Makalah Askeb 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KONSEP PENYAKIT YANG MENYERTAI KEHAMILAN Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Dosen Pengampu ; Yuli Farida, SST.M.keb



Disusun oleh : AMELIA FIDELA



P17324419002



INAYAH RAHMAWATI



P17324419013



ISNAENI NI’MATURAHMAH



P17324419014



KELOMPOK 5 JALUM 1A



Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Bandung Prodi Kebidanan Karawang Tahun 2020/2021



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis diberi kemudahan dalam penyusunan makalah sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Penyakit Yang Menyertai Kehamilan”. Dan tak lupa juga shalawat serta salam semoga selalu terimpah curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Tak lupa kami mengucapkan terimkasih kepda ibu Yuli Farida, SST,M.Keb selaku dosen pembimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyusun makalah ini dengan sepenuh hati dan pikiran, namun dengan demikian, penulis pun menghadapi beberapa kendala baik yang datang dari luar maupun dari diri penulis pribadi. Namun, dengan penuh kesabaran dan ketekunan juga disertai dukungan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan secara tepat waktu. Selain itu, penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah yang penulis buat masih jauh dari sempurna. Mengingat atas kemampuan yang penulis miliki, penulis merasa masih adanya kekurangan baik dari segi teknis maupun materi, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah penulis. Penulis sangat berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi diri penulis pribadi. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Karawang, 27 Januari 2020



Penulis



DAFTAR ISI



JUDUL ……………………………………………………………………………… i KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... ii DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………….. B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………… C. Tujuan Pembahasan ………………………………………………………………. BAB II PEMBAHASAN BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………………………….. B. Saran ………………………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..



BAB 1 PENDAHULUAN



A. Latar Belakang



Kehamilan merupakan suatu keadaan dimana seorang wanita yang didalam rahimnya terdapat embrio atau fetus. Kehamilan dimulai pada saat masa konsepsi hingga lahirnya janin, dan lamanya kehamilan dimulai dari ovulasi hingga partus yang diperkirakan sekitar 40 minggu dan tidak melebihi 43 minggu (Kuswanti, 2014). Jumlah ibu hamil di Indonesia pada tahun 2017 tercatat sekitar 5.324.562 jiwa. Sedangkan di Jawa Tengah, jumlah ibu hamil mencapai 590.984 jiwa (Kemenkes RI, 2018). Kondisi kesehatan calon ibu pada masa awal kehamilan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan kehamilan serta kondisi status kesehatan calon bayi yang masih didalam rahim maupun yang sudah lahir, sehingga disarankan agar calon ibu dapat menjaga



perilaku



hidup



sehat



dan menghindari faktor-faktor yang dapat



mempengaruhi kondisi calon ibu pada masa kehamilan (Johnson, 2016). Kehamilan merupakan suatu kondisi fisiologis, namun kehamilan normal juga dapat berubah menjadi kehamilan patologis (Walyani, 2015). Patologi pada kehamilan merupakan suatu gangguan komplikasi atau penyulit yang menyertai ibu saat kondisi hamil (Sukarni & Wahyu, 2013).Risiko tinggi pada kehamilan dapat ditemukan saat menjelang waktu kehamilan, waktu hamil muda, waktu hamil pertengahan.



5



Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator kesehatan suatu bangsa. Kematian ibu merupakan kematian seorang wanita yang dapat disebabkan pada saat kondisi hamil atau menjelang 42 hari setelah persalinan. Hal ini dapat terjadi akibat suatu kondisi yang berhubungan atau diperberat oleh kehamilannya maupun dalam penatalaksanaan, tetapi bukan termasuk kematian ibu hamil yang diakibatkan karena kecelakaan (Maternity & Putri,2017). Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mencatat sekitar 830 wanita diseluruh dunia meninggal setiap harinya akibat komplikasi yang terkait dengan kehamilan maupun persalinan dan sebanyak 99% diantaranya terdapat pada negara berkembang. Di negara berkembang, pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu mencapai 239 per 100.000 kelahiran hidup, dibandingkan dengan negara maju yang hanya mencapai 12 per100.000 kelahiran hidup (WHO, 2018).52 kasus serta angka kematian terendah ada di Temanggung dan Magelang dengan jumlah masing-masing 3 kasus (Dinkes Jawa Tengah, 2017). AKI diakibatkan karena risiko yang dihadapi oleh ibu selama masa kehamilan hingga persalinan. Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu hamil meliputi kondisi sosial ekonomi yang menjadi salah satu indikator terhadap status gizi ibu hamil, kesehatan yang kurang baik pada saat sebelum maupun dalam masa kehamilan, adanya komplikasi pada kehamilan dan saat melahirkan, adanya ketersediaan fasilitas kesehatan khususnya pelayanan



terhadap prenatal dan



obstetri. Selain itu, terdapat 4 kriteria “terlalu” yang juga menjadi penyebab kematian dalam maternal, yaitu terlalu muda usia ibu untuk melahirkan (usia < 20 tahun), terlalu tua usia ibu saat melahirkan (usia > 35 tahun), terlalu banyak jumlah anak (anak > 4 orang), dan terlalu rapat jarak antar setiap kelahiran (jarak < 2 tahun) (Dinkes Jawa Tengah, 2017).



B. Rumusan Masalah



6



1.2.1 Apa saja penyakit yang mengenai ibu pada saat kehamilan ? 1.2.2 Apa saja penanganan penyakit-penyakit yang diderita ibu selama hamil?



C. Tujuan 1.3.1



Umum : Untuk mengetahui apa saja penyakit-penyakit yang diderita ibu selama hamil dan untuk mengetahui penanganan penyakit- penyakit yang diderita ibu saat hamil



1.3.2



Khusus : Untuk memenuhi tugas mata kuliah asuhan kebidanan tentang penyakit yang menyertai ibu saat hamil



BAB 2



7



PEMBAHASAN



A. JANTUNG Kardiomiopati periparum adalah penyakit langka yang dapat tejadi pad wanita hamil. Penyakit ini juga dapat terjadi tidak lama setelah bayi lahir. Jantung pasien tidak dapat beradaptasi dengan meningkatnya peredaran dan tekanan darah dalam tubuh, sehingga otot jantung bertambah lemah. Menurut IKAPI (2008) dalam Gaya Hidup dan Penyakit Modern, penyakit pada kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi kerja jantung karena tidak adekuatnya aliran darah. Pada ibu hamil, terjadi adaptasi fisiologis sehingga menyebabkan perubahan signifikan pada sistem kardiovaskuler. Wanita dengan jantung normal dapat beradaptasi dengan baik selama kehamilan. Sedangkan yang mengalami penyakit jantung,terjadi komplikasi yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin, bahkan dapat membahayakan nyawa ibu dan janin (Manuaba, 1998). Penyebab dari penyakit jantung sendiri dibagi menjadi dua : Kelainan Primer Kelainan primer dapat berupa kelainan kongenital, bentuk kelainan katup, iskemik dan cardiomiopati. Jadi kelainan primer ini sendiri lebih disebabkan karena kelainan pada fisiologi jantungnya. Kelainan Sekunder Kelainan sekunder berupa penyakit lain, seperti hipertensi, anemia berat, hipervolumia, perbesaran rahim, dll . untuk kelainan sekunder ini sendiri lebih disebabkan oleh penyakit-penyakit lain



8



FAKTOR RESIKO Penyakit Jantung Akibat Demam Reumatik Sebagian besar penyakit jantung pada kehamilan disebabkan oleh demam rematik. Diagnosis demam rematik pada kehamilan sering sulit, bila berpatokan pada criteria Jones sebagai dasar untuk diagnosis demam rematik aktif. Manifestasi yang terbanyak adalah poliartritis migrant serta karditis. Perubahan kehamilan yang menyulitkan diagnosis demam rematik adalah nyeri sendi pada wanita hamil mungkin oleh karena sikap tubuh yang memikul beban yang lebih besar sehubungan dengan kehamilannya serta meningkatnya laju endap darah dan jumlah leukosit. Bila terjadi demam rematik pada kehamilan, maka prognosisnya akan buruk. Penyakit Jantung Kongenital Biasanya kelainan jantung bawaan oleh penderita sebelum kehamilan, akan tetapi kadang-kadang dikenal oleh dokter pada pemeriksaan fisik waktu hamil.



Penyakit



jantung hipertensi sering dijumpai pada kehamilan, terutama pada golongan usia lanjut dan sulit diatasi. Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis). Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1-4%. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung, saat-saat yang berbahaya bagi penderita adalah : 



Pada kehamilan 32-36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya (hipervolumia).







Pada kala II, dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan memerlukan kerja jantung yang berat.







Pada Pasca persalinan, dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu.







Pada masa nifas, karena ada kemungkinan infeksi



9



PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk mengetahui mengenai penyakit jantung selama masa kehamilan menurut (Manuaba, 2004) adalah sebagai berikut : 



Foto thoraks bermanfaat untuk melihat gambaran jantung seperti pembesaran jantung dan edema paru.







Elektrokardiografi (ECG) dapat mendeteksi adanya gangguan seperti irama jantung, system konduksi jantung, dan lain sebagainya







Ekokardiografi untuk melihat struktur dan fungsi pembuluh darah, serta merekam denyut jantung.







USG untuk memantau kesejahteraan janin dalam kandungan







Elektrolit serum untuk menilai kalium sebagai petunjuk terapi cairan dan elektrolit



Efek Penyakit Jantung Pada Ibu Hamil Dalam Kehamilan Penyakit jantung selama kehamilan dapat menimbulkan perburukan gejala dari ibu, hal ini dapat terlihat dari peningkatan aritmia dan CHF yang membutuhkan peningkatan terapi obat kardiovaskuler salama kehamilan juga perlu rawat inap. Jika ibu terdeteksi memiliki gangguan atau penyakit jantung, maka beberapa lembaga kesehatan, menyarankan untuk menghentikan kehamilan. Beberapa penelitian menyatakan jika beberapa janin dengan ibu yang menderita penyakit jantung akan meninggal saat ibu melakukan tindakan operasi bypass ini juga bisa disebabkan oleh operasi jantung darurat, usia kehamilan yang belum cukup umur. Ibu dengan resiko penyakit jantung koroner dapat menyebabkan kerugian dalam kehamilan diantaranya, berat lahir bayi sangat rendah juga kelahiran kurang bulan



1 0 Efek Penyakit Jantung Pada Ibu Hamil Dalam Masa Pesalinan Beberapa efek pada ibu hamil dengan penyakit jantung yang dapat terjadi selama proses intranatal atau persalinan antara lain : 



Kegagalan jantung (dekompensasi kordis). Dapat terjadi pada ibu selama persalinan akibat peningkatan beban kerja jantung, sedangkan kondisi jantung ibu yang sudah dalam keadaan lemah atau sakit, dapat semakin parah hingga gagal jantung, sehingga akan terjadi payah jantung akibat kompensasi yang kurang baik dari jantung ibu selama persalinan.







