LP Tetanus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA TETANUS



OLEH : USPITA NIM; 2030282054



DOSEN PEMBIMBNG:



PROGRAM STUDI PROFESI NERS UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA 2020/2021



TETANUS



A. Definisi Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf outonom. (Smarmo, 2010). Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospasmin yang diproduksi oleh clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot menjadi kaku. (Gardjito, Widjoseno 2011). Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditadai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatonum, tentanus generalisata dan gangguan neurologis lokal (Aru, W. Sudoyo, 2011). Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu : (sudoyo Aru, 2011) 1. Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang 2. Tetanus sefalik : varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi susudah otitis mdia atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV,VII,IX dan XI tersering saraf pada otak VII diikuti tetanus umum. 3. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk , nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi bagian bawah. Pada mulanya, spasmme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan perpisah oleh priode relaksasi. 4. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak ditangani. Terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas , sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.



B. Etiologi Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi.Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana. Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui: a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik c. OMP, caries gigi d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril e. Penjahitan luka robek yang tidak steril. Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick.Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik.Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus.Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat. C. Tanda dan Gejala Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) ratarata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009). Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002) 1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut. 2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah. 3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, ototleher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur. 4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan



5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat. 6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul: 1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus) 2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot: Otot leher, Otot dada, Merambat ke otot perut, Otot lengan dan paha, Otot punggung, seringnya epistotonus 3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat) 4. Iritabilitas 5. Demam Gejala penyerta lainnya: Keringat berlebihan, Sakit menelan, Spasme tangan dan kaki, Produksi air liur, BAB dan BAK tidak terkontrol, Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang. D. Patofisiologi Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar , luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadangkadang luka tersebut hampir tidak terlihat. Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjaddi hipaerob sampai anaerob isertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda-benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian bekembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis makan dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus , adalah neuroktoksin yang mengaibatkan manifestasi dari penyakit tersebut. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus di gabung oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis oleh saraf motoris, sesudah ia mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneualfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan neurotransmitter. Toksin tetanus dengan demikian memblokade hambatan normal otot anatgonis. Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel



body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. E. Pathways Adanya luka Clostridium tetani mengeluarkan toxin



Pengangkutan toksin melewati saraf motorik



Ganglion sumsum tulang blakang



Disfungsi saraf otonom



Otak



Menempel pada Cerebel Gangliosides



Tonus otot



Peningkatan aktivitas kelenjar kringat



Kelakuan dan kejang khas pada tetanus



Menjadi kaku



Pengeluaran kringat/ cairann tubuh meningkat Menjadi kaku Hilangnya keseimbangan tonus otot Kekakuan otot



Sistem pencernaan



Otot pengunyah kaku Trismus , sukar membuka



MK : Nutrisi kurang dari keutuhan



MK : devisit volume



Epistotonus , kaku kuduk



MK : Nyeri akut gangguan mobilitas fisik



Rigiditas otot pernafasan Penurunan ekspansi dada RR meningkat, penggunaan otot bantu pernafasan



MK : ketidakefektifan pola nafas



F. Pemeriksaan penunjang - EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler (Torsaderde pointters) - Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat dalam serum meningkat. - Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi - Darah Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl ) - Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi - EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal. G. Penatalaksanaan 1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT) Hiperimun globulin (paling baik) Dosis: 3.000-6.000 unit IM Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak 2. Pemberian ATS (anti tetanus) ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak. Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu: - Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul) -IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kanan - IM di region gluteal 10.000 Iu 3. Perawatan luka a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuk (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak) b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari



c. Alternatif - Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis - Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial. - Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut. 4. Berantas kejang a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang b. Preparat anti kejang c. Barbiturat dan Phenotiazim - Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang - Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus - Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu 5. Terapi suportif a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang b. Perawatan umum, oksigen c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna. e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin H. Fokus Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnose keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu ( Olfah & Ghofur, 2016 ). Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di hubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. 1). B 1 (Breathing)



Inspeksi



; apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan. ; taktil premitus seimbang kanan dan kiri.



