Makalah BPH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)



DOSEN PENGAMPU : Ns. Wasisto Utomo, S.Kep., M.Kep



OLEH KELOMPOK 1 : CICA KRISTINA DINI HARYATI ULFA DINY REFIANI DWI APRI KURNIAWAN EFPRITA MEIGA DIAHSARI ELSA AULIA RIZAL FATHMI KHAIRA FEBY FITRI DARMADI GUSMELDAWATI B 2019 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU 2020



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami



dapat menyelesaikan tugas makalah pleno yang



berjudul Asuhan Keperawatan BPH ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas seminar pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep BPH. Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Wasisto Utomo, selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang



telah



membagi



sebagian



pengetahuannya



sehingga



kami



dapat



menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Pekanbaru, 26 April 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR........................................................................................ i DAFTAR ISI....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan...................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi....................................................................................................3 B. Klasisfikasi...............................................................................................4 C. Patofisiologi.............................................................................................4 D. Faktor Resiko...........................................................................................7 E. Manifestasi Klinis....................................................................................7 F. Penatalaksanaan ......................................................................................9 G. Pengkajian................................................................................................13 H. Diagnosa Keperawatan ...........................................................................14 I. Intervensi Keperawatan...........................................................................15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................................20 B. Saran........................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). Benigna Prostat Hipertropi adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria (Nursalam dan Fransisca, 2006). Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun



mengalami



hiperplasia



prostat.



Adanya hiperplasia



ini akan



menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi (Smeltzer, 2000). Dengan teknologi dan kemajuan ilmu yang semakin canggih dalam kehidupan ini banyak membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat terhadap peningkatan kualitas hidup, status kesehatan, umur dan harapan hidup. Dengan kondisi tersebut merubah kondisi status penyakit infeksi yang dulu menjadi urutan pertama kini bergeser pada penyakit degeneratif yang menjadi urutan pertama. Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006). Oleh karena permasalahan tersebut, makalah ini disusun agar perawat



1



mampu memahami dengan baik mengenai Benigna Prostat Hiperplasia serta mampu menerapkan asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien Benigna Prostat Hiperplasia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep umum dari Benigna Prostat Hiperplasia? 2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari Benigna Prostat Hiperplasia? C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai Benigna



Prostat



Hiperplasia



dan



bagaimana



cara



memberikan



penatalaksaan, serta mahasiswa diharapkan mamp memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia secara komprehensif. 2. Tujuan Khusus 1) Mahasiswa mampu Benigna Prostat Hiperplasia gagal ginjal kronik 2) Menjelaskan Klasifikasi Benigna Prostat Hiperplasia 3) Menjelaskan patofisiologi Benigna Prostat Hiperplasia 4) Menjelaskan faktor resiko Benigna Prostat Hiperplasia 5) Menjelaskan manifestasi klinis Benigna Prostat Hiperplasia 6) Menjelaskan penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia 7) Menjelaskan pengkajian Benigna Prostat Hiperplasia 8) Menjelaskan diagnose keperawatan Benigna Prostat Hiperplasia 9) Menjelaskan intervensi keperawatan Benigna Prostat Hiperplasia



2



BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi Benigna Prostat hiperplasia adalah bertambah besarnya ukuran prostat biasanya diiringi dengan bertambahnya usia pada seorang pria, membesarnya prostat menyebabkan fungsi leher buli dan uretra pars prostatika menjadi terganggu, menimbulkan obstruksi saluran keluar buli (Iskandar, 2009). Benigna prostat hiperplasia adalah terjadinya pelebaran pada prostat yang menimbulkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di bawah kandung kemih dan menyebabkan gejala-gejala seperti sering kencing dan retensi urin.( Aulawi, 2014). Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002). BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006). BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.



3



B. Klasifikasi Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO Prostate Symptom Score (PSS). Derajat ringan: skor 0−7, sedang: skor 8−19, dan berat skor 20−35 (Sjamsuhidajat dkk, 2012). Selain itu, ada juga yang membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit BPH. Derajat penyakit BPH disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Derajat penyakit BPH (Sumber: Sjamsuhidajat dkk, 2012). Derajat I



Colok Dubur Penonjolan prostat, batas atas



Sisa Volume Urin 100 mL



IV



diraba -



Retensi urin total



C. Patofisiologi Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk



4



berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007). Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih atau disuria ( Purnomo, 2011). Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).