Hipoksemia pada ibu dan janin. Hal ini dapat terjadi pada ibu dengan kelainan pembuluh darah coroner. Beban kerja jantung yang meningkat selama proses intranatal membuat jantung harus bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi ibu dan juga janin, namun dengan adanya kelainan pada jantung ibu, pasokan oksigen untuk ibu dan janin akan terganggu sehingga beresiko mengalami hipoksemia dan gawat janin selama persalinan







Kematian maternal dan bayi. Selama persalinan kala I dan kala II, curah jantung ibu meningkat lebih besar, sehingga kerja jantung berkali lipat lebih cepat dari normal. Dengan adanya penyakit jantung pada ibu, maka kerja jantung menjadi tidak optimal, dan bila terjadi henti jantung selama persalinan, maka ibu dan janin akan berujung pada kematian.



B. TUBERKULOSIS ( TBC )



1 1 Tuberculosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. inokulasi basil tuberkel TB ini terjadi melalui inhalsi droplet pernapasan. Begitu inokulasi terjadi, akan timbul lesi awal dalam paru disertai pembentukan eskudat hasil hasil peradangan lokal, yang diikuti nekrosis disekeliling jaringan paru. Penyebab tubercolosis adalah Microbakterium Tubercolosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 -4/ um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupaun dalam keadaan dingin (dapat bertahan tahun tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi. Didalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni salam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosi malah disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menujukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigenny. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempata predileksi penyakit tuberculosis. Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Kehamilan tidak mepengaruhi perjalanan penyakit ini. Namun, pada kehamilan dengan ifeksi TBC resiko prematuritas, IUGR, dan berat badan lahir rendah meningkat, serta resiko kematian perinatal meningkat 6 kali lipat. Keadaan ini terjadi bakakibat diagnosis yang terlambat, pengobatan yang tidak teratur dan derajat keparahan lesi di paru, maupun infeksi ekstrapulmoner.



Sumber Penularan



1 2 



Ibu



Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 



Janin Tuberkulosis dapat ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim, menghirup



atau menelan cairan yang terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup udara yang mengandung kuman TBC setelah lahir. Pemeriksaan Penunjang Berikut ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menguji seseorang positif terkena TB Paru: 1. Uji Serologi Mendiagnosis tuberkulosis yang berdasarkan pengenalan antibodi Ig G serum terhadap antigen mikrobacterium tertentu dan menggunakan teknik ELIZA (Enzim Linket Imunoserbent). Penerapan ini paling besar kemungkinan pada anak dan klien tuberkulosis ekstra pulmunal yaitu pada kasus sputumnya tidak ada.



1 3



2. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TB yang masih aktif, bila didapatkan gambaran bayangan berawan / nodular di bagian tas paru, gambaran kavitas (lubang pada paru), terutama lebih dari satu yang dikelilingi oleh bayangan opak (putih) berawan atau nodular, bayangan bercak milier (berbintik-bintik putih seukuran jarum pentul) yang berupa gambaran nodul-nodul (becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan paru, dan gambaran berupa efusi pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru). Sedangkan pada gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif, bila didapatkan gambaran fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut putih yang halus) pada bagian atas paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang tampak putih), atelektasis (jaringan paru yang tidak mengembang), fibrothorax dan atau penebalan pleura (selaput pelapis paru-paru). Pada tuberkulosis kronis dapat terjadi pneumothoraks (timbulnya udara yang mendesak jaringan paru-paru)dengan atau tanpa efusi (cairan), yang secara radiologis memberikan gambaran radiolusen (lebih hitam) dengan corakan bronkovaskuler (paru) menghilang pada pleura yang terisi udara, gambaran kolaps, cairan, atau desakan jantung. 3. Pemeriksaan Dahak Spesimen dahak dikumpulkan/ditampung dalam pot dahak yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor, pot ini harus selalu tersedia di Unit pelayanan kesehatan. Diagnosa tubercolosis ditegakkan dengan pemeriksaan spesimen dahak sewaktu pagi sewaktu (SPS). Spesimen dahak sebaiknya dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan ( Depkes RI, 2002 ). Adapun waktu pelaksanaan pengumpulan dahak sebagai berikut: Sewaktu yaitu Dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC paru datang berkunjung pertama kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak hari



1 4 kedua. Pagi yaitu dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua, segera setelah bangun tidur pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit pelayanan kesehatan. Sewaktu yaitu dahak dikumpulkan di Unit pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi ( Depkes RI, 2002). Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA. Diagnosis tuberkolusis dapat ditegakkan. Kriteria BTA sputum positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu sedian dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum . 4. Pemeriksaan Darah Pemeriksaaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkolusis mulai aktif, akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah perlahan turun sampai normal. Hasil pemeriksaan darah didapatkan, anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium dan darah menurun (Zulkifli, 2007). 5. Tes Tuberkulin Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen tuberkulin. Tes mantoux aman bagi kehamilan.



Hasil tes mentoux dibagi dalam : 



Indurasi 0-5 mm (diameternya)



: mantoux negative



1 5 



Indurasi 6-9 mm







Indurasi 10-15 mm



: hasil mantoux positive







Indurasi lebih dari 16 mm



: hasil mantoux positif kuat



: hasil meragukan



Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg positif (99,8%) Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada positif palsu . https://www.academia.edu/9659461/TB_Paru_pada_Antenatal



C. TIROID Penyakit tiroid adalah masalah umum yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon tiroid dalam tubuh Anda. Masalah terjadi ketika kelenjar tiroid menjadi kurang aktif (hipotiroid) atau terlalu aktif (hipertiroid) Selama masa hamil, kebutuhan terhadap sekresi hormone tiroid meningkat. Ketika kelenjar tiroid berada dalam keadaan normal, hal ini akan menimbulkan masalah. Akan tetapi, jika seorang wanita berada dalam keadaan hipotiroid atau mengalami penyakit hipotiroid pada tingkat yang belum dapat dikenali atau samarsamar, maka ia akan menunjukan gejala-gejala sehingga ia dan janinnya perlu mendapat perlakuan khusus. Penyakit hipertiroid juga dapat menunjukan gejala dan berimplikasi baik bagi ibu maupun janin. Kehamilan akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi kelenjar tiroid ibu, sehingga kadang-kadang menyulitkan penegakan diagnosis penyakit atau menentukan adanya kelainan tiroid. Proses hyperplasia glandular dan bertambahnya volume kelenjar tiroid akan menyebabkam kelenjar tiroid membesar sedang, sehingga penggunaan ioidid ( iodide uptake) oleh kelenjar tiroid ibu juga akan meningkat. Akibatnya, sekresi harian hormone tiroksin juga akan meningkat. Pada awal kehamilan hormone tiroksin ibu



1 6 akan berpindah ke janin sehingga terjadi hipotiroidisme janin. Proses ini akan terjadi selama kehamilan. Ganguan kelenjar tiroid pada umumnya didapatkan pada perempuan muda.



Hipertiroid Kehamilan normal akan menimbulkan keadaan klinik yang mirip dengan kelebihan tiroksin (T4), sehingga tirotoksikosis yang ringan mungkin akan sulit terdiagnosis. Beberapa gejala yang sering ditemukan adalah takikardi pada kehamilan normal, nadi rata-rata waktu tidur meningkat, tiromegali, eksoftalmus, dan berat badan tidak bertambah walaupun cukup makan. Penyebab paling umumnya terjadinya tirotoksikosis dalam kehamilan adalah penyakit Graves. Proses otoimun pada organ spesifik ini biasanya berhubungan dengan antibodi yang merangsang kelenjar tieoid seperti yang telah dibahas sebelumnya. Antianti bodi yang merangsang kelenjar tiriod ini ( thyroid-stimulating antibody ) selama kehamilan akan menurun dan pada sebagian besar perempuan akan menyebabkan terjadinya remisi kimia. Keadaan bayi perinatal dari perempuan dengan tirotoksikosis sangat bergantung pada tercapai tidaknya pengontrolan metabolik. Kelebihan tiroksin dapat menyebabkan terjadinya keguguran spontan. Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan, atau pada mereka yang tetap hipertiroid meskipun tetapi telah diberikan, akan meningkatkan resiko terjadinya preklampsi, kegagalan jantung, dan keadaan perinatal yang buruk. Gambaran klinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi baru lahir dari ibu yang terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai berikut.



1 7 



Terlihatnya gambaran goiter tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir akibat adanya transfer thyroid- stimulating immunoglobulins melalui plasenta. Janin bisa dalam keadaan nonimmune hydrops atau bahkan meninggal







Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yang mendapatkan pengobatan golongan thiomide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan pemberian tiroksin secara intra-amniotik.







Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai akibat masuknya thyrotropin-receptor blocking antibodies ibu melalui plasenta.



Hipotiroid Sebagian besar penyakit hipotiroid pada orang dewasa disebabkan oleh proses dirusaknya kelenjar tiroid oleh otoantibodi, khususnya antibodi antithyroid peroxidase. Oleh karena itu, gamgguam-gangguan hipotiroid juga berhubungan dengan tirotoksikosis Graves. Kedua kelainan ini mungkin berhubungan akibat terjadinya transfer timbal balik sel-sel janin pada kehamilan sebelumnya.klinis diagnosis hipotiroid ditegakan apabila kadar tiroksin bebas rendah, sedangkan kadar tirotropin meningkat.Keadaan hipotiroid dihubungkan dengan meningkatnya kejadian infertilitas ( kemandulan ) atau keguguran, dan tidak umum ditemukan keadaan hipotiroid yang berat dalam kehamilan. Pada saat ini, tidak ada rasio biaya-manfaat yang adekuat sebagai patokan untuk melakukan penapisan gangguan tiroid pada semua wanita. Namun, jika memang ada indikasi, pemeriksaan TSH serum harus dilakukan dan dievaluasi. Apakah kadar TSH tidak normal, maka pemeriksaan FT4I ( free thyroxine 4 index ) harus dilakukan. Temuan abnormal yang diperoleh pada pemeriksaan perlu dikonsultasi dan segera diperoleh pada pemeriksaan perlu dikonsultasikan dan segera diobati.



