21 0 264 KB
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KASUS TB ABDOMEN DI RUANGAN ANAK RSUD ULIN BANJARMASIN
DOSEN PEMBIMBING : Wenny Rusyanti, S.Kep., Ns., M.Kep DISUSUN OLEH : NAMA
:
Siti rafiah
NIM
:
11409719071
TINGKAT
:
II (Dua)
SEMESTER
:
IV (Empat)
AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA BANJARMASIN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan pendahuluan keperawatan anak dengan kasus ,telah di setujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing akademik.di Ruang anak RSUD,Ulin Banjarmasin. .
Banjarmasin,5 juli 2021
Siti rafiah NIM. 11409719071
Menyetujui
Pembimbing Akademik
Wenny Rusyanti,S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 082 637 120
Pembimbing Lahan
Rusma Hidayanti.S.,Kep NIP:197805302008012022
LEMBAR PERSETUJUAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan pendahuluan keperawatan anak dengan kasus ,telah di setujui oleh pembimbing lahan dan pembimbing akademik.di Ruang anak RSUD,Ulin Banjarmasin. .
Banjarmasin,5 juli 2021
Siti rafiah NIM. 11409719071
Menyetujui
Pembimbing Akademik
Wenny Rusyanti,S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 082 637 120
Pembimbing Lahan
I. A.
KONSEP DASAR TEORI DEFINISI TB abdominal atau yang juga disebut sebagai TB perut (abdomen) ini umumnya disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menyebar ke organ perut melalui darah, getah bening, hingga dahak. TB abdomen dapat memicu gejala yang berkaitan dengan masalah pencernaan, mulai dari diare hingga nyeri perut. Bila penyakit ini dibiarkan, tentu dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
TB abdomen ialah kasus yang paling umum dari TB ekstra paru, yang terdiri dari tuberkulosis dari saluran pencernaan, peritoneum, omentum, mysentery, dan kelenjar getah bening, serta organ abdomen lainnya seperti hati, limpa, dan pankreas. Kasus TB ekstra paru melibatkan 11-16% dari semua pasien tuberkulosis yang mana 3-4% diantaranya merupakan kasus dengan TB abdominal. Tb abdomen dapat meniru berbagai kondisi perut lainnya dan hanya tingkat kecurigaan yang tinggi yang dapat membantu dalam diagnosis, jika tidak segera terjawab atau tertunda dapat mengakibatkan morbiditas tinggi dan kematian. TB
abdomen
juga
merupakan
kondisi
ketika
bakteri
Mycobacterium
tuberculosis menginfeksi organ perut, peritoneum (selaput dalam rongga perut), dan usus. Bakteri TB dapat menyebar ke organ perut melalui darah, getah bening, maupun dahak yang tertelan. Risiko untuk terkena penyakit ini meningkat pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah, seperti penderita kekurangan gizi, diabetes, atau HIV.
B. TAMPILAN KLINIS Tuberkulosis abdomen mempunyai 4 tampilan klinis mayor, yaitu 4 : 1. Limfadenopati mesenterika Penyakit dimulai perlahan dengan penurunan berat badan, demam tidak begitu tingi yang hilang timbul, dan rasa lemas.Seiring dengan perjalanan penyakit yang kian lama kian progresif, mulailah timbul pembengkakan pada abdomen yang disebabkan baik karena akumulasi cairan di dalam rongga abdomen maupun karena pembesaran kelenjar getah bening secara masif.Apabila penyakit ini terus berkembang, maka akan timbul gejala tambahan berupa anemia, hipoalbuminemia dan oedem perifer yang sering disertai dengan limfoedema.Perkejuan masif pada kelenjar limfe mesenterika muncul.Ruptur nodus merupakan komplikasi mayor pada bentuk tuberkulosis ini dengan penyebaran basil ke dalam rongga abdomen sehingga menyebabkan peritonitis tuberkulosis dengan tuberkeltuberkel di permukaan peritoneum. 2. Daerah ileocaecal Daerah gastrointestinal yang sering terlibat adalah daerah ileocaecal. TB pada ileocaecal dan usus halus ditandai dengan massa yang teraba pada kuadran kanan bawah atau didapatkan komplikasi berupa obstruksi, perforasi atau malabsorpsi, terutama jika sudah terdapat striktur. Gejala yang sering muncul yaitu mual dan nyeri. Nyeri mungkin disebabkan karena adanya obstruksi akibat striktur yang biasanya terjadi di ileum terminal.4 Nyeri biasanya berlokasi di bagian tengah abdomen atau di fossa iliaca dextra.4,5 Suatu massa mungkin dapat teraba di fossa iliaca dextra dan biasanya sering timbul demam, diare dan penurunan keadaan umum.4,5 Perforasi, meskipun tidak biasa terjadi, dapat saja timbul dan dapat menyebabkan nyeri abdomen yang luas yang mengarah kepada peritonitis.4,5,8.Gejala
klinis
lain
yang
jarang
adalah
dysphagia,
odynophagia dan ulkus esophagus pada TB yang mengenai esophagus, dyspepsia dan gastric outlet obstruction pada TB Gastroduodenal, nyeri abdomen bagian bawah dan hematochezia karena TB colon dan striktur rectum atau fistula perianal yang multiple dapat disebabkan TB pada anus dan rectum. 3. Penyakit kolon dan anorektal.
Infeksi dapat terbatas sampai kolon bikla gejala yang muncul terdiri dari nyeri kolik di kuadran bawah abdomen, perubahan kebiasaan buang air dan demam.4 Pembentukan striktur adalah komplikasi yang sering terjadi.4 Tuberkulosis yang terjadi di sebelah distal ileocaecal adalah suatu hal yang tidak biasa dan jarang dipertimbangkan sebagai diagnosis banding bila suatu proses penyakit berlokasi di usus besar.5 Tuberkulosis juga terkadang mengenai kanalis ani dimana ia dapat menyebabkan ulkus yang pada awalnya tidak dapat dibedakan dengan fissure ani sederhana.4 Bila penyakit ini mengenai daerah perianal,maka dapat tertukar dengan penyakit Chorn’s, aktinomikosis, fistula ani, colloid carcinoma, sarcoidosis dan penyakit kulit lainnya.5 Fistula ani merupakan tampilan klinis yang paling sering dari tuberkulosis anorektal (sekitar 80%-90%).5 Penyakit anorektal mungkin dapat dipersulit oleh adanya pembentukan fistula dan abses.4 Suatu fistula tuberkulosis harus dipertimbangkan bila pada lubang ke arah kulit terlihat kasar, dimana terdapat tidak ada atau ada indurasi ringan dengan cairan yang encer. 4. Peritonitis Bentuk infeksi tuberkulosis ini mungkin terhitung sekitar 25-30% dari penyakit tropis dan proporsinya hampir sama atau bahkan lebih tinggi pada pasien imigran di negara berkembang.4 Sama seperti sebelumnya, onset penyakitnya bersifat perlahan-lahan, biasanya berhubungan dengan demam dan penurunan kesadaran.4 Keterlibatan peritoneal dapat menyebabkan asites yang progresif (tipe basah) atau keterlibatan peritoneal yang meluas tanpa disertai asites tetapi disertai dengan adhesi (tipe kering) dan tipe fibrosis dimana terdapat penebalan omentum, perlengketan yang luas dan ascites yang terlokalisir.4,8 Kadang-kadang peritonitis dapat terjadi secara tiba-tiba, biasanya berhubungan dengan ruptur masif dari kelenjar limfe abdomen yag mengalami nekrosis perkejuan. C.
ANATOMI Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks dan pelvis. rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium. Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering dipakai
adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior
abdomen
menjadi
sembilan
daerah
(regiones).
Dua
bidang
diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale. Regio abdomen tersebut adalah:
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu, sebagian. 2. duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan. 3. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian dari hepar. 4. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal pankreas, fleksura 5. lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri. 6. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan, sebagian. 7. duodenum dan jejenum. 8. Umbilical
meliputi
organ:
Omentum,
duodenum, jejenum dan ileum.
mesenterium,
bagian
bawah
9. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian 10. jejenum dan ileum. 11. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter kanan. 12. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan). 13. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri. D.
TANDA DAN GEJALA Gejala dari TBC usus/abdomen tidak pernah spesifik karena hampir mirip dengan gangguan usus lainnya, seperti penyakit Crohn. Meski begitu, ada sejumlah kondisi yang menandai terjadinya infeksi yang menyebabkan tuberkulosis pada perut, yakni: a. demam, b. berat badan menurun, c. sembelit (konstipasi), d. diare, e. sakit perut, f.