Palpasi Auskultasi



; bunyi nafas tambahan seperti ronkhi karena peningkatan produksi secret.



2) . B 2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipolemik. Tekanan darah normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya eritrosit. 3). B 3 (Brain) a. Tingkat kesadaran Compos mentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan menjadi letargi, stupor dan semikomatosa. b) Fungsi serebri Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik. c) Pemeriksaan saraf cranial (1) Saraf I ; tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal. (2) Saraf II ; ketajaman penglihatan normal. (3) Saraf III, IV dan VI ; dengan alasan yang tidak diketahui, klien mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya. (4) Saraf V ; reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti mulut ikan (gejala khas tetanus) (5) Saraf VII ; pengecapan normal, wajah simetris (6) Saraf VIII ; tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi. (7) Saraf IX dan X ; kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut (trismus). (8) Saraf XI ; didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak) 8 (9) Saraf XII ; lidah simetris, indra pengecap normal d) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi mengalami perubahan. e) Pemeriksaan refleks Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respon normal. f) Gerakan involunter Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. 4). B 4 (Bladder) Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. 5). B 5 (Bowel) Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang karena anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan. Sulit BAB karena spasme otot. 6). B 6 (Bone) Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang umum. I. Diagnosa Keperawatan



1. 2. 3. 4.



Ketidakefektifan pola nafas Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Nyeri akut Gangguan mobilitas fisik



J. Intervensi Keperawatan Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit tetanus adalah sebagai berikut No 1



Diagnosa



Tujuan ( SLKI )



Intervensi ( SIKI )



Kriteria Hasil :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas



Airway suction   Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning    Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.   Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning   Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.   Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal   Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan   Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal   Monitor status oksigen pasien   Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion   Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.



Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. Batasan Karakteristik : -         Dispneu, Penurunan suara nafas -         Orthopneu -         Cyanosis -         Kelainan suara nafas (rales, wheezing) -         Kesulitan berbicara -         Batuk, tidak efekotif atau tidak ada -         Mata melebar -         Produksi sputum -         Gelisah -         Perubahan frekuensi dan irama nafas



Airway Management          Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu          Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi          Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan          Pasang mayo bila perlu          Lakukan fisioterapi dada jika perlu          Keluarkan sekret dengan batuk atau suction          Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan          Lakukan suction pada mayo          Berikan bronkodilator bila perlu          Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab          Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.          Monitor respirasi dan status O2



Faktor-faktor yang berhubungan: -         Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi -         Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma. -         Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.



2



Nyeri Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau



Kriteria Hasil :   Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari



Pain Management   Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi



potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. Batasan karakteristik : -          Laporan secara verbal atau non verbal -          Fakta dari observasi -          Posisi antalgic untuk menghindari nyeri -          Gerakan melindungi -          Tingkah laku berhatihati -          Muka topeng -          Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) -          Terfokus pada diri sendiri -          Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) -          Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) -          Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) -          Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) -          Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) -          Perubahan dalam nafsu makan dan minum Faktor yang berhubungan :



bantuan)   Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri   Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)   Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang   Tanda vital dalam rentang normal



  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan   Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien   Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri   Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau   Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau   Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan   Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan   Kurangi faktor presipitasi nyeri   Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)   Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi   Ajarkan tentang teknik non farmakologi   Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri   Evaluasi keefektifan kontrol nyeri   Tingkatkan istirahat   Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil   Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration   Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat   Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi   Cek riwayat alergi   Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu   Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri   Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal   Pilih rute pemberian secara IV,



Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)



3



Resiko Aspirasi b/d tidak efektifnya kebersihan jalan nafas dan tidak adanya reflek muntah Definisi : Risiko masuknya secret secret gastrointestinal, secret secret oropharingeal, benda benda padat atai cairan kedalam tracheobronkhial. Faktor factor resiko :  Peningkatan tekanan dalam lambung  Selang makanan  Situasi yang menghambat  Elevasi bagian tubuh atas  Penurunan tingkat kesadaran  Adanya tracheostomy atau selang endotrakheal  Keperluan pengobatan  Adanya kawat rahang  Peningkatan residu lambung  Menurunnya fungsi spingter esophagus  Gangguan menelan  NGT  Operasi, trauma wajah, mulut, leher  Batuk, gag reflek  Penurunan motilitas gastrointestinal  Lambatnya pengosongan lambung



