Makalah Bisnis Ritel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERILAKU PEMBELIAN PELANGGAN DALAM BISNIS RITEL



OSBORN A. WATUSEKE 17302146 Manajemen VI



Daftar Isi..……………………………………………………………………………………………………………………………………..……….. i 1. BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………………………... ii 1.2 Tujuan ……………………………………………………………….…………………………………………………........................ iii 1.3 Rumusan Masalah……………………………………………………….…………………………………………………………..…… iv 2. BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Sumber daya manusia dalam bisnis Ritel…………………………………………………………………………………….... v 2.2 Struktur dasar Bisnis Ritel………………………………………………………………………………………………………………. vi 2.3 pengertian Perdagangan Ritel………………………………………………………………….…..……………………..………. vii 2.4 Fungsi dan Karakteristik Bisnis Ritel……………………………………………………………………..…………………… viii 2.5 Kondisi dan industripersaingan Ritel di Indonesia………………………………… ……………………………………. ix 2.6 Perilaku konsumen dalam bisnis Ritel…………………………………………………………………………………………… x 2.7 Keuntungan dan kerugian dalam Bisnis Ritel………………………………………………………………………………… xi 3. BAB III : PENUTUP 3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………………………. xi 3.2 Saran……………………………………………………………………………………………………………………………………………... xii 4. DAFTAR PUSTAKA



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis ritel sangat pesat dekade ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya usaha ritel yang bermunculan untuk menarik minat konsumen dengan harapan dapat memimpin pasar, sehingga persaingan dalam dunia ritel akan semakin ketat. Di Indonesia, perkembangan ritel telah memasuki era praktis seperti yang ada di negara-negara maju. Ini khususnya terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Palembang, Makasar, dan Medan. Kondisi tersebut menyebabkan produsen lebih jeli dalam menciptakan keunggulan sebelum terjun ke pasar sasaran. Hal ini harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, berpotensial dan mempunyai loyalitas serta dedikasi terhadap kelangsungan perusahaan terutama bisnis ritel, karena bisnis ini berbeda cara pengelolaannya dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan pada umumnya. Hal ini bisa dilihat dari jam kerja yang berbeda, pentingnya sumber daya manusia ini akan mempengaruhi kelangsungan perusahaan. Dan jika bisnis ini mengalami penurunan, baik dalam pengelolaannya dan terutama dilihat dari omset penjualannnya, maka peran manajemen untuk sumber daya manusianya yang harus diperbaiki, karena perusahaan sendiri pada umumnya mempunyai tujuan dan harapan yang sama yaitu memperoleh laba dalam jangka panjang agar perusahaan yang dikelolanya tetap berkembang. Sumber daya manusia mempunyai peran sangat penting dalam pengelolaan bisnis ritel , karena membutuhkan kesiapan pengelolaan dalam arti sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan keterampilan (baik soft skill maupun hard skill) dalam hal manajerial penjualan ritel dan sekaligus kepekaan dalam melihat peluang agar dapat memiliki kompetensi untuk bertahan.dalam bisnis ritel.



1.2Tujuan



-



Memahami tentang SDM dalam Bisnis Ritel Untuk mememuhi tugas mata kuliah Menejemen Bisnis Ritel



-



Memahami pengelolahan Bisnis Ritel Memahami proses Pembelanjaan Bisnis Ritel



1.3Rumusan Masalah - Apa yang dimaksud dengan Bisnis Ritel? - Bagaimana dengan struktur dalam Bisnis Ritel? - Bagaimana dengan pengelolahan Bisnis Ritel? - Bagaimana Perilaku pelanggan dalam proses pembelanjaan Bisnis Ritel?



Pembahasan 2.1Sumber Daya Manusia dalam Bisnis Ritel Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bidang manajemen yang berfokus pada pengelolaan Sumber Daya Manusia dengan seefektif mungkin agar diperoleh suatu kesatuan tenaga kerja yang memuaskan. Manajemen sumber daya manusia sangat penting dalam bisnis ritel, sebab setiap karyawan memainkan peran atau bagian yang penting dalam melaksanakan fungsi pekerjaan dengan baik. Manajemen sumber daya dalam bisnis ritel adalah upaya untuk mengelola sumber daya manusia (SDM) ritel serta hubungannya dengan pelanggan dan kultur tentang ritel hingga menjadi manfaat kompetitif yang mendukung. Berbagai posisi karier yang bisa kita temukan dalam sebuah bisnis ritel, antara lain; Pemilik Ritel, Pengelola Ritel, Pramuniaga, Kasir, Kepala Gudang, Customer Service, Security, Pemasok Barang Dagangan, Manajer Keuangan, dan sebagainya. Pendekatan-pendekatan yang secara umum digunakan untuk memotivasi dan mengkoordinasikan aktivitas karyawan, dan manajemen praktis untuk membangun kekuatan kerja secara efektif dan mengurangi tingkat perputaran karyawan. Semua aktivitas tersebut dilakukan untuk menerapkan strategi sumber daya, perencanaan sumber daya, termasuk dalam merekrut, menyeleksi, melatih, mengawasi, mengevaluasi, dan membagi kompensasi penjualan, yang dikerjakan hanya oleh manajemen. Pengelolaan sumber daya manusia dalam ritel sangat menantang, karena pada dasarnya bisnis ritel sangat berbeda dengan bisnis atau perusahaan pada umumnya.