BAB berdarah, dan
g. penurunan nafsu makan. E.
ETIOLOGI Penyebab utama TBC usus yaitu infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menginfeksi organ pencernaan seperti perut dan usus melalui darah lewat penyebaran infeksi primer di paru-paru. Selain itu, infeksi ini dapat menyebar dengan berbagai cara, antara lain: 1. konsumsi susu yang terkontaminasi, 2. dahak yang terinfeksi, 3. kelenjar getah bening yang terinfeksi melalui saluran limfatik, serta 4. cairan dari paru yang terinfeksi bakteri penyebab TB perut.
F.
MANIFESTASI KLINIS Tuberkulosis abdominal biasanya bermanifestasi sebagai TB limfadenitis, TB peritonitis, dan TB hepatosplenic atau pankreas. Pada anak-anak, bentuk TB peritoneal dan TB limfadenitis lebih umum daripada TB intestinal.
Presentasinya dapat bervariasi dari tanpa gejala (tidak sengaja ditemukan pada laparotomi) sampai ke akut, akut pada penyakit kronis atau penyakit kronis menahun. Manifestasi klinis tergantung pada lokasi dan organ yang terlibat. Gejalanya terutama mencakup Gejala konstitusional (demam, malaise, anemia, keringat malam, kehilangan berat badan, lemas), dan gejala dan tanda-tanda lokal sesuai dengan lokasi dan organ yang terlibat. Pemeriksaan fisik abdomen dapat menunjukkan tanda-tanda asites, benjolan di perut, atau visible peristaltic dengan pelebaran usus. Namun, pemeriksaan abdomen ini tidak memberikan gambaran pasti apakah hal tersebut diakibatkan oleh TB abdominal. Karena manifestasi klinisnya bervariasi, tuberkulosis abdominal dapat menyerupai salah satu dari hal berikut: 1. Neoplasma ganas, misalnya limfoma, karsinoma 2. Radang usus 3. Sirosis hati terutama pada TB peritoneal 4. Massa ileocaecal dapat meniru benjolan apendiks atau keganasan caecum atau kondisi lainnya. Kecurigaan yang tinggi dengan penggunaan modalitas diagnostik yang tepat akan membantu dalam mendiagnosis penyakit ini. G.
PATOFISIOLOGI Tuberkulosis abdominal dapat terjadi secara primer ataupun sekunder karena adanya focus tubercular di organ lain di dalam tubuh. Tuberkulosis pada saluran pencernaan dapat terjadi karena mengkonsumsi susu atau makanan yang telah terinfeksi dengan Mycobacterium bovis sehingga terbentuk tuberculosis intestinal primer, namun sekarang kasus ini telah langka. Infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TB abdominal dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut: Penyebaran TB paru primer di masa kecil; 1. Menelan dahak yang terinfeksi pada penderita TB paru aktif; 2. Penyebaran hematogen dari fokus aktif TB paru atau TB militer; 3. Mycobacteria dapat menyebar ke organ lain yang berdekatan dengan organ yang terinfeksi; 4. Penyebaran limfatik dari kelenjar getah bening mesenterik yang terinfeksi; 5. Cairan empedu akibat adanya tubercular granuloma pada hati.
Lokasi yang dapat terlibat pada tuberculosis abdominal: 1. Saluran cerna 2. Peritoneum, misalnya asites 3. Kelenjar getah bening 4. Organ padat, misalnya hati, limpa dan pankreas. TB gastrointestinal merupakan 70-78% kasus dari tuberculosis abdominal. Daerah ileocecal adalah yang paling sering terlibat karena melimpahnya jaringan limfoid (Peyer’s patch) diikuti oleh usus besar dan jejunum. Tuberkulosis juga dapat mengenai lambung, duodenum dan kerongkongan, namun kasusnya jarang. Tiga karakteristik lesi usus yang diakibatkan oleh TB adalah: ulcerative, hypertrophic dan stricturous atau constrictive. Kombinasi dari
ketiga
lesi
juga
dapat
terjadi
seperti
ulcero-konstriktif
atau
ulcerohypertrophic. Striktur biasanya terjadi sebagai hasil penyembuhan cicatrical dari lesi ulseratif pada usus. Sebagian besar kasus tuberkulosis gastrointestinal
melibatkan
kelenjar
getah
bening
dan
jaringan
peritoneal.Keterlibatan peritoneal terjadi pada 4-10% pasien tuberkulosis ekstra paru (TBEP). Tubercular peritonitis dapat terjadi melalui penyebaran langsung tuberkulosis dari organ intra-abdominal dan kelenjar getah bening yang ruptur, atau secara hematogen. Keterlibatan Peritoneal mungkin dalam bentuk perlekatan peritoneal
atau
cairan
eksudatif
dalam
rongga
peritoneum
(ascites).
