Makalah Farmakoekonomi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FARMAKOEKONOMI ANALISIS BIAYA SATUAN PASIEN MENINGITIS TUBERKULOSIS YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO



Disusun Oleh :



Nathalia Windy Tuhumena



(201804033)



Putri Aisyah Q.N



(201804034)



Sarah Najla Prastika



(201804039)



Sheila Geby S Z



(201804043)



Weni Alfionika



(201804046)



PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA KELUARGA 2021



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran pernapasan dan merupakan penyakit nomor satu terbesar dari penyakit infeksi (Anonim, 2007). Tuberkulosis paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Angka kematian sejak awal abad ke-20 mulai berkurang sejak diterapkannya prinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan penderita (Abiyoso dkk., 1994). Di Indonesia, TB (Tuberkulosis) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberkulosis di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus tuberkulosis BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk (Anonim, 2007). Di Indonesia, TB (Tuberkulosis) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberkulosis di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus tuberkulosis BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk (Anonim, 2007). Meningitis tuberkulosis (TB) banyak ditemukan di Indonesia dan perawatan pasiennya memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk uji diagnostik awal, World Health Organization merekomendasikan pemeriksaan Xpert MTB/Rif cairan serebrospinal. Namun demikian, analisis biaya satuan belum pernah dilakukan untuk kasus ini di RSUP. Prof. dr. R.D Kandou (RS RDK). Kami hendak mengetahui biaya satuan pasien meningitis TB di RS RDK, tanpa dan dengan menggunakan pemeriksaan Xpert MTB/Rif.



Pakar farmakoekonomi kadang-kadang ingin menyertakan ukuran preferensi pasien atau kualitas hidup ketika membandingkan bersaing pengobatan alternatif. CUA adalah



sebuah



metode



untuk



membandingkan



pengobatan



alternatif



yang



mengintegrasikan preferensi pasien dan HRQOL. CUA dapat membandingkan biaya, kualitas dan kuantitas pasien per tahun. Biaya diukur dalam mata uang, dan hasil terapi diukur dalam utilitas pasien tertimbang bukan dalam unit fisik. Sering pengukuran utilitas yang digunakan adalah kesesuaian kualitas hidup yang diperoleh tahun (QALY). QALY adalah ukuran umum dari status kesehatan yang digunakan dalam CUA, menggabungkan morbiditas dan mortalitas data. Sebagai contoh, dalam setahun penuh kesehatan pasien benar-benar sehat maka nilainya sama dengan 1,0 QALY, sedangkan pasien yang menghabiskan setahun dengan penyakit tertentu akan dinilai secara signifikan lebih rendah tergantung pada penyakit. CUA adalah metode yang paling tepat untuk digunakan ketika membandingkan program dan pengobatan alternatif yang memperpanjang harapan hidup dengan efek samping yang serius, yang menghasilkan pengurangan morbiditas daripada kematian. CUA kurang sering digunakan dibandingkan dengan metode evaluasi ekonomi lain karena kurangnya kesepakatan pada mengukur utilitas, kesulitan membandingkan QALYs pasien dan populasi, dan kesulitan kuantifikasi preferensi pasien (Trask, 2011).



B. Tujuan Mengetahui biaya satuan pasien meningitis TB rawat inap di RS RDK, tanpa dan dengan menggunakan Xpert MTB/Rif dan komponen apa saja yang mempengaruhi biaya satuan tersebut.



C. Metode Penulisan 1. Pengumpulan Data dan Informasi Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari skripsi, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:



1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan 2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh, diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh suatu solusi dan kesimpulan. 2. Pengolahan Data dan Informasi Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data, kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif berdasarkan data sekunder.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Pengertian Farmakoekonomi Farmakoekonomi



merupakan



salah



satu



cabang



dalam



bidang



farmakologi



yangmempelajari mengenai pembiayaan pelayanan kesehatan, dimana pembiayaan dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif, bagaimana dapat menghemat pembiayaan, dan bagaimana dapat meningkatkan kualitas hidup. Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperolehdihubungkan dengan



pengunaan



obat



dalam



perawatan



kesehatan.