Pathway



5



6



D. Faktor resiko Dalam penelitian terakhir, pengaruh makanan terhadap pembesaran prostat telah menjadi kontroversi. Menurut sebuah studi yang menganalisis data dari kelompok plasebo dalam Prostate Cancer Prevention Trial (PCPT), yang terdaftar 18.880 pria berusia lebih dari 50 tahun, tingginya konsumsi daging merah dan diet tinggi lemak dapatmeningkatkan risiko BPH, dan tingginya konsumsi sayuran dikaitkan dengan penurunan risiko BPH. Lycopene dan suplemen dengan vitamin D bisa menurunkan risiko pembesaran prostat, tetapi vitamin C, vitamin E, dan selenium dilaporkan tidak ada hubungannya dengan BPH. Aktivitas fisik juga terbukti mengurangi kemungkinan pembesaran prostat dan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS). Dalam meta-analisis yang terdaftar 43.083 pasien laki-laki, intensitas latihan itu terkait dengan pengurangan risiko pembesaran prostat. Sebuah korelasi negatif antara asupan alkohol dan pembesaran prostat telah ditunjukkan dalam banyak studi penelitian (Yoo & Cho, 2012). Pria yang mengkonsumsi alkohol secara sedang memiliki risiko 30% lebih kecil kemungkinan terjadi gejala BPH, 40% lebih kecil kemungkinan untuk mengalami transurethral resection prostate, dan 20% lebih kecil kemungkinan mengalami gejala nokturia. Namun, dalam meta-analisis dari 19 studi terakhir, menggabungkan 120.091 pasien, pria yang mengkonsumsi 35 gram atau lebih alkohol per hari dapat menurunkan risiko BPH sebesar 35% tetapi peningkatan risiko LUTS dibandingkan dengan pria yang tidak mengkonsumsi alkohol (Yoo & Cho, 2012). E. Manifestasi klinis Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih. 1.



Keluhan pada saluran kemih bagian bawah



7



a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi) b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi). 2.



Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.



3.



Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar. Tanda gejala yang muncul pada pasien penderita Benigna Prostat Hiperplasia menurut (Aulawi, 2014) adalah : 1.



Kesulitan mengawali aliran urine karena tekanan pada uretra dan leher kandung kemih



2.



Frekuensi perkemihan, sering kencing arean tekanan pada kandung kemih.



3.



Urgensi perkemihan, perlu segera kekamar mandi karena tekanan pada kandung kemih



4.



Nocturia adalah sering bangun malam hari untuk kencing karena tekanan pada kandung kemih



5.



Turunya kekuatan aliran air kemih



6.



Aliran urine keluar yang tidak lancar



8



7.



Hematuria adalah kondisi dimana urine keluar bercampur darah.



F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Non Medis Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urine setelah miksi dan mecegah progretifitas penyakit. a) Watchfull waiting Terapi ini ditujukan pada pasien dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari hari. Pasien tidak diberi terapi apapun tetapi hanya dijelaskan mengenai keluhan yang dapat memperburuk keluhanya misalnya , jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan, mengurangi



pengguanaan



obat



obat



influenza



yang



mengandung



fenilpropanolamin, kurangi makan pedas dan asin, jangan menahan kencing terlalu lama. 2. Penatalaksanaan Medis Tujuan terapi medikametosa adalah berusaha untuk: mengurangi resistensi otot polos postat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa ( adrenergic alfa blocker ), mengurangi volume prostat



sebagai komponen static dengan cara



menurunkan kadar hormone testosterone atau dihidrotestosteron ( DHT ) melalui penghambat 5α reduktase. 1) Penghambat reseptor adrenergic-α seperti: a. Fenoksibenzamin : mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. b. Prazosin, terazosin, afluzosin dan doksazosin yang diberikan 2x sehari yang dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine. c. Tamsulosin



:



mampu



memperbaiki



pancaran



miksi



tanpa



menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut jantung.



9



2) Penghambat 5α-reduktase Finasteride 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%, hal ini memperbaiki keluuhan miksi dan pancaran miksi. 3) Fitoterapi Jenis fitoterapi : Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica, dll fungsi fitoterapi sendiri adalah anti esterogen, anti androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin ( SHBG ), inhibisi basic fibroblast growth factor ( BFGF ) , efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistancedan memperkecil volume prostat. 4) Pembedahan Pembedahan direkomendasikan pada pasien BPH yang, mengalami tidak menunjukkkan perbaikan setelah terapi medikametosa, mengalami retensi urine, mengalami infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, timbulnya baru saluran kemih atau penyakit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah. Pembedahan yang dapat dilakukan antara lain: a. Operasi prostatektomi terbuka Dilakukan



pada



daerah



suprapubik



transvesika



atau



retropubik



infravesikal. Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar ( >100 gram ). Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah inkontinensia urine (3 %), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dengan angka mortalitas sebanyak 2%. b. TURP ( Transurethral Resection of the Prostate ) Dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan ( pembilas ) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan berupa laturan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai yaitu H2O ( aquades ). Kerugian aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui vena yang



10



terbuka saat reseksi. Kelebihan aquades dapat menyebabkan hiponatremia relative atau gejala intoksikasi air atau sindroma TURP. Sindrom ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan bradikardi. Jika tidak segera diatasi pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP sebesar 0,99 %. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP tindakan reseksi tidak boleh dilakukan lebih dari 1 jam dan untuk mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik dapat dipasang sistostomi suprapubik dahulu sebelum reseksi. c. Elektrovaporisasi Prostat Cara ini adalah sama dengan TURP, namun cara ini memakai teknik roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (