Makalah Batuk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuk merupakan upaya pertahanan tubuh terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebuhan, ia akan menjadi mengganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronis diperoleh 628 sampai 761 kali batuk/ hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/ hari dan penderita influenza bahkan sampai a54.4 kali/hari. Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak berhubungan dengan kebiasaan merokok. Dua puluh lima persen dari mereka ½ bungkus/ hari akan mengalami batuk – batuk, sementara dari penderita yang merokok 1 bungkus / hari akan ditemukan kira – kira 50% yang batuk kronis. Penelitian berskala besar di AS juga menemukan bahwa 22% non perokok juga menderita batuk yang antara lain disebabkan oleh penyakit kronis, polusi udara, dan lain – lain. Batuk adalah proses eksipasi yang eksoplosif yang memberikan mekanisme proteksi normal untuk membersihkan saluran pernafasan dari adanya sekresi atau benda asing yang mengganggu. Batuk itu sendiri sebenarnya bukan penyakit, tetapi merupakan gejala atau tanda adanya gangguan pada saluran pernafasan. Di sisi lain, batuk juga merupakan salah satu jalan menyebarkan infeksi. Di banyak Negara, batuk yang berlebihan dan mengganggu merupakan keluhan paling sering yang menyebabkan pasien pergi



ke



dokter



untuk



diperiksa.



Alasannya



antara



lain



meliputi



ketidaknyamanan karena batuk itu sendiri, gannguan terhadap kehidupan normal, dan kekuatiran akan adanya penyebab batuk, terutama ketakutan akan kanker atau AIDS.



1



1.2 Rumusan Masalah a. Apa definisi dari batuk ? b. Bagaimana mekanisme batuk ? c. Apa etiliologi dari batuk ? d. Apa saja refleks dari batuk ? e. Apa saja jenis – jenis batuk ? f. Bagaimana patofisiologi dari batuk ? g. Bagaimana penatalaksanaan batuk ? h. Bagaimana evaluasi dan pemantauan terapi batuk ?



1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui definisi dari batuk; b. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme dari batuk; c. Untuk mengetahui etiologi dari batuk; d. Untuk mengetahui refleks dari batuk; e. Untuk mengetahui jenis – jenis batuk; f. Untuk mengetahui patofisiologi dari batuk; g. Untuk mengetahui penatalaksanaan batuk; h. Untuk mengetahui evaluasi dan pemantauan terapi batuk.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Batuk Batuk dalam bahasa lain disebut tussis adalah reflex yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernafasan dari lender besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk merupakan reflex fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga



agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan mencegah



masuknya benda asing ke saluran nafas dan mengeluarkan benda asing atau secret yang abnormal dari dalam saluran nafas. Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau di luar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit. Penularan penyakit batuk melalui udara (air born infection). Penyebabnya beragam danpengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penetalaksanaan batuk.(Yunus. F. 2007). Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernafasan. Batuk bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan batuk sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.( Kumar, et all. 2007). 2.2 Mekanisme Batuk Batuk dapat dipicu secara refleks ataupun disengaja. Sebagai refleks pertahanan diri, batuk dipengaruhi oleh jalur saraf aferen dan eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glottis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan glotis yang menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan positif pada intratoraks yang menyebabkan penyempitan trakea. Sekali glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran nafas dan udara luar