2.2 struktur dasar Berlanjutnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya rata-rata pendapatan yang biasanya dibelanjakan memperbesarkan permintaan akan toko eceran yang lebih khusus dan spesifik. Bisa diperkirakan bahwa berbagai masalah akan menjadi lebih parah dengan makin meningkatnya perbedaan yang diminta oleh sektor yang berlainan dalam masyarakat. Pemasaran adalah kegiatan memasarkan barang atau jasa secara umum kepada masyarakat dan secara khusus kepada pemebli potensial. Peningkatan segmentasi dunia industri tersebut memperjelas arti bahwa rumusan pedagangan eceran lama tidak akan mungkin terus berhasil dan generalisasi harus menyingkir untuk kemudian diganti dengan spesifikasi atau diferensiasi untuk kelompok pelanggan tertentu



TUMBUH DAN BERKEMBANG UNTYUK MELAYANI Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Perubahan dan perkembangan kondisi pasar



juga menuntut peritel untuk mengubah paradigma lama pengelolaan ritel tradisional menuju paradigma pengelolaan ritel modern. Perkembangan ritel atau pasar eceran yang begitu pesat, berdampak semakin tingginya persaingan memperebutkan pangsa pasar pada dunia usaha saat ini. Perusahaan yang ingin berhasil dalam persaingan pada era milenium harus memiliki strategi perusahaan yang dapat memahami perilaku konsumen. Perusahaan yang baik adalah yang memahami betul siapa konsumennya dan bagaimana mereka berperilaku. Pemahaman mengenai siapa konsumennya akan menuntun para pengusaha kepada keberhasilan memenangkan persaingan dunia usaha yang telah melampaui batas negara. Pasar eceran atau pasar ritel di Indonesia merupakan pasar besar dengan jumlah penduduk Indonesia pada awal tahun 2010 sekitar 237.556 jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, total belanja rumah tangga akhir 2010 mencapai 115 triliun rupiah (http://us.detikfinance.com). Belanja tersebut mencakup seluruh kebutuhan rumah tangga, mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti gula, sabun mandi, pakaian, hingga kebutuhan barang tahan lama (durable) seperti kulkas, emas dan mobil. Pasar ritel dapat terus tumbuh sebagai akibat dari perkembangan berbagai bidang. Pasar ritel yang tumbuh secara nasional tidak saja menguntungkan peritel besar atau produsen barang ritel, melainkan juga para peritel kecil yang melayani masyarakat setempat. Bidang pertama yang mempengaruhi pertumbuhan pasar ritel adalah perkembangan demografi. Jumlah penduduk yang bertambah menyebabkan semua barang dan jasa meningkat. Komposisi penduduk menurut usia yang berubah, misalnya karena tahapan hidup meningkat, membuat ragam produk pun mengikuti, baik dalam jumlah maupun jenis. Pertumbuhan ekonomi secara umum, dan sektor-sektor ekonomi secara khusus, mempunyai dampak langsung yang segera. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat membuka lapangan kerja baru yang cukup besar. Banyaknya karyawan baru diikuti dengan meningkatnya pasar ritel akibat munculnya permintaan-permintaan baru akan barang dan jasa. Bidang sosial budaya masyarakat turut menjadi faktor pertumbuhan pasar ritel. Masyarakat yang semakin aktif dalam kehidupan sosial akan meningkatkan aktivitas pengadaan barang dan jasa guna memfasilitasi kegiatan mereka. Kebiasaan “dugem” atau “dunia gemerlap” sebagai contoh pola kehidupan sosial yang menuntut untuk selalu tampil fashionable melahirkan tumbuhnya deparment store. Kemajuan teknologi memberi kesempatan kepada produsen untuk menawarkan produk baru yang lebih memikat dengan cepat. Peritel mempunyai kesempatan menawarkan produk baru sehingga produk yang baru berusia/berumur 1 tahun atau 6 bulan setelah diluncurkan ke masyarakat kini menjadi kalah daya pikatnya sehingga harganya perlu diturunkan. Produk baru menciptakan permintaan baru, sementara penurunan harga produk model yang kalah bersaing meningkatkan permintaan. Globalisasi juga merupakan faktor utama terciptanya permintaan atau meningkatnya permintaan barang dan jasa ritel. Karena itu, banyak peritel besar mengamati perkembangan globalisasi khususnya perkembangan yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Infrastruktur yang berkembang akan memperbesar kesempatan tumbuhnya pasar ritel.



Bidang terakhir adalah bidang hukum dan peraturan yang mempengaruhi pertumbuhan pasar ritel, baik dalam arti mendorong maupun dalam arti menghambat. Dalam arti mendorong, misalnya peraturan tentang pembuatan atau pembangunan usaha baru yang semakin mudah. Dalam arti menghambat, misalnya peraturan besarnya pajak yang semakin meningkat. Perkembangan dan peluang usaha di bisnis ritel yang sangat besar membuat banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan usaha ritel dan hal ini mengakibatkan pesaingan antar ritel yang terjadi di semua tingkat, mulai dari tingkat perusahaan ritel besar bersaing dengan perusahaan ritel besar lainnya, peritel skala menegah bersaing dengan peritel yang sekelas dengannya, hingga pada tingkat mikro antara sebuah warung dan warung lainnya. Bukan hanya itu saja, peritel dari suatu kelas tidak hanya bersaing dengan peritel sesama kelasnya tapi juga dengan peritel dari kelas yang berbeda, misalnya suatu supermarket tidak cuma bersaing terhadap supermarket yang lain, tetapi juga terhadap hypermarket atau minimarket yang kebetulan lokasinya tidak berjauhan. Hanya saja, pelaku bisnis di sektor ini masih belum banyak jumlahnya. Di skala nasional, masih bisa dihitung dengan jari pemain-pemain di sektor ritel ini. Pebisnis ritel skala raksasa masih bisa disebutkan dalam hitungan jari. Meadow Asia Company Limited. dengan kepemilikan Matahari Department Store (MDS), disebut-sebut sebagai pemain ritel yang terus merangsek ke kota-kota di daerah. Menurut Company Profile Matahari Group, tercatat pada tahun 2010, MDS telah berkembang menjadi 90 outlet yang tersebar di 50 kota (http://majalah.tempointeraktif.com). Tidak hanya Matahari saja yang terus melebarkan sayapnya, sejumlah pebisnis ritel baik lokal maupun asing pun berlomba- lomba untuk menjangkau pasar Indonesia yang sangat besar ini. Pemain lokal seperti Alfa Retailindo, Hero Supermarket, hingga pebisnis asing seperti Giant, Carrefour hingga sejumlah nama asing lain yang berencana masuk ke Indonesia, memang menganggap Indonesia masih sangat potensial untuk dibidik bagi pengembangan usaha di bidang ritel ini.Pertumbuhan pusat perbelanjaan semacam ini tentunya akan menimbulkan persaingan usaha yang semakin ketat. Consumer Goods atau produk-produk konsumsi harus berlomba untuk memantapkan mereknya sekaligus memperoleh.