1 8 D. HIV/ AIDS Human Imunodefisiensi Virus. HIV adalah virus yang membunuh SDP (CD4) di dalam tubuh , SDP berfungsi membantu melawan infeksi dan penyakit yang masuk kedalam tubuh. Apa Itu AIDS Terjadi setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh seseorang dan menghancurkan sistem kekebalan tubuh Ketika sistem kekebalan tubuh seseorang rusak,maka tubuh akan mudah terserang penyakit. Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut[3]. `



Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan



bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan



1 9 berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak. Pemeriksaan Pemeriksaan ELISA/EIA (enzyme



antibodi linked



HIV



paling



immunoadsorbent



banyak



menggunakan metode



assay). ELISA



pada



mulanya



digunakan untuk skrining darah donor dan pemeriksan darah kelompok risiko tinggi. Pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, tes ini efektif dilakukan pada bayi yang berusia 18 bulan keatas. Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 tes yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai metode Western Blot. Penggabungan tes ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang positif AIDS. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan lainnya yaitu: 1) Foto toraks 2) Pemeriksaan fisik 



Penampilan umum tampak sakit sedang, berat.







Tanda vital.







Kulit: rush, Steven Jhonson.







Mata: hiperemis, ikterik, gangguan penglihatan.







Leher: pembesaran KGB.







Telinga dan hidung: sinusitis, berdengung.







Rongga mulut: candidiasis.







Paru: sesak nafas, efusi pleura.







Jantung: kardiomegali.







Abdomen: asites, distensi abdomen, hepatomegali.



2 0 



Genetalia dan rektum: herpes.







Neurologi: kejang, gangguan memori, neuropati



3) Mantoux test 4) Pemeriksaan laboratorium darah (Kadar CD4, Hepatitis, Paps smear, Toxoplasma, Virus load.



E. DIABETES MELITUS Diabetes Melitus adalah penyakit yang tidak sederhana. Penanganan spesialistik diperlukan untuk mencegah komplikasi yang tidak dapat dicegah. Tugas dokter umum di PPK 1 adalah melakukan skrining Diabetes Melitus Gestasional. Kemudian merujuk ke dokter spesialis (SpPD dan SpOG) untuk mendapat perawatan kompehensif PENYEBAB Kondisi tingginya gula darah selama masa kehamilan dan biasanya hilang setelah melahirkan. Meski Mama tidak memiliki riwayat diabetes gestasional, namun jika mempunyai gula darah tinggi di masa kehamilan, bukan tidak mungkin bisa terdampak.Sebagaimana jenis diabetes lainnya, diabetes gestasional ini mengganggu kinerja produksi insulin di dalam tubuh. Itulah sebabnya, penyakit ini menyebabkan gula darah tinggi yang sangat mempengaruhi kesehatan bayi dan ibunya. Di masa kehamilan, memang pada dasarnya seorang ibu mengalami perubahan hormon, seperti esterogen, laktogen plasenta, dan progesteron, yang secara langsung ikut mempengaruhi kadar gula darah dalam tubuh. Mama harus tahu bahwa diabetes gestasional ini bisa muncul di usia kandungan 28 minggu atau di trimester ketiga. TANDA GEJALA Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak



2 1 menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa gejala diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi: 



Sering merasa haus.







Sering buang air kecil, terutama di malam hari.







Sering merasa sangat lapar.







Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.







Berkurangnya massa otot.







Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.







Lemas.







Pandangan kabur.







Luka yang sulit sembuh.







Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih.



Beberapa gejala juga bisa menjadi tanda bahwa seseorang mengalami diabetes, antara lain: 



Mulut kering.







Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.







Gatal-gatal.







Disfungsi ereksi







Mudah tersinggung.







Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan.







Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, sebagai tanda terjadinya resistensi insulin. Beberapa orang dapat mengalami kondisi prediabetes, yaitu kondisi ketika



glukosa dalam darah di atas normal, namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis



2 2 sebagai diabetes. Seseorang yang menderita prediabetes dapat menderita diabetes tipe 2 jika tidak ditangani dengan baik.



PROSEDUR PEMERIKSAAN ( DIAGNOSTIK) Gejala diabetes biasanya berkembang secara bertahap, kecuali diabetes tipe 1 yang gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba. Dikarenakan diabetes seringkali tidak terdiagnosis pada awal kemunculannya, maka orang-orang yang berisiko terkena penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin. Di antaranya adalah: 



Orang yang berusia di atas 45 tahun.







Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional saat hamil.







Orang yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) di atas 25.







Orang yang sudah didiagnosis menderita prediabetes.



Tes gula darah merupakan pemeriksaan yang mutlak akan dilakukan untuk mendiagnosis diabetes tipe 1 atau tipe 2. Hasil pengukuran gula darah akan menunjukkan apakah seseorang menderita diabetes atau tidak. Dokter akan merekomendasikan pasien untuk menjalani tes gula darah pada waktu dan dengan metode tertentu Metode tes gula darah yang dapat dijalani oleh pasien, antara lain: 



Tes gula darah sewaktu. Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara acak. Tes ini tidak memerlukan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu. Jika hasil tes gula darah sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat didiagnosis menderita diabetes.







Tes gula darah puasa. Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien berpuasa. Pasien akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam, kemudian menjalani pengambilan sampel darah



2 3 untuk diukur kadar gula darahnya. Hasil tes gula darah puasa yang menunjukkan kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL menunjukkan kadar gula darah normal. Hasil tes gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL menunjukkan pasien menderita prediabetes. Sedangkan hasil tes gula darah puasa 126 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes. 



Tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk berpuasa selama semalam terlebih dahulu. Pasien kemudian akan menjalani pengukuran tes gula darah puasa. Setelah tes tersebut dilakukan, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus. Kemudian sampel gula darah akan diambil kembali setelah 2 jam minum larutan gula. Hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah normal. Hasil tes tes toleransi glukosa dengan kadar gula antara 140-199 mg/dL menunjukkan kondisi prediabetes. Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200 mg/dL atau lebih menunjukkan pasien menderita diabetes.







Tes HbA1C (glycated haemoglobin test). Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2-3 bulan ke belakang. Tes ini akan mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes HbA1C, pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih dahulu. Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 % merupakan kondisi normal. Hasil tes HbA1C di antara 5,7-6,4% menunjukkan pasien mengalami kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5% menunjukkan pasien menderita diabetes.



Hasil dari tes gula darah akan diperiksa oleh dokter dan diinformasikan kepada pasien. Jika pasien didiagnosis menderita diabetes, dokter akan merencanakan langkahlangkah pengobatan yang akan dijalani. Khusus bagi pasien yang dicurigai menderita diabetes tipe 1, dokter akan merekomendasikan tes autoantibodi untuk memastikan apakah pasien memiliki antibodi yang merusak jaringan tubuh, termasuk pankreas.



2 4 Pengobatan Diabetes Pasien diabetes diharuskan untuk mengatur pola makan dengan memperbanyak konsumsi buah, sayur, protein dari biji-bijian, serta makanan rendah kalori dan lemak. Pasien diabetes dan keluarganya dapat berkonsultasi dengan dokter atau dokter gizi untuk mengatur pola makan sehari-hari. Untuk membantu mengubah gula darah menjadi energi dan meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin, pasien diabetes dianjurkan untuk berolahraga secara rutin, setidaknya 10-30 menit tiap hari. Pasien dapat berkonsultasi dengan dokter untuk memilih olahraga dan aktivitas fisik yang sesuai. Pada diabetes tipe 1, pasien akan membutuhkan terapi insulin untuk mengatur gula darah sehari-hari. Selain itu, beberapa pasien diabetes tipe 2 juga disarankan untuk menjalani terapi insulin untuk mengatur gula darah. Insulin tambahan tersebut akan diberikan melalui suntikan, bukan dalam bentuk obat minum. Dokter akan mengatur jenis dan dosis insulin yang digunakan, serta memberitahu cara menyuntiknya. Pada kasus diabetes tipe 1 yang berat, dokter dapat merekomendasikan operasi pencangkokan (transplantasi) pankreas untuk mengganti pankreas yang mengalami kerusakan. Pasien diabetes tipe 1 yang berhasil menjalani operasi tersebut tidak lagi memerlukan terapi insulin, namun harus mengonsumsi obat imunosupresif secara rutin. Pada pasien diabetes tipe 2, dokter akan meresepkan obat-obatan, salah satunya adalah metformin, obat minum yang berfungsi untuk menurunkan produksi glukosa dari hati. Selain itu, obat diabetes lain yang bekerja dengan cara menjaga kadar glukosa dalam darah agar tidak terlalu tinggi setelah pasien makan, juga dapat diberikan. Pasien diabetes harus mengontrol gula darahnya secara disiplin melalui pola makan sehat agar gula darah tidak mengalami kenaikan hingga di atas normal. Selain mengontrol kadar glukosa, pasien dengan kondisi ini juga akan diaturkan jadwal untuk menjalani tes HbA1C guna memantau kadar gula darah selama 2-3 bulan terakhir.



2 5 Komplikasi Diabetes Sejumlah komplikasi yang akan muncul pada diabetes 1 dan diabetes 2 adalah: 



Penyakit Jantung







Stroke







Gagal ginjal kronis







Neuropati Diabetik







Gangguan penglihatan







Depresi







Demensia







Gangguan pendengaran







Luka dan infeksi pada kaki yang sulit sembuh







Kerusakan kulit akibat infeksi bakteri dan jamur



Diabetes akibat kehamilan dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil dan bayi. Contoh komplikasi pada ibu hamil adalah preeklamsia. Sedangkan contoh komplikasi yang dapat muncul pada bayi adalah: 



Kelebihan berat badan saat lahir.







Kelahiran prematur







Gula darah rendah (hipoglikemia).







Keguguran.







Penyakit kuning







Meningkatnya risiko menderita diabetes tipe 2 pada saat bayi sudah menjadi dewasa.



