Asuhan Keperawatan TB Abdomen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

APLIKASI PEMBERIAN TERAPI SEFT UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA TN. H DENGAN POST LAPARATOMI HARI KE- 0 e.c TB ABDOMEN



DISUSUN OLEH : AISYATU AL-FINATUNNI’MAH G3A019022



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2019



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) telah menjadi masalah global yang terus membesar seiring dengan bertambahnya jumlah pasien TB. Infeksi TB masih merupakan hal yang umum ditemukan dan merupakan faktor penting terhadap angka kesakitan dan kematian, terutama pada negara yang belum dan sedang berkembang. Berdasarkan data WHO pada tahun 2014, sebanyak 9,6 juta orang terkena Tuberkulosis (TB) dan 1,5 juta orang meninggal akibat TB. Secara global, India dan Indonesia memiliki jumlah kasus tertinggi berturut-turut sebanyak 23% dan 10% kasus global. Pada tahun 2014, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara setelah Timor Leste. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2014 adalah 647 per 100.000 penduduk, sedangkan insidennya ditemukan sebanyak 399 kasus per 100.000 penduduk. Kasus Tuberkulosis usus (TB usus) juga meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kasus TB secara umum. Indonesia merupakan Negara ke-2 dengan prevalensi Tuberkulosis TB tertinggi di Asia Tenggara setelah Timor Leste pada tahun 2014. TB usus adalah manifestasi TB ekstrapulmonal terbanyak keenam. TB ekstrapulmonal ditemui pada 15-20% populasi dengan insiden HIV rendah dan merupakan salah satu manifestasi TB ekstrapulmonal tersering. Sementara itu, TB di abdomen didapatkan pada 11% pasien TB ekstrapulmonal. Laporan kasus menyebutkan bahwa sebanyak 2-3% TB abdomen ini terjadi di kolon . TB intestinal dapat ditemui pada berbagai usia namun didominasi oleh rentang usia 20-40 tahun. Diagnosis TB usus merupakan hal yang menantang bagi klinisi karena manifestasi klinis yang beragam sehingga menyerupai penyakit infeksi lain, autoimun, keganasan dan terkait zat iritan (kasusnya jarang). Kurang dari 25% pasien dengan TB gastrointestinal juga memiliki infeksi TB pada paru. Makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep asuhan keperawatan dan aplikasi pemberian terapi SEFT dalam mengurangi nyeri pada klien dengan post laparatomi e.c TB Abdomen.



B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan pengelolaan kasus dan aplikasi evidence based practice nursing : Intervensi terapi SEFT untuk mengurangi nyeri pada Tn. H dengan post laparatomi e.c TB Abdomen 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan adalah, diharapkan penulis mampu a. Mendeskripsikan konsep TB Abdomen



b. Mendeskripsikan asuhan kepeawatan dengan TB Abdomen c. Melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan TB Abdomen d. Mampu menerapkan evidence based practice nursing tindakan SEFT pada klien dengan TB Abdomen e. Melakukan evaluasi hasil aplikasi evidence based pracrice nursing



C. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang tujuan penulisan, dan sistematika penulisan BAB II : Membahas konsep dasar TB Abdomen dan asuhan keperawatan pada klien dengan TB Abdomen BAB III : Hasil pengelolaan kasus asuhan keperawatan pada Tn. H dengan post laparatomi e. c TB Abdomen BAB IV : Aplikasi jurnal evidence based nursing practice pada Tn H dengan post laparatomi e. c TB Abdomen BAB V : Pembahasan terkait hasil pengelolaan kasus dan aplikasi evidence based practice nursing terhadap konsep teori



BAB II KONSEP DASAR



A. PENGERTIAN TB Abdomen atau TB usus merupakan penyakit infeksi basil tuberkulosa pada usus. Keadaan ini umumnya berlangsung lama dan berkembang lambat. Gejala yang timbul seperti nyeri perut yang tidak terlalu kuat, bisa juga diare berkepanjangan, berat badan menurun, nafsu makan menurun, dan berkeringat di malam hari. Sejumlah gejala yang muncul pada TB usus hampir mirip dengan TB paru, salah satunya adalah berkeringat di malam hari. Hanya, pada tuberkulosis paru penyebarannya melalui udara, sementara tuberkulosis usus dikarenakan tertelannya kuman tersebut atau sebaran dari tuberkulosis paru (Johan, 2014). B. ETIOLOGI Infeksi TB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang memiliki bentuk lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora, tidak berkapsul dengan lebar 0,3-0,6 um dan panjang 1-4 um. Dinding bakteri sangat kompleks, sehingga bakteri ini secara alamiah tahan asam. Infeksi TB umumnya melalui inhalasi dan menyebabkan TB paru yang merupakan manifestasi klinis tersering dibandingkan organ lain. Bakteri pada saluran cerna dapat berasal dari bakteri yang tertelan, penyebaran dari organ yang berdekatan, maupun melalui peredaran darah. Usus dan peritoneum dapat terinfeksi melalui empat mekanisme, yaitu menelan sputum yang terinfeksi, penyebaran lewat darah dari TB aktif atau TB milier, konsumsi susu atau makanan yang terkontaminasi dan penyebaran langsung dari organ yang berdekatan. Reaktivasi setelah penyebaran infeksi melalui darah mungkin terjadi beberapa tahun setelah infeksi. Sementara invasi langsung dari dinding usus mungkin terjadi setelah konsumsi susu yang tidak dipasterurisasi atau konsumsi basil dari kavitas paru. C. PATOFISIOLOGI Setelah seseorang menghirup Mycobakterium Tuberkolosis, kemudiam masuk melalui mukosiliar saluran pernafasan, akhirnya basil TBC sampai ke alveoli (paru), kuman mengalami multiplikasi di dalam paru-paru disebut dengan Focus Ghon, melalui kelenjar limfe basil mencapai kelenjar limfe hilus. Focus Ghon dan limfe denopati hilus membentuk Kompleks Primer. Melalui kompleks Primer inilah basil dapat menyebar melalui pembulih darah samapi keseluruh tubuh. Perjalanan penyakit selanjutnya ditentukan oleh banyaknya basil TBC dan kemampuan daya tahan tubuh seseorang, kebanyakan respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, namun sebaqgian kecil basil TBC menjadi kuman Dorman. Kemudian kuman tersebut menyebar kejaringan sekitar, penyebaran secara Bronchogen keparu-paru sebelahnya, penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ lain seperti; tulang, ginjal, otak. Terjadi setelah periode beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer, reaktivasi kuman Dorman pada jaringan setelah mengalam multiplikasi terjadi



