Makalah ASKEB TERKINI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Instrumen Kajian Sensitif Gender dan Budaya dalam Pelayanan Kebidanan, Penelitian dan Evaluasi Program



DI SUSUN OLEH : 1. Novyta Eka Putri 2. Nia Apriliani Prihatiningrum 3. Mauldilla Alkani Pisca 4. M. Elly Novita 5. Juliana Elfrida Tampubolon 6. Intan Maharani



POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III JURUSAN KEBIDANAN TAHUN 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1



LATAR BELAKANG Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “Bidan” yang artinya adalah seorang yang telah mengikuti pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat ijin melakukan praktek kebidanan. Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang di berikan oleh bidan sesuai dengan kewenangan nya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di keluarga maupun masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu dan anak di komunitas deperlukan bidan yang kompeten. Konsep asuhan kebidanan adalah konsep penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan/atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi pada wanita dan pelayanan kesehatan pada masyarakat). Berisi teori-teori yang mengacu pada suatu pemikiran atau ide tentang kebidanan yang mencakup beberapa hal yang berkenaan dengan bidan dan kebidanan yang akan memberikan suatu kejelasan yang menjelaskan bidan sebagai suatu profesi.



Tujuan konsep asuhan kebidanan adalah menjamin kepuasan dan keselamatan ibu dan bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan keluarga bahagia dan berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan keluarganya dengan menumbuhkan rasa percaya diri. Keberhasilan



tujuan



konsep



asuhan



kebidanan



antara



lain



dipengaruhi oleh adanya keterkaitan penerapan masing-masing komponen yang dapat memengaruhi keberhasilan konsep asuhan kebidanan, baik dari pemberian asuhan maupun penerimaan asuhan. 1.2 TUJUAN 1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengetahui tentang konsep kebidanan berprespektif gender dan HAM serta aspek budaya dalam pelayanan kebidanan. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tentang pengertian konsep kebidanan, gender, dan HAM serta sosial budaya pada masyarakat. b. Mengetahui fungsi bidan dalam gender dan HAM c. Mengetahui cara pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan. 1.3 MANFAAT 1. Untuk mengaplikasikan dan memperdalam ilmu yang telah diperoleh serta menambah wawasan penulis. 2. Diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai Asuhan Kebidana



BAB II PEMBAHASA N 2.1 Konsep Asuhan Kebidanan Konsep asuhan kebidanan adalah konsep penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan/atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi pada wanita dan pelayanan kesehatan pada masyarakat). Berisi teori-teori yang mengacu pada suatu pemikiran atau ide tentang kebidanan yang mencakup beberapa hal yang berkenaan dengan bidan dan kebidanan yang akan memberikan suatu kejelasan yang menjelaskan bidan sebagai suatu profesi. Tujuan konsep asuhan kebidanan adalah menjamin kepuasan dan keselamatan ibu dan bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan keluarga bahagia dan berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan keluarganya dengan menumbuhkan rasa percaya diri. 2.2 Definisi Bidan dan Kebidanan Bidan adalah profesi yang peduli terhadap perbakan kesehatan reproduksi perempuan selama siklus hidup mereka. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang terakreditasi, memenuhi kualifikasi untuk didaftarkan, disertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai



seorang profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel, bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, informasi berdasarkan bukti, asuhan dan nasihat yang diperlukan selama masa kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak. Asuhan tersebut mencakup upaya pencegahan, mendeteksi adanya komplikasi pada ibu dan anak,



memperoleh



akses



bantuan



medis



dan



melakukan



tindakan



kegawatdaruratan. 2.3 Paradigma Kebidanan Paradigma Kebidanan adalah suatu cara pandang bidan dalam meberikan pelayanan. Keberhasilan pelayanan dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang bidan dalam kaitan atau hubungan timbale balik antara manusia/perempuan,



lingkungan,



perilaku,



pelayanan



kebidanan



dan



keturunan. Bidan bermitra dengan perempuan, ia pelindung perempuan. Karena itu dalam praktiknya bidan harus sensistif terhadap kebutuhan dan masalah yang ada pada perempuan. Untuk pelayanan yang berkualitas kerangka konsep berikut menggambarkan penghargaan bidan terhadap hakhak perempuan dan hak reproduksinya.