PENANGANAN Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena pemicunya belum diketahui. Sedangkan, diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional dapat dicegah, yaitu dengan pola hidup sehat. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes, di antaranya adalah:



2 6 



Mengatur frekuensi dan menu makanan menjadi lebih sehat.







Menjaga berat badan ideal







Rutin berolahraga.







Rutin menjalani pengecekan gula darah, setidaknya sekali dalam setahun.



TATA LAKSANA Terapi Nutrisi Medis 1. Jumlah kalori yang dianjurkan adalah 3 kkal/berat badan ideal sebelum hamil. 2. Sasaran glukosa plasma puasa ≥105 mg/dl dan dua jam setelah makan ≤130 mg/dl. Apabila sasaran tidak tercapai dapat diberikan terpai insulin Terapi Insulin 1. Jenis insulin yang dipakai adalah insulin manusia. 2. Insulin analog yang dipakai jika tidak tersedia insulin manusia. 3. Dosis dan frekuensi sangat tergantung kadar glukosa darah. 4. Pada umumnya insulin dihentikan pada saat pasien bersalin untuk mencegah hipoglikemia.



Komplikasi Diabetes Melitus Gestasional Komplikasi Diabetes Melitus Gestasional dapat terjadi pada ibu, janin atau keduanya 1. Komplikasi pada ibu Preeklampsi Infeksi kandung kemih Persalinan seksio sesaria Dan trauma persalinan akibat bayi besar 2. Komplikasi pada anak



2 7 Makrosomia (paling sering) Hambatan pertumbuhan janin Cacat bawaan Hipoglikemia Hipokalsemia dan hipomagnesemia Hiperbilirubinemia Polisitemia hiperviskositas Sindrom gawat napas neonatal Hipertensi kronk terjadi pada 1 dari 10 ibu hamil dengan Diabetes Melitus Gestasional. Preeklamsia terjadi lebih sering pada wanita dengan diabetes melitus (mencapai 12%) dibandingkan pada wanita yang tidak mengidap diabetes melitus. Preeklamsia rentan terjadi pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk. Jika glukosa darah puasa < 105 mg/dL preeklamsia terjadi pada 7,8%. Sedangkan glukosa darah puasa > 105 mg/dL preeklamsia terjadi pada 13.8%. Risiko abortus dalam kehamilan terjadi pada 9-14% kasus. Malformasi terjadi pada 13.3% dari 105 wanita hamil dengan diabetes melitus, sedangkan risiko bayi lahir dengan besar usia gestasi terjadi pada 30% kasus. F. HIV/ AIDS Human Imunodefisiensi Virus. HIV adalah virus yang membunuh SDP (CD4) di dalam tubuh , SDP berfungsi membantu melawan infeksi dan penyakit yang masuk kedalam tubuh. Apa Itu AIDS Terjadi setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh seseorang dan menghancurkan sistem kekebalan tubuh Ketika sistem kekebalan tubuh seseorang rusak,maka tubuh akan mudah terserang penyakit. Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama



2 8 Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut[3]. `



Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan



bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak. Pemeriksaan Pemeriksaan ELISA/EIA (enzyme



antibodi linked



HIV



paling



immunoadsorbent



banyak



menggunakan metode



assay). ELISA



pada



mulanya



digunakan untuk skrining darah donor dan pemeriksan darah kelompok risiko tinggi. Pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, tes ini efektif dilakukan pada bayi



2 9 yang berusia 18 bulan keatas. Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif 2 kali (reaktif) dari 3 tes yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan memakai metode Western Blot. Penggabungan tes ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang positif AIDS. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan lainnya yaitu: 5) Foto toraks 6) Pemeriksaan fisik 



Penampilan umum tampak sakit sedang, berat.







Tanda vital.







Kulit: rush, Steven Jhonson.







Mata: hiperemis, ikterik, gangguan penglihatan.







Leher: pembesaran KGB.







Telinga dan hidung: sinusitis, berdengung.







Rongga mulut: candidiasis.







Paru: sesak nafas, efusi pleura.







Jantung: kardiomegali.







Abdomen: asites, distensi abdomen, hepatomegali.







Genetalia dan rektum: herpes.







Neurologi: kejang, gangguan memori, neuropati



7) Mantoux test 8) Pemeriksaan laboratorium darah (Kadar CD4, Hepatitis, Paps smear, Toxoplasma, Virus load.



G. TORCH TORCH adalah suatu infeksi protozoa yang disebabkan oleh parasit intrasel Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii mempunyai tiga fase dalam hidupnya. Dua fase yang pertama menyebabkan infeksi dalam tubuh pejamunya-hewan dan manusia



3 0 yang menelannya. Infeksi TORCH yang terjadi saat masa kehamilan dapat menyebabkan kecacatan janin, seperti kelainan pada saraf, mata, kelainan otak, paruparu, telinga, dan fungsi matorik lainnya. Menjalani masa kehamilan dengan s ehat dan normal adalah harapan setiap ibu.Selama menjalani fase kehamilan, ibu perlu memperhatikan hal-hal yang berpotensi mengganggu kesehatan janin, yaitu infeksi TORCH. Bahaya infeksi TORCH terhadap kehamilan infeksi akan berakibat pada kelahiran bayi premature, yg yang memiliki tingkat morbilitas tinggi, satu-satunya cacat bawaan yang menetap, misalnya penyakit paru kronik, asma, dan gangguan tumbuh kembang atau masalah perkembangan otak. Ragam penyakit yang muncul fase kehamilan telah berubah lebih luas, ,eliputi infeksi bakteri, virus. PENYEBAB TORCH



Penyakit infeksi yang disebabkan oleh patrasit toxoplasma gondi. Penyakit ini menular dari daging yang terinfeksi tidak dimasak dengan matang, buah/sayur tidak dicuci dengan bersih, tanah dengan feses kucing yang mengandung parasite, hingga melalui infeksi konganital dari ibu ke janin melalui plalsenta 3. Risiko janin ini tertular pada Trimester I sekitar 5-25% sedangkan pada Trimester III sekitar 60-90%, dampak terbesar berbalik pada janin, terutama pada trimester I. Gejala lainnya bias berupa anemia, kejang, pembengkakan kelenjar air liur, bisul-bisul di kulit, radang paru-paru, pengapuran dalam otak dan demam. Gejala ini tampak setelah bayi berusia satu tahun atau lebih. Jika tidak ditangani lebih lanjut dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan perkembangan fisik pada bayi tersebut.



TANDA GEJALA PENYAKIT TORCH



1. Kulit berwarna kekuningan. 2. Peradangan korion (chrorionitis) atau infeksi di bagian belakang bola mata dan retina.



3 1 3. Pembesaran organ hati dan limpa. 4. Ruam kulit atau kulit mudah memar. 5. Kejang. 6. Penumpukan cairan otak di kepala, sehingga kepala menjadi besar (hidrosefalus). 7.



PROSEDUR PEMERIKSAAN TOURCH Prosedur pemeriksaan TORCH yaitu berfokus pada pengambilan sampel darah dan deteksi antibodi. Darah dapat diambil melalui pembuluh vena di lengan. Jika darah diambil melalui pembuluh vena di lengan, kulit di bagian lengan akan dibersihkan terlebih dahulu agar steril. Lengan atas kemudian diikat menggunakan alat khusus agar vena di lengan menggembung dan terlihat dengan jelas. Kemudian menusukkan jarum ke dalam vena dan memasang tabung steril untuk mengumpulkan sampel darah. Ikatan pada lengan kemudian dilepaskan dan darah akan mengalir dengan sendirinya ke dalam tabung sampel. Setelah dirasa cukup, dokter akan mencabut jarum dan memasang perban pada titik tusukan jarum agar tidak mengalami perdarahan berlebihan. Sampel darah akan dibawa ke laboratorium untuk dicek antibodi spesifik terhadap mikroba penyebab penyakit TORCH. Setelah pemeriksaan, jika diduga positif menderita penyakit TORCH, dokter dapat merekomendasikan pasien untuk menjalani metode diagnosis lain guna memastikan diagnosis. Hal tersebut dilakukan mengingat pemeriksaan TORCH kurang spesifik dalam menentukan infeksi yang sedang terjadi. Beberapa metode diagnosis yang dapat dijalani oleh pasien pasca pemeriksaan TORCH adalah: 1. Tes pungsi lumbal, untuk mendeteksi adanya infeksi toksoplasmosis, rubella, dan Herpes simplex virus di sistem saraf pusat. 2. Tes kultur lesi kulit, untuk mendeteksi adanya infeksi Herpes simplex virus. 3. Tes kultur urine, untuk mendeteksi adanya infeksi Cytomegalovirus.



3 2 4. Pasien juga butuh pemeriksaan darah lanjutan untuk mengkonfirmasi, apakah sedang atau tidak sedang mengalami infeksi TORCH. Jika diagnosis sudah ditentukan, dokter akan mendiskusikan pengobatan yang akan diberikan kepada pasien.



PENANGANAN TORCH Sementara untuk ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis, penanganan ditentukan berdasarkan saat terjadinya infeksi dan pengaruhnya pada janin. Jika janin belum terkena infeksi atau infeksi terjadi sebelum minggu ke-16 kehamilan, maka dokter akan memberikan antibiotik spiramycin. Obat ini biasa digunakan pada trimester awal kehamilan untuk mengurangi risiko gangguan saraf pada janin. Jika janin sudah tertular toksoplasmosis setelah minggu ke-16 kehamilan, maka dokter akan meresepkan pyrimethamine dan sulfadiazine.



Pada bayi yang lahir terinfeksi toksoplasma, perlu diberikan obat-obatan tersebut selama 1 tahun setelah kelahiran, dan kondisi kesehatan bayi harus terus dipantau selama mengonsumsi obat tersebut.Untuk menangani toksoplasmosis pada penderita dengan sistem kekebalan tubuh (imunitas) rendah, dokter dapat memberikan obat, seperti pyrimethamine dengan clindamycin. Konsumsi obat ini memerlukan waktu 6 minggu atau lebih lama. Saat toksoplasmosis terjadi kembali pada pasien dengan sistem imunitas lemah, maka pemberian obat dapat diteruskan hingga imunitas tubuh membaik. Bagi bidan, aspek terpenting yang perlu diperhatikan untuk menangani kasus TORCH (Toxoplasmosis) adalah pengkajian riwayat secara menyeluruh dan upaya pencegahan melalui penyuluhan tentang perencanaan kehamilan dan keperawatan kehamilan bagi mereka yang sudah hamil. Kebanyakan individu yang terinfeksi TORCH tidak menunjukan gejala pada wanita hamil samar-samar.