akibat daya tahan tubuh yang menurun/lemah. Reinfeksi dapat terjadi apabila ; ada sumber infeksi, julmlah basil cukup, virulensi kuman tinggi dan daya tahan tubuh menurun. TBC usus adalah suatu penyakit yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosa (TBC) yang berasal dari penyakit aktif dari paru-paru. Gejala penyakit ini sering mual-mual, perut kembung seperti masuk angin dan napsu makan menurun dratis hal ini akibat penyimpitan usus hingga menyumbat saluran pencernaan. Apabila keadaan sudah berat sering disertai dengan muntah dan mencret yang diikuti dengan rasa sakit pada bagian perut, kuman tuberkulose dibawa oleh darah lalu masuk kelambung dan terbawa masuk keusus halus yang kemudian berkembang biak di tempat yang baru tersebut. Seiring dengan waktu kuman tersebut menyebar ke kelenjar getah bening di daerah usus serta ke bagian lain di saluran pencernaan, juga selaput penutup usus di daerah rongga perut penderita. Penyakit ini sebenarnya merupakan penyakit yang menahun, atau penyakit yang sudah ada dalam tubuh penderita dan perlahan-lahan menjadi berat. Kuman tersebut baru menunjukan aktivitasnya pada saat imumnitas tubuh menurun. Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan dan minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ada beberapa faktor penyebab lainnya, diantaranya kebiasaan hidup yang tidak baik, kebiasaan minum alkohol, kekurangan gizi, adanya penyakit-penyakit menahun seperti diabetes mellitus, penyakit maag, dan pemakaian obat-obatan kimia yang berlebihan. Keadaan akan semakin berat apabila pada tahapan ini penyakit TBC usus yang dialami seseorang tidak teratasi atau tidak kunjung membaik maka akan menimbulkan peradangan pada usus. Dalam keadaan ini, biasanya sering terjadi sumbatan pada usus atau pembesaran pada bagian usus tertentu. D. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinis dan temuan patologi anatomi TB intestinal sangat bervariasi. Manifestasinya dapat tidak spesifik dan menunjukkan kemiripan dengan gangguan gastrointestinal lain, seperti penyakit Crohn, colitis ulseratif, limfoma, enteritis amuba, actinomikosis dan enterokolitis Yersinia sp atau bahkan keganasan pada kolon. Gambaran klinis TB intestinal meliputi: 1) gejala konstitusi seperti demam, anoreksia dan penurunan berat badan; 2) gejala akibat ulserasi mukosa seperti diare, hematoskezia dan malabsorpsi; 3) Gejala terkait keterlibatan transmural seperti nyeri perut, tegang dan muntah akibat obstruksi lumen, teraba benjolan, perforasi usus, fistula perianal dan intestinal; 4) manifestasi ekstraintestinal seperti artritis, peritoneum dan kelenjar limfe; 5) riwayat kontak dengan TBC. Penelitian oleh Mukewar menyebutkan perubahan pola defeksi dapat berupa diare atau diare yang bergantian dengan konstipasi. Lesi makroskopik TB saluran cerna dari endoskopik dapat berupa ulserasi, nodul, polip dan penyempitan lumen. Selain itu, dapat juga ditemui gambaran multipel fibrous band irregular. Chong membagi lesi TB saluran cerna menjadi 3 kategori, yaitu tipe ulseratif (60%), hipertrofik (10%) dan lesi seperti massa atau hipertrofik menyerupai ulkus (30%). Ulserasi dan penyempitan lumen adalah lesi yang paling sering ditemui. Lesi ulseratif banyak ditemukan pada pasien dengan defisiensi sistem imun,