IM untuk pengobatan nyeri secara teratur   Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali   Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat   Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)  Respiratory Status : Ventilation  Aspiration control Kriteria Hasil :   Pasien mampumenelan tanpa terjadi aspirasi   Jalan nafas paten dan suara nafas bersih



Aspiration precaution   Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan   Monitor status paru   Pelihara jalan nafas   Lakukan suction jika diperlukan   Cek nasogastrik sebelum makan   Hindari makan kalau residu masih banyak   Potong makanan kecil kecil   Haluskan obat sebelumpemberian   Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan



4



Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler Definisi : Penurunan pemberian oksigen dalam kegagalan memberi makan jaringan pada tingkat kapiler Batasan karakteristik : Renal -          Perubahan tekanan darah di luar batas parameter -          Hematuria -          Oliguri/anuria -          Elevasi/penurunan BUN/rasio kreatinin Gastro Intestinal  -          Secara usus hipoaktif atau tidak ada -          Nausea -          Distensi abdomen -          Nyeri abdomen atau tidak terasa lunak (tenderness) Peripheral  -          Edema -          Tanda Homan positif -          Perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, air/kelembaban) -          Denyut nadi lemah atau tidak ada -          Diskolorisasi kulit -          Perubahan suhu kulit -          Perubahan sensasi -          Kebiru-biruan -          Perubahan tekanan darah di ekstremitas -          Bruit -          Terlambat sembuh -          Pulsasi arterial berkurang -          Warna kulit pucat pada elevasi, warna tidak kembali pada penurunan kaki Cerebral -          Abnormalitas bicara -          Kelemahan ekstremitas atau paralis



Kriteria Hasil : a.    mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :   Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan   Tidak ada ortostatikhipertensi   Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) b.    mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:   berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan   menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi   memproses informasi   membuat keputusan dengan benar c.    menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter



Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)   Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul   Monitor adanya paretese   Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi   Gunakan sarun tangan untuk proteksi   Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung   Monitor kemampuan BAB   Kolaborasi pemberian analgetik   Monitor adanya tromboplebitis   Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi



-          Perubahan status mental -          Perubahan pada respon motorik -          Perubahan reaksi pupil -          Kesulitan untuk menelan -          Perubahan kebiasaan Kardiopulmonar  -          Perubahan frekuensi respirasi di luar batas parameter -          Penggunaan otot pernafasan tambahan -          Balikkan kapiler > 3 detik (Capillary refill) -          Abnormal gas darah arteri -          Perasaan ”Impending Doom” (Takdir terancam) -          Bronkospasme -          Dyspnea -          Aritmia -          Hidung kemerahan -          Retraksi dada -          Nyeri dada Faktor-faktor yang berhubungan : -          Hipovolemia -          Hipervolemia -          Aliran arteri terputus -          Exchange problems -          Aliran vena terputus -          Hipoventilasi -          Reduksi mekanik pada vena dan atau aliran darah arteri -          Kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler -          Tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah -          Keracunan enzim -          Perubahan afinitas/ikatan O2 dengan Hb -          Penurunan konsentrasi Hb dalam darah 5



Resiko trauma b/d kejang



   Knowledge : Personal Safety    Safety Behavior : Faal Prevention



Environmental Management safety   Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien   Identifikasi kebutuhan



6



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh. Batasan karakteristik : -    Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal -    Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance) -    Membran mukosa dan konjungtiva pucat -    Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah -    Luka, inflamasi pada rongga mulut -    Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan -    Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan -    Dilaporkan adanya



   Safety Behavior : Falls occurance    Safety Behavior : Physical Injury



keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif  pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien   Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)   Memasang side rail tempat tidur   Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih   Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.   Membatasi pengunjung   Memberikan penerangan yang cukup   Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.   Mengontrol lingkungan dari kebisingan   Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan   Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.



