Makalah Fraktur Femur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FRAKTUR FEMUR Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Muskuloskeletal 2



KELOMPOK 4



Aditya Maulvi Gumilar



(15.20.002)



Anita Dwi Maharani



(15.20.009)



Agung Tri Widodo



(15.20.004)



Arif Prasetyo



(15.20.010)



Ana Faridatul Fitria



(15.20.006)



Arista Anggraini



(15.20.011)



Dadang Susilo



(15.20.015)



Andika Zenif Fajar Fauzi (15.20.007) Anik Yulaikha



(15.20.008)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN TAHUN 2017



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas segala rahmat dan HidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “FRAKTUR FEMUR” yang disusun dan dipersiapkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Muskuloskeletal 2. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.



Kepanjen, 20 November 2017



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang ................................................................................



1.2



Rumusan Masalah...........................................................................



1.3



Tujuan .............................................................................................



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Definisi............................................................................................



2.2



Etiologi............................................................................................



2.3



Manifestasi Klinis ...........................................................................



2.4



Klasifikasi .......................................................................................



2.5



Patofisiologi ....................................................................................



2.6



Pathway...........................................................................................



2.7



Pemeriksaan Diagnostik..................................................................



2.8



Penatalaksanaan ..............................................................................



2.9



Komplikasi..............................................................................



BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 3.1



Pengkajian.......................................................................................



3.2



Diagnosa Keperawatan ...................................................................



3.3



Intervensi.........................................................................................



3.4



Evaluasi...........................................................................................



BAB IV PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN BAB V



PENUTUP



5.1 Kesimpulan ....................................................................................... Daftar Pustak



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



LATAR BELAKANG Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya. Yang dimaksud dengan fraktur ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada komponen ekstremitas atas (radius, ulna, dll) dan ekstremitas bawah (femur, tibia, fibula, dll). Di Amerika Serikat, 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya dan merupakan 2% dari kejadian trauma. Patah tulang yang terisolasi menyebabkan angka morbiditas yang tinggi seperti penderitaan fisik, kehilangan waktu produktif dan tekanan mental. Patah tulang ekstremitas dengan energy tinggi juga menyebabkan angka mortalitas tinggi apabila terjadi multi trauma dan perdarahan hebat. Kematian paling sering terjadi pada 1-4 jam pertama setelah trauma apabila tidak ditangani dengan baik. (Parahita & Kurniyanta) Kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh dari ketinggian (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%). Insiden fraktur femur pada wanita adalah fraktur terbanyak kedua (17,0% per 10.000 orang per tahun) dan nomer tujuh pada pria (5,3 per orang per tahun). Puncak distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15-34 tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun). (Desiartama & Aryana, 2017).



1.2



RUMUSAN MASALAH 1.



Apa Definisi dari fraktur femur?



2.



Apa saja Etiologi dari fraktur femur?



3.



Apa saja Manifestasi Klinik dari fraktur femur?



1



4.



Apa saja Klasifikasi dari fraktur femur?



5.



Bagaimana Patofisioligi dari fraktur femur?



6.



Bagaimana Pathway pada fraktur femur?



7.



Apa saja Pemeriksaan Diagnostik pada fraktur femur?



8.



Bagaimana Penatalaksanaan pada fraktur femur?



9.



Apa saja Komplikasi pada fraktur femur?



10. Bagaimana Penatalaksanaan pada fraktur femur? 1.3



TUJUAN Setelah melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu : 1.



Mengerti Definisi Fraktur Femur.



2.



Mengetahui Etiologi Fraktur Femur.



3.



Dapat menjelaskan Manifestasi Klinis Fraktur Femur.



4.



Mengetahui Klasifikasi Fraktur Femur.



5.



Mengetahui Patofisiologi Fraktur Femur.



6.



Mengetahui Pathway Fraktur Femur.



7.



Dapat menjelaskan penatalaksanaan Fraktur Femur.



8.



Dapat mengkaji keperawatan Fraktur Femur.



9.



Dapat mendiagnose keperawatan dan intervensi Fraktur Femur.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1



DEFINISI Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shafi yang bias terjadi akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa. (Desiartama & Aryana, 2017) Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak serta mengakibatkan penderita mengalami syok. Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahann otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis. Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari: kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligament dan otot. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dan pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah trankhanter dan bagian bawah dari leher femur.



Gambar 1. Tipe pada Fraktur



3



2.2



ETIOLOGI Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu: a.



Cedera Traumatic Cedera traumatic dapat disebabkan oleh: 1.



Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang patah secara sepontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.



2.



Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.



3.



Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.



b.



Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut: 1.



Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.



2.



Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. Rakhitis:L suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi



Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut: 3.



Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.



4.



Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.



4



5.



Rakhitis:L suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbVitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbs Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.



c.



Secara Spontan Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.



2.3



MANIFESTASI KLINIS a.



Deformitas Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya, perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti: 1.



Rotasi pemendekan tulang.



2.