Analisis



farmakoekonomi



menggambarkan dan menganalisa biaya obat untuk sistem perawatan kesehatan. Studi farmakoekonomi dirancang untuk menjamin bahwa bahan-bahan perawatan kesehatan digunakan paling efisien dan ekonomis (Orion, 1997). Farmakoekonomi di defenisikan juga sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapidalam suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi serta determinasi suatu alternatif terbaik. Evaluasi farmakoekonomi memperkirakan harga dari produk atau pelayanan berdasarkan satu atau lebih sudut pandang. Tujuan dari farmakoekonomi diantaranya membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat membandingkan pengobatan (treatment) yang berbeda untuk kondisi yang berbeda. Adapun prinsip farmakoekonomi sebagai berikut yaitu menetapkan masalah, identifikasi alternatif intervensi, menentukan hubungan antara income dan outcome sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat, identifikasi dan mengukur outcome dari alternatif intervensi, menilai biaya dan efektivitas, dan langkah terakhir adalah interpretasi dan pengambilan kesimpulan. Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada Rumah Sakit pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat) dan



administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin.



Empat jenis metode analisis farmakoekonomi yang telah dikenal dan karakteristik yaitu: Metode analisis Analisis



minimalisasi



Karakteristik Analisis biaya Efek dua intervensi sama (atau setara) valuasi/biaya



(AMiB) Cost Minimalis Analysis dalam rupiah (CMA) Analisis efektivitas biaya (AEB) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil Cost-Effectiveness



Analysis pengobatan diukur dalam unit alamiah/indicator



(CEA)



kesehatan, baluasi/biaya dalam rupiah



Analisis utilitas-biaya(AUB) Cost Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil Utility Analysis (CUA)



pengobatan



dalam



quality-adjusted



life



years



(QALY), valuasi/biaya dalam rupiah Analisis manfaat-biaya (AMB) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil Cost Benefit Analysis (CBA)



pengobatan dinyatakan dalam rupiah, valuasi/biaya dalam rupiah



B. Pengertian Cost Utility Analysis Analisis utilitas-biaya (AUB – Cost Utility Analysis, CUA) adalah teknik analisisekonomi untuk menilai utilitas (daya guna) atau kepuasan atas kualitas hidup yang diperoleh dari suatu intervensi kesehatan. Kegunaan diukur dalam jumlah tahun dalam keadaan sehat sempurna, bebas dari kecacatan, yang dapat dinikmati umumnya diekspresikan dalam Quality Adjusted Life Years (QALY), atau „jumlah tahun berkualitas yang disesuaikan‟.



Cost-Utility Analysis (CUA) mirip dengan Cost-Effectiveness Analysis (CEA), tetapihasil (outcome)-nya dinyatakan dengan utilitas yang terkait dengan peningkatan kualitas atau perubahan kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan, karena itu sering juga dianggap sebagai suatu bentuk CEA . Hal yang membedakan adalah bahwa CUA lebih mengukur utilitas pada berbagai programMenurut Bootman (1996), hasil pengobatan dalam bentuk kuantitas dan kualitas hidupitu mencerminkan keadaan berikut: 1. Apakah penyakit



yang diderita atau pengobatan terhadap penyakit



yang



diberikansecara kuantitas akan memperpendek usia pasien? 2. Apakah kondisi penyakit yang diderita pasien atau pengobatan terhadap penyakittersebut tidak seperti yang diinginkan? Kalau jawabannya “ya”, sebesar apa? 3. Apakah dampaknya terhadap usia? Berapa banyak berkurangnya usia (kuantitatif)dan kepuasan (kualitas) hidup?



Dalam praktek, CUA hampir selalu digunakan untuk membandingkan alternatif yangmemiliki tujuan (objective) sama, seperti: 1. Membandingkan operasi versus kemoterapi 2. Membandingkan obat kanker baru versus pencegahan (melalui kampanue skrining). Beberapa istilah yang lazim digunakan dalam AUB, termasuk:



a. Utilitas (Utility). Analisis utilitas-biaya (AUB) menyertakan hasil dari intervensisebagai utilitas atau tingkat kepuasan yang diperoleh pasien setelah mengkonsumsisuatu pelayanan kesehatan, misalnya setelah mendapatkan pengobatan kanker ataupenyakit jantung. Unit utilitas yang digunakan dalam Kajian Farmakoekonomibiasanya, jumlah tahun yang disesuaikan‟ (JTKD) atau quality-adjusted life years(QALY). b. Kualitas hidup (Quality of Life, QOL). Kualitas hidup dalam AUB diukur dengandua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitas (duration of life) dan pendekatankualitas (quality of life). (Bootman et al., 1996). Kualitas hidup merupakan sebuahkonsep umum yang mencerminkan keadaan yang terkait dengan perubahan danpeningkatan aspek-aspek kehidupan, yaitu fisik, politik, moral dan lingkungansosial.