3



(atmosfir) bersama dengan penyempitan trakea akan menghasilkan aliran udara yang cepat melalui trakea. Kekuatan eksplosif ini akan “menyapu” secret dan benda asing yang ada disaluran nafas (Canning, 2006) 2.3 Etiologi Batuk dapat dipicu oleh berbagai iritan yang memasuki cabang trakeobronkial melalui inhalasi (asap, debu, asap rokok) atau melalui aspirasi (sekresi jalan nafas, benda asing, isi lambung). Jika batuk disebabkan karena iritasi oleh adanya sekresi jalan nafas atau (seperti postnasal drip ) atau isi lambung, faktor pemicu nya mungkin tidak dikenal dan batuknya bersifat persisten. Paparan terhadap iritan semacam itu yang berkepanjangan dapat menimbulkan inflamasi jalan nafas, yang dapat juga memacu batuk dan menyebabkan jalan nafas menjadi lebih sensitive. Berbagai gangguan yang menyebabkan inflamasi, kontriksi, kompresi jalan nafas juga dapat menyebabkan batuk. Inflamasi biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan, baik karena virus maupun bakteri. Pada bronkitis karena virus, inflamasi pernapasan biasanya menyebabkan batuk yang lama, bisa sampai berminggu-minggu. Infeksi pertussis, kanker paru, adanya infiltrasi granuloma dijalan nafas juga merupakan penyebab batuk pertusis. Penyakit paru parenkimal juga dapat memicu batuk, antara lain : penyakit paru interstisial. Pneumonia dan abses paru. Gangguan lain yang dapat menyebabkan batuk adalah gagal jantung kongestif, diduga karena adanya edema di daerah peribronkial dan interstisial. Penggunaan obat golongan inhibitor ACE ( anginotensin coverting enzyme) sering dihubungkan dengan kejadian batuk non produktif dan terjadi pada 5-20% pasien yang menggunakan obat ini. Onsetnya biasanya terjadi pada waktu 1 minggu sejak dimulainya pengobatan, namun bisa saja tertunda sampai 6 bulan setelah pengobatan. Meskipun mekanismenya tidak diketahui secara pasti, diduga ada kaitannya dengan akumulasi bradikinin atau substance P yang juga didegradasi oleh enzim ACE.



4



Penyebab batuk ini dapat diperkirakan berdasarkan durasi batuknya, seperti yang akan dijelaskan pada klasifikasi batuk. Riwayat kesehatan yang rinci dapat memberikan petunjuk yang sangat berharga mengenai etiologi batuk. Beberapa pertanyaan yang penting antara lain: 1. Apakah batuknya akut atau kronis ? 2. Pada saat terjadinya batuk, adakah gejala-gejala yang mengarah pada infeksi pernapasan ? 3. Apakah batuknya musiman atau terkait dengan bersin-bersin ? 4. Apakah batuknya terkait dengan gejal-gejala yang mengarah pada postnasal drip, seperti hidung berair, berulangkali membersihkan kerongkongan; atau gejala refluks gastroesofagal ? 5. Apakah batuknya diserti demam atau sputum ? jika ada sputum, bagaimana karakteristikn sputumnya ? 6. Apakah pasien punya penyakit lain atau factor resiko untuk penyakit seperti merokok, factor resiko infeksi HIV, atau paparan lingkungan ? 7. Apakah pasien sedang menggunakan oabat golongan ACE inhibitor ?



2. 4 Refleks Batuk Reflex batuk terdiri dari 5 komponen utama yaitu: a. Resepto batuk b. Serabut saraf aferen c. Pusat batuk d. Susunan saraf eferen e. Efektor Batuk dimulai dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non myelin halus yang terletak baik di dalam ataupun di luar rongga toraks. Yang terletak dalam rongga toraks antara lain terletak di laring, trakea, bronkus, dan dipleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring,



5



trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, pericardial dan diafragma. Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n.vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari pericardium dan diafragma. Serabut aferen membawa rangsang ini kepusat yang terletak di medulla oblongata, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian di sini oleh serabut-serabut eferen n.vagus, n.frenikus, n.interkostal dan lumbar, n.trigeminus, n.fasialis, n.hipoglosus dan laim-lain. Menuju ke efektor, efektor ini terdiri dari obat-obat laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi. 2. 5 Jenis-jenis Batuk Jenis-jenis batuk berdasarkan waktu : 1. Akut Akut merupakan fase awal dan masih mudah untuk sembuh. Jangka waktunya kurang dari tiga minggu dan terjadi karena iritasi, bakteri , virus, dan penyempitan saluran nafas atas. 2. Sub akut Sub akut adalah fase peralihan dari akut akan menjadi kronis.dikategorikan sub akut bila batuk sudah 3-8 minggu. Terjadi karena gangguan pada epitel. 3. Kronis Kronis adalah batuk yang sulit disembuhkan dikarenakan penyempitan saluran nafas atas dan terjadi lebih dari delapan minggu. Batuk kronis biasanya adalah tanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat. Banyak penyakit berat yang ditandai dengan batuk kronis,