Kriteria Hasil :   Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan   Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan   Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi   Tidak ada tanda tanda malnutrisi   Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti



Nutrition Management   Kaji adanya alergi makanan   Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.   Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe   Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C   Berikan substansi gula   Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi   Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)   Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.   Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori   Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi   Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan



perubahan sensasi rasa -    Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan -    Miskonsepsi -    Kehilangan BB dengan makanan cukup -    Keengganan untuk makan -    Kram pada abdomen -    Tonus otot jelek -    Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi -    Kurang berminat terhadap makanan -    Pembuluh darah kapiler mulai rapuh -    Diare dan atau steatorrhea -    Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok) -    Suara usus hiperaktif -    Kurangnya informasi, misinformasi



Nutrition Monitoring   BB pasien dalam batas normal   Monitor adanya penurunan berat badan   Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan   Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan   Monitor lingkungan selama makan   Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan   Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi   Monitor turgor kulit   Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah   Monitor mual dan muntah   Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht   Monitor makanan kesukaan   Monitor pertumbuhan dan perkembangan   Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva   Monitor kalori dan intake nuntrisi   Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.   Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet



Faktor-faktor yang berhubungan : Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.



7



Resiko infeksi Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen Faktor-faktor resiko : -          Prosedur Infasif -          Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen -          Trauma -          Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan -          Ruptur membran amnion -          Agen farmasi (imunosupresan) -          Malnutrisi -          Peningkatan paparan lingkungan patogen



Kriteria Hasil :   Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi   Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,   Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi   Jumlah leukosit dalam batas normal   Menunjukkan perilaku hidup sehat



Infection Control (Kontrol infeksi)          Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain          Pertahankan teknik isolasi          Batasi pengunjung bila perlu          Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien          Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan          Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan          Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung          Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat          Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum



-          Imonusupresi -          Ketidakadekuatan imum buatan -          Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi) -          Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik) -          Penyakit kronik



8



Gangguan menelan sete lah dilakukan askep ... berhubungan dengan jam  status menelan pasien kerusakan neuromuskuler dapat berfungsi otot menelan



         Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing          Tingktkan intake nutrisi          Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)          Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal          Monitor hitung granulosit, WBC          Monitor kerentanan terhadap infeksi          Batasi pengunjung          Saring pengunjung terhadap penyakit menular          Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko          Pertahankan teknik isolasi k/p          Berikan perawatan kuliat pada area epidema          Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase          Ispeksi kondisi luka / insisi bedah          Dorong masukkan nutrisi yang cukup          Dorong masukan cairan          Dorong istirahat          Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep          Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi          Ajarkan cara menghindari infeksi          Laporkan kecurigaan infeksi          Laporkan kultur positif       



Mewasdai aspirasi monitor tingkat kesadaran monitor status paru-paru monitor jalan nafas posisikan 900 /semaksimal mungkin berikan makan dalam jumlah sedikit cek NGT sebelum memberikan makanan hindari memberikan makan



bila masih banyak siapkan peralatan suksion k/p tawarkan makanan atau cairan yang dapat dibentuk menjadi bolus sebelum ditelan  potong makanan kecil-kecil  gerus obat sebelum diberikan  atur posisi kepala 30450 setelah makan Terapi menelan  Kolaborasi dengan tim dalam merencanakan rehabilitasi klien  Berikan privasi  Hindari menggunakan sedotan minum  Instruksikan klien membuka dan menutup mulut untuk persiapan memasukkan makanan  Monitor tanda dan gejala aspirasi  Ajarkan klien dan keluarga cara memberikan makanan  Monitor BB  Berikan perawatan mulut  Monitor  hidrasi tubuh  Bantu untuk mempertahankan intake kalori dan cairan  Cek mulut adakah sisa makanan  Berikan makanan yang lunak. Constipation/ Impaction Management   Monitor tanda dan gejala konstipasi   Monior bising usus   Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan volume   Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising usus   Mitor tanda dan gejala ruptur  usus/peritonitis   Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan terhadap pasien   Identifikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi   Dukung intake cairan   Kolaborasikan pemberian laksatif Self Care assistane : ADLs  