c. QALY (Quality-Adjusted Life Years). Quality-Adjusted Life Years (QALY) atauJumlah Tahun yang Disesuaikan‟ (JTKD) adalah suatu hasil yang diharapkan darisuatu intervensi kesehatan yang terkait erat dengan besaran kualitas hidup.Secara teknis, JTKD diperoleh dari perkalian antara nilai utilitas dan nilai timepreference, dimana nilai utilitas menggambarkan penilaian pasien terhadap kualitas hidupnya saat itu. Penilaian yang dilakukan secara subyektif oleh pasien didasarkan pada berbagai atribut kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan, sementara time preference menggambarkan perkiraan pertambahan usia (dalam tahun) yang diperoleh karenapengobatan yang diterima. Terkait teknis perhitungan, pengertian “adjusted” atau “disesuaikan” pada JTKDadalah penyesuaian pertambahan usia yang akan diperoleh dengan utilitas. Dengan penyesuaian ini, diperoleh jumlah tahun pertambahan usia dalam kondisi sehat penuh. Nilai utilitas berkisar dari 1 (hidup dalam keadaan sehat sempurna) sampai 0 (mati). Jadi, jika seorang pasien menilai bahwa keadaannya setelah periode terapi yang diperoleh setara dengan 0,8 keadaan sehat sempurna dan pertambahan usianya 10 tahun, pertambahan usia yang berkualitas bukanlah 10 tahun, melainkan 0,8 x 10 tahun = 8 tahun (Drummond et al., 1987).



C. Keuntungan dan Kerugian Cost Utility Analysis Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan pasien.



D. Tujuan Cost Utility Analysi Tujuan dari CUA adalah untuk memperkirakan perbandingan antara suatu biayaintervensi yang berhubungan dengan kesehatan dan menghasilkan keuntungan dalam hal kualitas hidup dalam setahun oleh para penerima manfaat kesehatan.



E. Manfaat Cost Utility Analysis Dalam skala kecil dapat menentukan terapi terhadap pasien dalam suatu pengobatanyang dipilih sehingga dengan biaya yang minimal berdampak manfaat yang maksimal. Dalam sekala besar pemerintah dapat menentukan kebijakan dalam hal pemberian subsidi terhadap obat atau program kesehatan.



F. Prinsip Cost Utility Analysis Analisa biaya dilakukan untuk menentukan biaya yang dikeluarkan dalam kurun waktusatu tahun anggaran. Pelayanan kesehatan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan tercapainya hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat terwujud kesehatan masyarakat yang optimal



Meningitis tuberkulosis (meningitis TB) merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang mengenai meningen atau parenkim otak.(1) Meningitis TB merupakan salah satu bentuk tuberkulosis (TB) ekstraparu yang paling sering terjadi. Persentase kasus meningitis TB mencapai 70-80% dari seluruh kasus TB sistem saraf, 5,2% dari seluruh kasus TB ekstraparu, dan 0,7% dari seluruh kasus TB.(2) Tingkat mortalitas meningitis TB bervariasi sekitar 10-45%.(2,3) Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, Sulawesi Utara (RS RDK) pada tahun 2012-2013, ditemukan bahwa meningitis TB merupakan penyulit sistem saraf pusat (SSP) tersering pada pasien human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS). Penyakit ini didiagnosis pada sekitar 50% pasien HIV/AIDS yang dirawat karena defisit neurologis di rumah sakit ini.(4) Penegakkan diagnosis dan terapi secara cepat dan tepat perlu dilakukan karena akan memperbaiki prognosis.(5) Meskipun demikian, diagnosis meningitis TB masih sulit karena rendahnya akurasi pemeriksaan penunjang atau waktu pemeriksaan yang lama.(6–9) Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) pada sampel cairan serebrospinal (CSS) baik dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau melalui isolasi kultur M. tuberculosis merupakan baku emas dalam mendiagnosis meningitis TB. Namun demikian, sensitivitas kedua teknik ini masingmasing masih sekitar 10-20% dan 8,6- 55%. Kultur juga memakan waktu yang lama (lebih dari tiga minggu).(7–9) Sejak Desember 2010, World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan Xpert MTB/Rif sebagai uji diagnostik awal pada pasien yang dicurigai menderita multiple drug resistance tuberculosis (MDRTB) atau pada pasien TB yang positif HIV.(10) Pemeriksaan Xpert MTB/Rif sendiri merupakan tes berbasis real time polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mendeteksi M. tuberculosis dan kasus resistan rifampicin pada spesimen klinis.