Penekanan tulang.



b. Bengkak Edema muncul secara cepat dikarenakan aciran serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasasi daerah di jaringan sekitarnya. c.



Echymosis dari perdarahan subcutaneous. Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari ekstavasasi daerah di jaringan sekitarnya.



d. Spasme otot Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.



5



e.



Tenderness/ keempukkan.



f.



Nyeri Dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.



g.



Kehilangan sensasi Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.



h. Pergerakan abnormal Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. i.



Shock hipovolemik Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.



j.



Krepitasi Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.



k. Gangguan fungsi Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. Paralisis dapat terjadi karena kerusakan syaraf. l.



Gambaran X-Ray menentukan fraktur Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.



2.4



KLASIFIKASI Klasifikasi fraktur femur berdasarkan tempat terjadinya antara lain: 1.



Fraktur Collum Femur Fraktur Collum femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak-anak jarang ditemukan. Fraktur ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki



6



daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun



Gambar 2. Ilustrasi dan gambar radiologis fraktur intrakapsular leher femur. A, Fraktur Impaksi. B, Fraktur Leher Femur tanpa perubhan letak. C, Fraktur Leher Femur dengan perubahan letak. Fraktur terjadi karena jatuh pada derah trokanter, baik karena kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti terpeleset dikamar mandi ketika panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Kaput femur mendapat aliran darah dari tiga sumber sebagai berikut. a.



Pembuluh darah intramedular di dalam leher femur



b.



Pembuluh darah servikal asenden dalam retinakulum kapsul sendi



c.



Pembuluh darah dari ligamen yang berputar Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan



pembuluh darah retinakulum selalu mengalami robekan apabila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler dan mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta hambatan dari cairan sinovial.



7



Lebih dari 1/3 klien fraktur leher femur tidak dapat mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering terjadi pada fraktur dengan lokasi lebih ke proksimal. Ini disebabkan oleh vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak adekuat, dan lokasi fraktur adalah intra-artikular. 2.



Fraktur Subtrochanter Femur



Gambar 3. Ilustrasi fraktur Subtrokanter Femur Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm distal dari trokhenter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan sudah dipahami adalah klasifikasi fielding dan Magliato, yaitu sebagai berikut. a.



Tipe 1: garis fraktur satu level dengan trokhenter minor.



b.



Tipe 2: garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhenter minor.



c.



Tipe 3: garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhenter minor. Manifestasi klinis yang didapatkan, meliputi: keluhan nyeri lokal,



deformitas ( dengan kaki berada dalam posisi rotasi eksternal), pembengkakan paha, krepitasi dan ketidak mampuan dalam melakukan pergerakan paha dan panggul. Pemeriksaan radiografi



8



biasanya didapatkan garis fraktur pada atau di bawah trokhenter minor, bisa bersifat melintang, oblik, atau spiral. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan reduksi terbuka dan rediksi tertutup. Pada intervensi reduksi terbuka dengan viksasi interna menggunakan skrup dan plat untuk mengimobilisasi fragmen tulang yang patah, sedangakan reduksi tertutup dilakukan dengan pemasangan traksi tulang. Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu dilanjutkan dengan hip gips selama 7 minggu yang



merupakan alternatif



pelaksanaan pada pasien dengan usia muda. 3.



Fraktur Batang Femur Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Fraktur batang femur dibagi menjadi: a.



Tertutup Adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis. Pada pemeriksaan fisik regional fraktur batang femur tertutup, umumnya ditemukan beberapa hal berikut. Look Pasien fraktur femur mempunyai komplikasi delayed union, non-union dan malunion. Kondisi yang paling sering didapat di klinik adalah terdapatnya malunion terutama pada pasien fraktur femur yang telah lama dan telah mendapat intervensi dari dukun patah. Pada pemeriksaan look akan didapatkan adanya pemendekan ekstermitas dan akan lebih jelas



9



drajad pemendekan dengan cara mengukur kedua sisi tungkai dari spina iliakake maleolus. Feel Adanya nyeri tekan dan krepitasi pada daerah paha. Move Pemeriksaan yang didapat seperti adanya gangguan atau keterbatasan gerak tungkai. Didapatkan ketidak mampuan menggerakkan kaki dan penurunan kekuatan otot ekstermitas bawah dalam melakukan pergerakan. b.



Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu: 1. Derajat I: bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar. 2. Derajat II: lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar. 3. Derajat III: lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah) Pada pemeriksaan fisik regional fraktur batang terbuka, pada umumnya didapatkan hal berikut ini. Look Terlihat adanya luka terbuka pada baha terbuka pada paha dengan deformitas yang jelas. Kaji beberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapat adanya kerusakan pada arteri yang beresiko akan meningkatkan respons syok hipovolemik. Pada fase awal trauma sering di dapatkan adanya serpihan didalam luka terutama pada trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mempunyai indikasi pada resiko tinggi infeksi. Feel Adanya keluhan nyeri tekan dan adanya krepitasi.