Tuberkulosis limfadenitis ditemukan pada sekitar 25% kasus TB ekstra paru. Penyakit ini terutama sering terjadi di kelompok usia muda dan lebih sering pada pasien yang terinfeksi HIV. Terutama disebabkan oleh M.bovis, namun sekarang sebagian besar disebabkan oleh M.tuberculosis. KGB yang terlibat terutama di daerah mesenterika atau retro-peritoneal. itu Kelenjar getah bening dapat menunjukkan kaseasi atau pengapuran. TB pada intestinal, KGB, dan peritoneal mungkin juga terjadi dalam berbagai permutasi dan kombinasi.
H.
PATHWAY
Mycobacterium tuberculosis
Saluran pencernaan
Saluran pernapasaan
Hipertermi
VMengonsumsi makanan/menelan dahak yang terkontraminasi microbactrium bovis
DRDroplet/orang yang posisitf TB panas Terhirup Masuk ke paru
Tuberculosisintestinal primer
Proses peradangan
Produksi sekret berlebih
alvioli
Nyeri perut/abdomen Sekresi tertahan/sulit di keluarkan
Gangguan rasa nyaman nyeri meluas
Bersihan jalan napas tidak efektif
Jantung prikarditis
hematogen n Peritorium
Asam lambung meningkat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Asupan nutrisi menurun
Intoleransi aktivitas
Lemas dan lemah
Mual muntah,anoreksia
I.
DATA PENUNJANG 1. Pemeriksaan darah didapatkan anemia, leukopenia, dan meningkatnya LED; 2. Biokimia serum, kadar albumin serumnya rendah. Transaminase serum normal. Fosfatase alkali serum dapat meningkat pada TB hati. 3. PPD test / Mantoux, menjadi bukti pendukung dalam mendiagnosis tuberculosis abdominalis pada 55-70% pasien jika positif. Namun, hasil yang negatif juga mungkin didapatkan pada sepertiga pasien. Tes Mantoux yang negatif pada pasien TB dapat disebabkan oleh: Imunosupresi atau malnutrisi a. TB luar biasa baru atau TB milier b. Mononuclear adherent cell menekan limfosit T yang tersensitasi dalam darah perifer atau c. Penekanan PPD-reaktif T-limfosit. Namun, uji tuberkulin yang dilakukan berikutnya (setelah 6-8 minggu) akan selalu positif pada pasien-pasien ini. 4. Tehnik Pencitraan: a. Plain X-ray abdomen and chest Plain X-ray abdomen (posisi tegak dan terlentang) berguna sebagai pemeriksaan penunjang sederhana. Tehnik pencitraan ini dapat menunjukkan adanya multiple airfluid dan pelebaran dari usus jika ada obstruksi usus akut maupun subakut. Kalsifikasi KGB abdominalis juga menunjukkan adanya suatu TB. b. X-ray dada yang dilakukan secara bersamaan, dapat mengungkapkan adanya TB paru sembuh maupun aktif pada 22-80% kasus. c. Barium Studies Studi kontras barium berguna dalam mendiagnosis TB intestinal. Barium meal follow through adalah yang terbaik untuk mendiagnosis adanya lesi intestinal. Lesi intestinal yang sangat mungkin merupakan suatu TB biasanya menunjukkan multiple stricture distended pada caecum atau ileum terminal, mucosal irregularity, segmentation of barium column (pola malabsorpsi), pembesaran KGB abdominalis, serta adhesi usus.