Kerangka Konsep Bidan dengan Kacamata Gender Budaya ( Agama & Suku) Aktualisasi Penghargaan hak-hak Sosial (Kelas & Usia)



Perempuan sebagai hak asasi manusia ;



Ekonomi



pandangan hak-hak reproduksi sebagai hak perempuan



Sensitif Gender Politik



Lingkaran dalam : Akultualisasi penghargaan hak-hak perempuan sebagai hak asasi perempuan dan memandang hak-hak reproduksi sebagai hak-hak perempuan karena kita ingin menghasilkan bidan yang sensitive gender. Lingkaran tengah: Bidan dengan kacamata/sensitive gender  Hak-hak perempuan adalah hak-hak manusia, dan hak-hak reproduksi adalah hak-hak perempuan. Bidan yang sensitive gender melihat pasiennnya dari konteks kehidupan sosialnya di masyarakat.



 Gender menbantu mengungkap hubungan kekuasaan yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan. Paradigma bidan melihat perempuan sebagai individu yang khusus. Kita harus menghormati setiap perempuan.  Bidan yang sensitive gender tidak hanya menangani masalah fisik pasiennya saja.  Seorang bidan harus menekankan di dalam benaknya bahwa isu gender merupakan kunci dalam meningkatkan kualitas pelayanan perempuan dan secara tidak langsung memperbaiki kualitas kesehatan laki-laki dan seluruh keluarga, termasuk masyarakat.  Ceramah sebagai metode pengajaran kognitif, harus tumbuh dari hati dan tercermin dalam sikap. Lingkaran luar: dalam meberikan pelayanan kepada perempuan, pertimbangkan: Pluralitas, etnis, usia dan sebagainya. Toleransi dan sifat sensitif terhadap elemen agama merupakan kunci keberhasilan sebuah program kesehatan.



2.4 Bidan, Perempuan, dan Hak Asasi Manusia Pelanggaran atau kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak buruk bagi kondisi kesehatan (misal praktik tradisional yang membahayakan,



perlakuan



menganiaya/



tidak



berperikemanusiaan,



merupakan kekerasan terhadap perempuan dan anak ). Oleh karena itu, bidan harus mendukung kebijakan dan program yang dapat meningkatkan hak asasi manusia didalalm menyusun atau melaksanakannya (misal tidak ada diskriminasi, otonomi individu, hak untuk berpartisipasi, pribadi dan



informasi). Karena perempuan lebih rentan terhadap penyakit, dapat dilakukan langkah-langkah untuk menghormnati dan melindungi perempuan (misal terbebas dari diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, peran gender, hak atas kesehatan, makanan, pendidikan dan perumahan). Konfederasi Bidan Internasional (ICM) mendukung seluruh upaya untuk memberdayakan perempuan dan untuk mamberdayakan bidan sesuai hak asasi manusia dan sebuah pemahaman tentang tanggung jawab yang dipikul seseorang untuk memperoleh haknya. ICM menyatakan keyakinannya, sesuai dengan Kode Etik Kebidanan (1993), Visi dan Strategi Global ICM (1996), definisi bidan yang dikeluarkan oleh ICM/ FIGO/ WHO (1972), dan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia (1948), yang menyatakan bahwa perempuan patut dihormati harkat dan martabatnya sebagai manusia dalam segala situasi dan pada seluruh peran yang dilalui sepanjang hidupnya. Konfederasi juga meyakini bahwa saeluruh individu harus dilakukan dengan rasa hormat atas dasar kemanusiaan, dimana setiap orang harus merujuk pada hak asasi manusia dan bertanggung jawab atas konsekuensi atau tindakan untuk menegakkan hak tersebut. Konfederasi juga meyakini bahwa salah satu peran terpenting dari bidan adalah untuk memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh pengertian, kekinian (up-to-date) dan berdasarkan ilmu pendidikan serta informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya perempuan/keluarga dapat berpartisifasi di



dalam memilih/ memutuskan apa mempengaruhi kesehatan mereka dan menyusun serta menerapkan pelayanan kesehatan mereka. Penerapan sebuah etika dan pendekatan hak asasi manusia pada pelayanan kesehatan harus menghormati budaya, etnis/ ras, gender dan pilihan individu disetiap tingkatan dimana tidak satupun dari hasil ini mebahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, anak dan laki-laki. Ketika seseorang bidan menghadapi situasi yang berpotensi mebahayakan diri atau orang lain, apakah dikarenakan ketiadaan hak asasi manusia, kekejaman atau kekerasan, atau praktik budaya, mampunyai tugas etik untuk mengintervensi dengan perilaku yang tepat untuk menghentikan bahaya dengan tetap memikirkan keselamatan dirin ya dari bahaya selanjutn ya (diadaptasi dari the International Confederation Of Midwives Council, Manila, May 1999). 2.5 Gender 2.5.1