3 3 TATA LAKSANA Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terkena infeksi toksoplasmosis, yaitu : 1. Gunakan sarung tangan saat berkebun atau memegang tanah. 2. Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang. 3. Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan. 4. Cucilah semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak daging mentah. 5. Selalu cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi. 6. Hindari meminum susu kambing non-pasteurisasi atau produk-produk olahannya. 7. Bagi yang memelihara kucing, hendaknya tetap menjaga kesehatan hewan ini, dan gunakan sarung tangan saat membersihkan tempat kotorannya. Hindari memelihara kucing liar, karena rentan terinfeksi parasit T. gondii. 8. Berikan kucing makanan kering atau kalengan daripada daging mentah. 9. Tutuplah bak pasir tempat bermain anak-anak agar tidak digunakan kucing untuk membuang kotoran.



H.HEPATITIS Hepatitis viral sebenernya adalah kelompok virus patogenik, dikenal dari huruf A sampai G. Sementara hepatitis A biasanya disebarkan oleh rute fekal-oral yang



3 4 lainnya disebarkan melalui kontak dengan darah dan cairan tubuh sehingga dapat ditularkan secara seksual. Masalah yang harus dipertimbangkan oleh bidan adalah kapan menguji hepatitis, apakah faktor risiko dan gejalanya, dan strategi penatalaksanaan nya. Hepatitis adalah suatu kondisi yang memerlukan rujukan dan kolaborasi dengan konsultasi medis lainnya. PENYEBAB HEPATITIS A Hepatitis A yang dulu dikenal ( hepatitis infeksius) yaitu hpatitis yang paling dikenal di dunia dan umumnya lebih sering terjadi pada populasi miskin, dimana sulit mempertahankan praktik hygine yang baik. Konstaminasi dan bahan makanan ( biasanya kerang) merupakan sumber umum infeksi virus hepatitis A (HAV). Perkiraan 15 sampai 30 persen kasus yang dilaporkan terjadi aiantara anak-anak dan karyawan pusat perawatan anak dan anggota rumah mereka. Penularan HAV dalam produk darah yang jarang telah diketahui selama fase viremik atau prodromal. TANDA GEJALA Tanda gejala Hepatitis A mirip flu dan termasuk awitan anoreksia tiba-tiba, malaise, keletihan, kelemahan, mual, dan demam derajat rendah. Tanda gejala yang jarang seperti urtikaria, artritis, atralgia, dan mialga mungkin terjadi. Ikterus mungkin ada, bersamaan dengan nyeri epigrastik atau kuadran kanan atas, hati yang membesar dan nyeri tertekan, nyeri otot, kehilangan berat badan. Hepatitis A memiliki fase akut hingga sampai 10 sampai 15 hari dengan gejala yang mereda dalam 2 bulan walaupun 10 sampai 15 persen orang simtomatik penyakitnya memanjang atau kambuh yang berlangsung sampai 6 bulan. Penyakit tidak berakibat pada keadaan kronis atau karier. Jika berkontraksi selama kehamilan milan, tidak diketahui risiko pada bayi baru lahir PROSEDUR PEMERIKSAAN ( DIAGNOSTIK ) Dalam rangka mendiagnosis virus hepatitis A akut, ikut uji serelogi dengan temuan antibodi imunoglobulin M (lgM) dibutuhkan untuk memastikan infeksi. IgM anti-HAV biasanya terdeteksi 5 sampai 10 hari sebelum awitan gejala dan dapat berlangsung sampai 6 bulan setelah infeksi. Imunoglobiun G (IgG) anti-HAV muncul



3 5 awal dalam perjalanan penyakit dan akan mengindikasikan perlindungan sepanjang hidup melawan penyakit ini. PENANGANAN Sembilan puluh sembilan persen individu yang terinfeksi hepatitis A akan sembuh tanpa pengobatan. Setiap tahun di Amerika Serikat 100 kasus hepatitis fulminan yang mengarah pada kematian karena gagal hati akut. Pada kehamilan dan laktasi infeksi hepatitis A tidak lebih parah pada wanita hamil daripada individu yang tidak hamil. Infeksi HAV maternal selama hamil tidak dihubungkan dengan kehilangan janin atau ketidaknormalan perkembangan. Tidak menunjukan penularan vertikal dari ibu ke anak. Infeksi virus hepatitis A selama menyusui bukan merupakan kontra indikasi untuk vaksinasi virus yang tidak teraktivasi tidak akan memengaruhi keamanan ASI. PENCEGAHAN ACIP sekarang merekomendasikan selain kepada mereka yang berisiko terjepan, harus ada vaksin rutin anak anak dibeberapa negara, kabupaten dan komunitas dengan angka infeksi yang lebih besar atau sama dengan rata-rata nasional. Vaksin HAV adalah virus yang tidak aktif aman digunakan pada wanita hamil. Orang yang berisiko Hepatitis A sebagai berikut : 1. Kontak serumah atau seksual dengan orang yang terinfeksi 2. Orang yang tinggal ditempat penampungan amerika-indian dan dengan



endemik



hepatitiS A 3. Selama perjangkitan: karyawan pusat perawatan atau krunya, pria homoseksual aktif, pengguna obat injeksi. Anggota keluarga dekat dengan serumah, kontak perorangan dan kontak yang memenuhi kriteria individu berisiko tinggi hepatitis A sebaiknya menerima immune serum globulin (ISG) untuk profilaksis setelah pajanan potensial atau yang diketahui. Penapisan hepatitis tidak diperlukan sebelum mendapatkan ISG.



3 6 HEPATITIS B PENYEBAB HEPATITIS B Hepatitis B memiliki masa inkubasi 1 sampai 4 bulan. Gejala non-hepatik (ruam,demam,artralgia,mialgia,artritis) biasanya mendahului ikterus pada hepatitis B. Tanda gejala hepatitis ini dapat berupa mual, muntah, nyeri abdomen kuadran kanan atas, hati membesar dan nyeri tekan, demam, menggigil, kelemahan umum dan kelelahan. Kurang lebih 70% pasien dengan hepatitis B akut mengalami infeksi subklinik yang 30% berkembang menjadi penyakit ikterik. Gejala klinis dan ikterus menghilang sampai waktu 1-3 bulan. Kurang lebih 90 persen mereka secara akut terinfeksi perinatal akan berkembang menjadi infeksi kronis.



PROSEDUR PEMERIKSAAN ( DIAGNOSTIK) Antigen permukaan hepatitis B (HbsAG) dan tigen hepatitis B (HbeAG) biasanya muncul dalam darah orang yang terinfeksi dari 1-10 minggu setelah pajanan akut HBV, sebelum awitan gejala klinis atau peningkatan enzim hati. Menetapnya HbsAg lebih dari 6 bulan menandakan perkembangan menjadi infeksi kronis HBV. HbeAg adalah suatu penanda replaksi virus dan infeksivitas. Selama kehamilan, hal itu dikaitkan dengan angka penularan vertikal yang lebih tinggi. Antibodi ini hepatitis B (Kelas IgM) muncul selama pertengahan fase perjalanan klinis, dengan antibodi inti hepatitis B menjadi dominan pada penyembuhan normal. Antigen permukaan hepatitis B biasanya juga akan hilang 4 sampai 6 bulan dan diikuti dengan adanya antibodi kekebalan seumur hidup. Hepatitis B akut tidak resfonsif terhadap pengobatan apapun dan harus mengikuti perjalanan alaminya. Seseorang dengan hepatitis B kronis sebaik-baiknya dievaluasi untuk penyakit hati.



3 7 PENANGANAN Wanita yang telah di uji negatif harus diberi vaksinasi jika sebelumnya mereka belum pernah divaksinasj. Kehamilan bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksin hepatitis B atau HBIG. Jika wanita rentan belum pernah divaksinasi untuk hepatitis A / B maka harus diberikan dalam jadwal 3 dosis yang akan memberikan imunitas kepada kedua virus tersebut. Mereka yang berisiko hepatitis B meliputi : 1. Individu dengan pasangan seks banyak atau penyakit menular seksual 2. Penggunaan obat intravena 3. Wanita yang melakukan kontak intim dengan pria biseksual 4. Personil keamanan publik dan personil perawatan kesehatan dalam obstetrik, bedah, ruang gawat darurat, laboratorium dan pemeliharaan rumah 5. Pasien-pasien hemodialisis Penyedis perawatan kesehatan yang bekerja dengan populasi yang berisiko tinggi hepatitis B memiliki pilihan untuk mendapatkan vaksin.Pilihan pilihan mereka adalah mendapatkan vaksin hepatitis B atau tidak melakukan apapun masing-masing risikonya sendiri yang sebaliknya secara seksama dipertimbangkan.



3 8 HEPATITIS C PENYEBAB Periode inkubasi rata-rata untuk hepatitis C biasanya 6-7 minggu dengan rentan 2-26minggu. Hepatitis C berbeda dengan hepatitis A dan B dalam fase akut infeksi sering tak tergejala dan tanpa ikterus. Hanya sampai 30-40 persen pasien akan menunjukan tanda klinis khas hepatitis. Laporan perkembangan infeksi kronis berkisar sampai 70-80% dengan gejala sisa jangka panjang termasuk sirosis dan karsinoma hepatoselular. Gagal hati dari hepatitiss kronis merupakan indikasi utama atau transplasi hati. PROSEDUR PEMERIKSAAN ( DIAGNOSTIK ) 1. Penggunaan obat injeksi 2. Resipien faktor pembekuan yang dibuat sebelum tahun 1987 3. Resipien darah atau transplan organ 4. Orang orang dengan masalah hati yang tidak terdiagnosis 5. Janin yang lahir dari ibu yang terinfeksi 6. Pekerja perawatan atau kesehatan PENANGANAN Perawatan paliatif yang sama termasuk terapi kombinasi dengan injeksi interferon alfa atau obat antiviral oral ribavirin. Pengobatan ini tidak tepat untuk kehamilan dan harus diperhatikan bahwa termasuk obat teratogenetik ( kategori X) dan dikontraindikasikan selama kehamilan. Pasien dapat dikonsulkan untuk kemungkinan program terapi 24-48 minggu. Tidak ada vaksin untuk mencegah hepatitis C. Pencegahan ini berfokus pada pendidikan dan penghindaran pilihan gaya hidup yang akan menempatkan seseorang pada risiko terpajan hepatitis C.