d. Ultrasound Ultrasonografi
(USG)
bermanfaat
dalam
mendiagnosis
TB
ekstraintestinal (peritoneal, kelenjar getah bening). USG abdomen biasanya menunjukkan adanya massa di dalam usus kecil dengan penebalan dinding, omentum yang menggulung, dan loculated ascites. Kadang tampak adanya puing-puing echogenic (dilihat sebagai untaian halus) dalam TB ascites, karena kandungan fibrin yang tinggi pada cairan asites eksudatif. Pada TB peritoneum biasanya ditemukan penebalan peritoneal dan KGB. e. Computed Tomography (CT) CT scan abdomen lebih baik dari USG untuk mendeteksi high density ascites, limfadenopati dengan kaseasi, penebalan dinding usus dan irregular soft tissue density di daerah omentum. Limfadenopati merupakan manifestasi paling umum TB yang sering ditemukan pada CT scan. f.
Endoscopy Endoskopi memvisualisasikan lesi TB secara langsung, oleh karenanya pemeriksaan ini berguna dalam mendiagnosis TB kolon dan gastroduodenum,
serta
membantu
mengkonfirmasi
diagnosis
dengan
mendapatkan bukti histopatologi tuberkulosis. Pada TB colon biasanya tampak mucosal nodul dan berbagai ukuran ulcers yang patognomonik Temuan
colonoscopic
lainnya
termasuk
hyperemic
mucosa,
pseudopolyps dan cobblestone appereance. g. Laparoscopy Pemeriksaan laparoskopi merupakan metode yang efektif dalam mendiagnosis TB peritonitis karena (i) secara langsung memvisualisasi peritoneum yang meradang dan menebal bertabur tuberkel milier kuning keputihan dan (ii) biopsi peritoneum akan menegakkan diagnosis. Laparoskopi dapat menegakkan diagnosis yang akurat pada 80-90% pasien. Hati, limpa dan omentum juga dapat diperiksa pada laparoskopi, organ-organ tersebut juga dipenuhi dengan tuberkel pada TB hepatosplenic.
J.
PENATALAKSANAAN
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A.
PENGKAJIAN 1.
Identitas Pasien Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2.
Keluhan Utama Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini
diperlukan
untuk
mengetahui
kemungkinan
adanya
faktor
predisposisi. 5.
Riwayat Penyakit Keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit- penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
6.
Riwayat Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
7.
Pengkajian Pola Fungsi
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya
tindakan
medis
danperawatan
di
rumah
sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang
juga
memunculkan
persepsi
yang
salah
terhadap
pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
Pola nutrisi dan metabolism
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
8.
Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus digestivus.
9.
Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
10.
Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
2.
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3.
Nyeri akut berhubungan dengan agenpencedra biologis (tb.abdomen)
4.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan nutrisi menurun
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN N
1
DIAGNOSA
TUJUAN DAN
KEPERAWAT
KERITERIA
AN
HASIL
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret
INTERVENSI
Setelah dilakukan
Mandiri :
tindakan
1. Kaji
RASIONAL
1. Takipnea, pernapasan
keperawatan
frekuensi/keda
dangkal, dan
dalam waktu….x24
laman
gerak dada tak
jam maka masalah
pernapasan
simetris sering
keperawatan dapat
dan gerak
terjadi karena
diatasi dengan
dada.
ketidaknyamana
kriteria hasil : a) Mengidentifikas
2. Auskultasi
n gerakan
area paru,
dinding dada
i/menunjukkan
catat arena
dan/atau cairan
perilaku
penurunan/tak
paru.
mencapai
ada aliran
bersihan jalan
udara dan
aliran udara
napas.
bunyi napas
terjadi pada
adventisus,
area konsolidasi
jalan napas
misal :
dengan cairan.
paten dengan
krekels,
Bunyi napas
napas bersih,
mengi.
bronchial
b) Menunjukkan
2. Penurunan
tak ada
3. Bantu pasien
(normal pada
dispnea,
latihan napas
bronkus) dapat
sianosis.
sering.
terjadi juga
Tunjukkan/ban
pada area
tu pasien
konsolidasi.
mempelajari
Krekels, ronki
melakukan
dan mengi
batuk, misal :
terdengar pada
menekan
inspirasi
dada dan
dan/atau
batuk efektif
ekspirasi pada
sementara
respons
posisi batuk
terhadap
tinggi.