sedangkan lesi hipertrofik ditemukan pada pasien dengan sistem imun baik. Lesi hipertrofik menyerupai ulkus paling banyak ditemukan pada TB ileosaekal dibanding TB pada segmen usus lain. E. PENATALAKSANAAN Terapi untuk TB intestinal meliputi terapi farmakologis OAT dan bedah. Pilihan pertama untuk terapi TB intestinal adalah OAT. Ketika pasien diduga TB intestinal, maka OAT dapat diberikan dosis penuh. Sementara itu, pembedahan adalah pilihan kedua untuk mengatasi TB intestinal dengan komplikasi. Terapi TB dilakukan jika kecurigaan klinis sangat mendukung ke arah TB intestinal. Respon terhadap terapi anti TB digunakan sebagai kriteria untuk konfirmasi TB saluran cerna. Memulai terapi TB pada pasien dengan TB paru dan kecurigaan TB intestinal walaupun dari hasil pemeriksaan basil tahan asam berulang ditemukan hasil negatif dan pemeriksaan kolonoskopi mendukung diagnosis kolitis ulseratif dan histopatologis menunjukkan inflamasi kronik di lamina propria. Pasien tersebut mengalami perbaikan keluhan diare kronik setelah terapi TB. Seperti telah disebutkan sebelumnya, pembedahan merupakan pilihan kedua untuk mengatasi TB usus dengan komplikasi. Komplikasi serius yang mungkin terjadi adalah obstruksi usus (15-60%), fistula (25%) dan perforasi (15%) dengan angka kematian 30-40%. Komplikasi lainnya yaitu dapat berupa perdarahan masif meskipun jarang terjadi. Pasien dengan keluhan perut walaupun telah diberikan terapi OAT harus dicurigai obstruksi intestinal subakut. Hal ini harus dideteksi dini dan dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengurangi komplikasi akibat perforasi. Namun demikian, tidak seperti TB paru, definisi sembuh untuk TB ekstra paru sulit didefinisikan dan belum ada kriteria baku untuk mengakhiri terapi.



F. KONSEP KEPERAWATAN TB ABDOMEN 1. Pengkajian a. Identitas Penyakit tuberkulosis (TB) dan dapat menyerang manusia mulai dari usia amnak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyka ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim. (Somantri, 2012) b. Status kesehatan saat ini 1) Keluhan utama :  Demam : subfebris, febris (40-41 ) hilang timbul.  Batuk : terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering samapai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum).  Sesak napas : bila sudah lanjut di mana infiltrasi radang sampai setengah paruparu.







Nyeri dada : jarang di temukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.  Nyeri abdomen bila bakteri sudah menyebar sampai ke abdomen  Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.  Sianosis, sesak napas, dan kolaps merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.  Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular. (Muttaqin, 2012) c. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum :  Kesadaran : Compos mentis  Tanda-tanda vital : pada klien TBC biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi. (Muttaqin, 2012) 2) Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula-mula nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Batuk akan timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus, di mana terjadi iritasi jaringan. Batuk akan timbul apabila proses penyakit telahmelibatkan bronkus, batuk akan menjadi produktif yang berhuna untuk membuang produk ekskresi peradangan dengan sputum yang bersifat mukoid atau purulen 3) Riwayat Penyakit Dahulu Pada riwayat dahulu biasanya keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA, efusi pleura, serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. (Joyce M. Black, 2014) Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan bstuk lama pada masa kecil, tuberkolosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperbesar TB paru seperti diabetes miletus (Muttaqin, 2012) 4) Body System a) System Pernapasan Inspeksi : bentuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. (Muttaqin, 2012)



Palpasi : palpasi trakhea, adanya pergeseran trakhea menunjukkan-meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan oneumothoraks akan mendorong posisi trakhea ke arah berlawanan dari sisi sakit. Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat palpasi, grerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang anara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas. Getaran suara (fremitus vokal), getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada klien TB paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura. (Muttaqin, 2012) Perkusi : pada klien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat. (Muttaqin, 2012) Auskultasi : pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi didaerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumthoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit. (Muttaqin, 2012) b) Sistem Kardiovaskuler Inspeksi : inspeksi tentang adanya jaringan parut dan keluhan kelemahan fisik. Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi sehat. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. (Muttaqin, 2012)



c) Sistem Persyarafan Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengsn hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikretik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati. (Muttaqin, 2012) d) Sistem Perkemihan Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin. (Muttaqin, 2012)) e) Sistem Pencernaan Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. (Muttaqin, 2012) Inspeksi : turgor kulit buruk, kering, bersisik, hilang lemak subkutis. Palpasi : suhu badan klien biasanya meningkat 400-410 (Manurung, 2016) f) Sistem Muskuloskelet Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup mentetap, dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur. (Muttaqin, 2012) g) Sistem Endokrin Inspeksi : terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening persisten. Palpasi : pembesaran getah bening teraba. (Joyce M. Black, 2014) h) Sistem Reproduksi Tidak terjadi kelainan pada sistem reproduksi kecuali jika adanya penyakit yang menyertai. (Joyce M. Black, 2014) i) Sistem Pengindraan Mata Sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati. (Muttaqin, 2012) Telinga Tidak terdapat kelainan pada telinga kecuali jika adanya komplikasi penyakit telinga yang menyertai. (Manurung, 2016) Hidung Tidak terdapat kelainan pada hidung kecuali jika adanya komplikasi penyakit hidung yang menyertai. (Manurung, 2016 ) j) Sistem Imun Sistem imun yang non spesifik dapat menyebabkan bakteri mycrobacterium tuberkulosis berkembang baik karena sistem imun merupakan yang paling berperan dalam penyebaran bakteri. (Joyce M. Black, 2014)



2. Pathways Keperawatan



3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan TB Abdomen yaitu : 1) Nyeri akut b.d agen pencedera biologis 2) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien 3) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi 4) Intoleransi aktivitas b. d kelemahan 4. Intervensi dan Rasional Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .... x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil : 1. Pasien melaporkan nyeri hilang/ terkontrol dengan skala 0-3 2. Menunjukan ekspresi wajah/postur tubuh rileks, 3. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat. 4. Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana Intervensi : 1. Kaji keadaan nyeri klien secara PQRST. 2. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi dengan sering.