10



Meve Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh dilakukan karena akan memberikan respons trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang yang patah. Pasien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada sisi paha yang patah. Penatalaksanaan yang dilakukan hampir sama dengan penatalaksanaan patah tulang panjang lainnya, yaitu sebagai berikut:



Gambar 6. A, Ilustrasi pemasangan traksi skeletal pada fraktur batang femur. B, pemasangan cast brancing setelah terbentuk union. 1.



Terapi konservatif. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara



sebelum



dilakukan



terapi



definitif



untuk



mengurangi spasme otot. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama adalah fraktur yang bersifat kominutif dan segmental. Traksi ini menggunakan cast bracting yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis. 2.



Terapi operatif dengan pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur, mempergunakan Knail, AO-nail, atau jenis-jenis lain, baik dengan operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K-nail,



11



AO-nail terutama adalah fraktur diafisis, fiksasi eksternal terutama pada fraktursegmental, fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis, atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat. 4.



Fraktur Supracondyler Femur



Gambar 4. Ilustrasi jenis Fraktur Suprakondilar Femur. A, Fraktur Tranversal. B, Fraktur Interkondilr. C, Fraktur Kominutif. D, Fraktur Single Condyle. Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu menjadi dislokasi ke posterior. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot gastroknemius. Biasanya fraktur suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stres valgus atau varus, dan disertai gaya rotasi. Manifestasi klinis yang didapatkan berupa pembengkakan pada mulut, deformitas yang jelas dengan pemendekan pada tungkain, nyeri bila fragmen bergerak, dan mempunyai resiko terhadap sindrom kompartemen pada bagian distal. Pada pemeriksaan berjongkok terlihat pasien tidak bisa menjaga kesejajaran. Pemeriksaan radiologis dapat menentukan diagnosis fraktur suprakondiler.



12



Pada fraktur suprakondiler femur biasanya akan dilakukan beberapa penatalaksanaan yaitu: 1.



Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, east-bracing dan spikal panggul.



2.



Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nailphroc dare screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.



Gambar 5. Ilustrasi beberapa jenis penatalaksanaan pada klien fraktur suprakondiler femur. 5.



Fraktur Intercondylair Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.



6.



Fraktur Condyler Femur Mekanisme traumanya biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan abduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.



13



Manifestasi klinik didapatkan adanya pembengkakan pada lutut, hematrosis, dan deformitas pada ekstermitas bawah. Penderita juga mengeluh adanya nyeri lokal, dan kondisi neurologis-vaskular harus selalu diperiksa tentang adanya tanda dan gejala sindrom kompartemen pada bagian distal. Penatalaksanaan dengan reduksi tertutup dengan traksi tulang selama 4-6 minggu dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan gips minispika sampai terjadi penyambungan tulang. Reduksi terbuka dan fiksasi interna dilakukan apabila intervensi reduksi tertutup tidak memberikan penyambungan tulang atau keluhan nyeri lokal yang parah. 2.5



PATOFISIOLOGI Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya terjadi hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut, aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakinatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment.



14



Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu: 1. Fase Hematum a.



Dalam waktu 24 jam timbul pedarahan, edema, hematume disekitar fraktur.



b.



Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.



2. Fase Granulasi Jaringan a.



Terjadi 1-5 hari setelah injury.



b.



Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis.



c.



Hematoma berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.



3. Fase Formasi Callus a.



Terjadi 6-10 hari setelah injuri.



b.



Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus.



4. Fase Ossificasi a.



Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh.



b.



Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.



5. Fase Consolodasi dan Remodelling Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteoclast.



15



2.6 WOC



16



17



2.7



PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Foto Rontgen a.



Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.



b. Mengetahui tempat dan tipe fraktur. c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic. 2. Scan Tulang, Tomography, CT-Scan, MRI Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram Dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler. 4. CCT Dilakukan bila banyak kerusakan otot. 5. Hitung Darah Lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma. 6. Kreatinin Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 7.



Profil Koagulasi Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple atau cedera hati.



2.8



PENATALAKSANAAN Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur, yaitu: a.



Rekognisi (pengenalan) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnose dan tindakan selanjutnya, mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan



18



radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. b. Reduksi (manipulasi/reposisi) Reduksi adalah uasaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. c.



Retensi (imobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan duat atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada begian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.



19



d. Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi. Selain konsep dasar tersebut terdapat beberapa penatalaksanaan fraktur, diantaranya: 1.



Terapi konservatif a.



Proteksi.



b.



Imobilisasi saja tanpa reposisi.



c.



Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips/traksi.



2. Terapi operatif: ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) a.



Indikasi ORIF: a)



Fraktur yang tidak bias sembuh atau bahaya avaskuler nekrosis tinggi.



b) Fraktuk yang tidak bias direposisi tertutup. c)



Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.



d) Fraktur yang berdasarkan pengalaman member hasil yang lebih baik dengan operasi. e) b.



Excisional Arthroplasty.



Jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan: a)



Reduksi terbuka: melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebuh dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.



b) Fiksasi interna: stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam. c)



Graft tulang: penggantian jaringan tulang graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaikan penyembuhan, untuk



menstabiliasi



berpenyakit.



20



atau



mengganti



tulang



yang



d) Amputasi: penghilangan bagian tubuh. e)



Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.



f)



Menisektomi: eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.



g) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintesis. h) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan logam atau sintesis. i)



Transfer



tendo:



pemindahan



insersi



tendo



untuk



memperbaiki fungsi. j)



Fasiotomi: pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.



c. Tindakan ORIF meliputi: a)



Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur.



b) Fraktur diperiksa dan diteliti. c)



Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka.



d) Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali. e)



Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik berupa pin, skrup, plat, dan paku.



d. Keuntungan ORIF: a)



Reduksi akurat.



b) Stabilitas reduksi tinggi. c)



Pemeriksaan struktur neurovaskuler.



d) Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal. e)



Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat.



f)



Rawat inap lebih singkat.



21



g) Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal. e.



Kerugian ORIF: a)



Kemungkinan terjadi infeksi.



b) Osteomielitis. 3.



2.9



Terapi medis a.



Pemberian obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone.



b.



Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut.



c.



Bedrest, fisioterapi.



KOMPLIKASI Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari Fraktur femur yaitu: a.



Syok Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur



pelvis



(Suratum,dkk,2008). b.



Emboli Lemak Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur multiple atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolaminyang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk 15emboli, yang kemudian



22



menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain.Awitan dan gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia (Suratun, dkk, 2008). c.



Sindrom Kompartemen (Volkmann’s Ischemia) Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi olehotot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas (Handoyo, 2010).



d.



Nekrosis Avaskular Tulang Cedera baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskulerini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).



e.



Atrofi Otot Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal. Mengecilnya otottersebut terjadi karena sel- sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum, dkk, 2008)



23



BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR FEMUR 3.1



PENGKAJIAN A. Anamnesis 1.



Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.



2.



Keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa sakit klien, perawat dapat menggunakan PQRST a.



Provoking Incident : hal yang terjadi faktor presitipasi nyeri adalah trauma pada bagian paha



b.



Quality of pain : klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk



c.



Region, Radiation, Relief : nyeri terjadi dibagian paha yang mengalami patah tulang. Nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau istirahat.



d.



Severity scale of pain : secara subjektif, nyeri yang dirasakan pasien antara 2-4 pada rentang skala pengukuran 0 – 4



e.



Time : beberapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hariatau siang hari.



3.



Riwayat Peyakit Sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, oerawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.



24



4.



Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu,klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronsi dan penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.



5.



Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.



6.



Riwayat Psikososialspiritual Kaji respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga atau masyarakat.



7.



Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehat Klien fraktur femur akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat-obat steroid yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.



8.



Pola Persepsi Dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan atifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan citra diri )



25



9.



Pola Sensori Dan Koognitif Daya raba klien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur femur.



10. Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditmpuh klien tidak efektif. 11. Pola Tata Nilai Dan Keyakinan Klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerik klien. B. Pemeriksaan fisik 1.



Keadaan umum b.



Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran; (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis,yang bergantung pada keadaan klien )



c.



kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut)



d.



tanda-tanda vital tidak nirmal karena ada gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk.



2.



B1 ( Breathing) Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi thoraks, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan.



3.



B2 (Blood). a.



Isnpeksi : tidak ada iktus jantung



b.



Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak teraba



c.



Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.



26



4.



B3 (Brain) a.



Tingkat Kesadaran, Biasanya Kompos Mentis a)



Kepala Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.



b) Leher Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, refleks menelan ada. c)



Wajah Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak ada perubahan fungsi dan bentuk. Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema



d) Mata Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis( pada klien dengan patah tulang tertutup karena tidak terjadi perdarahan). Klien fraktur terbuka dengan banyaknya perdarahan yang keluar biasanya menglami konjungtiva enemis e)



Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan



f)



Hidung Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.



b.



Pemeriksaan Fungsi Serebral Status mental : Observasi penampilan dan tingkah laku klien biasanya status mental tidak mengalami perubahan.



c.



Pemeriksaan Syaraf Kranial : a)



Saraf I. Pada klien fraktur femur, fungsi saraf 1 tidak ada kelainan, fungsi penciuman tidak ada kelainan



b) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi normal



27



c)



Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil isokor



d) Saraf V . Klien fraktur femur umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wahah dan refleks kornea tidak ada kelainan e)



Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris



f)



Saraf VIII. Tidak adanya tuli konduktif dan tuli persepsi



g) Saraf IX dan X . Kemampuan menelan baik h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius i)



Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.



d.



Pemeriksaan refleks. Biasaya tidak didapatkan refleks refleks patologis.



e.



Pemeriksaan sensorik Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kogitif tidak mengalami gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.



5.



B4 ( Bledder ) Kaji keadaan urin yang meliputi warna, jumlah, karakteristik dan termasuk berat jenis urine. Biasanya klien fraktur femur tidak mengalami kelainan pada sistem ini



6.



B5 ( Bowel ) a.



Inspeksi abdomen : amati bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi turgor bsaik, tidak ada defans muskular dan hepar tidak teraba. Perkusi suara thimpani, ada pantulan gelombang cairan.



28



b.



Auskultasi : Peristaltik usus normal kurang lebih 20 kali/menit. Inguinal-genitalia-anus.



Tidak



ada



hernia,



tidak



ada



pembesaran limfe, dan tidak ada kesulitan BAB. a)



Pola Nutrisi Dan Metabolisme Klien



fraktur



harus



mengkonsumsi



nutrisi



melebihi kebutuhan sehari-hari. Seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutamakalsium dan protein . nyeri pada fraktur menyebabkan klien kadang mual-muntah sehingga pemenuhan nutrisi menjadi berkurang. b) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur femur, klien tidak mengalami gangguan eliminasi. Meskipun demikian, perawat prlu mengkaji frekwensi, kepekatan, dan warna serta bau dan juga jumlah pada pola eliminasi urine. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak. 7.



B 6 ( Bone ) Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi motorik maupun peredaran darah a.



Look Pada sistem integrumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengkakan yang tidak biasa ( abnormal ) dan deformitas fraktur femur. Apabila terjadi fraktur terbuka perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan integritas kulit. Fraktur oblik, spiral, atau bergeser menyebabkan pemendekan batang femur. Ada tanda



29



tandanya cedera atau kemungkinan keterlibatan berkas neuroveskular ( saraf dan pembuluh darah ) pada, seperti bengkak atau edema. Pengkajian neurovaskular awal sangat penting untuk membedakan antara trauma akibat cedera dan komplikasi akibat penanganan. Selain itu, didapatkan ketidakmampuan menggerakkan tungkai dan penurunan kekuatan otot tungkai dalam melakukan pergerakan . Pada keadaan tertentu klien fraktur femur sering mengalami sindrom kompertemen pada fase awal setelah patah tulang. Perawat perlu mengkaji apakah adanya pembengkakan pada tungkai atas dapat mengganggu sirkulasi darah ke bagian bawahnya. Terjebaknya otot, lemak,



saraf,



dan



pembuluh



darah



pada



sindrom



kompartemen membutuhkan perhatian perawat secara khusus agar organ dibawah paha tidak mengalami penurunan suplai darah atau nekrosis. Tanda khusus sindrom kompertemen pada fraktur femur adalah perfusi yang tidak baik pada distal, seperti jari jari kaki, tungkai bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan nyeri tungkai, dan timbulnya bula yang banyak menyelimuti bagian bawah fraktur femur. b.



Feel Kaji adanya nyeri tekan ( tenderness ) dan krepitasi pada daerah paha



c.



Move Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pmeriksaan dilanjutkan dngan menggerakkan estremitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan sebelumnya dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah penggerakan mulai dari titik 0 ( posisi netral ),



30



atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pemeriksaan didapatkan adanya gangguan/keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan menggerakkan kaki, dan penurunan kekt tungkai dan otot estremitas bawah dalam melakukan pergerakan a)



Pola aktivitas Karena timbul rasa nyeri, gerak menjadi terbatas, semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuan dari orang lain. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan beresiko terjadinya fraktur



b) Pola tidur dan istirahat Semua klien fraktur merasakan nyeri dan geraknya terbatas shingga dapat megganggu pola dan kebutuhan tdur klien. Selain itu, dilakukan pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur. 3.2



DIAGNOSA KEPERAWATAN Masalah keperawatan utama pada fraktur femur, baik fraktur terbuka maupun tertutup adalah sebagai berikut. 1.



Nyeri



2.



Hambatan Mobilisasi Fisik



3.



Defisit Keperawatan Diri



4.



Resiko Tinggi Trauma



5.



Resiko Tinggi Infeksi



6.



Kerusakan Integritas Kulit



7.



Ansietas



31



3.3



INTERVENSI KEPERWATAN



1. Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera neuromuskular, trauma jaringan, dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan Perawatan



: Nyeri adaptif berkurang, hilang atau teratasi.



Kriteria Hasil



: Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat



diatasi,



mengidentifikasi



aktivitas



yang



meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah skala nyeri 0-1 atau teratasi. INTERVENSI



RASIONAL



MANDIRI  Kaji nyeri dengan skala 0-4



 Nyeri merupakan respon subjektif yang



dapat



dikaji



dengan



menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.  Imobilisasi



 Atur posisi mobilisasi pada paha



mengurangi



yang



adekuat



pergerakan



dapat



frakmen



tulang yag menjadi unsur utama penyebab nyeri pada daerah paha.  Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus



 Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi, kandung kemih dan berbaring lama.