pengumpulan
4. Berikan cairan
cairan, sekret
sedikitnya
kental dan
2500 ml/hari
spasme jalan
(kecuali
napas/obstruksi.
kontraindikasi)
3. Napas dalam
. Tawarkan air
memudahkan
hangat,
ekspansi
daripada
maksimum
dingin.
paru-paru/ jalan
5. Penghisapan sesuai indikasi
napas lebih kecil. Batuk adalah
Kolaborasi :
mekanisme
1. Bantu
pembersihan
mengawasi
jalan napas
efek
alami,
pengobatan
membantu silia
nebuliser dan
untuk
fisioterapi lain.
mempertahanka
Lakukan
n jalan napas
tindakan
paten.
diantara waktu
Penekanan
makan dan
menurunkan
batasi cairan
ketidaknyamana
bila mungkin.
n dada dan
2. Berikan cairan
posisi duduk
tambahan,
memungkinkan
misal : IV,
upaya napas
oksigen
lebih dalam dan
humudifikasi,
lebih kuat.
dan ruangan humudifikasi.
4. Cairan (khususnya air hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret 5. Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran. Kolaborasi : 1. Memudahkan
pengenceran dan pembuangan sekret. Koordinasi pengobatan/jad wal dan masukan oral menurunkan muntah karena batuk, pengeluaran sputum. 2. Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan dan memobilisasi
2
Hipertermi b.d proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu….x24 jam maka masalah keperawatan dapat diatasi dengan kriteria hasil : 1. Konvulsi 2. Kulit Kemerahan 3. Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran
Mandiri : 1. Pantau suhu klien (derajat dan polanya) perhatikan menggigil atau diaphoresis 2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tamb ahkan linen
sekret. 1. Suhu 38,9ºC – 41,1ºC menunjukkan proses penyakit infeksi akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis, misalnyakurva demam lanjut berakhir lebih dari 24 jam
normal 4. Takikardi 5. Takipnea 6. Kulit terasa hangat
tempat tidur, sesuai indikasi . 3. Berikan kompres hangat, hindari, hindarkan penggunaa n alkohol. 4. Anjurkan pakaian longgar dan tipis 5. Anjurkan perbanyak minum air putih
menunjukkan pneumonia pneumokokal, demam skarlet atau tifoid, demam remiten (bervariasi hanya beberapa derajat pada arah tertentu). 2. Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahanka n suhu mendekati normal 3. Dapat membantu
Kolaborasi : 1. Kolaborasi
mengurangi demam,
dengan tim
penggunaan air
medis
es/alkohol
pemberian
mungkin
antipiretik.
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu, alkohol dapat mengeringkan kulit.
4. Membantu menyerap uap panas 5. Mengganti cairan tubuh yang keluar bersamaan dengan uap panas Kolaborasi : 1. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipothalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel
3
Nyeri akut
.
berhubungan dengan agenpencedra biologis
NOC:
Pain
yang terinfeksi. 1. Untuk
Pain level
Management :
mengetahui
Pain control :
1. Monitor tanda
keadaan umum
Setelah
tanda vital
dilakukan
2. Observasi
perawatan selama
ketidak
pasien 2. Mengetahui tingkat nyeri
(tb.abdomen)
2x24 jam
nyamanan
diharapkan nyeri
non verbal
berkurang dengan kriteria hasil : -
-
3. Lakukan
klien 3. Mengetahui secara
pengkajian
keseluruhan
Mampu
yang
dan untuk
mengontrol
komprehensif
mengetahui
nyeri
(meliputi
sejauh aman
Melaporkan
lokasi,
nyeri yang di
bahwa nyeri
karakteristik,
rasakan pasien
berkurang
durasi,
dengan
frekuensi.
menggunakan
4. Ajarkan teknik
manajemen
non
nyeri
farmakologi
4. Untuk mengurangi rasa nyeri yang di alami klien 5. Di harapkan
.Menyatakan rasa
misalnya
nyeri dapat
nyaman setelah
relakssasi,
hilang dank lien
nyeri berkurang
distraksi,
merasa lebih
nafas dalam
nyaman
5. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk pemberian
4
Intoleransi
.
aktifitas b.d kelemahan
Setelah dilakukan
analgesik 1. Evaluasi
tindakan
respon pasien
keperawatan
terhadap
dalam waktu….x24
aktivitas.