3 9



PROSEDUR PEMERIKSAAN (DIAGNOSTIK) Hepatitis mungkin dideteksi melalui riwayat, pemeriksaan fisik, dan data laboratorium, sebagai berikut : 1. Riwayat A. Transfusi darah atau produk darah organ sebelum B. Hepatitis atau ikterus sebelumnya Pemajanan pada seseorang yang



menderita



hepatitis atau ukterus C. Pasangan seks yang banyak D. Penggunaan obat intravena, walaupun satu episode, walaupun pada masa lalu E. Imigrasi atau berpergian dari negara dengan endemik hepatitis F. Pekerja-pekerjabperawatan kesehatan dan keamanan publik G. Tanda-tanda klinis hepatitis ; Anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen kuadran atas, nyeri epigastrik, malaise, kelemahan dan keletihan, artralgia, artritis, urtikaria, mialgia. H. Pemeriksaan Fisik : Hati yang membesar, nyeri tekan, limpa yang membesar, dan sklera seluruh tubuh



4 0 I. Uji Laboratorium : Uji penapisan hepatitis positif atau identifikasi antigen hepatitis spesifik dan



antibodi.



H. ASMA Penyakit asma merupakan kelainan saluran pernafasan yang ditandai dengan imflamasi saluran nafas kronik dengan episode obstruksi saluran nafas akut akibat adanya stimulus oleh berbagai macam alergen. Faktor pencetus timbulnya asma diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Zat alergi (bulu binatang) 2. Infeksi saluran nafas 3. Pengaruh udara dan faktor fsikis 4. Riwayat atopri pada keluarga



4 1 Diperkirakan satu hingga empat persen wanita hamil menderita asma. Selama kehamilan, perkembangan klinis asma tidak dapat diperkirakan. Wanita yang memiliki asma berat sebelum hamil terbukti akan terus mengalaminya dan akan menjadi semakin buruk selama masa kehamilannya. Umumnya, wanita tersebut akan kembali pada tingkat keparahan semula sebelum hamil pada bulan ketiga pascapartum. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang mengenai sekitar 3-4% populasi umum. Tanda gejala awal asma yaitu obstruksi saluran nafas akibat otot polos bronkus, hipersekresi dan edema mukosa. PENYEBAB ASMA Asma disebabkan karena fungsional dari bronkopasme akut sehingga mengakibatkan obstruksi saluran nafas pada aliran udara. Pada penyakit yang ringan, hipoksia pada awalnya dikompensasi dengan hiperventilasi, seperti tercermin oleh tekanan oksigen arteri yang normal dan berkurangnya tekanan karbon dioksida. Seiring dengan bertambahnya penyempitan saluran nafas, gangguan ventilasi-perfusi meningkat dan timbul hipoksemia arteri. Pada obstruksi berat, ventilasi terganggu akibat kelelahan otot sehingga terjadi retensi C02 dini. Akibatnya, akan terjadi gagal napas pada pasien yang mengenai keparahan asma sering tidak berkorelasi dengan fungsi saluran nafas atau ventilasi. Pemeriksaan klinis juga tidak akurat untuk memperkirakan keparahan, tetapi tanda-tanda yang bermanfaat untuk diperhatikan adalah sulit bernafas, takikardi, ekspirasi memanjang, dan pemakaian otot-otot pernafasan tambahan. Tanda-tanda kemungkinan serangan mematikan adalah sianosis sentral dan perubahan tingkat kesadaran Asma terutama jika berat, dapat mempengaruhi



hasil akhir kehamilan.



Peningkatan isidensi preeklamsia, persalinan prematur, berat badan lahir rendah dan mortalitas peranatal pernah berkaitan dengan asma. Komplikasi yang mengancam jiwa terutama yaitu status asmatikus, pneumonia, artimia jantung dan kelelahan otot disertai henti nafas. TANDA GEJALA



4 2 Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (terkadang bisa membuat penderita megap-megap), batuk-batuk, dada yang terasa sesak, dan mengi (suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit). Apabila gejala ini kumat, sering kali penderita asma menjadi sulit tidur. Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan hingga parah. Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau dini hari. Sering kali hal ini membuat penderita asma menjadi sulit tidur dan kebutuhan akan inhaler semakin sering. Selain itu, memburuknya gejala juga bisa dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas fisik. Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan asma. Serangan asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau bahkan beberapa hari. Meskipun begitu, ada beberapa penderita yang gejala asmanya memburuk dengan sangat cepat kurang dari waktu tersebut. Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang memburuk secara signifikan, tanda-tanda lain serangan asma parah dapat meliputi: 



Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam mengatasi gejala.







Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin parah dan sering.







Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit bernapas.







Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.







Denyut jantung yang meningkat.







Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.







Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.



PROSEDUR PEMERIKSAAN 1. Analisis Gas Darah arteri Pengukuran gas darah menghasilkan penilaian objektif oksigenisasi, ventilasi, dan status asam basa ibu hamil. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai moral pada kehamilan, interpretasi hasil pemeriksaan perlu dilakukan dengan hati-hati. Sebagai



4 3 contoh, pada wanita hamil Pco2 yang lebih dari 35 mm Hg dengan pH kurang dari 7,35 konsisten dengan hiperventilasi dan retensi CO2.



2. Pemeriksaan Fungsi Paru Uji fungsi paru telah menjadi hal rutin dalam penatalaksanaan penyakit asma. Pengukuran sekuensial volume ekspirasi paksa dalam satu detik ( FEV ) dari ekspirasi maksimum merupakan satu-satunya pengukuran terbaik untuk mencerminkan keparahan penyakit. Laju aliran ekspirasi puncak ( peak expiratory flow rate, PEFR ) berkolerasi dengan baik dan parameter ini dapat diukur dengan handal menggunakan alat ukur portabel berharga murah. Kedua ukuran ini merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk memantau obstruksi saluran nafas, FEV, yang kurang dari 1 L atau kurang dari 20% dari



yang



diperkirakan



berkaitan



dengan



penyakit



yang



parah



sehingga



dimanifestasikan dengan hipoksia, kurangnya respons terhadap terapi, dan angka kekambuhan yang tinggi Berikut ini adalah beberapa penanganan asma yang bisa kamu lakukan selama hamil: 1. Mengonsumsi obat asma Kunci utama mengontrol asma saat hamil adalah dengan tetap rutin mengonsumsi obat asma. Kamu tidak perlu khawatir, karena sebagian besar obat asma hirup



atau inhaler yang



berisi terbutaline, albuterol, prednisone,



dan theophilyine aman dikonsumsi saat hamil. Namun hati-hati, obat asma yang dikonsumsi dengan cara diminum (obat oral) dikhawatirkan berisiko bagi janin.Untuk memastikan obat asma yang aman dikonsumsi ketika hamil, sebaiknya konsultasikan ke dokter kandungan sejak awal kehamilan. Informasikan secara rinci kepada dokter, mengenai riwayat penyakit asma yang diderita dan obat yang pernah kamu konsumsi.



4 4



2. Hindari pemicu munculnya gejala asma Bagi penderita asma yang sedang hamil, menghindari faktor pemicu serangan asma merupakan langkah yang sangat penting. Langkah ini bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini: 



Hindari alergen pemicu asma, misalnya debu, asap, dan bulu binatang.







indari berdekatan dengan orang yang sedang menderita infeksi pernafasan.







Jangan merokok, dan jauhi asap rokok.







Rajin berolahraga, misalnya berenang, senam hamil, yoga, atau olahraga lain yang dianjurkan dokter.







Jika memiliki penyakit refleks asam lambung (gastroesophageal reflux disease/GERD), segera tangani dengan berobat ke dokter. GERD dapat memperburuk gejala asma saat hamil.







Jika pilek, tanyakan kepada dokter mengenai obat antihistamin yang aman untuk dikonsumsi.



3. Rutin menjalani medical check-up Pemeriksaan ini dilakukan sebulan sekali, dan bertujuan memantau kondisi kesehatan tubuh secara umum, termasuk kondisi paru-paru. Pemeriksaan ini juga berguna



untuk



memastikan



kondisi



janin



sehat.



Dokter



akan



menggunakan spirometri atau peak flow meter untuk mengukur fungsi paru-paru ibu hamil.



4. Pantau gerakan janin tiap hari



4 5 Pantau gerakan janin setiap hari, terutama setelah kandunganmu berusia 28 minggu. Untuk memastikan janin aktif dan sehat, kamu bisa melakukan pemeriksaan USG kehamilan sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan rutin. Jika asma sering kambuh dan gejalanya semakin berat, segeralah konsultasikan pada dokter kandungan.



5. Melakukan vaksin flu Vaksinasi flu direkomendasikan untuk dijalani oleh semua ibu hamil, apalagi ibu hamil dengan asma. Vaksin ini memberimu perlindungan ekstra terhadap serangan flu berat.



6. Jangan abaikan gejala asma Nafas terasa berat saat hamil belum tentu menandakan asma. Ini normal terjadi di masa kehamilan, terutama pada trimester terakhir. Sedangkan gejala asma yang harus kamu waspadai dan memerlukan penanganan dokter segera adalah: 



Sesak napas







Batuk yang bertambah parah pada malam dan pagi hari







Batuk saat melakukan aktivitas fisik







Mengi







Dada terasa tertekan







Kulit tampak pucat







Lemas







Bibir dan jari tangan tampak kebiruan



Risiko Asma saat Hamil



4 6 Bila asma tidak terkontrol dengan baik selama kehamilan, kamu berisiko mengalami kondisi-kondisi berikut ini: 



Morning sickness







Preeklamsia







Perdarahan lewat vagina.







Komplikasi persalinan.







Hambatan pertumbuhan janin.







Melahirkan bayi prematur atau dengan berat badan lahir.



Pada asma yang berat, dapat terjadi kompikasi yang berakibat fatal, baik bagi ibu hamil maupun janin dalam kandungannya.