6



misalnya asma, TBC, gangguan refluks lambung, penyakit paru obstruksi kronis, sampai kanker paru-paru.untuk itu, batuk kronis harus diperiksakan ke dokter untuk memastikan penyebabknya dan di atasi sesuai dengan penyebabnya itu.( Nadesui, Hendrawan.2008). Algoritma diagnosis dan penatalaksanaan batuk kronis



Berdasarkan sebabnya : 1. Batuk berdahak Yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada tenggorokkan. Batuk berdahak lebih sering terjadi pada saluran nafas yang peka terhadap paparan debu,lembab berlebih, alergi dan sebagainya. Batuk berdahak merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan zat-zat asing dari saluran nafas, termasuk dahak. Batuk



7



ini terjadi dalam waktu yang relative singkat.(Tjay, HT.Rahardja, K. 2003). Pada



batuk



berdahak



produksi



dahak



meningkat



dan



kekentalannya juga meningkat sehingga sukar dikeluarkan ditambah terganggunya bulu getar bronchii (silia) yang bertugas mengeluarkan dahak sehingga diperlukan obat yang berlabel spektoran. Obat-obat ini biasanya juga merangsang terjadinya batuk supaya terjadi pengeluaran dahak. Selain itu ada juga obat-obat yang bisa membantu mengencerkan dahak



sehingga mudah dikeluarkan yang di sebut



mukolitik. Conto obat-obat ekspektoran adalah ammonium klorida, gliseril guaiakol, ipekak, dan lain-lain. Sedangkan contoh obat mukolitik adalah bromheksin, asetilsistein dan ambroksol. (Tjay, HT, Rahardja, K.2003 dan Yunus, F. 2007).batuk berdahak, jumlah dahak yang dihasilkan sangat banyak, sehingga menyumbat saluran pernafasan. 2. Batuk kering Batuk ini tidak mengeluarkan dahak. Tenggorokkan terasa gatal, sehingga merangsang timbulnya batuk. Batuk ini mengganggu kenyamanan, bila batuknya terlalu keras akan dapat memecahkan pembuluh darah pada mata. 3. Batuk yang khas  Batuk rejan, bauknya bisa berlangsung 100 hari. Bisa menyebabkan pita suara radang dan suara parau.  Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-bulan, kecil-kecil, timbul sekali-sekali, kadang seperti hanya berdeham. Pada TBC batu bisa disertai bercak darah segar.  Batuk karena asma, sehabis asma lender banyak dihasilkan. Lender inilah yang merangsang batuk.  Batuk karena penyakit jantung lemah, darah yang terbendung di paru-paru, menjadikan paru-paru menjadi basah. Kondisi basah pada paru-paru ini yang merangsang timbulnya batuk.



