantung 1) Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris atau tidak, ictus cordis nampak atau tidak 2) Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4 – 5 3) Perkusi : perkusi jantung terhadap suara jantung pekak (padat) 4) Auskultasi : auskultasi bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ 2 (lup) dan suara terdengar tunggal. j. Pemeriksaan abdomen 1) Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran organ 2) Auskultasi : auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan motilitas
3) Perkusi : perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tymphani serta kepekaan 4) Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
k. Pemeriksaan ekstremitas 1) Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas maupun bawah 2) Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5) 1. : lumpuh 2. : adanya kotraksi otot 3. : melawan gravitasi dengan sokongan 4. : melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan 5. : melawan gravitasi dengan tahanan sedikit 6. : melawan gravitasi dengan kekuatan penuh. 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis stroke infark antara lain : a. Laboratorium 1) Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada pasien CVD ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (muttaqin, 2008). 2) Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVD infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, laju endap darah (LED) pada pasien CVD bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabuh darah LED yang tinggi menunjukkann adanya radang. Namun, LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6 – 5,0 mMol/l), klorida) (Price, 2005). b. Pemeriksaan sinar X thoraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Price dkk, 2005) c. Ultrasonografi (USG) karaois : evaluasi standar untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke (Price dkk, 2005). d. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovenal, vasculitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Price dkk, 2005). e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET) : mengidentifikasi seberapa besar suatu darah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Price dkk, 2005). f. Ekokardiogram Transesofagus (TEE) : mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Price dkk, 2005). g. CT Scan : Pemindain ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008). h. MRI : menggunakan gelombang magnetic untuk memeriksa posisi dan besar/ luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008). F. Analisa Data Analisa Data
Interpretasi Infark Cereblum
DS : 1. Istri
klien
Komunikasi
mengatakan
Kerusakan pada
bahwa
saraf hipoglosus
klien
Masalah Gangguan (D.0119)
Verbal
mengalami
(XII)
kesulitan berbicara
Gangguan fungsi motoric
DO :
Gangguan fungsi
1. Klien
tampak
pelo
saat
berbicara 2. Suara
bicara Disatria
klien
terdengar.
Gangguan
Namun, kurang
komunikasi verbal
jelas. DS : 1. Keluarga klien
CVA Infark
Gangguan
thrombosis
fisik b.d penurunan
mengatakan
mobilitas
massa otot (D.0054)
kalau
klien
hanya
bisa
menggerakan ekstremitas
Oklusi Perfusi jaringan cerebral menurun
bagian kiri DO :
Gangguan mobilitas
1. Hanya
bisa
fisik
menggerakan jari tangan dan kaki DS :
Pemberian anti
1. Istri
klien
biotik
mengatakan sebelum
tidak
Defisit
b.d
ketidakmampuan mencerna
Peningkatan asam
nutrisi
(D.0019)
makanan
sadarkan klien
diri
lambung
susah
makan
Infeksi mukosa
DO :
lambung
1. Pasien terpasang NGT
Intake menurun Defisit nutrisi
G. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan muskuloskeletal (D.0119) 2. Gangguan Mobilitas Fisik b. d penurunan massa otot (D.0054) 3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
H. Rencana Keperawatan No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan / Kriteria Hasil
Intervensi
. 1.
Gangguan verbal
komunikasi Komunikasi Verbal b.d
Promosi
gangguan Ekspektasi : Meningkat
muskuloskeletal (D.0119)
Komunikasi
:
defisit bicara (I.13492)
Kriteria hasil :
Observasi :
1. Kemampuan
1. Monitor
kecepatan,
tekanan,
kuantitas,
berbicara meningkat 2. Kemampuan
volume dan diksi bicara.
mendengar
2. Monitor proses kognitif,
meningkat
anatomis, dan fisiologis
3. Kesesuaian ekspresi
yang berkaitan dengan
wajah/tubuh
bicara
meningkat
pendengaran.
4. Kontak meningkat
seperti
mata 3. Monitor frustasi, marah, defresi, atau hal lain
5. Afasia menurun
yang
mengganggu
6. Disfasia menurun
bicara.
7. Disfasia menurun
4. Identifikasi
8. Afonia menurun
emosional
9. Dislasia menurun
sebagai
10. Pelo menurun
komunikasi.