 Jelaskan dan bantu klien terkait dengan



tindakan



pereda



nyeri



relaksasi,



relaksasi dan nonfarmakologi lainya efektif dalam mengurangi nyeri



nonfarmakologi dan noninvasif  Ajarkan



 Pendekatan dengan menggunakan



teknik-teknik



 Teknik



ini



akan



melancarkan



mengurangi ketegangan otot rangka



peredaran darah sehingga kebutuhan



yang dapat mengurangi intensitas



oksigen pada jaringan terpenuhi dan



32



nyeri. Tingkatkan relaksasi masase.



nyeri berkurang.



 Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut



 Mengalihkan



perhatian



klien



terhadap nyeri ke hal-hal yang menyenangkan.



 Berikan kesempatan waktu istirahat



 Istirahat merelaksasi semua jaringan



bila terasa nyeri dan berikan posisi



sehingga



akan



yang nyaman, misalnya waktu tidur,



kenyamanan.



meningkatkan



belakang tubuh dipasang bantal kecil  Tingkatkan



tentang



 Pengetahuan tentang sebab-sebab



sebab-sebab nyeri dan hubungkan



nyeri membantu mengurangi nyeri.



dengan berapa lama nyeri akan



Hal



berlangsung



meningkatkan



pengetahuan



ini



dapat



membantu



kepatuhan



klien



terhadap rencana terapeutik.  Observasi tingkat nyeri dan respon



 Dengan pengkajian yang optimal,



motorik klien 30 menit setelah



perawat akan mendapatkan data yang



pemberian obat



objektif



analgesik untuk



untuk



mencegah



mengkaji elektivitasnya dan 1-2 jam



kemungkinan



setelah tindakan, perawatan selama



melakukan intervensi yang tepat.



komplikasi



dan



1-2 hari. KOLABORASI  Pemberian analgesik



 Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.



 Pemasagan traksi kulit atau traksi tulang



 Traksi yang efektif akan memberikan dampak pergeseran



pada



penurunan



frakmen



pada



tulang



dan



memberikan posisi yang baik untuk penyatuan tulang  Operasi untuk pemasangan fiksasi internal.



 Fiksasi internal dapat membantu immobilisasi fraktur femur sehingga pergerakan frakmen berkurang.



33



2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan frakmen tulang, dan pemasangan traksi. Tujuan Perawatan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuanya. Kriteria Hasil



: Klien dapat ikut dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah dan klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.



INTERVENSI



RASIONAL



MANDIRI  Kaji



mobilitas



observasi



yang



adanya



ada



dan  Mengetahui



peningkatan



tingkat



kemampuan



klien dalam melakukan aktivitas.



kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.  Immobilisasi yang adekuat dapat



 Atur posisi imobilisasi pada paha.



mengurangi



pergerakan



frakmen



tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.  Ajarkan klien melakukan latihan  Gerakan aktif memberikan massa, gerak aktif pada ekstremitas yang



tonus, dan kekuatan otot serta



tidak sakit.



memperbaiki fungsi jantung dan pemapasan.



 Bantu klien melakukan latihan ROM  Untuk mempertahankan fleksibilitas dan peawatan dirisesuai toleransi.



sendi sesuai kemampuan



KOLABORASI  Kolaborasi dengan ahli fisioterapi  Kemampuan mobilisasi ektremitas untuk latihan fisik klien.



dapat di tingkatkan dengan latihan fisik dari fisioterapi



34



3. Defisit



perawatan



diri



yang



berhubungan



dengan



kelemahan



neuromuskular dan penurunan kekuatan paha Tujuan Perawatan : Perawatan diri klien dapat terpenuhi. Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, dan mengidentifikasi individu atau masyarakat yang dapat membantu



INTERVENSI



RASIONAL



 Kaji kemampuan dan tingkat penuru



 Membantu dalam mengantisipasi



nan dalam skala 0-4 untuk melaku-



dan merencanakan pertemuan untuk



kan aktivitas hidup sehari-hari



kebutuhan individual.



 Hindari



apa



yang



tidak



dapat



dilakukan klien dan bantu bila perlu.



 Dilakukan untuk mencegah frustasi dan menjaga harga diri klien.



 Ajak klien untuk berfikir positif



 Klien memerlukan empati. Perawat



terhadap kelemahan yang dimiliki



perlu mengetahui perawatan yang



nya. Berikan klien motivasi dan



konsisten dalam menangani klien.



ijinkan klien melakukan tugas, dan



Intervensi dapat meningkatkan harga



berikan umpan balik positif atas



diri,



usahanya.



anjurkan klien untuk terus mencoba.



 Rencanakan



memandirikan



klien,



dan



untuk



 Klien akan lebih mudah mengambil



mengurangi pergerakan pada sisi



peralatan yang diperlukan karena



paha yang tidak sakit, seperti tempat



lebih dekat dengan lengan yang



kan makanan dan peralatan dekat



sehat.



tindakan



dengan klien.  Identifikasi



kebiasaan



BAB.



Anjurkan minum dan meningkatkan latihan.