8



 Batuk karena kanker paru-paru yang menahun tidak sembuh. Batuknya tidak tentu. Bila kerusakan paru-paru semakin luas, batuk semakin tambah  batuk karena kemasukkan benda asing. Pada saat saluran pernafasan berusaha mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan batuk. (Yunus, F. 2007). Penyebab 1. Batuk Berdahak Salah satu penyebab batuk berdahak itu disebabkan oleh adanya peradangan atau inflamasi pada pernafasan. Tetapi peradangan pernafasan juga bisa memicu terjadinya batuk kering atau tidak berdahak. Batuk berdahak disebabkan oleh adanya permasalahan pada saluran pernafasan bagian atas. Ada 5 hal yang dapat menjdi penyebab batuk berdahak diantaranya yaitu:  Peradangan (inflamasi) pernafasan Penyebab batuk berdahak yang pertama yaitukarena adnya inflamasi pernafasan yang bisa memicu terjadinya batuk berdahak dan batuk tidak berdahak.  Asap rokok, asap kendaraan dan polusi Batuk berdahak juga dapat disebabkan oleh asap rokok, asap kendaraan dan polusi, maka dari itu, jauhkanlah asap dari sekitar tempat tinggal anda. Kalaupun anda ingin keluar rumah, pakailah selalu masker.  Infeksi pada saluran pernafasan Penyebab selanjutnya yaitu karena adanya infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri jahat atau virus.  Flu yang berlebihan Flu yang berlebihan merupakan salah satu penyebab mengapa bisa terkena penyakit batuk berdahak. Untuk mengurangi batuk, bisa dengan menjaga tubuh agar tetap hangat.  Meninngkatnya asam lambung



9



Meskipun pada banyak kasus jarang terjadi, namun ternyata meningkatnya asam lambung bisa memicu terjadinya batuk berdahak.



2. Batuk kering tidak berdahak Batuk juga bisa menyebabkan penyakityang berbahaya. Tertama batuk kering, yang bisa menyebabkan tenggorokkan berdarah. Adapun penyebab batuk kering tidak berdahak yaitu:  Infeksi pernafasan Batuk kering bisa berlangsung kurang lebih selama 2 minggu. Namun jika batuk berlanjut sebaiknya harus dikonsultasikan dengan dokter spesialis dibidangnya.  Meningkatnya asma lambung dan refluks asam Hal ini bisa terjadi saat seseorang mengkonsumsi makanan pedas yang bisa menjadi penyebab meningkatnya jumlah asam lambung dalam tubuh. Sehingga asam lambung naik ke tenggorokkan.  Penyakit serius atau berbahaya Batuk juga dapat disebabkan oleh beberapa jenis penyakit serius seperti radang paru-paru atau bahkan kanker.  Efek samping obat Beberapa obat juga bisa menimbulkan efek samping yang bisa menjadi penyebab batuk kering. Karena sebagian obat sifatnya untuk mengontrol tekanan darah yang bisa menjadi salah satu hal yang menyebabkan terjadinya batuk kering.  Reaksi alergi Salah satu penyebab batuk kering karena adanya alergi, yang menyebabkan tenggorokkan gatal, mata memerah atau iritasi dan menyebabkan batuk kering. Untuk menghentikan batuk karena alergi, bisa dilakukan dengan menemukan penyebab alergi terlebih dahulu, sehinnga batuk kering dapat diobati.



10



2.6 Patofisologi Batuk Pola dasar batuk bisa dibagi kepada empat komponen yaitu inspirasi dalam yang cepat, ekspirasi terhadap glotis yang tertutup, pembukaan glotis secara tibatiba dan terakhir relaksasi otot ekspiratori (McGowan, 2006). Menurut Weinberger (2005) batuk bisa diinisiasi sama ada secara volunter atau refleks. Sebagai refleks pertahanan, ia mempunyai jaras aferen dan eferen. Jaras aferen termasuklah reseptor yang terdapat di distribusi sensori nervus trigemineus, glossopharingeus, superior laryngeus, dan vagus. Jaras eferen pula termasuklah nervus laryngeus dan nervus spinalis. Batuk bermula dengan inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma dan kontraksi otot terhadap penutupan glotis. Tekanan intratorasik yang positif menyebabkan penyempitan trakea. Apabila glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antar atmosfer dan saluran udara disertai penyempitan trakea menghasilkan kadar aliran udara yang cepat melalui trakea. Hasilnya, tekanan yang tinggi dapat membantu dalam mengeliminasi mukus dan benda asing Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.



11



Gambar Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.



12



Gambar Fase Batuk Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.