11. Gagap menurun 12. Respons membaik
perilaku dan
fisik bentuk
Terapeutik
perilaku 1. Gunakan
metode
komunikasi
alternatif
13. Pemahaman
seperti
dengan
isyarat
komunikasi
tangan
atau
dengan
membaik
menulis. 2. Seseuaikan
gaya
komunikasi
dengan
kebutuhan seperti berdiri di
depan
pasien,
berbicara
dengan
perlahan atau meminta bantuan keluarga untuk memahami
ucapan
pasien. 3. Modifikasi untuk
lingkungan meminimalkan
bantuan 4. Ulangi
apa
yang
disampaikan pasien 5. Berikan
dukungan
psikologis 6. Gunakan juru bicara, jika perlu. Edukasi
1. Anjurkan
pembicaraan
perlahan 2. Ajarkan
pasien
dan
keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubunga
dengan
kemampuan
berbicara. Kolaborasi 1. Rujuk ke ahli patologi 2.
bicara atau terapis fisik Dukungan Mobilisasi
Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas b.d penurunan massa otot (L.05042)
(I.05173)
(D.0054)
Observasi
Ekspektasi : Meningkat Dengan kriteria hasil : 1. Pergerakan
1. Identifikasi
adanya
nyeri atau keluhan fisik
ekstremitas
lainnya
meningkat
2. Identifikasi
2. Kekuatan
otot
meningkat
fisik
toleransi melakukan
pergerakan
3. Rentang
geram
(ROM) meningkat
3. Monitor jantung
frekuensi dan
tekanan
4. Nyeri menurun
darah sebelum memulai
5. Kecemasan
mobilisasi
menurun
4. Monitor kondisi umum
6. Kaku
sendi
menurun
melakukan
mobilisasi
7. Gerakan
tidak Terapeutik
terkoordinasi menurun 8. Gerakan
selama
1. Fasilitas
aktivitas
mobilisasi dengan alat terbatas
bantu seperti pagar di
menurun 9. Kelemahan
tempat tidur fisik 2. Fasilitasi
menurun
melakukan
pergerakan, jika perlu 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan. Edukasi 1. Jelaskan
tujuan
dan
prosedur mobilisasi 2. Anjurkan mobilisasi dini 3. Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan seperti duduk ditempat
tidur
atau
pindah dari tempat tidur 3.
Defisit
nutrisi
b.d Status
ke kursi roda. Nutrisi Manajemen
Nutrisi
ketidakmampuan mencerna ( L.03030)
(I.03119)
makanan (D.0019)
Definisi : mengidentifikasi
Definisi : Keadekuatan
asupan dan
mengelola
asupan
nutrisi untuk memenuhi nutrisi yang seimbang kebutuhan metabolisme
Tindakan
Ekspektasi : Membaik
Observasi
Kriteria Hasil
1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang 2. Identifikasi dihabiskan
pengunyah meningkat (5)
dan
intoleransi makanan
meningkat (5) 2. Kekuatan
alergi
3. Identifikasi otot
makanan
yang disukai 4. Identfikasi
kebutuhan
kalori dan jenis nutrient
3. Kekuatan
otot 5. Identifikasi
menelan meningkat
penggunaan
(5)
nasogastric
4. Perasaan kenyang
selang
cepat 6. Monitor asupan makanan menurun 7. Monitor berat badan
(5) 5. Nyeri
perlunya
8. Monitor abdomen
menurun (5) 6. Berat
badan
7. Indeks massa tubuh membaik (5) membaik (5)
pemeriksaan laboratorium
membaik (5)
8. Nafsu
hasil
makan
Terapeutik 1. Lakukan sebelum
oral
hygine
makan,
jika
perlu 2. Fasilitasi
menentukan
pedoman diet 3. Sajikan makanan yang menarik dan suhu yang sesuai 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 6. Berikan
suplemen
makanan, jika perlu 7. Hentikan
pemberian
makan melalui selang nasogatrik, jika asupan oral dapat ditoleransi Edukasi 1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi 1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum
makan, jika perlu 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang
dibutuhkan, jika perlu I. Daftar Pustaka Bahrudin, M. 2013. Neurologi Klinik. Malang : UMM Press. Barid, Barrarah, et all. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014. Jakarta: EGC Gofir, A. 2009. Manajemen Stroke. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press. Muttaqin, A, 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika Tim Pokja SDKI. Edisi III (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI. Tim Pokja SDKI. Edisi III (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI. Tim Pokja SDKI. Edisi III (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.