35



 Meningkatkan



latihan



dapat



membantu mencegah konstipasi



4. Resiko tinggi trauma yang berhubungan denganhambatan mobilitas fisik dan pemasangan traksi. Tujuan Perawatan



: Resiko trauma tidak terjadi.



Kriteria Hasil



: Klien mau berpartisipasi dalam pencegahan trauma. Traksi dapat efektif dilaksanakan.



INTERVENSI



RASIONAL



MANDIRI  Pertahankan immobilitas pada daerah paha.



 Meminimalkan



rangsang



nyeri



akibat gesekan antara frakmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya.  Mencegah perubahan posisi dengan



 Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut



tetap mempertahankan



keamanan



dan kenyamanan.



untuk mempertahankan posisi yang netral.



 Kontraksi harus dipertahankan agar



 Pantau traksi dan keadaan kontraksi.



traksi tetap efektif. Umumnya, berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.  Traksi harus berkesinambungan agar



 Kesinambungan traksi.



reduksi dan immobilisasi fraktur efektif.  Traksi skelet tidak boleh terputus karena akan memudahkan trauma



 Tali traksi tulang.



pada tulang  Pemberat



tidak



boleh



kecuali bila dimaksudkan



 Pemberat traksi.



36



diambil,



intermitten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis



resultan



dihindarkan.



tarikan



harus



Pemberat



harus



tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.  Tubuh klien harus dalam keadaan



 Posisi anatomis paha klien.



sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.  Simpul pada tali atau katrol tidak



 Tali tidak boleh macet.



boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur. KOLABORASI  Kolaborasi



pemberian



obat



antibiotik.



 Antibiotik bersifat antibakterisidal atau bakteriostatik untuk membunuh atau



menghambat



perkembangan



kuman.  Evaluasi cedera



tanda/gejala jaringan



perluasan (peradangan



 Menilai



perkembangan



masalah



klien.



lokal/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema, demam)



5. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entree luka operasi pada paha. Tujuan Perawatan Kriteria Hasil



: Infeksi tidak terjadi selama perawatan. : Klien mengenal faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan dan mengurangi resiko infeksi, dan mendemonstrasikan teknik untuk meningkatkan lingkungan yang aman.



37



INTERVENSI



RASIONAL



MANDIRI  Kaji dan pantau luka operasi setiap



 Mendeteksi secara dini gejala-gejala



hari.



inflamasi



yang mungkin



timbul



sekunder akibat adanya luka pasca operasi  Lakukan



perawatan



luka



secara



steril.



 Teknik perawatan luka secara steril dapat



mengurangi



kontaminasi



kuman.  Pantau atau batasi kunjungan.



 Mengurangi resiko kontak infeksi dari orang lain.



 Bantu



perawatan



keterbatasan



diri



aktivitas



dan sesuai



 Menunjukkan kemampuan secara umum,



kekuatan



otot



dan



merangsang pengembalian sistem



toleransi. Bantu program latihan.



imun.



KOLABORASI



 Satu atau beberapa agens diberikan



 Berikan antibiotik sesuai indikasi.



yang bergantung pada sifat patogen dan infeksi yang terjadi.



6. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi, dan perubahan fungsi peran. Tujuan Perawatan Kriteria Hasil



: Ansietas hilang atau berkurang. : Klien mengenal perasaanya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya, dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.



38



INTERVENSI



RASIONAL



 Kaji tanda verbal dan nonverbal  Reaksi



verbal/nonverbal



dapat



ansietas, dampingi klien, dan lakukan



menunjukkan rasa agitasi, marah,



tindakan jika klien menunjukkan



dan gelisah.



perilaku merusak.  Hindari konfrontasi.



 Konfrontasi



dapat



meningkatkan



rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan.  Mulai



lakukan



mengurangi



tindakan



ansietas.



untuk  Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. Beri



lingkungan yang tenan dan suasana penuh istirahat.  Tingkatkan kontrol sensasi klien.



 Kontrol



sensasi



klien



(dalam



mengurangi ketakutan) dengan cara memberikan keadaan



informasi klien,



penghargaan



tentang



menekankan



terhadap



sumber-



sumber koping (pertahanan diri) yang



positif



relaksasi



membantu dan



latihan



teknik-teknik



pengalihan, serta memberikan umpan balik yang positif.  Orientasikan klien terhadap tahap-



 Orientasi



tahap prosedur operasi dan aktivitas



tahap-tahap



prosedur



operasi dapat mengurangi ansietas.



yang di harapkan.  Beri



kesempatan



klien



untuk  Dapat menghilangkan ketegangan



mengungkapkan ansietasnya.



terhadap kekhawatiran yang tidak di eksprsikan.



39



 Berikan motivasi kepada klien dan



 Memberi



orang terdekat.



waktu



untuk



mengekpresikan menghilangkan



perasaan, ansietas,



dan



perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk



melakukan



pengalihan membaca)



aktifits



perhatian akan



(misalnya mengurangi



perasaan terisolasi.



3.4



EVALUASI 1.