13



2.7 Penatalaksanaan Batuk Penatalaksanaan Algoritma diagnosis dan penatalaksanaan batuk kronis dapat dilihat pada gambar



14



Gambar. Algoritma tatalaksana diagnosis dan terapi batuk kronis. Pada batuk kronis sangat penting untuk menentukan penyebabnya, sehingga bisa diterapi sesuai dengan penyebabnya (kastelik, et al, 2005). GERD = gastroesophagal reflux disease. Penelitian menunjukan bahwa pada 95% pasien yang mengalami batuk kronis, penyebabnya antara lain adalah post nasal drip, sinusitis, asma, penyakit refluks gastroesofagal (GERD), bronkitis kronis karena merokok, bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan inhibitor ACE . lima persen sisanya dsebabkan oleh penyakit yang lebih jarang yaitu kanker paru, sarkodiosis, gagal jantung kanan, dan aspirasi karna disfungsi faring. Jika tidak ada penyebab fisik lain, batuk kronis jugs bisa disebabkan oleh faktor pisiologis (lawler,1998). Selain dari durasi batuk, berdasarkan ada tidaknya dahak, batuk juga dibedakan menjadi dua yaitu: batuk kering dan batuk produktif ataupun berdahak perlu untuk memastikan jenis batuk ini, karena penatalaksanaanya berbeda. Pada batuk kering yang tidak dimaksudkan untuk mengeluarkan sekret atau gangguan lain dari saluran pernafasan, batuk sebaiknya ditekan, apalagi bila sangat mengganggu. Sebaliknya, batuk berdahak sebaiknya tidak ditekan, karena penekanan dapat menyebabkan retensi sputum yang



justru membahayakan



misalnya menyebabkan obstruksi saluran pernafasan atau penyebaran infeksi. Tujuan terapi Tujuan pengobatan batuk adalah untuk meminimalkan gejala dan menghilangkan atau mengatasi penyebab batuk. Strategi terapi : 1. Terapi Non Farmakologi Untuk batuk akut dan subakut yang umumnya bisa sembuh engan sendirinya, terapi nonfarmakologi dilakukan dengan cara menghindari pemicu/perangsang batuk yang dapat dikenali, seperti merokok, makan



15



makanan berminyak, dll. Minum air banyak –banyak cukup membantu agar kerongkongan tidak kering yang kaang dapat memicu batuk. Untuk batuk kronis, jika penyebabnya diketahui dan dapat dihindarkan, maka dilakukan penghindaran terhadap penyebabnya. Misalnya, batuk yang disebabkan oleh penggunaan obat golongan inhibitor ACE, dapat diatasi engan penghentian atau penggantian obat tersebut. 2. Terapi Farmakologi Pada dasarnya penatalaksanaan batuk harus disesuaikan dengan dugaan penyebabnya, disamping untuk mengurangi gejala itu sendiri.pada batuk akut dan subakut, biasanya digunakan obat-obat simpatomatik untuk mengurangi gejala batuk. Obat batuk digolongkan menjadi dua, yaitu antitusif dan ekspetoran. Antitusif bekerja menekan refleks batuk, sedangkan



ekspektoran



bekerja



memudahkan



ekspektorasi/batuk.



Golongan obat lain yang sering digunakan pada batuk adalah mukolitik, yang bekerja mengencerkan mukus/dahak sehingga lebih mudah diekspektorasikan.  Antitusif Antitusif bekerja untuk menekan refleks batuk. Contohnya adalah dekstrometorfan, noskapin, etilmorfin, dan kodein. Obat-obat ini merupakan derivat senyawa opioid, sehingga juga memiliki efek samping seperti senyawa opiat, meliputi konstipasi, sedatif, dll. Perlu diketahui bahwa antitusif sebaliknya tidak digunakan pada batuk berdahak, karena dahak yang tertahan pada cabang trakeobronkial dapat mengganggu ventilasi dan bisa meningkatkan kejadian infeksi, misalnya pada penyakit bronkitis kronis dan bronkiektasia.