jam maka masalah
2. Berikan
keperawatan dapat
lingkungan
diatasi dengan
tenang dan
kriteia hasil :
batasi
1. Nafas normal
pengunjung
2. Sianosis
selama fase
1. Merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan interan. 2. Menurunkan stress dan rangsangan
3. Irama jantung
akut sesuai indikasi 3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur. 4. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
berlebihan, meningkatkan istirahat. 3. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi. 4. Meminimalka n kelelahan dan membantu keseimbanga n suplai dan kebutuhan oksigen
5
Ketidakseimba
Setelah
.
ngan nutrisi
dilakukan
pemenuhan
kekurangan
kurang dari
tindakan
kebutuhan
nutrisi klien
kebutuhan
keperawatan
nutrisi klien
tubuh b.d
dalam
asupan nutrisi
waktu….x24 jam
penurunan
intervensi
menurun
maka
nafsu
dalam
diharapkan
makan klien
pemberian
kebutuhan nutrisi
1. Kaji
2. Kaji
3. Jelaskan
1. Mengetahui
2. Agar dapat dilakukan
makanan
klien terpenuhi
pentingnya
secara adekuat
makan bagi
dengan kriteria
proses
pengetahuan
hasil :
penyembuh
yang baik
1. Mempertaha
an
tentang nutrisi
nkan berat badan dalam
4. Ukur tinggi dan berat
pada klien 3. Dengan
akan memotivasi
batas normal 2. Klien mempu
badan klien 5. Document
untuk meningkatkan
menghabiska
maukan oral
pemenuhan
n ½ porsi
selama 24
nutrisi
makan yang
jam, riwayat
disediakan
makanan,
dalam
jumlah
identifikasi
mengalami
kalori
malnutrisi
peningkatan
dengan
protein-kalori,
nafsu makan
tepat
khususnya
(intake)
bila berat
3. Klien
6. Ciptakan suasana makan yang
4. Membentu
badan kurang dari normal 5. Mengidentifik
menyenang
asi
kan
ketidakseimb
7. Berikan
angan
makanan
kebutuhan
selagi
nutrisi
hangat
6. Membuat waktu makan lebih menyenangka n yang dapat meningkatkan nafsu makan 7. Untuk meningkatkan nafsu akan
D. IMPLEMENTASI Implementasi yaitu keterkaitan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan. Selama implementasi, perawat mengkaji kembali pasien, modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan
sesuai
kebutuhan.
Untuk
implementasi
yang
efektif,
perawat
harus
berpengetahuan banyak tentang tipe-tipe intervensi, proses implementasi dan metode implementasi. Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu : 1)
Fase persiapan, mencakup pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan pasien dan lingkungan.
2)
Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi dengan tujuan. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi mandiri dan kolaborasi.
3)
Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan pasien setelah implementasi selesai terlaksana (potter and pery, 2005)
E. EVALUASI Fase selanjutnya dalam proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Yang perlu dievaluasi adalah keakuratan dan kualitas data, tercapai atau tidaknya keluhan pasien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan perencanaan keperawatan. Tujuan evaluasi yaitu untuk memberikan umpan balik rencanaa keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan dan kinerja keperawatan melalui perbandingan pelayanan keperawatan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasil akhir dengan standar yang telah ditentukan terebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA Fativah
Isbaniyah,
dkk.
TUBERKULOSIS
Pedoman
Diagnosis
dan
Penatalaksaan di Indonesia. Jakarta: PDPI. 2016: 1-64. SN Chugh dan Vinesh Jain. Abdominal Tuberculosis – Current Concepts in Diagnosis and Managemet. In: Medicine Update. [database on apiindia.org] 20018: 600-607 [cite on Oct 26, 2018]. Available from:
Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 20016: 1-40. Fauci AS, Kasper DL. Extrapulmonary Tuberculosis in Infectious Diseases. In: Isselbacher KJ, et al, editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Volume 1. 13th Edition United State America: McGraw Hill, 20015: 712-4. Depkes RI. 20018. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Cetakan ke-2. Jakarta; 616.995.24/Ind/P Zulkifli Amin, Asril Bahar. Tuberkulosis. Dalam :Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Interna Publishing. 20019: 2230-2239.