3. Libatkan pasien dalam penentuan jadwal aktivitas, pengobatan, pemberian obat. 4. Ajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam pada saat rasa nyeri datang 5. Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : 1. Membantu dalam menentukan status nyeri klien dan menjadi data dasar untuk intervensi dan monitoring keberhasilan intervensi. 2. Perubahan lokasi/karakter/intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi (contoh: iskemia tungkai) atau perbaikan/kembalinya fungsi saraf sensasi. 3. Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera. 4. Hipoksemia local dapat menyebabkan rasa nyeri dan peningkatan suplai oksigen pada area nyeri relaksasi nafas dalam dapat membantu menurunkan rasa nyeri 5. Analgetik berfungsi untuk menghambat sensor nyeri sehingga sensasi nyeri pada klien berkurang.



BAB III RESUME ASUHAN KEPERAWATAN



A. PENGKAJIAN FOKUS 1. IDENTITAS 1) Identitas Klien Nama Jenis Kelamin Usia Status Perkawinan Agama Suku/Bangsa Pendidikan Bahasa yang digunakan Pekerjaan Alamat Diagnosa medik



: Tn. H : Laki-laki : 23 Tahun : Belum menikah : Islam : Jawa/Indonesia : SMA : Jawa : Swasta : Kendal : TB Abdomen post laparatomi



2) Identitas Penanggung Jawab Nama



: Ny. S



Jenis Kelamin



: Perempuan



Usia



: 47 Tahun



Status Perkawinan



: Menikah



Agama



: Islam



Suku/Bangsa



: Jawa/Indonesia



Pendidikan



: SD



Bahasa yang digunakan



: Jawa



Pekerjaan



: Swasta



Alamat



: Kendal



3) Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih 1 minggu klien merasakan perutnya nyeri, nyeri bertambah berat dan tidak hilang dengan obat warung. Kemudian pada tanggal 21 Agustus 2019 klien datang ke IGD RSUP Dr. Kariadi karena nyeri bertambah berat. Pada tanggal 23 Agustus 2019 klien dilakuka tindakan operasi karena menurut dokter terjadi perlengketan usus sehingga ada beberapa bagian usus yang diambil. Pada tanggal 23 Agustus 2019 pukul 11.00 WIB klien dilukan pemindahan ruang ke rajawali 1B saat



dikaji klien merasa nyeri hebat pada bekas operasi dan demam dengan suhu 38,1°C, sudah dilakukan tindakan kompres untuk menurunkan suhu tubuh dan juga sudah dilakukan tindakan non farmakologi utuk mengurangi nyeri namun saat dievaluasi keluhan nyeri belum berkurang dan suhu masih tetap 38°C. Sesuai advice dokter klien diberikan terapi paracetamol 500mg IV untuk menurunkan suhu tubuh dan nyeri yang dirasakan klien. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Klien sudah mengeluh nyeri pada daerah perut kurang lebih 1 tahun, dan semakin parah pada bulan Juni tahun 2019 sehingga harus di rawat di RS Kendal selama 1 minggu, karena dirasa selama dilakukan perawatan di RS Kendal tidak membuahkan hasil yang baik maka klien di rujuk ke RSI Sultan Agung Semarang. Di RSI Sultan Agung Semarang klien di rawat selama 1 minggu dan pernah mendapatkan OAT, klien baru minum selama 2 hari dan merasakan badannya semakin tidak enak dan keluhan nyeri juga tidak hilang, klien datang lagi ke IGD RSI Sultan Agung Semarang namun IGD tidak menerima karena klien masuk rawat inap dan masuk IGD belum ada lebih dari 1 minggu. Sehingga keluarga berinisiatif membawa klien ke IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang. 5) Pengkajian pola fungsi dan pemeriksaan fisik a. Persepsi klien tentang kesehatan yaitu ketika sakit dirasa masih ringan maka klien belum berobat ke dokter hanya meminum obat warung, namun bila keluhan semakin memberat klien baru datang ke puskesmas ataupun tempat praktik dokter. Upaya yang dilakukan dalam mempertahankan kesehatan klien dan keluarga yaitu dengan makan makanana yang banyak dan selalu beraktivitas karena beraktivitas sama dengan olahraga 6) Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi X foto thorax AP semierect-lateral tanggal 23 Agustus 2019 Klinis : suspek TB abdomen Kesan : Cor tak membesar, infiltrat pada lapangan atas bawah paru kanan dan lapangan atas tengah paru kiri  cenderung gambaran TB paru b. Radiologi X foto polos abdomen 2 posisi (AP-Supine-LLD) tanggal 23 Agustus 2019 Klinis : ileus obstruksi letak tinggi Kesan : gambaran ileus obstruktif, tak tampak gambaran pneumoperitoneum



c. Laboratorim tanggal 23 Agustus 2019 Pemeriksaan Hasil Satuan Hematologi Hematologi Paket Hemoglobin 10,5 g/dL Hematokrit 31,9 % Eritrosit 4,21 10^6/uL MCH 24,9 pg MCV 75,8 fL MCHC 32,9 g/dL Leukosit 12,2 10^3/uL Trombosit 343 10^3/uL RDW 13,9 % MPV 9,8 fL Imunoserologi Anti HIV Screening