16



Tabel 4-1. Dosis oral beberapa antitusif (IONI, 2000; BNF, 2006) Obat



Dosis dan interval Dewasa



Kodein



Anak-anak



10-20 mg setiap 4-6 jam 6-12 th : 5-10 mg setiap jika perlu (tidak boleh 4-6 jam jika perlu (tidak lebih dari 12o mg/hari.



boleh



lebih



dari



60



mg/hari). 2-6 th : 0,25 mg/kg sampai 4 x sehari. Noskapin



25 mg atau 5 ml sirop, 0-4 th : 1,25 ml setiap 8 jam.



4-10 th : 2,5 ml 10-15 th :3,75 ml setiap 8 jam



dekstrometorfan



10-20 mg tiap 4 jam atau 1 mg/kg/hari dalam 3-4 3o mg tiap 6-8 jam, maks dosis terbagi. 120 mg/hari.



 Ekspektoran Ekspektoran (dari bahasa Latin ex = keluar dan pectoris = dada) ditujukan



untuk



merangsang



batuk



sehingga



memudahkan



pengeluaran dahak/ekspektorasi. Obat bebas yang paling sering digunakan adalah gliseril guaikolat atau guaifenesin. Namun dalam beberapa studi, efektivitas ekspektoran ini masih dipertanyakan (IONI, 2000; Schroeder dan Fahey, 2002). Bahkan sebuah studi menyarankan menggunakan air saja sebagai ekspektoran, karena air dapat membantu mengencerkan dahak sehingga dahak dapat dibatukkan dengan mudah.



17



 Mukolitik Golongan mukus/dahak,



mukolitik



sehingga



bekerja



memudahkan



menurunkan



viskositas



ekspektorasi.



Biasanya



digunakan pada kondisi dimana dahak cukup kental dan banyak, seperti pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), asma, bronkiektasis, dan sistik fibrosis. Beberapa contoh mukolitik adalah : N-asetilsistein, karbosistein, ambroksol, bromheksin, dan mesistein. Tabel 4-2. Dosis oral beberapa mukolitik (IONI, 2000; BNF, 2006; ISO 2005) Obat



Dosis dan interval Dewasa



Anak-anak



Asetilsistein



200 mg, 3 x sehari



100 mg 3 kali sehari



Karbosistein



Awal : 750 mg 3 x sehari, 2-5 th: 65,5-125 4 x kemudian: 1,5 g sehari sehari dosis terbagi



6-12 th: 250 mg 3 x sehari



Ambroksol HCl



60 mg 2 x sehari



6-12 th: 30 mg, 2-3 x sehari 2-6 th: 15 mg 3 x sehari



Bromheksin



8 mg, 3-4 x sehari



>10 th: 8 mg, 3 x sehari 3-10 th : 4 mg, 3 x sehari



Studi mengenai efek mukolitik terhadap penurunan frekuensi batuk menunjukkan hasil yang inkonsisten, dimana sebagian studi melaporkan bahwa mukolitik seperti bromheksin misalnya, tidak memiliki efek terhadap batuk pada pasien bronkitis kronis. Efek terhadap batuk baru dapat terdeteksi pada populasi penelitian yang lebih besar. Sementara pada studi yang lain dilaporkan bahwa karbosistein dapat menurunkan viskositas sputum pada pasien bronkitis kronis,



18



sehingga memudahkan ekspektorasi, walaupun tidak mempengaruhi secara signifikan frekuensi dan keparahan batuknya (Bolser, 2006). Terapi pada batuk kronis Untuk



batuk



kronis,



di



samping



obat-obat



di



atas,



maka



penatalaksanaannya disesuaikan dengan penyebabnya. Pada tabel 4-3 di bawah ini, disajikan secara singkat terapi spesifik untuk penyebab umum batuk kronis, yaitu terapi untuk postnasal drip, asma, GERD, dan bronhitis kronis. Tabel 4-3. Terapi spesifik penyebab paling umum batuk kronis (Lawler, 1998) Penyebab batuk