Pengertian gender



Pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki. Hal ini ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang berkembang. Laki-laki dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang berbeda, mempunyai kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala kendala yang berbeda pula. Masyarakatlah yang membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh berpergian kemana, dan contoh lainnya.



Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda sesuai dengan nilai sosial-budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan perkembangan budaya. Di beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan dijual menjadi tugas perempuan, sementara di daerah lain itu menjadi tugas lakilaki. 2.6 Konsep dan Perangkat Analisis Gender 2.6.1



Kontruksi sosial gender



Sex adalah perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuanperbedaan dalam sistem reproduksi seperti organ kelamin (penis, testis, dengan vagina, rahim, dan payudara), hormon yang dominan dalam tubuh (estrogen dengan testosteron), kemampuan untuk memproduksi sperma atau ovarium (telur), kemampuan untuk melahirkan dan menyusui (IPAS, 2001). Gender mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi, sosial dan kultural yang diasosiasikan dengan peran laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada saat tertentu. Di beberapa budaya tertentu, ideologi seksualitas menekan pada perlawanan perempuan, agresi laki-laki, saling melawan atau menentang dalam aktivitas seksual; dalam kebudayaan lain, penekanannya adalah saling bertukar kesenangan. Konstruksi sosial seksualitas menjelaskan bahwa tubuh laki-laki dan perempuan



memainkan



peranan



penting



dalam



seksualitas



mereka.



Konstruksi sosial seksualitas juga melihat dengan seksama konteks historis khusus dan



budaya untuk memahami bagaimana pemikiran khusus dan keyakinan tentang seksualitas dibentuk, disetujui, dan diadaptasi. 1.



Pembagian pekerjaan berbasis Gender Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan aktivitas yang berbeda, walaupun karakteristik dan cakupan aktivitas tersebut berbeda melintasi kelas dan komunitas. Aktivitas tersebut juga boleh berubah sepanjang waktu. Perempuan biasanya bertanggung jawab dalam perawatan anak dan pekerjaan rumah tangga atau sering disebut peran reproduksi, tetapi mereka juga terlibat dalam produksi barang-barang untuk konsumsi rumah tangga atau pasar atau yang dikenal dengan peran produktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangga, makanan, minuma dan sumber daya terutama peran produktif.



2.



Peran Gender dan Norma Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus berpakaian dengan cara yang berbeda, tertarik kepada isu atau topik yang berbeda, tertarik kepada isu dan topik yang berbeda dan memiliki respon yang tidak sama dalam segala situasi. Ada persepsi yang disepakati bersama bahwa apa yang dilakukan oleh laki-laki baik dan lebih bernilai daripada yang dilakukan perempuan. Dampak dari peran gender yang dibentuk secara sosial. Perempuan diharapkan membuat diri mereka menarik dari laki-laki, tetapi bersikap agak pasif, menjaga keperewanan,



tidak pernah memulai aktivitas seksual dan melindungi diri dari hasrat seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena perempuan dianggap memiliki dorongan seksual yang lebih rendah. Dalam masyarakat lain, cara perempuan dikendalikan adalah berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki dorongan seksual dan secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan. 3.



Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan



fisik,



pengetahuan



dan



keterlampilan,



kekayaan



dan



pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil keputusan karena merekalah yang memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah sering kali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu.



4.



Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang tidak setara atas sumber daya. Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan. Ketidaksetaraan berbasis gender dalam hubungannya dengan akses ke dan kontrol atas sumber daya terjadi dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi, perempuan dan laki-laki dari raskelas sosial tertentu dapat saja memiliki kekuasaan yang lebih besar dari laki-laki yang berasal dari kelas sosial yang rendah. 



Akses adalah kemampuan memanfaatkan sumber daya.