NON REAKTIF



7) Program Terapi tanggal 23 Agustus 2019 Infus NaCl 0,9 % 20 tpm IV Ciprofloxacin 400 mg/ 12 jam IV Metronidazol 500 mg/ 8 jam IV Paracetamol 1 gr/ 8 jam IV Metocloropamid 10 mg/8 jam IV Ketolorac 30 mg k/p INH 300 mg/ 24 jam Rifampisin 450 mg/ 24 jam Ethambutol 750 mg/ 24 jam Pirazinamid 500 mg/ 24 jam B6 20 mg/ 24 jam



Nilai Rujukan



Keterangan



13-16 40-54 4,4-5,9 27-32 76-96 29-36 3,8-10,6 150-400 11,6-14,8 4-11



L L L L L H



8) Analisa Data No Data Fokus 1. DS : klien mengatakan perutnya nyeri P : nyeri pada perut setelah operasi Q : nyeri seperti teriris benda tajam R : nyeri pada bagian perut S : skala nyeri 5 T : nyeri dirasaskan hilang timbul DO :  Terdapat luka post laparatomi di perut  Klien tampak ekspresi menahan nyeri  Klien tampak gelisah  KU baik, Composmentis GCS E4M6V5.  TTV : Nadi 96 x/menit, TD 120/80 mmHg, RR 24x/menit, S : 38,1 B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Nyeri akut b. d agen pencedera fisik Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme



Masalah Nyeri Akut



Etiologi Agen pencedera fisik



C. PATHWAYS KEPERAWATAN KASUS Mycobacterium tuberkulosis



Alveolus



Respon Inflamasi (fagosit oleh neutrophil, makrofag dan limfosit Jaringan granulomas



Masa fibrosa (bagian sentral + tuberkel ghon)



TBC Aktif



Menyebar melalui kelenjar getah bening atau darah dan menyebabkan infeksi organ lain



Bakteri tertelan dan masuk ke saluran cerna



Bakteri menyebar pada abdomen Nyeri perut



D. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL NO WAKTU TUJUAN DAN (TGL/JAM) KRITERIA HASIL 1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan agen pencedera asuhan keperawatan fisik selama 3 x 24 jam (D.0077) diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : 1. Keluhan nyeri berkurang 2. Ekspresi wajah meringis berkurang 3. Gelisah berkurang 4. Diaphoresis berkurang 5. Ketegangan otot berkurang 6. Pola tidur membaik



INTERVENSI



RASIONAL



Manajemen nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (teknik relaksasi nafas dalam dan SEFT) 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (teknik relaksasi nafas dalam dan SEFT) 7. Kolaborasi pemberian analgetik



1. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan atau perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi. 2. Membantu mengetahui seberapa berat nyeri yang diraskan klien dan sebagai pertimbangan dalam memilih intervensi 3. Membantu mengetahui seberapa berat nyeri yang dirasakan klien 4. Agar perawat mampu membantu klien untuk mengalihkan rasa nyeri sehingga nyeri dapat berkurang 5. Teknik relaksasi nafas dalam dan terapi SEFT dapat membuat klien menjadi rileks serta diharapkan nyeri dapat berkurang. 6. Agar klien mampu mengontrol nyeri sewaktu-waktu dengan mandiri 7. Obat analgesik mampu mengurangi rasa nyeri dengan cara menekan sisem



syaraf pusat dan mengubah persepsi terhadap rasa sakit yang di derita.



BAB IV APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET



A. IDENTITAS KLIEN Nama



: Tn. H



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Usia



: Tahun



Status Perkawinan



: Menikah



Agama



: Islam



Suku/Bangsa



: Jawa/Indonesia



Pendidikan



: SMP



Bahasa yang digunakan : Jawa/ Indonesia Pekerjaan



: Swasta



Alamat



: Semarang



B. DATA FOKUS KLIEN DS : klien mengatakan nyeri pada daerah operasi di perut P : nyeri pada luka operasi , nyeri bertambah saat, nyeri berkurang saat digunakan untuk tiduran dan rileks Q : nyeri tajam teriris R : nyeri pada daerah perut S : skala 5 T : nyeri dirasakan hilang timbul DO : klien tampak kesakitan menahan nyeri pada luka operasi Klien tampak meringis Klien tampak gelisah KU baik, Composmentis GCS E4M6V5. TTV : Nadi 96 x/menit, TD 120/80 mmHg, RR 24x/menit, S : 38,1



C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET YANG DIAPLIKASIKAN Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)



D. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE YANG DITERAPKAN PADA KLIEN Intervensi Spiritual Emotional Freedom Technique Untuk Mengurangi Rasa Nyeri Pada Tn. H dengan post laparatomi e. c TB Abdomen



E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI/ALASAN PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE (DALAM BENTUK SKEMA) EBNP yang diterapkan



TB Abdomen



Intervensi Spiritual Emotional Freedome Technique untuk mengurangi nyeri pada Tn. H dengan post laparatomi e.c TB abdomen



Mycobacterium tuberculosa (TBC) yang berasal dari penyakit aktif dari paru-paru dibawa oleh darah lalu masuk kelambung dan terbawa masuk keusus halus yang kemudian berkembang biak di tempat yang baru. Seiring dengan waktu kuman tersebut menyebar ke kelenjar getah bening di daerah usus serta ke bagian lain di saluran pencernaan, juga selaput penutup usus di daerah rongga perut



nyeri perut, perut terasa kembung



Intervensi Non Farmakologi : SEFT : terdapat teori control, perangsangan titik-titik meridian – merangsang serabut saraf A-Beta (penghantar impuls lebih besar) menuju spinal – menutup gate control – impuls nyeri terblok – tidak dapat diteruskan ke pusat nyeri.



F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE Keluhan utama yang dirasakan oleh klien yaitu nyeri perut pada daerah operasi, dimana prosedur pembedahan merupakan suatu tindakan yang secara disengaja berguna untuk mengambil sedikit atau beberapa bagian yang dianggap menggangu fungsi fisiologis tubuh. Setelah pembedahan akan banyak timbul kondisi-kondisi yang menyebabkan klien menjadi tidak nyaman salah satunya adalah nyeri. Nyeri merupakan sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri, 2007). Nyeri yang di rasakan oleh klien pasca pembedahan bisa bervariasi mulai dari ringan sedang hingga berat. Salah satu teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri yaitu dengan teknik SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique). SEFT adalah teknik terapi menggunakan energi tubuh / energi meridian yang dilakukan dengan memberikan ketukan-ketukan ringan pada titik-titik tertentu pada meridian tubuh. Pemberian intervensi SEFT efektif untuk mengurangi nyeri pasca operasi laparatomi karena mampu memberikan rangsangan pada saraf parasimpatis untuk menghasilkan respon relaksasi menjadikan 18 titiik utama yang mewakili 12 jalur utama energy meridian dengan menggunakan teknik taping dan doa (Faiz, 2012). SEFT merupakan terapi dengan menyelaraskan sistem energi tubuh pada titik-titik meridian tubuh dengan cara mengetuk (tapping) dengan ujung jari tidak menggunakan jarum. SEFT mempunyai kemampuan untuk mengurangi stimulasi yang berlebihan pada sistem limbik. Ruden (2005) menyimpulkan bahwa stimulasi pada titik akupunktur mengeluarkan serotonin di dalam amygdala dan di korteks prafrontal. Kemungkinan lain berasal dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kadar endomorphin-1, beta endorphin, enkephalin dan serotonin meningkat di dalam plasma dan jaringan otak setelah dilakukan akupunktur (Cabyoglu, Ergene & Tan, 2006, dalam Batterberg, 2008). Hasil observasi yang dilakukan oleh Cabyoglu, Ergene & Tan juga menunjukkan bahwa peningkatan endomorphin-1, beta endorphin, enkephalin, serotonin dan dopamin menyebabkan efek analgesik, sedasi dan penyembuhan pada fungsi motorik sama seperti efek immunomodulator pada sistem imun. Sehingga dapat dimungkinkan bahwa aspek akupressure pada SEFT memproduksi hasil yang sama. Stimulasi non-noxious pada kulit memicu efek analgesik dan sedatif yang dialirkan melalui aktivasi mekanisme oxitosinergis (oxytocinergic mechanisms) (Latifah, L & Ramawati, D, 2018). SEFT dilakukan dengan memberikan ketukan-ketukan ringan pada titik-titik akupuntur tertentu sambil pikiran ikhlas dan pasrah kepada Allah SWT. Ketukan-ketukan tadi akan merangsang low treshold mechanoreceptor yang berada di kulit, tendon dan otot yang merangsang serabut saraf A-beta untuk diteruskan ke kolumna dorsalis dan impuls saraf diteruskan melalui lemnikus medialis dan melalui jalur kolateral terhubung dengan Pariaquadectal Grey Area (PGA). Perangsangan PGA akan menghasilkan enkapalin (sejenis opium dalam tubuh) yang selanjutnya akan mengaktifkan nucleus raphe dan atau nucleus retikuler magnoseluler. Kedua nucleus tersebut dikirimkan impuls penghambat nyeri ke medulla spinalis melalui jaras kaudal-retikuler, jaras kaudal-retikuler yang berasal dari nucleus raphe adalah serabut neropinefrinegrik. Di medulla spinalis kedua jenis saraf tersebut bersinap dengan serabut enkefalinergik yang dapat melakukan penghambatan pre sinaptik



melalui penghambat pelepasan substabsi P oleh serabut saraf halus tak bermielin (serabut saraf C) sehingga nyeri dapat berkurang (Arifin, 2012).



BAB V PEMBAHASAN



A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE Salah satu masalah yang dialami oleh klien dengan post laparatomi adalah nyeri yang dapat bersifat ringan, sedang hingga berat. SEFT merupakan teknik non farmakologi yang mampu untuk mengurangi nyeri dimana dengan SEFT ini akan bekerja setelah adanya ketukanketukan ringan yang akan menyebabkan pengurangan nyeri. Terapi SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupresure. Langkah dalam terapi SEFT mudah untuk dilakukan, proses belajar sangat cepat dan tanpa prosedur diagnosis yang rumit, hanya dengan menggunakan ketukan ringan pada 18 titik kunci di sepanjang 12 energi tubuh dan efek penyembuhannya dapat dirasakaan lagsung. Perbedaanya SEFT menggunakan teknik yang lebih aman, mudah, cepat dan sederhana bahkan tanpa risiko karena tidak menggunakan jarum ataupun alat lainnya, namun mengutamakan keahlian dalam aplikasinya. Selain itu dalam prosesnya SEFT melibatkan Tuhan sehingga inti masalah yang dapaat diatasi juga lebih luas, yaitu masalah fisik dan emosi. Pemilihan tindakan ini didasarkan atas banyaknya kelebihan yang dimiliki yaitu SEFT terbukti efektif mengurangi nyeri, mudah di pelajari dan mudah di praktekan oleh siapa saja, tidak memiliki efek samping, dapat diterapkan pada masalah fisik dan emosi apapun. B. MEKANISME PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE PADA KASUS (PROSEDUR EBN YANG DI JELASKAN, BAGAIMANA BENTUK LATIHANNYA, SEMUA TINDAKAN BISA DI LAKUKAN OLEH PASIEN ATAU TIDAK) Penerapan SEFT dilakukan setelah masa paruh waktu obat analgetik habis. Klien mendapatkan obat analgetik yaitu ketorolac dengan masa paruh waktu 5 jam. Klien diberikan terapi SEFT dengan menekan pada 18 titik kunci dengan kedua jari yang dilakukan sebanyak 7 kali pada setiap titik. Prosedur SEFT sebagai berikut : 1. Jauhkan benda toxin (jam, sabuk, handpone, laptop, cincin, pakian yang wangi atau benda yang berada di tubuh kita atau didepan klien di jauhkan) 2. Anjurkan untuk meminum air putih 3. Jauhkan benda toxin (jam, sabuk, handphone, laptop, cincin, pakaian yang wangi atau benda yang berada di tubuh kita atau didepan kita dijauhkan) 4. Anjurkan untuk meminum air putih terlebih dahulu (untuk mencegah energi yang keluar saat tapping) 5. Posisi SEFTer dengan pasien tidak boleh berhadapan karena adanya hantaran energi yang keluar dari tubuh, dianjurkan untuk posisi menyamping antara SEFTer dengan pasien 6. Tentukan masalah yang akan diterapi. Masalah ini harus jelas dan spesifik, bisa dibayangkan atau rasakan langsung



7. Ukur skala awal dari masalah dengan kisaran angka 0 sampai 10 8. Identifikasi rasa sakitnya, bukan nama sakitnya. Contoh : (sakit kepala bagian samping, nyeri pundak atas kanan, dan lain-lain). 9. Angka 0 berarti tidak ada gangguan (tidak terasa sakit sama sekali) 10. Angka 10 berarti gangguan sangat kuat atau masalahnya sangat berat. 11. Melakukan Set Up Ucapkan kalimat set up sesuai dengan masalah yang sedang klien hadapi dengan penuh perasaan sebanyak 3 kali, sambil menekan dada di bagian sore spot, yaitu di daerah sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit. Contoh:Ya Allah, meskipun saya menderita nyeri perut yang sangat hebat, saya ikhlas, saya pasrah padaMu sepenuhnya. 12. Lakukan Tune In Pikirkan dan bayangkan peristiwa spesifik yang membangkitkan emosi negatif yang ingin dihilangkan sambil mengulangi kata pengingat yang mewakili emosi negatif yang kita rasakan. Kata pengingat terbaik, biasanya diambil dari kalimat yang kita pilih dalam set up, misalnya : rasa nyeri. 13. Cara lain melakukan tune in ialah sambil membayangkan peristiwanya atau merasakan sakitnya, lalu kita mengganti kata pengingatnya dengan doa khusyuk: Saya ikhlas, saya pasrah padaMu Ya Allah. 14. Lakukan Tapping Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh sebanyak kurang lebih 7 kali ketukan, sambil terus melakukan tune in. 18 titik kunci-"The Major Energy Meridians" 1) Cr : Crown (titik di bagian atas kepala) 2) EB : Eye Brow (titik permulaan alis mata) 3) SE : Side of the Eye (di atas tulang di samping mata) 4) UE : Under the Eye (2 cm di bawah kelopak mata) 5) UN : Under the Nose (tepat di bawah hidung) 6) Ch : Chin (di antara dagu dan bawah bibir) 7) CB : Collar Bone (di ujung tempat bertemunya tulang dada, collar bone dan tulang rusuk pertama 8) UA : Under the Arm (di bawah ketiak) 9) BN : Bellow Nipple (2,5 cm di bawah puting lelaki atau diperbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara) 10) IH : Inside of Hand (di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan) 11) OH : Outside of Hand (di bagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan) 12) Th : Thumb (ibu jari disamping luar bagian bawah kuku) 13) IF : Index Finger (jari telunjuk di samping luar bagian bawah kuku (dibagian yang menghadap ibu jari) 14) MF : Middle Finger ( Jari tengah samping luar bagian bawah kuku di bagian yang menghadap ibu jari) 15) RF : Ring Finger (jari manis di samping luar bagian bawah kuku di bagian yang menghadap ibu jari)



16) BF : Baby Finger (di jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku di bagian yang menghadap ibu jari) 17) KC : Karate Chop (di samping telapak tangan bagian yang kita gunakan untuk mematahkan balok saat karate) 18) GS : Gamut Spot (di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari kelingking) Di titik terakhir (Gamut Spot), lakukan 9 Gamut procedure lalu kembali pada titik pertama hingga titik ke 17, dan diakhiri dengan tarik nafas panjang, hembuskan dan ucapkan rasa syukur (sesuai agama masing-masing). Terapi ini dilakukan selama 10- 15 menit. Namun pada penerapannya tidak semua titik digunakan, hanya menggunakan titik 1-9 saja mengingat kondisi klien yang lemah. Setelah pelaksanaan SEFT maka klien dievaluasi skala nyerinya setelah 30 menit diberikan terapi, apakah ada penurunan atau masih tetap. Terapi ini dilakukan selama 3 hari setiap hari dan klien melakukannya secara mandiri ketika malam hari karena klien sering mengeluhkan nyeri bertambah ketika malam menjelang tidur.