Pentingnya Retailing Dalam buku Sopiah dan Syihabudhin (2008, p7) penjualan eceran disebut dengan istilah“ retailing”. Semula, retailing berarti memotong kembali menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. “retailing may be defined as the activities incident to selling goods and service to ultimate consumers. Retailing is the final link in the chain of distribution of most product from initial producers to ultimate consumers”. Artinya, perdagangan eceran bisa didefinisikan sebagai suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir. Perdagangan eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen sampai kepada konsumen. Sementara itu, pedagang eceran adalah orang-orang atau toko yang pekerjaan utamanya adalah mengecerkan barang. Perdagangan eceran memegang peranan yang sangat penting, bik ditinjau dari sudut konsumen maupun dari sudut produsen. Dari sudut produsen, pedagang eceran dipandang sebagai seorang atau pihak yang ahli dalam bidang penjualan produk perusahaannya. Dialah



ujung tombak perusahaan yang akan sangat menentukan laku atau tidaknya produk perusahaan. Sementara jika dipandang dari sudut konsumen, pedagang eceran juga memiliki peranan yang sangat penting. Pedagang eceran bertindak sebagai agen yang membeli, mengumpulkan, dan menyediakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan pihak konsumen. 2.3Pengertian Perdagangan Ritel Bisnis ritel merupakan istilah yang kini lebih populer dibanding kata dengan pengertian yang sama yaitu perdagangan eceran, usaha eceran, atau perdagangan ritel. Dengan demikian pemakaian kata-kata tersebut dapat saling menggantikan satu dengan yang lain. Menurut pandangan dari berbagai ahli, ritel dapat dijelaskan sebagai berikut : Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berati memotong atau memecah sesuatu. Usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Kotler (1997:170) mendefinisikan usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Yang dimaksud pribadi disini bukan hanya satu orang pembeli itu saja, tetapi juga mencakup orang-orang terdekatnya yang ikut menikmati sesuatu yang dibelinya. Sebagaimana Berman & Evans (1992, dalam Asep ST Sujana, 2005:11-12) mendefinisikan kata retail dalam kaitannya dengan retail management sebagai ”those business activities involved in the sale of goods and services to consumers for their personal, family, or household use” atau keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk digunakan oleh mereka sendiri, keluarga, atau rumah tangganya. Pelaku perdagangan eceran atau perusahaan perdagangan eceran disebut pengecer atau peritel. Seperti dinyatakan Kotler (1997:140) bahwa pengecer (retailer) adalah perusahaan bisnis yang menjual barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi, bukan usaha, konsumen itu. Pembeli ritel atau eceran dalam kenyataannya tidak selalu hanya konsumen akhir, tetapi juga dari pasar bisnis yang melakukan pembelian untuk diolah atau dipasarkan kembali. Sesuai pendapat Basu Swastha (2002:205), perdagangan eceran ini meliputi semua kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan penjualan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (bukan untuk keperluan bisnis). Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya penjualan secara langsung dengan para pemakai industri karena tidak semua barang industri selalu dibeli dalam jumlah besar. Namun, batasan untuk dapat disebut sebagai pengecer tentu saja porsi terbesar usahanya tetap pada penjualan kepada konsumen akhir, bukan bisnis. Kotler walaupun mendefinisikan usaha eceran meliputi penjualan ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis, tetapi masih memberi peluang pembelian dari pasar bisnis. Hal ini nampak pada definisi Kotler (1997:170) bahwa Pengecer atau Toko Eceran adalah usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan eceran. Kata ’terutama’ menunjukkan volume penjualannya bisa berasal dari selain penjualan eceran, dengan kata lain bisa berasal dari pembelian bisnis. Batasan volume penjualan kepada pasar bisnis agar perusahaan tetap dapat disebut peritel tidak ada ketentuan yang baku.