9



Perubahan pola defeksi : konstipasi b/d proses Kriteria Hasil : peradangan pada dinding usus   Mempertahankan bentuk halus, feses lunak setiap 1-3 hari   Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi   Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi



10



Defisit perawatan diri b/d



Kriteria Hasil :



kelemahan fisik Definisi : Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting



  Klien terbebas dari bau badan   Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs   Dapat melakukan ADLS dengan bantuan



Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf



11



Kurang Pengetahuan Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik. Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai. Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.



Kriteria Hasil :   Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan   Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar   Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya



  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.   Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.   Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.   Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.   Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.   Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.   Berikan aktivitas rutin seharihari sesuai kemampuan.   Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.  Teaching : disease Process 1.    Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2.    Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3.    Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 4.    Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 5.    Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat 6.    Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7.    Hindari harapan yang kosong 8.    Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 9.    Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau



proses pengontrolan penyakit 10.  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 11.  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 12.  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 13.  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 14.  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 12



Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak.



Setelah dilakukan askep …  jam, kemamapuan komunikasi verbal meningkat, dg KH:       Penggunaan isyarat Nonverbal       Penggunaan bahasa tulisan, gambar       Peningkatan bahasa lisan



   



      



Mendengar aktif: jelaskan tujuan interaksi Perhatikan tanda non verbal klien Klarifikasi pesan bertanya dan feedback. Hindari barrier/ halangan komunikasi Peningkatan komunikasi: Defisit bicara Libatkan keluarga utk memahami pesan klien Sediakan petunjuk sederhana Perhatikan bicara klien dg cermat Gunakan kata sederhana dan pendek Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan. Beri reinforcement positif       Dorong keluarga utk selalu komunikasi denga klien



memaksimalkan ventilasi. 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan . 2



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Kriteria Hasil : Nutrition kebutuhan tubuh. Management 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 1. Kaji adanya 2. Berat badan ideal sesuai alergi makanan Definisi : Intake dengan tinggi badan. 2. Kolaborasi nutrisi tidak cukup untuk keperluan 3. Mampu mengidentifikasi dengan ahli gizi metabolisme tubuh. kebutuhan nutrisi untuk 4. Tidak ada tanda tanda menentukan malnutrisi jumlah kalori dan 5. Tidak terjadi penurunan nutrisi yang berat badan yang berarti dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. 5. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya



penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan 5. Monitor lingkungan selama makan 3



Nyeri Akut



Kriteria Hasil:



1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, Definisi : mampu menggunakan Sensori yang tidak tehnik nonfarmakologi menyenangkan dan untuk mengurangi nyeri, pengalaman mencari bantuan) emosional yang 2. Melaporkan bahwa nyeri muncul secara berkurang dengan aktual atau potensial menggunakan manajemen kerusakan jaringan nyeri atau 3. Mampu mengenali nyeri menggambarkan (skala, intensitas, frekuensi adanya kerusakan dan tanda nyeri) (Asosiasi Studi 4. Menyatakan rasa nyaman Nyeri Internasional): setelah nyeri berkurang serangan mendadak 5. Tanda vital dalam rentang atau pelan normal intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.



Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 6. Evaluasi keefektifan kontrol



nyer 7. Tingkatkan istirahat 8. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil



DAFTAR PUSTAKA Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika FK UGM, Yogyakarta Sudoyo Aru, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal Publising. Jakarta Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta. Tim Pokja Sdki PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan. Tim Pokja Siki PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan. Tim Pokja Slki PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan. http://health.yahoo.com/ency/adam/00615.last diakses pada tanggal 30 September 2021 http://www.nfid.org/factsheets/tetanusadult.html. diakses pada tanggal 30 September 2021