Kontrol adalah kemampuan untuk mendefinisikan dan mengambil keputusan tentang kegunaan sumber daya. Contohnya, perempuan dapat memiliki akses ke pelayanan



kesehatan, tetapi tidak memiliki kendali atas pelayanan apa saja yang tersedia dan kapan menggunakan pelayanan tersebut. Contoh lain yang lebih umum adalah perempuan memiliki akses untuk memiliki pendapatan atau harta benda, tetapi tidak mempunyai kendali atas bagaiman pendapatan tersebut dihabiskan atau bagaiman harta tersebut digunakan. Perempuan memiliki akses dan kendali yang kurang atas banyak jenis sumber daya yang berbeda. Sumber daya ekonomi 



Pekerjaan, kredit, uang, makanan, keamanan sosial, asuransi kesehatan, fasilitas perawatan anak, perumahan, fasilitas untuk melaksanakan tugas



sosial, transportasi, perlengkapan pelayanan kesehatan, teknologi dan perkembangan ilmiah. Sumber daya politik 



Posisi kepemimpinan dan akses menjadi pembuat keputusan, kesempatan untuk membangun komunikasi, melakukan negosiasi dan membuat persetujuan, sumber daya yang membantu menjamin hak-hak seperti sumber daya sosial.



Sumber daya sosial 



Sumber daya komunitas, jaringan sosial dan keanggotaan dalam organisasi sosial.



Informasi/pendidikan 



Informasi atau masukan untuk dapat membuat atau mengambil keputusan untuk memodifikasi atau merubah situasi, pendidikan formal, pendidikan non-formal, kesempatan untuk bertukar informasi dan pendapat.



Waktu 



Memilih waktu untuk bekerja, jam kerja dibayar dan fleksibel.







Harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan untuk mengekspresikan minat seseorang.



5.



Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya



biasanya membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan ketrampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk



mengambil keputusan karena merekalah memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah seringkali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu. 2.7 Sensitive Gender dan Budaya dalam Pelayanan Kebidanan Perempuan lebih rentan terhadap penyakit, dapat dilakukan langkah-langkah untuk menghormnati dan melindungi perempuan (misal terbebas dari diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin,  peran gender, hak atas kesehatan, makanan, pendidikan dan perumahan). Pelanggaran atau kurangnya perhatian terhadap hak asasi manusia berdampak buruk bagi kondisi kesehatan (misal praktik tradisional yang membahayakan, perlakuan menganiaya/ tidak berperikemanusiaan, merupakan kekerasan terhadap perempuan dan anak ). Oleh karena itu, bidan harus mendukung kebijakan dan program yang dapat meningkatkan hak asasi manusia didalalm menyusun atau melaksanakannya (misal tidak ada diskriminasi, otonomi individu, hak untuk berpartisipasi, pribadi dan informasi).  saeluruh individu harus dilakukan dengan rasa hormat atas dasar kemanusiaan, dimana setiap orang harus merujuk pada hak asasi manusia dan bertanggung jawab atas konsekuensi atau tindakan untuk menegakkan hak tersebut. salah satu peran terpenting dari bidan adalah untuk memberikan secara lengkap, komprehensif, penuh pengertian, kekinian (up-to-date) dan berdasarkan ilmu pendidikan serta informasi dasar sehingga dengan pengetahuannya perempuan/keluarga dapat berpartisifasi di dalam memilih/ memutuskan apa mempengaruhi kesehatan mereka dan menyusun serta menerapkan pelayanan kesehatan mereka. Penerapan sebuah etika dan pendekatan hak asasi manusia pada pelayanan