Terapi



Postnasal drip Rhinitis alergi



Penghindaran iritan lingkungan steroid spray



intranasal



antihistamin-dekongestan



kombinasi intranasal



ipratropium bromide (atrovent), untuk rinitis vasomotor. Sinusitis



Antibiotik Dekongestan nasal Kombinasi antihistamin-dekongestan



Asma



Bronkodilator Inhalasi kortikosteroid Terapi asma lainnya (lihat bab ttg asma)



Gastroesophageal (GERD)



reflux



disease Makanan tinggi protein, rendah lemak, makan 3 kali sehari, tidak makan atau minum 2-3 jam sebelum berbaring Antagonis reseptor H2 : simetidin, ranitidin, famotidin Inhibitor pompa proton: omeprazol, lansoprazol



19



Agen prokinetik: cisaprid Bronkitis kronis



Berhenti



merokok,



mengurangi/menghindari iritan/polutan



2.8 Evaluasi dan pemantauan terapi Pasien dengan batuk kronis perlu dipantau secara hati-hati dan sistematik terhadap beberapa indikator diagnostik spesifik, seperti radiografi dada atau uji fungsi paru dengan spirometri. Jika batuknya produktif disertai dahak yang purulen, perlu dipertimbangkan adanya bronkiektasis. Pada pasien dengan batuk nonspesifik dan memiliki faktor risiko asma, perlu dicoba penggunaan obat jangka pendek (short trial, 2-4 minggu) misalnya dengan beklometason atau budesonid. Jika batuk tidak sembuh pada waktu yang diharapkan, pengobatan dihentikan dan perlu dipertimbangkan diagnosa lain (Irwin, et al, 2006). Untuk tujuan penelitian klinis, efek pengobatan pada batuk dapat dievaluasi dengan metoda subyektif maupun obyektif. Beberapa contoh metode subyektif antara lain adalah diary pasien, visual analog scales, cough scoring system, dan symptom scale (BCSS = breathlessness, cough, and sputum scale). Selain itu, dapat pula digunakan kuesioner untuk menilai kualitas hidup pasien, misalnya cough quality-of-life questionnaire (CQLQ). Diantara metode subyektif ini, CQLQ telah diuji dan cukup valid dan relible untuk mengevaluasi batuk (Fench, et al, 2002). Dalam penatalaksanaan batuk, terutama untuk batuk akut, farmasis dapat turut berperan dalam pemilihan jenis obat batuk yang tepat sesuai dengan jenis batuknya. Untuk batuk kronis, pasien perlu direkomendasikan untuk pemeriksaan dokter lebih lanjut untuk memastikan etiologinya.



20



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat diperoleh kesimpulan diantaranya :  Batuk merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga



agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan



mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas dan mengeluarkan benda asing atau secret yang abnormal dari dalam saluran nafas.  Batuk dapat dipicu oleh berbagai iritan yang memasuki cabang trakeo bronkial melalui inhalasi (asap, debu, asap rokok) atau melalui aspirasi (sekresi jalan nafas, benda asing, isi lambung).  Klasifikasi batuk berdasarkan waktunya dibedakan menjadi : batuk sub akut, batuk akut, dan kronis. Berdasarkan sebabnya dibagi menjadi : batuk berdahak, batuk kering, dan batuk khas.  Obat batuk digolongkan menjadi dua, yaitu antitusif dan ekspetoran. Antitusif bekerja menekan refleks batuk, sedangkan ekspektoran bekerja memudahkan ekspektorasi/batuk



21



KASUS



Ny. CK (45 th) seorang pedagang buah di Pasar Arengka, sudah 2 bulan mengeluhkan batuk yang cukup mengganggu. Batuknya berdahak dengan dahak yang pirulen berwarna kehijauan. Kadang terlihat ada bercak merah. Sudah diobati dengan berbagai obat batuk tapi belum sembuh juga. Berat badannya turun drastis kadang disertai rasa menggigil dan berkeringat. 2 bulan lalu masih 45 kg sekarang menjadi 40 kg. Peyelesain kasus metode SOAP 1. Subjective



:



 Nama



: Ny Ck



 Umur



: 45 tahun



 Keluhan



: Sudah 2 bulan batuk berdahak dengan dahak



pirulen kehijauan yang kadang disertai berdarah.  Keluhan lain : Menggigil, berkeringat dan disertai penurunan berat badan.