Tetapi tidak lebih dari separoh total penjualan bila mengacu pada Davidson (1988, dalam Asep ST Sujana, 2005:12) yang memberikan gambaran tentang bisnis retail sebagai ”business establishment that derives over 50% of its total sales volume to ultimate consumers whose motive of purchase is for personal or family use” atau suatu institusi atau kegiatan bisnis yang lebih dari 50% dari total penjualannya merupakan penjualan kepada konsumen akhir yang motivasi berbelanjanya adalah untuk kepentingan pribadi atau keluarganya. Dengan demikian dari berbagai definisi dan pengertian diatas dapat disarikan bahwadefinisi bisnis ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan barang atau jasa, atau barang dan jasa, yang dilakukan oleh perusahaan atau institusi bisnis secara langsung kepada konsumen akhir yang digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga, atau rumah tangganya, dengan volume penjualan terutama atau lebih dari 50% dari konsumen akhir ini dan sebagian kecil dari pasar bisnis. 2.4Fungsi bisnis Ritel Fungsi Ritel Dalam buku Whidya (2006, pp8-10) ritel memiliki beberapa fungsi penting yang dapat meningkatkan produk dan jasa yang dijual konsumen dan memudahkan distribusi produk-produk tersebut bagi perusahaan yangmemproduksinya. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel,mereka berusaha menyediakan beraneka ragam produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen, seperti supermarket yang menyediakan produk-produk makanan, kesehatan dan perawatan kecantikan, serta produk rumah tangga, sedangkan department storemenyediakan berbagai jenis pakaian dan aksesoris. 2) Memecah Memecah (breaking bulk) disini berarti memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen memproduksi barang dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang atau jasa tersebut menjadi tinggi. Sementara konsumen juga membutuhkan barang atau jasa tersebut dalam ukuran yang lebih kecil dan harga yang lebih rendah. Kemudian peritel menawarkan produk-produk tersebutdalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan pola konsumsi para konsumen secara individual dan rumah tangga. Bagi produsen, hal ini efektif dalam hal biaya. Dalam hal inilah peran ritel menjadi sangat penting. 3) Penyimpan persediaan Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan persediaan dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan karena terdapat jaminan ketersediaan barang atau jasa yang disimpan peritel. Fungsi utama ritel adalah mempertahankan persediaan yang sudah ada, sehingga produk akan



selalu tersedia saat konsumen menginginkannya. Jadi para konsumen bisa mempertahankan persediaan produk di rumah dalam jumlah sedikit karena mereka tahu ritel akan menyediakan produk-produk tersebut bila mereka menginginkannya. 4) Penyedia jasa Dalam adanya ritel, maka konsumenakan mendapat kemudahan dalam mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga dapat mengantar produk hingga dekat ke tempat konsumen, menyediakan jasa yang memudahkan konsumen dalam membeli dan menggunakan produk, maupun menawarkan kredit sehingga konsumen dapat memiliki produk dengan segera dan membawa belakangan. Ritel juga memajang produk sehingga konsumen bisa melihat dan memilih produk yang akan dibeli. 5) Meningkatkan nilai produk dan jasa Dengan adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan mungkin memerlukan beberapa pesaing. Pelanggan membutuhkan ritel karena tidak semua barang dijual dalam keadaan lengkap. Sebagai contoh, pemutar CD (CD player) mungkin dibeli di toko ritel alat elektronik, sementara baterai remote control-nya dibeli di supermarket. Pembelian salah satu barang ke ritel tersebut akan menambah nilai barang tersebutterhadap kebutuhan konsumen. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut, peritel dapat berinteraksi dengan konsumen akhir dengan memberikan nilai tambahbagi produk atau barang dagangan dan memberikan layanan lainnya seperti pengantaran, pemasangan dan sebagainya.



KARAKTER BISNIS RITEL Dalam buku Whidya (2006, pp10-19) karakteristik dasar ritel dapat digunakan sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis ritel. Terdapat tiga karakteristik, yaitu: 1) Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen Pengelompokan untuk memuaskan kebutuhan konsumen ini adalah bauran berbagai unsur yang digunakan oleh ritel untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan konsumen. Terdapat empat unsur yang dapat digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang berguna untuk menggolongkan ritel, yaitu : a. Jenis barang yang dijual Ritel dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dijualnya. Sebagai contoh, ritel yang menjual produk olahraga biasanya toko peralatan olahraga. Jenis ritel ini selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi toko peralatan olahraga untuk anak-anak, wanita maupun pria. Selain itu juga dapat dibagi menurut jenis olahraga itu sendiri, seperti basket, golf, sepakbola dan lain-lain.



Sedangkan jenis ritel lainnya adalah toko makanan, toko busana dan toko buku yang berbeda-beda karena perbedaan produk yang dijualnya. b. Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual Perbedaan barang yang dijual adalah jumlah kategori barang yang ditawarkan ritel. Sedangkan keanekaragaman barang yang dijual adalah jumlah/item barang yang berbeda dalam satu kategori barang. Tiap barang yang berbeda disebut dengan istilah unit penyimpanan persediaan (stock keepingunit-SKU). Contohnya grosir (wholesale store), toko diskon dan toko mainanyang menjual mainan. Namun, grosir dan toko diskon menjual berbagai jenis barang lainnya selain mainan. Toko-toko yang mengkhususkan pada mainan memiliki lebih banyak ragam mainan (lebih banyak SKU-nya). Pada ritel jenis ini, produk-produk yang dijual meliputi beragam jenis dan tidak terbatas pada satu jenis saja. c. Tingkat layanan konsumen Ritel juga berbeda dalam hal jasa yang mereka tawarkan kepada konsumen yang diukur dari kepuasaan pelanggan. Contohnya, toko sepeda menawarkan bantuan dalam memilihkan sepeda, menyesuaikan spesifikasi sesuai keinginan pembeli dan memperbaiki sepeda. Beberapa ritel meminta imbalan atau tambahanbiaya untuk layanan-layanan lain, seperti pengiriman ke rumah dan pembungkusan kado. Namun sebaliknya, peritel yang melayani pelanggan dengan berbasis layanan konsumen menyediakan layanan tanpa bayaran atau tambahan biaya.



d. Harga barang Para peritel dapat dibedakan dari tingkat harga dan biaya produk yang dikenakannya. Sebagai contoh, department storeatau toko diskon. Toko diskon memiliki perbedaan dalam menetapkan harga produk-produk yang dijual. Department store menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi karena menanggung biaya yang lebih tinggi dalam persediaan beberapa produk fashionable. Pemotongan harga pada produk-produk yang dijual dilakukan ketika terdapat kesalahan dalam pembuatan. Selain itu, pada department store terdapat penggunaan layanan penjualan perorangan (personal sales) dan memiliki lokasi toko yang bagus. Sedangkan toko diskon biasanya menyediakan berbagai produk dengan tingkat harga yang lebih rendah serta layanan yang lebih terbatas, bahkan produk-produk yang dijual seringkali memiliki keterbatasan dalam hal ukuran dan warna. Berdasarkan unsur-unsur diatas, ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) Supermarket tradisional