kesehatan harus menghormati budaya, etnis/ ras, gender dan pilihan individu disetiap tingkatan dimana tidak satupun dari hasil ini mebahayakan kesehatan dan kesejahteraan perempuan, anak dan laki-laki. Ketika seseorang bidan menghadapi situasi yang berpotensi mebahayakan diri atau orang lain, apakah dikarenakan ketiadaan hak asasi manusia, kekejaman atau kekerasan, atau praktik budaya, mampunyai tugas etik untuk mengintervensi dengan perilaku yang tepat untuk menghentikan bahaya dengan tetap memikirkan keselamatan dirin ya dari bahaya selanjutn ya (diadaptasi dari the International Confederation Of Midwives Council, Manila, May 1999). 2.8 Instrumen Kajian sensitive Gender 1.Responsif Gender. lnstrumen umurn adalah yang netral, tidak mernandang baik perempuan maupun laki-lakiPara peneliti, akademisi, aktivis, dan pemerhati masalah perempuan, melontarkan kritik terhadap paradigma yang ada, meskipun dinyatakan berfokus pada pembangunan manusia, akan tetapi hasilnya ternyata secara relative tidak memberi keadilan dan kesetaran bagi perempuan terhadap laki-laki, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, dan politik, pencapaian dan apa yang diraih perempuan lebih tertinggal dibandingkan dengan lakilaki. Penyebabnya adalah adanya hubungan gender yang timpang yang berimplikasi jauh terhadap berbagai upaya kehidupan, tidak kurang dicermati oleh para pengambil kebijakan, perencana maupun para pelaksana. Hubungan gender yang timpang itu'menyembunyikam' peran gender yang disandang perempuan, sehingga kontribusi perempuan dalam pembangunan menjadi tidak dikenal dan diaspirasi. Pekerjaan yang dilakukan perempuan (di luar sektor formal) misalnya tidak termasuk yang dianalisis, karena di luar definisi kerja yang formals .Hasilnya, pengalaman peremPuan dalam pekerjaan tidak terekam, kalaupun diketahuli dan dianggap bekerja, pekerjaan itu dianggap sebagai pekerjaan sarnbilan dan dianggap tidak penting, oleh sebab itu tidak dihitung dan tidak dipnograinkan daiam perencanaan pembangunan dan tentu saja tidak dirnonitor atau dievaluasi. Itulah yang disebut prognam pembangunan yang bias gender ai:au buta gender atau tidak responsif gender. Johnson (dalam Beck, 1999) menyebutkan instrument sensitif gender adalah indikator yang dapat menyajikan secara langsung perbedaan relatifstatus perempuan terhadap suatu angka normatif atau terhadap suatu kelompok tertentu. Indikator gender ini menunjukkan totalitas perbedaan kondisi



perempuan dan lakilaki yang disebabkan karena adanya kesenjangan hubungan perempuan-laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol ataupun manfaat dari berbagai upaya pembangunan (sumber daya, informasi, pengetahuan, dll). Indikator gender ini tidak merupakan satu indikator tetapi satu set indikator (bisa dua indikator atau lebih tergantung permasalahannya). ,lndikator gender perlu dipilih secara hati-hati dengan mendasarkan diri pada analisis gender atau analisis



kebijakan.



Indikator



gender



diharapkan



dapat



menunjukkan



masalahubungan gender sehingga perlu terus dipantau untuk menghilangkan dampakesenjangan gender dan ketidakefisienan dalam pembangunan. Tiga hal yang perlu dipahami untuk membuat indikator gender adalah: a) indikator yang dirinci menurut jenis kelamin, b) dari nilai indikator dua kelompoktersebut adakah kesenjangan antara perempuan dan Iakilaki, dan c) adakah indikator lain yang dapat menjelaskan kesenjangan itu . Indikator yang responsif gender masih relatif baru. Indikator ini berkembang bersamaan dengan maraknya studi-studi tentang perempuan yang menemukan banyaknya bias gender dalam konsep dan definisi serta metodologi penelitian/sensus yang justru menjadi sumber data dan informasi untuk pengernbangan idikator. Misalnya, konsep dan definisi kerja yang lebih menekankan pada pekerjaan yang mempunyai nilai ekonomis, telah 'mengeluarkan' perempuan dari kelompok bekerja, karena jenis-jenis pekerjaan yang ditekuni adalah macam-macam pekerjaan yang dianggap tidak mempunyai nilai ekonomis, tetapi merupakan bagian dari fungsi reproduksinya (termasuk reproduksi sosial). Demikian juga halnya survei yang berkaitan dengan alokasi waktu. Ada kecenderungan alokasi waktu yang diberikan perempuan tidak terlaporkan dengan baik. Perempuan mengerjakan pekerjaan tidak terikat waktu serta pada umumnya dilakukan secara bersamaan. Bias gender juga tedadi pada 30 perencanaan program pembangunan. Bias dapaterjadi sejak proses formulasi tujuan, sehingga akan berpengaruh terhadap piranti monitoring dan evaluasinya. Contoh yang klasik misalnya, formulasi tujuan yang berorientasi pada target sehingga semua indikator juga akan mengacu pada pencapaian target, tanpa memperhitungkan apakah kebutuhan, kepentingan, dan kepedulian perempuan terpenuh 2.9 Penelitian dan Evaluasi Sensitivitas Gender Pemantauan dan Evaluasi Pada hakekatnya, tujuan atau sasaran pembangunan yang responsive gender adalah meningkatkan kualitas perempuan dan laki-lakirnelalui prograrn, proyek, dan kegiatan pembangunan yang dapat mempersempit kesenlangan antara mereka. Untuk mengetahui apakah upaya yang direncanakan sudah sesuai maka perlu dilakukan pemantauan yang efektif. Seperti telah dikemukakan di atas, diperlukan pejabat atau staf