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil



4.2 PEMBAHASAN Dalam penelitian ini penentuan biaya langsung mengacu pada Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathway (CP) Meningitis Kronik dan Meningitis Tuberkulosis RS RDK. Biaya satuan pasien meningitis TB yang dirawat inap di RS RDK tahun 2017 ialah Rp 14.779.178. Biaya ini lebih rendah dari harga pada Ina-CBG tahun 2016. Harga paket dari kelas 3 hingga kelas 1 menurut Ina-BG adalah Rp 9.439.200 - Rp. 13.214.900. Jika diambil selisih dengan paket kelas 1 masih terdapat selisih biaya satuan sebesar Rp 1.564.278. Biaya obat dan alat kesehatan merupakan biaya komponen yang paling besar biaya satuannya yaitu sebesar Rp 3.838.964 dengan nilai tertinggi Rp 16.126.562. Hal ini karena ada pasien dengan durasi rawat inap yang cukup lama serta kondisi pasien yang dirawat inap biasanya pasien dengan keluhan berat sehingga memerlukan terapi farmakologis dan alat kesehatan yang banyak. Selain itu, biaya obat dan dan alat kesehatan riil lebih besar dibandingkan biaya yang termasuk dalam CP. Hal ini karena penyulit yang dialami subjek dan adanya diagnosis tambahan yang tidak termasuk dalam varian standar CP Meningitis TB. Biaya akomodasi merupakan biaya komponen tertinggi kedua. Penyebab tingginya biaya ini ialah lama perawatan. Perbedaan kelas rawat memang berperan terhadap perbedaan biaya tersebut, namun faktor perbedaan kelas rawat ini sudah diperhitungkan dalam premi asuransi, termasuk program BPJS. Dalam CP, standar lama rawat inap pasien meningitis TB adalah 21 hari. Terdapat empat subjek dengan lama perawatan di atas 21 hari (lama perawatan terlama adalah selama 31 hari) dengan rerata tagihan sebesar Rp 39.167.483. Pada kasus seperti ini, biasanya terdapat varian dalam penanganan kasus sehingga kasus menjadi lebih sulit dan biaya



tambahan luar paket dapat dimasukkan. Selain berdasarkan kondisi pasien, ketersediaan ruangan juga menjadi penyebab subjek dirawat di IGD. Tarif rawat inap perhari di RS RDK adalah Rp 75.000 dan untuk tarif akomodasi rawat darurat adalah Rp 500.000. Perbedaan biaya komponen jasa dokter disebabkan karena pembagian jenis jasa dokter yang dibagi berdasarkan konsultasi atau kunjungan dokter dan jasa dokter umum atau dokter spesialis. Tarif kunjungan dokter umum di RS RDK ialah Rp 35.000 dan kunjungan/konsultasi dokter spesialis Rp 47.000. Selain itu, perbedaan rentang lama rawat pasien adalah faktor yang paling mempengaruhi biaya jasa dokter. Biaya pemeriksaan laboratorium pada subjek rerata Rp 2.437.457. Sebagian besar dilakukan pemeriksaan hematologi, kimia klinis, dan pemeriksaan anti-HIV. Biaya komponen administrasi relatif kecil karena sebanyak 84% pasien meningitis TB merupakan pasien yang dirawat inap menggunakan BPJS. Sekitar 66,6% pasien BPJS merupakan pasien kelas 3 dengan biaya administrasi sebesar Rp. 20.000. Dalam tagihan biaya pemeriksaan penunjang, tagihan pemeriksaan Xpert MTB/Rif tidak dimasukkan. Dikarenakan merupakan program pemerintah sehingga ditanggung pemerintah baik pasien BPJS maupun pasien umum. Variasi biaya komponen transportasi muncul disebabkan perbedaan jarak tempuh, karena sebagian besar pasien menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan desa sehingga tidak mengeluarkan biaya selain biaya bahan bakar minyak. Rerata jarak tempuh dari rumah ke rumah sakit sebesar 48,3km dengan biaya Rp 860.267. Biaya komponen transportasi terendah Rp 208.000 karena keluarga pasien menjaga pasien dan hanya pulang ke rumah keluarga di Manado menggunakan kendaraan umum. Biaya tertinggi Rp 1.512.000 karena menjaga pasien secara bergantian dan pulang ke tempat tinggal masing-masing. Variasi biaya komponen konsumsi muncul karena jumlah keluarga yang menjaga, tempat makan keluarga, dan apakah keluarga bergantian menjaga pasien. Biaya konsumsi terendah Rp 1.000.000 timbul karena jumlah keluarga yang menjaga tiga orang tetapi menjaga secara bergantian. Biaya komponen konsumsi tertinggi Rp 2.320.000 timbul karena jumlah keluarga yang menjaga dua orang dengan konsumsi sebanyak dua kali selama pasien dirawat. Biaya komponen pekerjaan yang hilang juga sebagian besar tidak ada karena mereka mendapat izin cuti, menjaga pasien secara bergantian dengan anggota keluarga yang tidak bekerja, ataupun karena keluarga yang menjaga memang tidak bekerja. Didapatkan karena keluarga pasien yang