Tes lainnya Selain spirometri dan tes kadar arus ekspirasi puncak, beberapa tes lainnya mungkin dibutuhkan pasien untuk memperkuat dugaan asma atau membantu mendeteksi penyakit-penyakit selain asma. Contoh-contoh tes tersebut adalah: 



Tes untuk melihat adanya peradangan pada saluran napas. Dalam tes ini, dokter akan mengukur kadar oksida nitrat dalam napas ketika pasien bernapas. Jika kadar zat tersebut tinggi, maka bisa jadi merupakan tandatanda peradangan pada saluran pernapasan. Selain oksida nitrat, dokter juga akan mengambil sampel dahak untuk mengecek apakah paru-paru pasien mengalami radang.







Tes responsivitas saluran napas (uji provokasi bronkus). Tes ini digunakan untuk memastikan bagaimana saluran pernapasan pasien bereaksi ketika terpapar salah satu pemicu asma. Dalam tes ini, pasien biasanya akan diminta menghirup serbuk kering (mannitol). Setelah itu pasien akan diminta untuk menghembuskan napas ke dalam spirometer untuk mengukur seberapa tinggi tingkat perubahan FEV1 dan FVC setelah



4 7 terkena pemicu. Jika hasilnya turun drastis, maka dapat diperkirakan pasien mengidap asma. Pada anak-anak, selain mannitol, media yang bisa dipakai untuk memicu asma adalah olah raga. 



Pemeriksaan status alergi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah gejala-gejala asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan oleh alergi. Misalnya alergi pada makanan, tungau, debu, serbuk sari, atau gigitan serangga.







CT Scan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh dokter apabila mencurigai bahwa gejala sesak napas pada diri pasien bukan disebabkan oleh asma, melainkan infeksi di dalam paru-paru atau kelainan struktur rongga hidung.







Pemeriksaan rontgen. Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan



CT



Scan,



yaitu



untuk



melihat



apakah



gangguan



pernapasandisebabkan oleh kondisi lain. PENANGANAN Berikut yang bisa ibu hamil lakukan saat asma kambuh: 



Salah satu obat asma yang tergolong aman untuk ibu hamil adalah inhaler dengan kombinasi pelega napas dan anti pembengkakan (inflamasi). Ibu dapat menghirup inhaler untuk mendapatkan suplai oksigen. Baru setelah pernapasan sudah lebih membaik, ibu dapat segera pergi ke dokter sambil tetap membawa inhaler.







Ibu juga bisa membicarakan kondisi asma kepada dokter kandungan dan mengonsumsi obat asma sesuai anjuran dokter tersebut. Obat-obat yang biasa diberikan dokter untuk mengatasi asma adalah albuterol, metaprotenol, salmeterol,dan formoterol.



Selain dengan rutin mengonsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter, ibu juga perlu melakukan tips-tips berikut untuk mencegah asma kambuh: 



Lakukan Pemeriksaan Paru-paru



4 8 Pemeriksaan paru-paru penting dilakukan agar dokter bisa menentukan cara yang tepat mengatasi gangguan sesak napas ibu saat hamil. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan alat spirometri atau peak flow meter untuk mengukur fungsi paru-paru ibu. Spirometri juga berguna untuk mengetahui apakah dada sesak yang ibu rasakan timbul akibat asma atau karena kondisi lain. 



Pemeriksaan Kondisi Janin



Setiap ibu hamil wajib memeriksakan kondisi kesehatan janin dalam kandungannya. Namun, khusus ibu pengidap asma, pemeriksaan janin ini menjadi sangat penting untuk mengetahui adakah kondisi yang tidak normal pada janin akibat dampak sesak napas yang ibu alami. Dengan demikian, kondisi bayi yang tidak normal bisa dideteksi lebih awal, sehingga dokter kandungan dapat segera memberi penanganan. 



Pemeriksaan Kehamilan dengan USG



Setelah kehamilan menginjak usia 32 minggu, lakukanlah pemeriksaan kehamilan dengan USG untuk melihat pertumbuhan janin jika ibu mengalami asma yang cukup sering. USG juga bisa membantuk dokter untuk memeriksa kondisi janin setelah asma kambuh. Hindari Pemicu Asma Ibu hamil perlu mengetahui alergi yang bisa menjadi pemicu asma kambuh, misalnya seperti debu, bulu binatang, serbuk sari bunga, udara dingin, dan lain-lain. Hindarilah alergi yang ibu miliki tersebut. Selain itu, usahakan juga untuk menghindari asap rokok dan asap kendaraan. 



Terapkan Pola Hidup Sehat



4 9 Perbanyak mengonsumsi buah apel, minimal empat kali dalam seminggu. Kandungan flavonoid dalam buah apel sangat baik untuk menjaga kesehatan paru-paru. Selain itu, hindari mengonsumsi makanan pedas dan asam yang dapat menyebabkan heartburn dan memicu asma.







Vaksin Flu



Lindungi diri ibu dari serangan penyakit flu yang bisa mengganggu pernapasan dengan mendapatkan vaksinasi flu, baik ketika trimester satu, dua maupun tiga. Vaksin flu aman bagi kehamilan dan dianjurkan untuk setiap ibu hamil. TATA LAKSANA ASMA KRONIK Untuk menangani asma secara efektif selama kehamilan diperlukanpenilaian objektif fungsi paru-paru, pencegahan atau pengendalian terhadap faktor pencetus lingkungan, pemberian terapi farmakologis, dan penyuluhan kesehatan pasien. Umumnya, wanita dengan asma sedang sampai berat diintruksikan untuk mengukur dan mencatat PEFR mereka dua kali sehari. Nilai prediksi berkisar dari 380 sampai 550L/menit dan setiap wanita memiliki angka dasar mereka masing-masing. Rekomendasi untuk menyesuaikan pengobatan dapat dibuat berdasarkan pengukuran ini. Terapi rawat jalan bergantung pada keparahan penyakit. Untuk asma ringan diagnosis yang diberikan melalui inhalasi sesuai kebutuhan biasanya yang sudah memadai.Inhalasi diberikan 3 sampai 4 hari sehari sesuai dengan kebutuhan. Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi pemakaian B-agnosis untuk menghilangkan gejala. Natrium kromolin ( kategori B ) dan neodokromil menghambat degranulasi sel mast. Keduanya tidak efektif untuk asma akut dan diberikan bagi asma kronik sebagai pecegahan.



5 0 Teofilin merupakan turunan yang dianggap bermanfaat untuk terapi rumatan oral pasien rawat jalan yang tidak berespons optimal terhadap kortikosteroid dan Bagnosis imbalan. Pemodifikasi leukotrien adalah obat golongan baru yang menghambat sintesis leukotrien. Sebagai contohnya adalah obat-obatan yang diberikan melalui oral untuk mencegah serangan dan tidak efektif pada penyakit aktif. Saat ini, peran obat-obat tersebut dalam terapi asma masih belum jelas, dan pengalaman pemakaiannya pada wanita hamil sangat sedikit TATA LAKSANA ASMA AKUT Terapi asama akut selama kehamilan serupa dengan terapi yang diberikan kepada penderita asma yang tidak hamil, kecualian adalah ambang untuk rawat-inap yang jauh lebih rendah bagi wanita hamil. Sebagian besar pasien memperoleh manfaat dari dehidrasi intravena untuk membantu membersihkan sekresi paru. Oksigen suplemen diberikan dengan masker setelah dilakukan pengambilan sampel gas darah. Tujuan pengobatan ini untuk mempertahankan PO2 lebih besar dari 60mm Hg dan lebih baik lagi jika normal, serta saturasi oksigen 95 persen. Pemeriksaan fungsi paru dasar mencakup FEV, PEFR. Biasanya diindikasikan foto toraks. Sekarang dianjurkan bahwa kortikosteroid diberikan secara dini kepada semua pasien dalam perjalanan asma akut berat. Metilprednisolon intravena, 40 sampai 60 mg, biasanya diberikan setiap 6jam. Selain itu dapat diberikan hidokortison dengan dosis setara infus atau prednison per oral. Penatalaksanaan ini bergantung pada respons terhadap terapi. Wanita dengan distres pernafasan yang nyata atau PEFR kurang dari 70 persen perkiraan setelah tiga dosis B-agnosis dianjurkan untuk rawat-inap. Wanita yang bersangkutan harus diberi terapi intensif untuk memeriksa perburukan distres pernafasan atau kelelahan bernafas.



5 1



I. Demam Tipoid



Demam tipoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella enterica khususnya turunannya yaitu salmonella typhosa. Ditjen bina upaya kesehatan masyarakat departemen kesehatan RI tahun 2001, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit Indonesia. Masuknya kuman salmonella typhi (S. typhi) dan salmonella paratyphi (S. paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi. Demam tipoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.Di Indonesia, insidens demam tipoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Kejadian demam ripoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga,yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena terkena demam tipoid. Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu di eksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.



TANDA GEJALA Saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistematik seperti demam,malaise,myalgia,sakit kepala,sakit perut, gangguan vaskular,mental dan koagulasi.



5 2 Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.



PROSEDUR PEMERIKSAAN ( DIAGNOSTIK)



A. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan rutin, pada pemeriksaan darah perifer lengkap ditemukan leukopenia,dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leoukositosis, leukositosis dapat terjadi walapun tanpa di sertai infeksi sekunder



1. Uji widal, dilakukan untuk mendeteksi kuman S. typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang



disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah



suspense salmonella yang sudah di matikan dan di olah di laboratorium. Tujuan dari uji widal yaitu menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tipoid



2. Uji typhidot, untuk dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membrane luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot di dapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 Kd, yang terdapat pada strip nitroselulosa.



3. Uji IgM Dipsrick, secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S.typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S.typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati



5 3 dengan lateks pewarna,cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, untuk di uji komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25 di tempat kering tanpa paparan sinar matahari.



4. Kultur darah, hasil biakan darah yang positif memastikan demam tipoid,akan tetapi hasil negative tidak menyingkirkan demam tipoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal seperti berikut:



A. Telah mendapati terapi antibiotik B. Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah ) C. Riwayat vaksinasi D. Waktu pengambilan darah setelah seminggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat.



TATA LAKSANA



1. Sampai saat ini trilogi penatalaksanaan demam tipoid,adalah 2. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. 3. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) , dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal 4. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Dan obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demamtipoid yaitu : A. Kloramfenikol, dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.