2. Objective



:-



3. Assesment



:



Berdasarkan



keluhan



penderita



dapat



didiagnosa



menderita TB paru. Gejala dari TB paru yaitu: 1. Gejala respiratorik 



Batuk > 2 minggu







Batuk berdarah







Sesak napas







Nyeri dada



Gejala respiratori sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila blronkus belum terlibat



22



dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. 2. Gejala sistemik 



Demam







Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun



4.Planning a. Tujuan terapi : untuk meminimalkan gejala dan menghilangkan atau mengatasi penyebab batuk. b. Terapi farmakologi Penanganan yang pertama kali dilakukan adalah meminimalkan atau menghilangkan batuk dengan cara mengencerkan dahak dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang dapat digunakan adalah golongan mukolitik yaitu acetylsistein (fluimucyl). Indikasi : sebagai mukolitik Mekanisme kerja : mencairkan dahak yang liat dengan jalan memutuskan jembatan disulfide, sehingga rantai panjang antara mukoprotein panjang terbuka dan lebih mudah dikeluarkan melalui batuk. Sebagai precursor dari glutathione, zat ini juga berdaya anti oksiodan dengan melindungi sel terhadap oksidasi dan perusakan oleh radikal bebas. Asetylsistein juga mampu memperbaiki gerakan bulu-getar (cilia) dan membantu efek antibiotika (doksisiklin, amoksisilin dan thiamfenicol) Setelah penggunaan obat acetylsistein, jika batuk belum reda maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk gejala lain melalui pemeriksaan dahak untuk mendeteksi jenis penyakit yang diderita ( TB atau bronkietaksis).



23



Gambar. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa



Jika pasien terdiagnosis menderita TB paru, obat pilihan utama :  Rifampicin  Isoniazide  Pirazinamide  Ethambutol  Streptomisin Obat dengan Nama dagang : Rimstar 4FDC Jika pasien bukan menderita TB paru, maka perlu dipertimbangkan adanya bronkiektasis. Dimana gejala dari bronkiektasis yaitu batuk dan produksi sputum mukopurulen selama beberapa bulan sampai tahun merupakan gambaran yang spesifik. Gejala yang kurang spesifik adalah dispnea, nyeri dada pleuritik, mengi, batuk darah, demam, lemah dan kehilangan berat badan.



24



Petunjuk Diagnosa Petunjuk diagnostik yang paling tepat adalah adanya riwayat batuk produktif yang berkepanjangan, dengan sputum yang secara konsisten negatif terhadap hasil tubrkolosis. Cara Pengobatan Sasaran pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi dan untuk meningkatkan drainase bronkial. 



Terapi antimikrobial yang dipandu oleh pemeriksaan sensivitas sputum.







Regimen antibiotik sekitar satu tahun, perubahan jenis obat-obat dengan interval teratur.







Vaksin terhadap influenza dan pneumonia pneumokokus.







Membuang sekresi bronkial menggunakan ekspektoran, perkusi, perkusi, drainase postural, atau bronkoskopi.







Bronkodilator; simpatomimetik ( β-adrenergik ); dan tindakan nebuliser beraerosol ( wajah cenderung untuk memberikan ekstra humidifikasi terhadap aerosol ) untuk meningkatkan drainase ( pengeluaran cairan ) bronkial.







Tingkatkan masukan cairan secara oral.







Sebisa mungkin hentikan merokok.



25



DAFTAR PUSTAKA Dr. Zullies Ikawati.2007.Farmakoterapi saluran pernafasan. IONI. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia.Dirjen POM Depkes RI : Jakarta



26