Nyeri dapat berkurang atau hilang.



2.



Klien dapat melakukan aktivitas fisik seperti sebelumnya.



3.



Infeksi dapat dicegah dan tidak terjadi.



4.



Klien memahami tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan.



40



dan



BAB IV PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien dan mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstremitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat adalah: 1.



Survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation



2.



Meminimalisir rasa nyeri



3.



Mencegah cidera iskemia-referfusi



4.



Menhilangkan dan mencegah sumber-sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan



reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk



proses



persambungan tulang dan meminimalisasi komplikasi lebih lanjut. Survey Primer Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalahmengamankan dan mengoptimalisasi prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) 1.



A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktur di bagian wajah.



2.



B : Breathing, setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paruparu yang baik, dinding dada dan diafragma.



3.



C : Circulation, ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan adalah volume darah, perdarahan, dan cardiac output. Menghentikan perdarahan yang terbaik adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstremitas yang mengalami perdarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan perdarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekansteril umumnya dapat



41



menghentikan perdarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan perdarahan. 4.



D : Disability, yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.



5.



E : Exposure, pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, guna memeriksa dan mengevaluasi. Pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma musculoskeletal seperti



fraktur adalah imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi. 1.



Imobilisasi Fraktur Tujuan imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cedera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan dibawah fraktur.



2.



Pemeriksaan Radiologi Umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan bagian dari survey sekunder.



Survey Sekunder Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera musculoskeletal adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera-cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien. 1.



Inspeksi bagian tubuh yang fraktur. a.



Inspeksi adanya laserasi, bengkak dan deformitas.



b.



Observasi angulasi, pemendekan dan rotasi.



c.



Palpasi nadi distal untuk fraktur dan pulsasi semua perifer.



d.



Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi atau tidak adanya pulsasi, hal tersebut menandakan cedera pada syaraf atau suplai darah terganggu.



e.



Tangan bagian tubuh dengan lembut dan sedikit mungkin gerakan yang kemungkinan dapat menyebabkan gerakan pada tulang yang fraktur.



42



2.



Berikan bebat sebelum pasien dipindahkan. Bebat dapat mengurangi nyeri, memperbaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur tertutup menjadi fraktur terbuka. a.



Imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu tangan distal terhadap fraktur dan berikan satu penarikan ketika menempatkan tangan lain diatas fraktur untuk menyokong.



b.



Pembebatan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur.



c.



Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan, periksa warna, sushu, nadi dan pemucatan kuku.



d.



Kaji untuk adanya deficit neurologi yang disebabkan oleh fraktur.



e.



Berikan balutan steril pada fraktur terbuka.



3.



Kaji adabya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cedera.



4.



Pindahkan pasien secara hati-hati dan lembut, untuk meminimalisasi gerakan yang dapat menyebabkan gerakan pada patahan tulang.



5.



Lakukan penanganan pada trauma yang spesifik (trauma femur). Femur biasanya patah pada orang tua selalu dipikirkan patah pangkal tulang paha collum femoris). Fraktur ini dapat menjadi fraktur terbuka dan kalau hal ini terjadi harus ditangani sebagai fraktur terbuka. Banyak otot disekeliling femur dan perdarahan massive dapat terjadi pada paha. Fraktur femur bilateral dapat menyebabkan kehilangan sampai dari 50% volume sirkulasi darah.



43



BAB V PENUTUP 5.1



KESIMPULAN Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak serta mengakibatkan penderita mengalami syok. Penyebab dari fraktur dapat terjadi akibat adanya Cedera Traumatic, Fraktur Patologik, Secara Spontan. Lebih dari 1/3 klien fraktur leher femur tidak dapat mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering terjadi pada fraktur dengan lokasi lebih ke proksimal. Pada batang femur fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan kulit. Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera. Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan pasien dan mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstremitas seperti semula.



44



DAFTAR PUSTAKA Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. Vol. 2). Jakarta: EGC. Desiartama, A., & Aryana, I. W. (2017). GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN FRAKTUR FEMUR AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS PADA ORANG DEWASA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2013. E-JURNAL MEDIKA , VOL.6, NO.5. Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed.). Jakarta: Medika Aesculapius. Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran (3 ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Medika Aesculapius FKUI. Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. (P. E. Karyuni, Ed.) Jakarta: EGC. Muttaqin, A. (2011). BUKU SAKU GANGGUAN MUSKULOSKELETAL: APLIKASI PADA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN. (P. E. Karyuni, & M. Ester, Eds.) Jakarta: EGC. Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (2 ed.). Jakarta: Salemba Medika. Parahita,



P.



S.,



&



Kurniyanta,



P.



(n.d.).



PENATALAKSANAAN



KEGAWATDARURATAN PADA CEDERA FRAKTUR EKSTREMITAS. Price, S. A., & Wilson, L. M. (1995). Buku 1 Patofisiologi "Konsep Klinis ProsesProses Penyakit" (8 ed.). Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat. (2004). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.



45