bergantian menjaga memiliki pekerjaan berdagang sehingga harus menutup warungnya saat menjaga pasien. Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Pertama, jumlah subjek yang menolak untuk melakukan pemeriksaan pungsi. Kedua, rentang waktu antara saat pasien dirawat dengan waktu penelitian cukup lama sehingga banyak pasien yang sudah tidak bisa dihubungi terkait biaya tidak langsung. Ketiga, pada data biaya yang didapat dari billing system, terdapat data yang mengalami kesalahan peng-input-an yang baru disadari melalui penelitian ini seperti kunjungan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang tidak di-input dalam tagihan pasien atau kunjungan dokter spesialis ter-input sebagai kunjungan dokter umum. Keempat, ada perubahan pada buku tarif. Buku tarif yang baru hanya berlaku pada pasien kelas 2 sampai kelas VVIP sehingga terdapat beberapa kesalahan peng-inputan pemeriksaan karena nama tindakannya sudah tidak sesuai dengan buku tarif baru.Yang terakhir, data penghitungan hanya menggunakan analisis perhitungan sederhana



BAB IV KESIMPULAN



Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat disimpulkan bahwa penghitungan unit cost yang dilakukan oleh Di rawat inap RSUP . Dr.R.D.Kandou Manado sudah tepat dan sesuai dengan langkah-langkah perhitungan unit cost menggunakan metode satu langkah (simple distribution method). Kriteria inklusi penelitian adalah pasien terdiagnosis meningitis TB, dirawat inap pada tahun 2017, dan berusia >15 tahun. Perhitungan biaya satuan dari biaya langsung dilakukan dengan menggunakan data rekam medis dan data tagihan billing system subjek. pasien meningitis TB rawat inap di RS RDK terutama adalah laki-laki pada dekade usia 40 tahun. Biaya satuan dari biaya langsung penanganan pasien rawat inap dengan diagnosis meningitis TB di RS RDK adalah sebesar Rp. 14.779.178. Terdapat selisih biaya dengan biaya paket kelas 1 Ina-CBG sebesar minus Rp. 1.564.278. Peningkatan biaya satuan terutama disebabkan oleh lama perawatan. Estimasi biaya satuan dari biaya tidak langsung adalah sebesar Rp. 3.369.767. Pemeriksaan Xpert MTB/Rif di RS RDK tidak memerlukan biaya karena dibiayai pemerintah.



DAFTAR PUSTAKA



1. Forbes BA, Sahm DF, Weissfeld AS. Bailey and Scott’s Diagnostic Microbiology. Edisi ke-12. St. Louis: Mosby; 2007. hal.478-509. 2. Pemula G, Apriliana E. Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosis. J Medula Unila. 2016;6(1):50–55. 3. Bhigjee AI, Padayachee R, Paruk H, Hallwirth-Pillay KD, Marais S, Connoly C. Diagnosis of Tuberculous Meningitis: Clinical and Laboratory Parameters. Int J Infect Dis. 2007;11(4):348– 354. 4. Tumbelaka CB, Ngantung DJ, Pertiwi JM. Angka Kejadian Komplikasi Intrakranial pada Penderita HIV/AIDS yang Dirawat inap di Bagian Neurologi RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2012 – Juni 2013. J EClinic. 2013;1–7. 5. Ho Dang Trung N, Le Thi Phuong T, Wolbers M, Nguyen van Minh H, Nguyen Thanh V, Van MP, dkk. Aetiologies of Central Nervous System Infection in Viet Nam: A Prospective Provincial HospitalBased Descriptive Surveillance Study. PLoS One. 2012;7(5):1-15. 6. Lee HG, William T, Menon J, Ralph AP, Ooi EE, Hou Y, dkk. Tuberculous Meningitis is A Major Cause of Mortality and Morbidity in Adults with Central Nervous System Infections in Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia: An Jurnal Sinaps, Vol. 2 No. 1 (2019), hlm. 43-56 56 observational Study. BMC Infect Dis. 2016;16(1):1–8.