Supermarket tradisional melayani penjualan makanan, daging, serta produk-produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk nonmakanan, seperti produkkesehatan, kecantikan dan produk-produk umum lainnya. Sedangkan supermarketkonvensional yang lebih luas yang juga menyediakan layanan antar, menjual roti dan kue-kue (bakery), bahan makanan mentah, serta produk nonmakanan disebut sebagai superstore. b) Big-box retailer Lebih dari 25 tahun berikutnya, supermarket mulai berkembang dengan semakin memperluas ukuran dan mulai menjual berbagai produk luar negeri yang bervariasi. Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket, yaitu supercenter, hypermarket dan ware house club. 



Supercenter adalah supermarketyang mempunyai luas lantai 3.000 hingga 10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan sebanyak 3040% dan produk-produk nonmakanan  sebanyak 60-70%. Persediaan yang dimiliki berkisar antara 12.000-20.000 item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam satu atap (one stop shopping) sehingga banyak pengunjungnya yang datang dari tempat yang jauh.  Hypermarket merupakan supermarketyang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan 60-70% dan produk-produk umum 30-40%. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan yang lebih sedikit dibanding supercenter, yaitu lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik dan sebagainya. Dengan demikian, hypermarketadalah toko eceran yang mengombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon lini penuh.  Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yang minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil. Ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan lokasinya biasanya diluar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang digunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa lainnya. c) Convenience store Convenience store memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi. Convenience store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari



produk-produk yang diinginkannya. Produk-produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi daripada di minimarket. d) General merchandise retail Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori, department store, off-price retailing dan value retailing.  Toko diskon







Toko diskon (discount store) merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko itu sendiri (private label) maupun merekmerek lain yang sudah dikenal luas. Toko khusus







Toko khusus (specialty store)berkonsentrasi pada sejumlah terbatas kategori produk-produk komplementer dan memiliki level layanan yang tinggi dengan luas toko sekitar 8.000 meter persegi. Format toko khusus memungkinkan ritel memperhalus strategi segmentasi yang dijalankan serta menetapkan barang dagangan pada target pasar yang lebih spesifik. Toko kategori



Toko kategori (category specialist) merupakan toko diskon dengan variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon yang paling dasar. Beberapa toko kategori menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi beberapa toko menggunakan asisten untuk melayani konsumen.  Department store Merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada suatu area belanja. Masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan segala aktivitas promosi, pelayanan dan pengawasan yang terpisah pula.  Off-price retailing Ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi fashion dengan tingkat harga produk yang lebih murah pada umumnya.  Value retailing Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah dan biasanya berlokasi di daerah-daerah



padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional. Dan menurut Hendri (2005, p71) gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai tradisional dan gerai modern: a) Gerai tradisional Gerai yang telah lama beroperasi di negeri ini berupa : warung, toko, dan pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen (tembok penuh) semi permanen (tembok setinggi 1 meter disambung papan sebagai dinding), atau dinding kayu seutuhnya. Menurut penelitian AC Nielsen, selama 10 tahun sampai 2002, telah tumbuh 1 juta warung yang kebanyakan di luar kota dengan omset rata-rata Rp 100.000 per hari. b) Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta , arti modern disini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional. Modernisasi bertambah meluas pada dasawarsa 1970-an. Supermarket mulai di perkenalkan pada dasawarsa ini , konsep one stop shopping mulai dikenal pada dasawarsa 1980-an yang kemudian menjadi popular awal 1990-an. Istilah pusat belanja mulai popular di gunakan untuk mengganti kata one stop shopping . Banyak orang mulai beralih 10 (sepuluh) gerai modern seperti pusat belanja ini untuk berbelanja. Macam-macam gerai modern diantaranya : 



Minimarket



terjadi pertumbuhan sebanyak 1800 buah selama 10 tahun sampai 2002. Luas ruang minimarket adalah antar 50 m2 sampai 200 m2  Convenience store : gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, dan luas ruangan,dan lokasi. Convenience store ada yang dengan luas ruangan antara 20 m2 hingga 450 m2 dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari harga minimarket. 



Special store : merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal.







Factory outlet







Distro







Supermarket : mempunyai luas 300-1100 m2 yang kecil sedang yang besar 1100-2300 m2







Perkulakan atau gudang rabat







Super store : adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap dan luas yang lebih besar dari supermarket







Pusat belanja yang terdiri dua macam yaitu mall dan tradecenter.







Hypermarket : luas ruangan di atas 5000 m2



2) Pengelompokan berdasarkan sarana yang digunakan Pada bisnis ritel, terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana atau media yang digunakan. Dua bentuk utama bisnis ritel tersebut adalah a) Penjualan melalui toko Pada ritel yang menggunakan toko untuk pemasaran produk, jelas bahwa terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen melalui peritel dan pedagang grosir (wholesaler). Konsumen dapat mendatangi ritel seperti layaknya dalam aktivitas jual beli nyata, dalam rangka mendapatkan produk-produk yang diinginkannya. b) Penjualan tidak melalui toko Jenis-jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko antara lain :  Ritel elektronik. 



Katalog dan pemasaran surat langsung







Penjualan langsung







Television home shopping







Vending machine retailing



3) Pengelompokan berdasarkan kepemilikan Ritel dapat diklasifikasikan pula secara luas menurut bentuk kepemilikan. Berikut adalah klasifikasi utama dari kepemilikan ritel :  Pendirian toko tunggal atau mandiri







Ritel tunggal atau mandiri adalah ritel yang dimiliki seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar Jaringan perusahaan Ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administratif ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai. Kantor pusat biasanya







memusatkan pembelian barang-barang dagangan yang akan didistribusikan untuk dijual pada toko-tokonya. Waralaba Waralaba (franchising) adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar. Waralaba menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi jaringan toko. Waralaba merupakan suatu hubungan yang sifatnya terus-menerus dimana seorang pemilik waralaba memberikan kepada seorang penyewa waralaba hasil bisnis untuk mengoperasikan atau menjual produk. Pemilik waralaba (franchisor) tersebut menciptakan merek dagang, produk, maupun metode operasi. Sedangkan agen waralaba (franchise) sebaliknya membayar pada pemilik waralaba atas haknya menggunakan nama, produk, atau metode bisnisnya. Sebuah perjanjian waralaba antara kedua belah pihak biasanya berlaku 5 hingga 10 tahun yang dapat diperbaharui dengan kesepakatan kedua belah pihak.



2.5 KONDISI INDUSTRI DAN PERSAINGAN RITEL DI INDONESIA Di Indonesia, terutama di Jakarta, ada majalah harian yang memiliki rubric khusus tentang dunia ritel. Cobalah mengikuti perkembangan teknologi yang terkait, misalnya call centre, jaringan distribsi, format-format toko yang baru, impulsive, dan pelayanan pelanggan. Begitu juga tentang teknologi-teknologi yabg terkait dengan penggunaan internet, sistem keamanan took, praktik-praktik sistem penyerahan barang (delivery), penggunaan mailing list dan lain sebagainya. Pengelolaan bisnis ritel di Indonesia di satu sisi memang memiliki prospek yang baik karena potensi pasarnya yang sangat besar. Namun dalam bisnis apapun ada ungkapan “ada gula ada semut” selalu terjadi. Kalau ada satu bisnis yang banyak mendatangkan keuntungan, maka dengan cepat akan muncul banyak pelaku baru yang juga ingin menikmati keuntungan tersebut. Mengenai persaingan bisnis ritel ini, harus juga dibicarakan mengenai semakin banyaknya pelaku-pelaku baru dengan format toko yang baru sehingga semakin memperbanyak kerja sama yang terjadi antar pelaku bisnis. Ada peritel dengan perbankan, peritel dengan pemasok barang, dan peritel dengan jasa asuransi. Bahkan ada kerja sama antara peritel dengan pompa bensin, dengan pusat perbelanjaan dan lain-lain. Apalagi lingkungan bisnis ritel di Indonesia kini juga telah dimasuki oleh para pelaku dari mancanegara, yang datang dengan berbagai keunggulan. Semuanya semakin meningkatkan intensitas persaingan. Tinggi rendahnya intensitas persaingan, akan mempegaruhi mulus tidaknya bisnis ritel yang sedang dijalankan oleh setiap peritel. Semakin banyak yang ikut menjadi pelaku, semakin kecil kue-kue bisnisnya. Dapat diamati pesaing-pesaing baru maupun lama, gerak-geriknya dalam strategi promosi hingga pilihan barang yang dijual bahwa semuanya akan membantu peritel mengevaluasi strategi bisnisnya. Bila perlu dapatkan informasi melalui pihak-pihak terkait dengan pesaing, seperti pemasok atau pengembang property outlet ritel. Mereka yang



memiliki informasi ialah mereka yang pada akhirnya bisa memenangkan persaingan. Setidaknya, semua hal itu akan membuat bisnis tetap survive.



2.6PERILAKU KONSUMEN DALAM BISNIS RITEL TREN BELANJA DALAM MASYARAKAT



Apakah pelanggan kini lebih memperhatikan hal-hal khusus dalam berbelanja? Apakah mereka lebih menghargai mutu? Cobalah mendapatkan masukan mengenai hal-hal tersebut dengan mengamati melalui majalah bisnis, perilaku pelanggan toko, atau menganalisis laporan penjualan toko. Bagaimana kecenderungan berbelanja keluarga yang kedua orang tuanya bekerja? Apakah ibi-ibu lebih suka belanja barang terentu dibandingkan para bapak? Berapa kali dalam seminggu seorang ibu belanja? Kapan kebiasaan mereka berbelanja barang –barang tertentu? Apa yang selalu mereka beli sekaligus dalam jumlah besar? Apa yang sering mereka beli untuk relasi, sahabat, rekan bisnis? Apa yang kini sedang menjadi perbincangan public? Apa bacaan yang sekarang sedang digandrungi anak-anak? Musik seperti apa yang senang didengar? Bagaimana pola belanja mereka? Langsung pulang atau keluyuran di pertokoan sesuai sekolah? Begitulah ada banyak sekali pertanyaan yang akan membimbing setiap paritel untuk menemukan berbagai pola dan gaya belanja. Semuanya layak untuk diketahui, dipahami, dan diantisipasi oleh setiap orang yang bergerak dalam bisnis ritel. Pada dasarnya setiap manusia berbeda, perilakunya pun berbeda walaupun perilaku tersebut relative sama. Pola pola perilaku tersebut digambarkan sebagai berikut :



Consumption Stage



Type of Behaviour



Example of Behaviour Membaca Koran, majalah, Mendengarkan siaran radio,



Pre-purchase



Information Contact



Mengdengarkan dan melihat TV Mendengarkan dari sales,



Funds Access



teman Mengambil uang dari bank atau ATM Menggunakan credit card Menggunakan pinjaman dari bank ataupun kartu



keanggotaan belnaja Mencari lokasi belanja Pergi menuju lokasi Store Contact



Masuk ke lokasi belanja Mencari produk di dalam toko Menemukan produk yang



Product Contact



dicari Membawa produk ke kasir Pembayaran dengan uang



Purchase



Transaction



yang tersedia Membawa produk ke lokasi pemakaian Menggunakan produk



Consumption



Membuang sisa produk Pembelian ulang Memberi informasi kepada orang lain mengenai produk