5 4 B. Tiamfenikol, dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tipoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.



C. Kotrimoksazol, efektivitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol, dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprin diberikan selama 2 minggu)



D. Ampisilin dan amoksilin, kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar 50-150 mg/kgBB dan di gunakan selama 2 minggu.



E. Sefalosporin generasi ketiga, hingga saat ini golongan sefalosforin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tipoid adalah,sefriakson,dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama seperempat jam per inpus sekali sehari, diberikan selama 3 sampai 5 hari.



F. Kombinasi obat antibiotika,kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid,peritonitis atau perforasi,serta syok septik dengan deksametason dosis 3 x 5 mg.



PENGOBATAN Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematur,kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonatus, tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Demikian juga obat golongan fluorokuinolon maupun



5 5 kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid, obat yang dianjurkan adalah ampisilin,amoksilin, dan sefriakson.



TATA LAKSANA KOMPLIKASI



Sebagai suatu penyakit sistematik maka hampir semua organ tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:



a. Komplikasi intestinal,perdarahan,perforasi,ileus,paralitik, dan pankreatitis b. Komplikasi ekstra-intestinal c. Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulari perifer,miokarditis,tromboflebitis. d. Komplikasi darah : anemia hemolitik,trombositopenia,KID,thrombosis. e. Komplikasi paru : pneumonia,empiema,pleuritis. f. Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis. g. Komplikasi ginjal : glomerulonephritis,pieloneftiris,perinefritis. h. Komplikasi tulang : osteomiolitis,periostitis,spondilitis,artritis. i. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.



J. .Lupus Eritematosus sistemik (SLE)



SLE adalah penyakit autimun yang kompleks di tandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam tubuh. Etiopatologi SLE di duga melibatkan interaksi yang kompleks dan multifactorial antara variasi genetic dan factor lingkungan. Factor genetic di duga berperan penting dalam predisposisi penyakit ini.



5 6



PENYEBAB



a. Faktor genetik Kejadian SLE yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi SLE pada keluarga penderita



SLE dibandingkan dengan kontrol sehat dan peningkatan prevalensi



SLE pada



kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa faktor genetik



berperan dalam



pathogenesis SLE.



Elemen genetik yang paling banyak di teliti kontribusinya terhadap SLE pada manusia adalah gen dari kompleks histokompatibilitas mayor (MHC).



b. Faktor hormonal Hormone seks, SLE adalah penyakit yang lebih banyak menyerang wanita. Serangan pertama kali SLE jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah manapouse.predileksi perempuan menjadi kurang nyata diluar rentang usia produktif. Selain itu penderita sindrom klinefelter’s dengan karakteristik hypergonadotrophic hypogonadism cenderung akan berkembang menjadi SLE. Hal ini menunjukan adanya peran hormon sex endogen dalam predisposisi penyakit.



- Aksi hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA), aksi HPA adalah komponen utama dari sistem ketegangan (stress). Ketegangan memicu peningkatan konsentrasi glukokortikoid serum yang merupakan komponen sangat penting dalam pencegahan autoreaktif atau respons imun yang tidak terkendali,dimana kedua hal ini akan mengakibatkan self injury dan autoimunitas.



- Hormone sel lemak, hormon dari sel lemak yang diduga terlibat dalam pathogenesis SLE adalah leptin.penelitian konsentrasi leptin serum pada penderita SLE



5 7 perempuan yang di lakukan oleh Garcia-gonzales dkk,mendapatkan kadar leptin pada penderita SLE lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sehat.



- Adrenomedulin, suatu peptida yang mengandung 52 asam amino, yang ditemukan pertama kali tahun 1993 pada phaeochromocytoma manusia. AM juga ditemukan pada jaringan normal seperti medulla adrenal,paru-paru,ginjal dan jantung.AM diketahui berhubungan erat dengan sistem imun.



Disfungsi imun



a. Autoantibodi Gangguan imunologis utama pada penderita SLE adalah produksi autoantibodi. Antibodi ini ditunjukan kepada self molecules yang terdapat pada nukleus,sitoplasma,permukaan sel,dan juga terhadap molekul terlarut seperti IgG dan faktor koagulasi. Antibodi antinuclear (ANA) adalah antibodi yang paling banyak ditemukan pada penderita SLE (lebih dari 95%). Beberapa autoantibodi seperti antinuclear,anti-Ro, anti-La dan antifosfolipid pada umumnya sudah terbentuk beberapa tahun sebelum timbulnya gejala SLE. Ada 3 fase perkembangan autoantibodi pada SLE, yaitu a. Fase normal, yaitu orang tanpa gejala (asimptomatik) dan tidak mempunyai autoantibodi untuk SLE. b. Fase autoimunitas benign, yaitu sudah ditemukan autoantibodi seperti antinuclear,anti-Ro anti-La dan antifosfolipid antibodi tanpa adanya manifastasi klinik. c. Fase autoimunitas patogenik yaitu sudah terbentuk autoantibodi yang lebih buruk seperti anti-dsDNA, anti-Sm, dan anti nuklear ribonukleoprotein antibodi dan sudah ada manifestasi klinik.



5 8



Gangguan respons imun



SLE ditandai oleh banyaknya gangguan dalam sistem imun yang meliputi sel B, sel T, dan turunan dari sel-sel monositik, yang mengakibatkan aktivitas sel B poliklonial,peningkatan



jumlah



sel



yang



memproduksi



antibodi,hipergamaglobulinemia,produksi autoantibodi dan pembentukan kompleks imun.



Gangguan regulasi imun



Pada penderita SLE terjadi ketidaksempurnaan (defective) pembersih kompleks imun oleh sel fagositik karena adanya penurunan jumlah reseptor komplemen CR1 dan defect pada fungsi reseptor permukaan sel. Pembersih yang tidak sempurna ini mungkin juga akibat dari tidak kuatnya fagositosis kompleks imun yang mengandung lgG2 dan lgG3 sehingga tidak mampu melakukan downregulating.



Apoptosis



Adoptosis adalah program kematian sel yang mempunyai karakteristik biokimia dan morfologi yang istimewa apaptosis dapat dicetuskan oleh faktor ekstrinsik (seperti fas ligand) atau intrinsik (seperti kerusakan DNA). Rangsang ini menyebabkan aktivasi caspase dan perubahan dalam membrane plasma yang diikuti oleh perubahan struktur dan komposisi kromatin, akhirnya sel akan hancur menjadi gelembung-gelembung apoptosis (apoptotic blebs). Peran apoptosis dalam perkembangan SLE didukung oleh beberapa model tikus dengan fungsi abnormal dari faktor yang terlibat dalam apoptosis.



5 9 Selama proses apoptosis,protein DNA dan RNA akan dipecah oleh protease,caspase dan endonuclease auotantigen nuklear (kromatin) yang merupakan target SLE, membentuk cluster dalam blebs pada permukaan sel apoptosis. Dalam keadaan normal,sel-sel apoptosis dan blebs akan segera dibersihkan oleh fagosit, sebelum sempat mengeluarkan modified content. Faktor lingkungan



Inisiasi penyakit ini diduga merupakan hasil beberapa faktor eksogen dan lingkungan. Agen infeksi seperti virus Epsteinbarr (EBV) mungkin menginduksi respon spesifik melalui kemiripan molekuler dan gangguan terhadap regulasi imun, diet mempengaruhi produksi mediator inflamasi, toksin/obat-obatan memodifikasi respons selular dan imunogenisitas dari self antigen dan agen fisik/kimia seperti sinar ultraviolet (uv) dapat menyebabkan inflamasi, memicu apoptosis sel dan menyebabkan kerusakan jaringan.



6 0



J.Infeksi saluran kemih



Infeksi saluran kemih, khususnya bakteriuria dan sistitis tanpa gejala (asimtomatik) , yaitu komplikasi yang sering muncul menyertai kehamilan. Sedangkan pieloneftritis, infeksi yang lebih jarang terjadi, memrupakan penyebab bsnysk kematian dan hasil akhir kehamilan yang buruk. Akibat hidronefrosis yang biasa terjadi selama kehamilan statis urinaria dapat terjadi,yaitu kondisi yang merupakan medium yang mendukung pertumbuhan bakteri.



PROSEDUR PEMERIKSAAN (DIAGNOSTIK)



Pemeriksaan test imunologi seperti test ANA merupakan pemeriksaan yang penting dalam membantu diagnosis SLE, walaupun tidak sfesifik untuk SLE tetapi sangat sensitif (95%) sehingga dapat dipakai sebagai scrining. Sama seperti penyakit rematik yang bersifat sistematik yang lain diagnosis SLE dibutuhkan secara integrafi antara gejala klinik, pemeriksaan fisis, dan hasil pemeriksaan labolatorium ataupun pemeriksaan penunjang, karena SLE merupakan kelainan auto imun yang bersifat non-organ spesifik gambaran klinik sangat bervariasi tergantung sistem organ mana yang terlibat bisa tunggal beberapa sistem organ ataupun semua sistem organ ditubuh secara bersamaan terlibat dengan semuanya dan sangat mirip dengan kelainan sistemik pada penyakit rematik yang lain atau kelainan penyakit metabolik, infeksi bahkan keganasan.



6 1



BAB 3 PENUTUP



A. Kesimpulan Kehamilan merupakan suatu keadaan dimana seorang wanita yang didalam rahimnya terdapat embrio atau fetus. Kehamilan dimulai pada saat masa konsepsi hingga lahirnya janin, dan lamanya kehamilan dimulai dari ovulasi hingga partus yang diperkirakan sekitar 40 minggu dan tidak melebihi 43 minggu (Kuswanti, 2014). Adapun penyakIt-penyakit yang menyertai kehamilan adalah Sebagai berikut :Jantung, TBC, Tyroid, Diabetes mellitus, HIV/AIDS, TORCH, Hepatitis, Asma, Demam Tipoid, SLE, Infeksi Saluran Kemih, Anemia.



B. Saran Semoga mahasiswa mampu mengetahui penyakit yang diderita ibu selama kehamilan sehingga mampu memberikan dan memahami asuhan yang baik sesuai dengan kewenangan profesi.



6 2



DAFTAR PUSTAKA



https://www.academia.edu/31516051/PENYAKIT_JANTUNG_PADA_KEHAMILA N