yang ditunjuk untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pengarusutamaan gender. dapat dilaksanakan dengan baik. Pemantauan dilakukan Pemantauan pada tingkat kebijakan dimulai dengan mempelajarisu gender yang sudah ditengerai oleh indikator kuantitaif kemudian meneliti. isu itu terjadi. Kumpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan dari sisi akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, kemudian cek kembili, apakah sasaran kebijakan sudah merupakan tindakan yang sesuai untuk mengurangi secara signifikan kesenjangan yang ada. Kegiatan pemantauan ini dapat dilakukan dengan mengulang-ulang lagi prosedur analisis gender dari awal..



3.0 Hubungan Antara Gender dan Kesehatan Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan aktivitasnya, ruang fisik yang mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Namun, perempuan memiliki akses ked an control yang kurang atas sumber daya daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan dan fasilitas pelatihan yang terbatas. Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan berbasis gender daalam peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses ked an control atas sumber daya, dalam kekuasaan dan keputusan mempunyai konsekuensi maskulinitas dan feminitas yang berbeda berdasarkan budaya, suku dan kelas social. Sangat penting memilikin pemahaman yang baik tentang konsep dan mengetahui karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan dengan proses pembangunan.



Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi meliputi: “risiko yang berbeda dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi kesehatan,” mebuat banyaknya pendapat tentang kebutuhan kesehatan tindakan yang tepat, akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan oleh penyakit dan konsekuensi social yang berbeda dari penyakit dan kesehatan. WHO (2001) telah membuat daftar cara bagaimana dampak gender terhadap status kesehatan: 



Pembongkaran, risiko atau kerawanan







Sifat dasar, kekerasan dan frekuensi masalah kesehatan yang gejalanya dapat dirasakan







Perilaku mencari kesehatan







Akses ke layanan kesehatan







Konsekuensi social jangka panjang dan konsekuensi kesehatan



3.1 Ketidaksetaraan Gender Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik laki-laki maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia. NO KETIDAKSETARAAN



1



KETIDAKSETARAAN



GENDER (PEREMPUAN)



GENDER (LAKI-LAKI)



Rata-rata perempuan di pedesaan



Laki-laki bekerja 20% lebih pendek.



bekerja 20% lebih lama daripada laki-laki.



2



Perempuan yang



mempunyai terbatas



akses Laki-laki menikmati akses sumber



terhadap



daya ekonomi yang lebih besar.



sumberdaya ekonomi. 3



Perempuan akses



yang



tidak



mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang



setara



terhadap lebih baik terhadap sumberdaya



sumberdaya pendidikan dan



pendidikan dan pelatihan.



pelatihan. 4



Perempuan akses



yang



kekuasaan



tidak



mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang



setara dan



terhadap mudah terhadap kekuasaan dan



pengambilan pengambilan keputusan di semua



keputusan disemua lapisan



lapisan masyarakat.



masyarakat. 5



Perempuan mengalami



menderita kekerasan



dan Laki-laki tidak mengalami tingkat dalam kekerasan



rumah tangga dengan kadar yang



yang



sama



dengan



perempuan.



sangat tinggi.



3.2 HAM HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa



menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsungoleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi,1994). Dalam pasal 1 UU No39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan meruapak anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungu oleh negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. 3.3 Fungsi Bidan dalam Gender dan Ham Fungsi bidan dalam gender Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang berbeda. Perbedaan yang bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah artikan sebagai sebuah sekat yang membentengi ruang gerak. Dalam perkembangannya kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak menerima tekanan, hanya karena secara kodrati perempuan dianggap lemah dan tak berdaya. Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan Manusia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias tersebut pada akhirnya menyulitkan perempuan untuk



mendapatkan akses pada berbagai segi kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang menentukan kehidupan dan kematian perempuan. Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara pria tidak. Perempuan memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-laki tidak punya. Demikian juga jakun dan testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki kaum hawa. Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi perempuan. Tapi gender yang mengacu pada peran, perilaku dan kegiatan serta atribut lainnya yang dianggap oleh suatu masyarakat budaya tertentu sebagai sesuatu yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki, masih bisa dirubah. Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender memang sangat membedakan aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita. Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu misalnya, merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk perempuan. Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang perempuan. Sementara dokter kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam satu masa, dokter kandungan tidak boleh dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender seputar hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta suaminya untuk pakai kondom. Jadi yang ber-KB adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan berperan untuk member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita yang diharuskan



memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan. Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Hal itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak ekonomi. Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil. Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki. Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di rumah dan ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan dalam proses persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian



Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap tahunnya. Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan status ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi semua kliennnya dan tidak membedakan status ekonominya. Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip gender yang melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada umumnya sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana norma dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan. Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Fungsi Bidan dalam HAM Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi, diantaranya:







Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Contohnya bidan memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada klien saat klien tersebut ingin menggunakan jasa KB (Keluarga Berencana) dan bidan memberi hak kepada klien untuk mengambil keputusan sesuai keinginan kliennya.







Memberikan



hak



kepada



masyarakat



untuk



mendapatkan



kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut



dapat



terwujud.



Misalnya,



bidan



membrikan



penyuluhan tentang kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan serta informasi selengkap-lengkapnya



kepada



masyarakat



agar



masyarakat



mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik. 



Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan. Hak-hak reproduksi



3.4 ASPEK BUDAYA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN Dalam masyarakat pada umumnaya pentingnya akan kesehatan masih banyak yang belum sepenuhnya memahami,terutama pada orang awam yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya daerah



mereka dan kepercayaan pada nenek moyang atau orang terdahulu sebelum mereka,meraka masih mempercayai mitos-mitos tentang caracara mengobati masalah kesehatan,padahal pada faktanya kegiatan mereka tersebut malah menjadi penghambat dalam peningkatan kesehatan masyarakat terutama masalah kesehatan ibu dan anak.apa lagi di era sekarang



ini



kondisi



kesehatan



ibu



dan



anak



sangat-sangat



memprihatinkan.masih banyak anak-anak yag nutrisi dan gizinya belum tercukupi,karena sebagian masyarakat masih menganggap bahwa apa yang telah di berikan orang terdahulu mereka harus di berikan kepada anak mereka sekarang. Pada ibu hamil juga masih banyak mitos-mitos yang di percaya untuk tidak di lakukan,padahal itu harus di lakukan untuk kesehatan ibu dan janin yang di kandungnya,misalnya seperti di larang makan ikan laut,padahal ikan laut itu bergizi tinngi dan banyak mengandung protein yang bagus untuk kesehatan ibu dan janin,tapi mitos dalam budaya mereka melarang larang untuk memakannya.pada budaya di daerah mereka ada juga ritual untuk wanita yang sedang hamil,seperti upacara mengandung empat bulan,tujuh bulan,dan lebih dari sembilang bulan. Menjadi seorang bidan desa dan di tempatkan pada desa yang plosok dan masih tinggi menjunjung adat istiadat budayan dan mempercayai mitos sangatlah susah dan penuh perjuangan mental dan raga,karena masyarakatnya lebih mempercayai mitos dari pada tenaga kesehatan seperti bidan,mereka masih mempercayai dukun untuk menolong persalinan atau