C. HASIL YANG DICAPAI (OUTPUT YANG DIUKUR APA HARI PERTAMA DIUKUR MISAL HARI KE 1 BISA MIKA MIKI TANPA BANTUAN, HARI KEDUA MIKA MIKI DENGAN DIGANJAL BANTAL) Hasil yang dicapai setelah penerapan SEFT pada klien yaitu klien melaporakan nyeri berkurang dan ekspresi wajah klien yang meringis menahan nyeri berkurang, keringat berlebih juga berkurang. Sebelumnya skala nyeri yang dirasakan oleh klien yaitu 5 menjadi skala 3 setelah penerapan SEFT baik terbimbing ataupun klien melakukannya secara mandiri. Hal ini juga disebabkan karena klien masih mendapatkan terapi analgetik dan dikombinasi dengan teknik mengurangi nyeri secara non farmakologi. Penelitian menyebutkan pemberian analgetik yang dikombinasikan dengan teknik non farmakologi lebih efektif dalam menurunkan nyeri karena obat analgetik memiliki paruh waktu tersendiri yang pada waktu tertentu efek analgetiknya akan berkurang sehingga terapai non farmakologi berupa SEFT mampu menjadi obat untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh klien. D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ATAU HAMBATAN YANG DITEMUI SELAMA APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE Kelebihan selama penerapan SEFT yaitu terapi ini dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun, dapat dilakukan baik dengan SEFTer ataupun bisa dilakukan dengan mandiri. Kekurangan selama penerapan aplikasi SEFT yaitu terdapat 18 titik yang harus diberikan ketukan yang apabila klien sudah merasakan nyeri klien hanya melakukan tapping atau pengetukan hanya pada beberapa bagian saja.



BAB VI PENUTUP



A. SIMPULAN TB Abdomen atau TB usus merupakan penyakit infeksi basil tuberkulosa pada usus yang di sebabkan oleh TBC usus adalah suatu penyakit yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosa (TBC) yang berasal dari penyakit aktif dari paru-paru yang menyebar melalui aliran getah bening ataupun darah hingga ke organ lain. Terapi SEFT efektif untuk mengurangi nyeri pada klien dengan post laparatomi e.c TB Abdomen karena terapi SEFT dilakukan dengan memberikan ketukan-ketukan ringan pada titik-titik akupuntur tertentu sambil pikiran ikhlas dan pasrah kepada Allah SWT. Ketukan-ketukan tadi akan merangsang low treshold mechanoreceptor yang berada di kulit, tendon dan otot yang merangsang serabut saraf A-beta untuk diterukan ke kolumna dorsalis dan impuls saraf



diteruskan melalui lemnikus medialis dan melalui jalur kolateral terhubung dengan Pariaquadectal Grey Area (PGA) sehingga dapat mengurangi nyeri.



B. SARAN Sebaiknya terapi SEFT diajarkan pada pasien tidak hanya dengan post operasi tetapi pada pasien yang mengalami keluhan nyeri karena terapi SEFT tidak hanya memberikan efek pada emosional semata namun juga pada spiritual.



DAFTAR PUSTAKA



Arifin, Zaenal. (2012). Pengaruh Spiritual emotional Freedom Technique terhadap Nyeri Ditjen Yankes. (2018). Nyeri perut, awas tbc usus tersedia pada http://www.yankes.kemkes.go.id/read-nyeri-perut-awas-tbc-usus--4909.html diakses pada 26 Agustus 2019



Faiz, Ahmad. (2012). Spiritual Emotional Freedom Technique Johan,



Bahdar.



(2014).



Tuberkulosis



Usus.



tersedia



pada



https://www.femina.co.id/article/tuberkulosis-usus diakses pada 26 Agustus 2019



Joyce M. Black, J. H. (2014). Keperawatan Medika Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 – Buku 3. Jakarta: Salemba Medika.



Latifah, L & Ramawati, D. (2018). Intervensi Emotional Freedom Technique (Eft) Untuk Mengurangi Nyeri Post Operasi Sectio Caesaria (Sc). Jurnal INJEC Vol. 1 No. 1 April 2018 Murwaningrum, A; Abdullah, M; Makmun, D. (2016). Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Intestinal Diagnostic Approach and Treatment of Instestinal Tuberculosis. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia Vol. 3, No. 2 September 2016 Muttaqin, A. (2012 : 74). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta Selatan: Salemba Medika.



Santa Manurung, S. M. (2013 : 108). Asuhan Keperawatan Gangguaan Sistem Pernapasan Akibat Infeksi. Jakarta. Somantri. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Zainuddin, A. F. (2008). Spiritual Emotional Freedom Technique for Healing Succes Happines Greatness. Jakarta : Afzan Publishing