Communication



Mengisi kartu garansi Memberikan informasi lainnya kepada retailer



Bahasan akan dilanjutkan dengan elemen-elemen lingkungan toko. Toko memiliki tiga elemen lingkungan (store environment) yang penting, yaitu (1) citra toko (store image); (2) atmosfer toko (store atmospherics); dan (3) teater toko (store theatrict). 1) Citra Toko Citra toko bisa dianalisis dari dua sudut pandang, yaitu internal impression dan external impression. a. Internal impression meliputi citra toko secara fisik; wujud fisik gedungnya, layout, interior, eksterior, etalase, toilet, penempatan barang, kinerja karyawan, pelayanan, dan tempat parker. Sementara itu, wujud nonfisik berupa reputasi pemilik toko, kinerja manajemen toko, dan kinerjaa karyawan. b. External impression meliputi reputasi pemilik toko, kinerja manajemen dan karyawan. 2) Atmosfer Toko



Atmosfer toko bisa dibangun melalui lima alat indera manusia, yaitu mata, telinga, hidung, alat untuk menyentuh (tangan/kulit), dan lidah (untuk rasa). 3) Teater Toko Teater toko bisa dianalisis dari dua sisi, yaitu tema dekor (décor theme) dan event toko (store event).



KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN BISNIS TITEL KEUNTUNGAN BISNIS RITEL Dalam buku Sopiah dan Syihabudhin (2008, pp17-18) beberapa keuntungan dari bisnis atau usaha ritel adalah: 1) Modal yang diperlukan cukup kecil dengan rentabilitas besar



2) Pedagang-pedagang eceran kecil menganggap bahwa pendapatannya dari usaha tersebut merupakan pendapatan tambahan atua kadang-kadang hanya iseng atau mengisi waktu luang.



3) Tempat pedagang-pedagang eceran kecil biasanya paling strategis. Biasanya mendekatkan usaha dengan tempat berkumpul konsumen (the center of consumers).



4) Hubungan antara pedagang eceran kecil dan konsumen cukup kuat misalnya, bisa dilihat dari para pembeli di warung kopi yang mengobrol dengan sangat dekat dengan pemiliknya.



KELEMAHAN BISNIS RITEL Bisnis ritel memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: 1) Kurangnya keahlian 2) Administrasi dalam arti pembukuan kurang bahkan tidak diperhatikan sehingga kadang-kadang uangnya habis tak terlacak. 3) Pedagang kecil tidak mampu mengadakan promosi dengan baik sehingga adakalanya keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen.



FAKTOR YANG MENDORONG MAJUNYA TOKO ECERAN Ada tiga factor yang dapat mendorang usaha ritel untuk berhasil, antara lain sebagai berikut. 1) Lokasi Usaha



Faktor utama yang harus diperhatikan dalam memulai ataupun mengembangkan usaha ritel adalah factor lokasi. Panduan dalam pemilihan lokasi usaha ritel yang baik menurut guswai (2009) adalah sebagai berikut. a. Terlihat (visible) Lokasi usaha ritel yang baik adalah harus terlihat oleh banyak orang yang lalu lalang di lokasi tersebut. b. Lalu lintas yang padat (heavy traffic) semakin banyak lokasi usaha ritel dilalui orang, maka semakin banyak yang tahu mengenai usaha ritel tersebut. c. arah pulang ke rumah (direction to home) pada umumnya, pelanggan berbelanja di suatu toko ritel pada saat pulang ke rumah. Sangat jarang orang berbelanja pada saat akan berangkat kerja. d. fasilitas umum (public facilities) Lokasi pada usaha ritel yang baik adalah dekat dengan fasilitas umum seperti terminal angkutan umum, pasar, ataupun stasiun kereta. Fasilitas umum tersebut bias menjadi pendorong bagi sumber lalu lalang calon pembeli/pelanggan untuk kemudian belanja di toko ritel. Hal ini disebut dengan impulsive buying atau pembeli yang tidak direncanakan. e. biaya akusisi (acquisition cost)



f.



Biaya merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam berbagai jenis usaha. Peritel harus memutuskan apakah akan membeli suatu lahan atau menyewa suatu lokasi tertentu. Peritel hendaknya melakukan study kelayakan dari sisi keuangan untuk memutuskan suatu lokasi usaha ritel tetentu. peraturan / perizinan (regulation)



Dalam menentukan suatu lokasi usaha ritel harus juga mempertimbangkan peraturan yang berlaku. Hendaknya peritel tidak menempatkan usahanya pada lokasi yang memang tidak diperuntukkan untuk usaha, sepeti taman kota dan bantaran sungai. g. akses ( acces) Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi. Akses yang baik haruslah memudahkan calon pembeli/pelanggan untuk sampai ke suatu usaha ritel. Jenis-jenis hambatan akses biasanya berupa perubahan arus lalu lintas atau halangan langsung ke lokasi toko, seperti pembatas jalan. h. Infrastuktur (infrastructure)



i.



Infrastuktur yang dapat menunjang keberadaan suatu usaha ritel, antara lain lahan parkir yang memadai, toilet, dan lampu penerangan. Hal tersebut dapat menunjang kenyamanan pelanggan dalam mengujungi suatu toko ritel. Potensi pasar yang tersedia ( captive market)



j.



Pelanggan biasanya akan memilih lokasi belanja yang dekat dengan kediamannya. Menetapkan lokasi usaha ritel yang dekat dengan pelanggan akan meringankan usaha peritel dalam mencari pelanggan. Legalitas (legality)



Untuk memutuskan apakah akan membeli atau menyewa sebuah lokasi untuk menempatkan usaha, peritel harus memastikan bahwa lokasi tersebut tidak sedang memiliki masalah hukum (sengketa). Segala perjanjian jual beli maupun sewa menyewa hendaknya dilakukan dihadapan notaries. Pihak notaries akan memeriksa kelengkapan dokumen sebelum melakukan pengesahan jual beli ataupun sewa menyewa. Kesalahan dalam menentukan lokasi usaha ritel dapat memiliki dampak jangka panjang. Peritel harus mempertimbangkan biaya yang sudah dikeluarkan ketika menjalankan usaha ritel seperti pemasangan listrik, jaringan system computer, dan dekorasi bangunan. Memindahkan bisnis ke lokasi yang baru yang dinilai akan lebih menguntungkan juga bukan hal yang mudah karena harus mempertimbangkan berbagai hal, seperti luas ruangan yang dibutuhkan, dekorasi ruangan, perizinan, dan lain sebagainya. 2) Harga Yang Tepat Usaha ritel biasanya menjual produk – produk yang biasa dibeli/dikonsumsi pelangga sehari-hari. Oleh karena itu, pelanggan bisa mengontrol harag dengan baik. Jika suatu toko menjual produk dengan harga tinggi, maka pelanggan akan pindah ke toko lain yang menawarkan harga yang lebih rendah, sehingga toko menjadi sepi pelanggan. Sebaliknya penetapan harga yang terlalu murah mengakibatkan minimnya keuntungan yang akan di peroleh, sehingga peritel belum tentu mampu menutup biaya – biaya yang timbul dalam menjalankan usahanya. 3) Suasana Toko Suasana toko yang sesuai bisa mendorong pelanggan untuk dating dan berlama-lama di dalam toko, seperti memasang alunan musik ataupun mengatur tata cara toko. Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan suasana toko yang menyenangkan, yaitu eksterior toko dan interior toko. a. Eksterior toko, meliputi keseluruhan bangunan fisik yang bisa dilihat dari bentuk bangunan, pintu masuk, tangga, dinding, jendela dan sebagainya. Eksterior toko berperan dalam mengomunikasikan informasi tentang apa yang ada di dalam gedung, serta dapat membentuk citra terhadap keseluruhan tampilan toko. b. Interior toko, meliputi ekstetika toko, desain ruangan, dan tata letak toko, seperti penempatan barang, kasir, serta perlengkapan lainnya. Jika pelanggan menangkap eksterior toko dengan baik, maka ia akan termotivasi untuk memasuki toko. Ketika pelanggan sudah memasuki toko, ia akan memperhatikan interior toko dengan cermat. Jika pelanggan memiliki persepsi/anggapan yang baik tentang suatu toko, maka ia akan senang dan betah lamalama di depan toko. Selain eksterior dan interior toko, factor penting lainnya yang memengaruhi keberhasilan toko adalah pramuniaga. Pramuniaga menentukan puas tidaknya pelanggan setelah berkunjung sehingga terjadi transaksi jual beli di toko tersebut. Pramuniaga yang berkualitas sangat menunjang kemajuan toko. Pramuniaga sebaiknya



mampu menarik simpati pelanggan dengan segala keramahannya, tegur sapanya, informasi yang diberikan, cara bicara, dan suasana yang bersahabat. MENGAPA MEMPELAJARI PERILAKU KONSUMEN



Alasan mempelajari perilaku konsumen dapat diiktisarkan sebagai berikut: 1) Analisis konsumen menjadi dasar bagi manager pemasaran. Hal ini membantu menajer dalam: a. menyusun bauran pemasaran. b. Segmentasi c. defferensiasi dan product positioning. d. menyediakan dasar analisisi lingkungan e. mengembangkan riset pemasaran. 2) Analisis konsumen memainkan peranan kritis dalam pengembangan kebijakan publik. 3) Pengetahuan mengenai perilakuk konsumen mengembangkan kemampuan konsumen untuk menjadi konsumen yang lebih efektif. 4) Analisis konsumen memberikan pengetahuan tentang perilaku manusia. 5) Studi perilaku konsumen memberikan 3 jenis informasi, yaitu: a. Orientasi konsumen. b. Fakta mengenai perilaku pembelian. c. Teori yang membimbing dalam proses berfikir.



PENUTUP 3.1Kesimpulan Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka dibukannya bisnis ritel , bisnis ini juga termasuk dalam peningkatannya distribusi ekonomi Negara Indonesia , maka dari itu untuk pengembangannya pun dibutuhkan kerja sama dan penggunaan sumber daya alam yang baik dan benar untuk dapat memenuhi pemasokan ataupun pengeluaran yang ada dalam pengembangan



dari bisnis ini. Dan dalam karakter pembeliannya bisa di dapatkan dari cara penjualan dan pelayanan yang baik dan juga benar. 3.1Saran Untuk memenuhi kebutuhan dari bisnis ini disarankan untuk menjaga adanya poengembangan sumber daya manusia yang bisa atau mampu di tetapkan , dengan pengelolaan bisnis yang mencakupi dari bberapa yang sudah dijelaskan di atas memungkinkan untuk mencapai kesuksessan yang optimal. dan juga adanya pemasokan dan juga pengeluaran yang simbang dengan Bisnis Ritel tersebut.



Daftar Pustaka Whydia, Utama Lestari. 2014. Manajemen Bisnis Ritel. Jakarta. Penerbit : Karya Salemba Empat. Soenyoto. 1994. Kumpulan Bacaan Wajib Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Sanjaya, Danu Swisma, 2019 https://www.academia.edu/10691343/struktur_dasar_bisnis_ritel_dan_perilaku_konsumen_dalam_bis nis_ritel