pun menyembuhkan penyakit yang di derita masyarakat dan anak.padahal persalinan dengan bantuan dukun akan menakutkan sekali,karena takut terjadinya infeksi paska persalian,misalnya penularan penyakit selama persalinan,seperti pemotongan tali pusar dengan menggunakan gunting biasa atau belatih dari bambu,padahal seharus naya semua alat yang di gunakan dan gunting tersebut harus di sterilkan terlebih dahulu,tapi kalau dukun tidak melakukan hal itu. Jadi tugas kita sebagai tenaga kesehatan bidan dalam upaya untuk menanggulangi maslah-masalah tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak kita harus merubah paradigma masyarakat awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan bidan di mata orang awam,karena bidan lebih berkompeten dalam melkukan tindakan karena sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan mengetahui tentang maslah dan penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur kesehatan yang ada.dan pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk mencapai mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri nama sasaran milineum development goals (MDGs).sehingga menciptakan sebuah masyarakat yang tanggap dan berperan aktif dengan maslah kesehata,terutama untuk diri mera sendri,dan menjadikan suami siaga pada saat akan persalinan,dan tercapai lah tujuan pemerintah tecapai tindakan untuk membuwat “ibu selamat,bayi sehat,dan suami siaga”.



Aspek budaya yang berhubungan dengan kesehatan ibu Aspek budaya yang berhubungan dengan kesehatan Ibu hamil : a. Jawa Tengah : 



Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.



b. Jawa Barat : 



Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.



c. Masyarakat Betawi : 



Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.



d. Daerah Subang : 



Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo,1993)



CARA-CARA PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN Dalam sebuah praktek kebidanan tidak sedikit hambatan dalam melaksanakanya terutama pada masyarakat plosok desa dan yang masih mebjunjung tinggi budaya dan mitos mereka.kita sebagai tenga kesehatan bidan,harus bisa melakukan pendekatan kepada masyaratnya agar tidak slah kaprah tentang mitos-mitos yang di percayai oleh mereka.banyak akses untuk melakukan pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan terhadap orang awam,sehingga yang di inginkan orang-orang awam lebih tahu tentang masalah lingkup kehatan,terutama keshatan untuk dirinya sendri,yang di harapkan bisa mencegah atau mengobati penyakit pada dirinya sendri untuk penyakit tipe ringan,seperti demam. Dalam pendekatan ini di harapkan bisa menunjang tujuan banggsa indonesia,salah satunya “mensejah terakan kehidupan bangsa” dalam bidang kesehata,karena “jika bangsanya sehat,maka negara kuat,dan sebaliknya jika bangsa sakit,maka negara lemah”.jadi kita sebagai tenga kesehatan bidan harus bisa dan wajib melaksanakan pendekatan sosial budaya dalam masyarakat.dan di harapkan bisa meningkatkan kondisi atau derajat kesehtan dan gizi dalam masyarakat sehngga tercapainya kesejahteraan sosial. Contoh-Contoh Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktek Kebidanan 



Paendekatan melalui masing-masing keluraga,jadi setiap kelurga di lakukan pendekatan







Pendekatan melalui langsung pada setiap individunya sendri,mungkin cara ini lebih efektif







Sering melakukan penyuluhan di setiap PKK atu RT tentang maslah dan penangulangi kesehatan.







Mengikuti



arus



sosial



budaya



yang



ada



dalam



masyarakat



tersebut,kemudian klau ssudah memahami,kita mulai melakukan pendekatan secar perlahan-lahan 



Melawan arus dalam kehidupan sosial budaya mereka,sehingga kita menciptaakan asumsi yang baru kepada mereka,tapi cara ini banyak tidak mendapatkan respon posive



BAB III PENUTUP



3.1 KESIMPULAN Dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM), bidan memiliki beberapa fungsi, diantaranya: 



Memberikan hak kepada semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Contohnya bidan memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada klien saat klien tersebut ingin menggunakan jasa KB (Keluarga Berencana) dan bidan memberi hak kepada klien untuk mengambil keputusan sesuai keinginan kliennya.







Memberikan hak kepada masyarakat untuk mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta memberikan hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud. Misalnya, bidan membrikan penyuluhan tentang kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat dan memberikan pelayanan serta informasi selengkap-lengkapnya kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik.







Memberikan hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan.



3.2 SARAN Diharapkan dengan mempelajari konsep kebidanan berprespektif gender dan HAM, tenaga kesehatan terutama bidan dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien tanpa harus membeda – bedakan baik dari suku, agama, dan sosial, sehingga dapat membantu pemerintah meningkat kan kesehatan masyarakat Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan. Jakarta;EGC. http://brilianaputrimawaddah.blogspot.com/2010/10/peran-fungsi-dankompetensi-bidan.html http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian-regulasi/ http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertianregulasi/#ixzz1JVKrqqFP